4. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · 4. hasil dan pembahasan 4.1 hasil 4.1.1 gambaran...
TRANSCRIPT
31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran Stasiun Penelitian
Penelitian dilaksanakan di sepuluh stasiun pengamatan yaitu : Tanjung
Kelapa, Bolok, Pulau Kambing, Hansisi, Tanjung Uikalui,Uiasa 1, Uiasa 2, Otan
Pasir Panjang, Paradiso. Lokasi penelitian dibagi dalam 3 kategori keterwakilan
terdiri dari : kawasan A (stasiun 1,2), kawasan B (stasiun 3,4,5,6,7 dan 8) dan
kawasan C (stasiun 9, 10). Berdasarkan survei dan pengamatan di lapangan
maka didapat gambaran umum kondisi pada saat penelitian di masing-masing
kawasan sebagai berikut:
Kawasan A : merupakan areal dengan aktivitas yang cukup tinggi dimana
pada kawasan ini terdapat beberapa pelabuhan yaitu Pelabuhan Umum,
Pelabuhan Rakyat, Pelabuhan Perikanan, Pangkalan Utama Angkatan Laut,
Pangkalan Polisi Perairan serta Pelabuhan El Nusa. Pengamatan dan
pengukuran data dilakukan pada pagi hari keadaan perairan relatif tenang atau
tidak bergelombang. Secara visual karang yang dijumpai didominasi jenis karang
Acropora dan Non Acropora.
Kawasan B : terletak pada Pulau Semau yang berada tepat di depan
perairan Teluk Kupang. Pengamatan dan pengukuran data dilakukan pada pagi
hari keadaan perairan relatif tenang atau tidak bergelombang. Secara visual
karang yang dijumpai didominasi patahan karang (rubble), karang lunak (soft
coral) serta pertumbuhan karang Acropora dan Non Acropora. Berdasarkan
informasi dengan nelayan setempat daerah ini memiliki tingkat gangguan tinggi
dari aktivitas penangkapan yang menggunakan bom (blast fishing) dan bius
(potassium sianida). Hal ini didukung dengan areal tersebut yang jauh dari
pengawasan aparat.
Kawasan C : daerah ini merupakan daerah yang terjangkau oleh
masyarakat setempat karena berhadapan langsung dengan pemukiman.
Perairan ditandai oleh arus yang tenang, dimana pada saat surut masyarakat
setempat berjalan kaki sepanjang pantai untuk memungut hasil/menangkap ikan-
ikan yang terperangkap saat air surut. Pengamatan dan pengukuran data
dilakukan pada pagi hari keadaan perairan relatif tenang atau tidak
bergelombang. Secara visual karang yang dijumpai didominasi pertumbuhan
karang Acropora dan Non Acropora serta pertumbuhan alga
32
4.1.2 Kondisi Lingkungan Perairan Kualitas air pada prinsipnya merupakan pencerminan dari kualitas
lingkungan. Air merupakan medium bagi kehidupan organisme perairan. Kualitas
air akan mempengaruhi dan menentukan kemampuan hidup organisme perairan
tersebut. Pengamatan kondisi lingkungan perairan secara umum menunjukkan
hasil yang mendukung bagi kehidupan biota laut dengan kisaran nilai yang
diijinkan menurut KepMen Negara LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air
laut untuk biota laut (Tabel 9)
Tabel 9 Rata-rata nilai kondisi lingkungan perairan
Stasiun Suhu Salinitas Kec Ked TSS pH (°C) % % M mg/l 1 28.00 32.80 100 8.00 14.00 7.30 2 28.00 32.50 100 7.00 14.40 7.30 3 28.00 32.50 90 11.00 12.00 7.40 4 28.00 32.50 90 6.00 20.00 7.40 5 29.00 32.70 100 6.00 15.00 7.80 6 28.00 32.50 100 5.00 13.60 8.20 7 29.00 32.50 100 5.00 13.60 8.20 8 28.00 32.50 100 7.00 14.50 8.50 9 29.00 32.50 90 6.00 13.00 7.50 10 29.00 32.50 90 5.00 13.00 7.50
Rerata 28.40 32.55 96 6.60 14.31 7.70
St dev
± 0.52
±0.11 ± 5.16 ±1.84 ±2.18 ±0.44
Nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 20. Tingkat
kekeruhan yang tinggi menyebabkan organisme mengeluarkan banyak energi
untuk menghalau sedimen yang masuk (Supriharyono 2007) sehingga energi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkurang. Akibat dari berkurangnya energi
untuk tumbuh maka organisme tersebut memilih untuk pergi atau mati. Bagi
hewan-hewan yang bersifat bergerak seperti ikan dapat pergi untuk mencari
lingkungan yang lebih baik, namun bagi hewan yang bersifat menetap seperti
karang dan alga cenderung mengalami kematian.
4.1.3 Ekosistem Terumbu karang
Ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian berdasarkan substrat dasar
dapat dibagi menjadi komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik pertama
adalah karang hidup. Tutupan karang hidup di lokasi penelitian berkisar antara
33
4.33% - 49.66% dengan rata-rata tutupan karang hidup adalah 32.17% (Gambar
5). Kondisi karang hidup berdasarkan Gomez & Yap (1988) dapat dikategorikan
buruk sampai sedang. Berdasarkan hasil pengamtan maka tiga stasiun
penelitian termasuk kategori buruk dan tujuh stasiun dengan kategori sedang.
Berdasarkan tutupan karang hidup dapat disimpulkan bahwa kondisi karang
hidup di lokasi penelitian berkategori sedang.
Gambar 5 Rata-rata presentase tutupan dasar untuk kategori biota dan substrat di lokasi penelitian
Tutupan karang keras bervariasi pada stasiun penelitian dengan
persentase tertinggi di stasiun 1 (49.66%) sedangkan persentase terendah di
stasiun 4 sebesar 4.33%. (Lampiran 1). Pada stasiun 4 dengan tutupan karang
keras terendah dijumpai banyak patahan karang (rubble) dan tutupan karang
lunak (soft coral) yang cukup tinggi yaitu 48.00.% dan 45.83%
Biota lain yang berasosiasi dengan ekosisitem terumbu karang juga
ditemukan di semua stasiun penelitian dengan jumlah yang relatif kecil yaitu
sebesar 1.00% - 18.00%. Jumlah pertumbuhan karang muda/rekruitmen dengan
jumlah yang relatif kecil yaitu sebesar 1.33% - 6.24% terlihat pada semua
stasiun kecuali stasiun 4 dan stasiun 5 tidak ditemukan adanya rekruitmen
karang. Tutupan alga pada ditemukan bervariasi pada semua stasiun penelitian
KARANG HIDUP
32%
ALGA 14%
SOFT CORAL27%
BIOTA LAIN9%
RUBBLE13%
SAND5%
34
Gambar 6 Presentase tutupan dasar untuk kategori biota dan substrat di lokasi penelitian
Gambar 6 menggambarkan presentase tutupan dasar di lokasi penelitian
dimana masing-masing stasiun memiliki presentase tutupan dasar yang cukup
bervariasi. Presentase tutupan karang lunak/soft coral tertinggi di stasiun 5
sebesar 70% dan sebaliknya presentase tutupan soft coral terendah di stasiun 1
dan stasiun 2 dimana masing-masing sebesar 1.3%. Presentase tutupan karang
hidup tertinggi di stasiun 1 sebesar 49.66% dan terendah di stasiun 4 sebesar
4.33 %. Presentase tutupan alga tertinggi di stasiun 2 sebesar 22.67% dan
terendah di stasiun 4 sebesar 1.84 %. Patahan karang mati (rubble) ditemukan di
semua stasiun dengan presentase tutupan tertinggi di stasiun 4 sebesar 48.00%.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tutupan karang lunak/soft coral
yang cukup tinggi pada stasiun penelitian di kawasan B apabila dibandingkan
dengan kedua kawasan lainnya. Gambar 7 memperlihatkan perbandingan
perbandingan presentase tutupan karang hidup, rekruitmen dan soft coral. Pada
stasiun yang memiliki presentase tutupan karang hidup yang tinggi dan
presentase tutupan soft coral yang rendah memliki tingkatan rekruitmen yang
tinggi sedangkan pada stasiun dengan presentase tutupan karang hidup yang
lebih rendah dan presentase tutupan soft coral yang tinggi memiliki tingkatan
rekruitmen yang lebih rendah.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pres
enta
se tu
tpan
(%)
Stasiun pengamatan
KARANG HIDUP ALGA KARANG MATI SOFT CORALBIOTA LAIN RUBBLE SAND
35
Gambar 7 Presentase tutupan karang hidup, rekruitmen dan karang lunak (soft coral)
4.1.4 Struktur Komunitas Ikan 4.1.4.1 Komposisi Jenis dan Suku Ikan Karang
Berdasarkan Indeks Dominansi, Indeks Keragaman dan Indeks
Keanekaragaman terlihat bahwa komposisi ikan bersifat stabil dengan
keanekaragaman yang tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan
tidak ada spesies ikan yang dominan (gambar 8).
Hasil analisis terhadap sensus visual ikan (Underwater Visual Census)
diperoleh total keseluruhan ikan karang yaitu 2262 individu dari 234 jenis yang
masuk ke dalam 37 famili. Jumlah spesies dan individu tertinggi dari famili
Pomacentridae (905 individu, 28 jenis) dengan spesies tertinggi berturut-turut
dari spesies Amblyglyphiddon curacao (91 individu), Pomacentrus moluccensis
(84 individu), Pomacentrus alexanderae (66 individu) Plectroglyphidododn
thoracotaeniatus (57 individu) dan Chrornis ternatensis (51 individu).
Kelimpahan ikan tertinggi di stasiun 2 yaitu 412 individu yang terdiri dari 97
jenis dan 27 famili, kemudian diikuti oleh stasiun 3 yaitu 355 individu yang terdiri
dari 83 jenis dan 25 famili, kemudian stasiun 1 dengan 266 individu yang terdiri
dari 80 jenis dan 23 famili, kemudian stasiun 8 dengan 253 individu yang terdiri
dari 70 jenis dan 18 famili.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pres
enta
se tu
tupa
n (%
)
Stasiun pengamatan
KARANG HIDUP REKRUITMEN SOFT CORAL
36
Gambar 8 Indeks Dominansi, Indeks Keragaman dan Indeks Keanekaragaman pada masing-masing stasiun penelitian
4.1.4.2 Kelimpahan Jenis dan Suku Ikan Herbivora
Ikan herbivora memiliki peran yang penting sebagai jenis ikan yang
mengontrol pertumbuhan alga di ekosistem terumbu karang. Jumlah total
keseluruhan ikan herbivora yaitu 1145 individu dari 64 jenis yang masuk ke
dalam 4 famili yaitu Pomacentridae, Acanthuridae, Scaridae dan Siganidae.
Jumlah spesies dan individu tertinggi dari famili Pomacentridae (905 individu, 28
jenis) kemudian Acanthuridae (190 individu,16 jenis), dan Scaridae (23 individu,
6 jenis) serta Siganidae ( 17 individu, 5 jenis). Kelimpahan ikan herbivora
tertinggi di stasiun 2 seiring dengan tingginya nilai tutupan karang hidup
sedangkan kelimpahan ikan herbivora terendah di stasiun 4 dimana tutupan
karang hidup terendah (gambar 9). Famili Pomacentridae ditemukan pada
semua stasiun dengan keanekaragaman yang tinggi dan kelimpahan jenis ikan
yang tinggi. Famili Acanthuridae, Scaridae dan Siganidae ditemukan pada
semua stasiun dengan keanekaragaman yang relatif rendah dan kelimpahan
jenis yang relatif rendah. Stasiun pengamatan dengan presentase tutupan
karang hidup yang tinggi cendrung memiliki kelimpahan ikan yang lebih tinggi
baik ikan herbivora maupun ikan non herbivora bila dibandingan dengan staiun
pengamatan yang memiliki presentase tutupan karang hidup yang lebih rendah.
0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nila
i
Stasiun pengamatan
Indeks dominansi (D) Indeks keseragaman (E) Indeks keanekaragaman (H')
37
Gambar 9 Presentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan herbivora
Kehadiran ikan herbivora di semua stasiun menunjukkan perannya yang
besar terhadap keberadaan karang dan kehadirannya dalam memakan alga
sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan alga. Kelimpahan ikan herbivora
meningkat seiring dengan meningkatnya presentase tutupan karang hidup. Hal
ini sesuai dengan fungsinya dlam ekosistem terumbu karang dimana perannya
sebagai pengontrol pertumbuhan alga sehingga sangat penting bagi pemulihan
ekosistem terumbu karang. Hal ini sesuai Grimsditch & Salm (2006) yang
menyatakan bahwa kelompok fungsional penting yang terismewa bagi pemulihan
terumbu karang adalah hewan yang merumput antara lain terdiri dari ikan
herbivora dan bulu babi.
Ikan herbivora famili Pomacentridae ditemukan melimpah pada semua
stasiun. Hal ini sesuai dengan Sale (1991) yang menyatakan bahwa
Pomacentridae merupakan ikan yang menyebar di seluruh perairan dunia dan
tidak banyak mengalami perubahan evolusi dalam kehidupannya. Hal ini
disebakan sifat yang dimiliki Pomacentridae untuk mempertahankan daerah yang
menjadi sumber makanannya. Sifat teritori yang dimiliki famili ini banyak dijadikan
sebagai dasar penetuan klasifikasi ikan karang pada umumnya. Oleh karena itu,
ikan dari famili Pomacentridae memiliki daya tahan terhadap lingkungan yang
lebih kuat dibandingkan famili lainnya.
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nila
i
Stasiun Pengamatan
Karang hidup Ikan Herbivora Ikan Non herbivora
38
4.1.5. Analisis korelasi 4.1.5.1 Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan ikan herbivora
Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan
karang dengan menggunakan analisis korelasi didapat nilai korelasi hasil olahan
adalah r > 0 yaitu 0.32. Ini berarti hubungan antara persentase tutupan karang hidup
dan kelimpahan ikan karang mempunyai hubungan posistif artinya kenaikan
persentase tutupan karang hidup akan menaikkan kelimpahan ikan karang
4.1.5.2 Hubungan antara karang hidup dan TSS Hubungan antara tutupan karang hidup dan TSS dengan menggunakan
analisis korelasi didapat nilai korelasi hasil olahan adalah r > 0 yaitu - 0.42. Ini berarti
hubungan antara tutupan karang hidup dan TSS mempunyai hubungan negatif artinya
kenaikan kandungan TSS akan menurunkan persentase tutupan karang hidup
4.1.5.3 Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan rekruitmen karang
Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan rekruitmen karang
dengan menggunakan analisis korelasi didapat nilai korelasi hasil olahan adalah r > 0
yaitu 0.93 Ini berarti hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan
rekruitmen karang mempunyai hubungan positif artinya kenaikan persentase tutupan
karang hidup akan menaikkan rekruitmen karang
4.1.5.4 Hubungan antara soft coral dan rekruitmen karang
Hubungan antara soft coral dan rekruitmen karang dengan menggunakan
analisis korelasi didapat nilai korelasi hasil olahan adalah r < 0 yaitu -0.89. Ini berarti
hubungan antara rekruitmen karang dan persentase tutupan soft coral mempunyai
hubungan negatif artinya kenaikan persentase tutupan soft coral akan menurunkan
rekruitmen karang. 4.1.5.5 Hubungan antara TSS dan rekruitmen karang
Hubungan antara TSS dan rekruitmen karang dengan menggunakan
analisis korelasi didapat nilai korelasi hasil olahan adalah r < 0 yaitu -0.40. Ini berarti
hubungan antara TSS dan rekruitmen karang mempunyai hubungan negatif artinya
semakin tinggi kandungan TSS dalam suatu wilayah perairan akan menurunkan
rekruitmen karang.
39
A B
C D
E
Gambar 10 Grafik korelasi antara variabel A. Korelasi karang hidup dan ikan herbivora (r. 0.323 α 0.05) B. Korelasi antara karang hidup dan TSS ( r. - 0.424 α 0.05) C. Korelasi antara rekruitmen dan karang hidup (r 0.934 α 0.05) D. Korelasi antara rekruitmen dan karang soft coral (r. -0.892 α 0.05) E. Korelasi antara rekruitmen dan TSS (r. -0.404 α 0.05)
0
10
20
30
40
50
60
0 50 100 150 200
IKA
N H
ERBI
VO
RA
KARANG HIDUP
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15 20 25
TSS
KARANG HIDUP
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
0 20 40 60
REKR
UIT
MEN
KARANG HIDUP
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
0 20 40 60 80
REKR
UIT
MEN
SOFT CORAL
0
1
2
3
4
5
6
7
0 5 10 15 20 25
REKR
UIT
MEN
TSS
40
4.1.6 Distribusi spasial antara lokasi penelitian dengan beberapa variabel pengamatan penelitian
Pada gambar 11 menjelaskan keterkaitan antara lokasi penelitian, tutupan terumbu
karang, ikan herbivora dan parameter TSS dimana kawasan A (Stasiun 1 dan 2)
mempunyai kontribusi yang besar terhadap sumbu utama positif yang dicirikan oleh
variabel ikan herbivora, variabel karang hidup dan rekruitmen. Tutupan karang hidup
meningkat dengan kehadiran hewan herbivora, serta meningkatnya penambahan karang
muda/rekruitmen.
Gambar 11 Keterkaitan antara lokasi penelitian, tutupan terumbu karang, ikan herbivora dan parameter TSS
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 7
Stasiun 8
Stasiun 9
Stasiun 10
-3
-2
-1
0
1
2
3
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3
F3 (1
4.64
%)
F1 (57.02 %)
Observations (axes F1 and F3: 71.66 %)
Stasiun 1
Stasiun 2Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 7
Stasiun 8
Stasiun 9Stasiun 10
KARANG HIDUP
ALGA
SOFT CORALREKRUIT
IKAN HERBIVORA
TSS R
-6
-4
-2
0
2
4
-8 -6 -4 -2 0 2 4 6
F3 (1
4.64
%)
F1 (57.02 %)
Biplot (axes F1 and F3: 71.66 %)
41
Hal sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Choat and Bellwood
1991) di the Great Barrier Reef (GBR) Australia, ikan-ikan herbivora Scaridae
telah diklasifikasikan berdasarkan osteologi dan myologi dari rahang oral dan
pharyngeal ke dalam tiga kelompok fungsional, yaitu: sebagai penggali atau
excavators, penggaruk atau scrapers, dan pemanen atau croppers Ikan
penggali dan penggaruk memakan alga dan sekaligus polip karang. Kedua
kelompok ini membuka ruang penempelan bagi larva karang dan spora alga.
Ikan pemanen hanya memakan alga sehingga anakan karang dapat tumbuh
dengan lebih baik.
Pada lokasi kawasan C (Stasiun 9 dan 10), dicirikan dengan tutupan alga
yang tinggi. Kedua stasiun ini berada dekat pemukiman penduduk dan tidak jauh
dari muara sungai. Adanya aliran air tawar yang membawa cukup nutrien
sehingga memicu pertumbuhan alga yang cukup tinggi. Pada ke 2 stasiun ini
memiliki tutupan karang hidup dengan kategori sedang serta memiliki
kelimpahan ikan herbivora yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan
kawasan A. Sedangkan pada kelompok B ( stasiun 3, 4, 5, 6, 7 dan 8) memiliki
tingkat rekruitmen yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kawasan A
dan B. Kelompok ini juga dicirikan dengan tutupan (soft coral) karang lunak yang
tinggi, patahan karang(rubble) yang tinggi serta kandungan TSS yang cukup
tinggi.
Beberapa jenis soft coral mengeluarkan zat allelopathy yang menghambat
rekruitmen karang. Karang lunak Xenia puertogalerae dilaporkan mengurangi
jumlah rekruitmen karang di sekitarnya (Atrigenio and Alino 1996). Menurut Fox
et al. (2003) yang mengadakan pengamatan di Taman Nasional Komodo (TNK),
Xenia (karang lunak) sering tumbuh di atas patahan karang tidak hanya penjajah
yang sukses, dengan fekunditas tinggi dan beberapa mode penyebaran, tapi
juga unggul terhadap pesaing karang keras (Benayahu and Loya 1985). Karang
lunak juga dapat menghambat rekruitmen larva karang scleractinian melalui zat
allelopathy (Maida et al. 1995).
4.2. Pembahasan 4.2.1 Kondisi ekosistem terumbu karang
Ekosistem terumbu karang di sepuluh Stasiun penelitian berdasarkan
kondisi penutupan substrat dasar terdiri dari karang hidup, alga, biota lain, soft
coral, patahan karang dan pasir. Hasil penelitian terlihat penutupan karang hidup
bervariasi antar stasiun dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 32.16%.
42
Penutupan karang hidup di kawasan A (stasiun 1 dan 2) dengan nilai rata –rata
tertinggi sebesar 47.66% bila dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini
disebabkan lokasi stasiun penelitian yang terletak di sekitar areal pelabuhan dan
juga terdapat kantor Pangkalan Angkaan Laut dan Polisi Perairan yang berkantor
di sekitar areal tersebut. Adanya aspek pengawasan dan pemantauan
mengurangi kegiatan destructive fishing yang berdampak buruk terhadap
ekosistem terumbu karang.
Kondisi tutupan karang hidup pada kawasan B (stasiun 3,4,5,6,7,8) dengan
nilai rata-rata 24.61% dimana lebih rendah bila dibandingkan kawasan A. Kondisi
substrat dasar ekosistem terumbu karang di kawasan ini didominasi oleh
patahan karang/rubble dan karang lunak/soft coral. Hasil penelitian pada stasiun
4 menunjukkan tutupan karang hidup paling rendah bila dibandingkan dengan 5
stasiun lain yang ada di kawasan B. Stasiun ini juga terdapat tutupan karang
lunak/soft coral dan patahan karang/rubble yang cukup tinggi serta tingkatan
TSS (Total Suspended Solid) paling tinggi. Hal ini disebabkan di stasiun tersebut
merupakan daerah yang relatif tenang dan terlindung dimana pada waktu musim
barat sering digunakan sebagai tempat berlindung bagi kapal-kapal dikarenakan
gelombang yang cukup tinggi di sekitar pelabuhan utama. Adanya kapal yang
berlabuh dengan jangkar yang banyak dilabuhkan memperburuk kondisi pada
stasiun ini. Kawasan yang terletak relatif jauh dari mainland (Pulau Timor)
dimana untuk mencapai kawasan tersebut melalui penyeberangan laut. Jauhnya
lokasi serta kurangnya pengawasan menyebabkan tingginya aktivitas destructive
fishing pada areal tersebut.
Kondisi tutupan karang hidup pada kawasan C (stasiun 9 dan 10) dengan
nilai rata-rata sebesar 39.33%. Kondisi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kawasan B dan lebih rendah bila dibandingkan dengan kawasan A. Kawasan C
terletak berdekatan dengan pemukiman penduduk, dimana pada kawasan ini
terdapat sungai/kali kecil yang bermuara pada stasiun 9 dan 10. Masyarakat di
sekitar kawasan mempunyai kebiasaan berjalan di atas karang dan memungut
hasil laut pada saat air laut surut, sedangkan pada saat air pasang masyarakat
sekitar biasanya memasang jaring dan menangkap ikan sekitar wilayah pantai.
Adanya aktivitas tersebut serta aliran sungai yang membawa sedimen dari
wilayah daratan berpengaruh terhadap pertumbuhan karang pada kawasan ini.
Dari hasil analisis PCA didapat hasil bahwa pada kawasan A dicirikan
dengan tutupan karang hidup, rekruitmen dan ikan herbivora yang tinggi
43
sedangkan pada kawasan B dicirikan dengan tutupan karang lunak/soft coral dan
kandungan TSS yang cukup tinggi. Pada kawasan C dicirikan dengan tutupan
alga yang cukup tinggi.
Ekosistem terumbu karang mengalami ancaman serius baik secara lokal
maupun global dari berbagai aktivitas anthropogenic baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dari ancaman-ancaman tersebut yang paling utama
yaitu: eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan,
perikanan yang bersifat merusak/destructive fishing, run off sedimen dan nutrien
dari lahan pertanian, pengembangan pesisir dan aktivitas pariwisata yang tidak
terkontrol (Fabricus 2005)
Menurut Dahuri et al (1996) faktor – faktor penyebab terumbu karang di
Indonesia disebabkan oleh: (1) penambangan batu karang untuk bahan
bangunan, pembangunan jalan dan hiasan (ornamen), (2) penangkapan ikan
dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan alat tangkap yang
operasinya menyebabkan rusaknya terumbu karang, seperti muroami, (3)
pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian, rumah tangga
baik berasal dari kegiatan di darat (land base activities), maupun kegiatan di laut
(marine base activities) (4) pengendapan (sedimentasi) dan peningkatan
kekeruhan air akibat erosi tanah di daratan, kegiatan penggalian di pantai dan
penambangan di sekitar terumbu karang dan (5) eksploitasi berlebihan
sumberdaya perikanan karang
Kondisi ekosistem terumbu karang pada kawasan B mengalami kerusakan
akibat praktek destructive fishing berupa penggunaan bahan peledak/bom. Hal
ini terlihat dari banyaknya patahan karang pada kawasan tersebut. Pet-Soede et
al. 1999 menyatakan bahwa pemboman ikan/blast fishing adalah satu dari
ancaman anthropogenic yang paling merusak ekosistem terumbu karang dan
mempunyai dampak kerusakan yang cukup besar. Dampak pertama terhadap
ikan dan invertebrate yang hidup di daerah karang, tidak hanya ukuran dan jenis
ikan yang disukai yang terbunuh tetapi juga organisme lain yang bukan
merupakan target, semua spesies dan ukuran (termasuk juvenile) merupakan
korban dari ledakan tersebut. Dampak selanjutnya terumbu karang hancur akibat
ledakan tersebut dan tidak lagi berfungsi sebagai penyedia makanan, tempat
berlindung organisme laut serta hilangnya fungsi terumbu karang sebagai
pelindung pantai. Blast fishing adalah tindakan illegal namun tersebar secara
luas dan merupakan tantangan utama bagi ekosistem terumbu karang dimana
44
kegiatan destructive fishing diperkirakan merupakan tantangan bagi lebih dari
50% ekosistem terumbu karang di Asia Tenggara (McManus 2000). Pemboman
ikan tidak hanya membunuh ikan dan merusak karang, tapi juga menciptakan
areal yang cukup luas (rubble zone) bersifat tidak stabil berupa rubble/patahan
karang (Alcala & Gomez 1987) dimana hal tersebut mengurangi survival
rekruitmen karang (Fox 2004). Estimasi waktu recovery/pemulihan bagi terumbu
karang dari gangguan berkisar 10 tahun apabila substrat yang tertinggal masih
utuh (Connell 1997) antara 40 – 70 tahun (Dollar and Tribe 1993). Meskipun
informasi yang terbatas mengenai dampak jangka panjang dari kegiatan blast
fishing atau dinamika pemulihan/recovery terumbu karang, waktu pemulihan
karang akibat blast fishing dan areal ship grounding diperkirakan antara 100-160
tahun dan mungkin butuh waktu yang lebih lama pada areal dengan kecepatan
arus yang cukup tinggi (Connel 1997).
Dari hasil penelitian tingkatan rata-rata rekruitmen pada masing-masing
kawasan A 5.905 %, kawasan B 1.267 %, dan kawasan C 3.942 %. Rekruitmen
karang adalah pelopor/perintis penting bagi pemulihan karang yang mengalami
kerusakan akibat gangguan (Connell 1997). Rekruitmen merupakan supply
individu baru dalam suatu populasi, untuk terumbu karang didefinisikan sebagai
pertumbuhan karang muda dengan ukuran lebih kecil dari 10 cm. Salah satu
faktor yang mempengaruhi rekruitmen adalah tersedianya substrat yang keras
untuk penempelan larva. Kawasan B dengan rata-rata tingkatan rekruitmen
paling rendah. Hal ini disebabkan patahan karang/rubble di kawasan tersebut
dimana patahan karang substrat yang tidak stabil sehingga mengakibatkan
rendahnya tingkatan rekruitmen pada areal tersebut. Fox et al. 2003,
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Komodo
menyatakan bahwa kondisi terumbu karang mengalami kerusakan dikarenakan
aktivitas pemboman ikan. Akibat kegiatan tersebut menciptakan “rubble fields”
pada kawasan Taman Nasional Komodo. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa patahan karang/rubble bergeser beberapa sentimeter per hari pada
masing-masing stasiun penelitian, dimana beberapa patahan bergeser 10-15
bahkan 50 cm/hari. Pergeseran tersebut tentunya terkelupasnya atau
terkuburnya koloni karang yang kecil yang sudah menempel pada patahan
karang tersebut. Dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa “rubble fields”
di Taman Nasional Komodo dengan tutupan yang cukup tinggi dan tidak stabil
serta survival rekriutmen karang yang rendah.
45
Berdasarkan hasil penelitian pada kawasan B menunjukkan tutupan karang
lunak/soft coral yang tertinggi bila dibandingkan pada kawasan A dan kawasan
C. Jenis soft coral yang dominan yaitu: Xenia dan Sinularia. Gangguan yang
cukup besar terhadap ekosistem terumbu karang dapat menyebabkan terjadinya
pergeseran keseimbangan/phase shift dimana ekosistem yang awalnya
didominasi karang keras berubah menjadi dominasi soft coral atau makrolaga
(Done 1992a). Menurut Fox et al. 2003 berdasarkan hasil pengamatan di Taman
Nasional Komodo, setelah ekosistem terumbu karang pada areal tersebut
mengalami kerusakan akibat pemboman maka, tutupan soft coral mendominasi
areal tersebut sekitar 95 -100% terutama dari jenis Xenia, Sarcophyton, Nepthea
dan Clavularia. Soft Coral tidak hanya mendominasi seluruh areal sebagai
penjajah yang sukses, dengan fekunditas yang tinggi serta beberapa cara
perluasan juga merupakan pesaing karang keras (Benayahu & Loya 1985). Soft
coral juga menghalangi rekruitmen larva karang Scleractinia dengan
mengeluarkan zat allelopathy (Maida et al. 1995). Karang lunak Xenia
puertogalerae dilaporkan mengurangi jumlah rekruitmen karang di sekitarnya
(Atrigenio & Alino 1996).
Faktor yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan rekruitmen
karang adalah sedimen. Pada semua stasiun di ketiga kawasan mempunyai
kadar TSS dengan nilai yang tidak berbeda jauh kecuali pada stasiun 4 di
kawasan B. Fabricus (2005) menyatakan bahwa sedimen memperlihatkan
dampak negatif terhadap terumbu karang. Sedimentasi mengurangi laju
pertumbuhan dan kelangsungan hidup spesies karang meskipun dengan
dampak yang berbeda diantara spesies karang dan juga tipe sedimen yang
berbeda. Tutupan sedimen atau sediment trapping oleh alga adalah faktor utama
yang mempengaruhi rekruitmen dan kelangsungan hidup pada tahapan awal
pertumbuhan karang.
4.2.2 Kelimpahan ikan herbivora
Keberadaan ikan herbivora di dalam ekosistem terumbu karang
memegang peranan penting dalam mempertahankan komunitas karang dalam
berkompetisi dengan alga dan juga meningkatkan survival rekruitmen karang
(Nybakken 1992). Berdasarkan hasil penelitian dari semua stasiun penelitian,
didominasi oleh ikan herbivora dari famili Pomacentridae, kemudian
Acanthuridae, Scaridae dan Siganidae. Hal ini sesuai dengan Sasanti (1996)
46
yang meneliti keanekaragaman dan kelimpahan ikan Pomacentridae di Selat
Sunda, menyatakan bahwa famili ikan ini mempunyai kisaran luas terhadap
kondisi lingkungan, menempati setiap tempat dengan bentuk yang bervariasi di
terumbu karang, bersifat territorial,dijumpai mulai dari daerah pasang surut
sampai dengan kedalaman 40 meter, mendiami habitat yang bervariasi serta
hidup berasosiasi dengan karang, substrat yang berbatu, berpasir dan
berlumpur. Menurut Nybakken 1992, menyatakan bahwa famili Pomacentridae/ikan
betok adalah ikan territorial yang secara selektif maupun tidak selektif memakan
alga yang membentuk hamparan alga di dalam wilayah mereka, tetapi mencegah
ikan-ikan lain masuk ke situ. Tindakan pencegahan terhadap ikan-ikan lain yang
akan masuk ke wilayah mereka terutama terhadap ikan-ikan yang memiliki pola
makan yang sama dengan mereka (Choat & Bellwood 1990). Hal ini
menyebabkan pertumbuhan alga yang tinggi pada wilayah territori tersebut.
Adanya ikan territori dan perlawanan mereka terhadap ikan yang lain
mempunyai peranan penting dalan dinamika hubungan alga dan karang dalam
ekosistem terumbu karang. Ikan territori dan hamparan alga yang dijaga
berdampak negatif terhadap rekruitmen karang dimana alga dibiarkan bertumbuh
sehingga mengurangi lahan untuk rekruitmen karang, sedangakan pada sisi lain
berdampak positif dimana rekruitmen karang yang berlokasi dalam wilayah ikan-
ikan tersebut terlindungi dari organisme lain yang menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan hidup rekruitmen karang tersebut (Sammarco & Williams 1982).
Berdasarkan gambar 9 terlihat bahwa kelimpahan ikan herbivora tertinggi
di stasiun 2 yang memiliki tutupan karang hidup tertinggi sedangkan kelimpahan
ikan herbivora terendah di stasiun 4 dengan tutupan karang hidup terendah. Dari
analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan
dan tutupan karang hidup. Semakin tinggi tutupan karang hidup maka
kelimpahan ikan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin rendah tutupan
karang hidup menyebabkan semakin rendahnya kelimpahan ikan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa ikan sebagai penyokong hubungan yang ada dalam
ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1992). Hutomo, 1986 menyatakan bahwa
keberadaan ikan-ikan sangat dipengaruhi oleh kesehatan terumbu karang yang
ditunjukkan oleh presentase penutupan karang hidup.
Menurut Choat and Bellwood 1990, di the Great Barrier Reef (GBR)
Australia, ikan-ikan herbivora Scaridae telah diklasifikasikan berdasarkan
47
osteologi dan myologi dari rahang oral dan pharyngeal ke dalam tiga kelompok
fungsional, yaitu : sebagai penggali atau excavators, penggaruk atau scrapers,
dan pemanen atau croppers Ikan penggali dan penggaruk memakan alga dan
sekaligus polip karang. Kedua kelompok ini membuka ruang penempelan bagi
larva karang dan spora alga. Ikan pemanen hanya memakan alga sehingga
anakan karang dapat tumbuh dengan lebih baik.
Green & Bellwood 2009, berdasarkan hasil penelitian di Great Barrier Reef
mengelompokkan ikan-ikan herbivora ke dalam beberapa functional groups
berdasarkan bagaimana cara makan, apa jenis makanan dan dampaknya
terhadap substrat. Berdasarkan hal tersebut ikan-ikan ikan herbivora
dikelompokkan dalam 4 kelompok dimana masing-masing kelompok berbeda
dan berpengaruh terhadap ketahanan ekosistem terumbu karang. yaitu :
scrapers/small excavators, large excavators/bioeroders, grazer/detritivores dan
browsers.
• scrapers/small excavators : terdiri atas 2 kelompok dari famili Scaridae, yang
dibedakan menurut bentuk rahang dan kebiasaan makan. Keduanya
memiliki kesamaan mengkonsumsi turf alga dan memindahkan beberapa
komponen substrat. Tapi kedua jenis ini dibedakan dari jumlah substrat yang
dipindahkan sementara mereka mengkonsumsi alga dan juga kontribusi
kedua jenis ikan ini terhadap proses-proses dalam ekosistem seperti
bioerosi. Kebanyakan parrotfishes/famili Scaridae adalah
scrapers/penggaruk. Spesies excavator/penggali (B.muricartum,Cetoscarus
bicolor rdan Chlorurus) menggali dan memindahkan sejumlah besar substrat
dengan tiap gigitannya. Penggaruk dan penggali berukuran kecil (<35 cm)
mempunyai peranan yang sama dalam resilien karang dengan dengan
menghambat pertumbuhan alga dengan cara mengkonsumsi turf alga dan
menyiapkan areal/substrat untuk rekruitmen karang
• large excavators/bioeroders: mempunyai peranan penting dalam resilen
karang seperti penggaruk dan penggali yang berukuran kecil. Kelompok ini
juga sebagai agen utama bioerosi karang dimana ikan-ikan ini memindahkan
karang mati dan karang keras sebagai areal rekruitmen karang. Kelompok ini
berukuran > 35 cm. Semakin besar ukuran kelompok ini maka memberikan
dampak yang berbeda dari kelompok penggali/penggaruk kecil yaitu
berperan dalam resilien karang dengan membuka areal baru untuk koloni
coralin alga dan karang.
48
• grazer/detritivores: berperan penting dalam resilien karang dengan
mengkonsumsi turf alga dimana dengan cara tersebut menghambat
pertumbuhan alaga yang berkompetisi ruang dengan karang. Tidak seperti
Scaridae grazer menggali atau menggaruk substrat yang dikonsumsi. Grazer
termasuk kelompok Siganidae, Acanthuridae. Beberapa jenis Acanthuridae
selain mengkonsumsi alga juga sedimen dan beberapa binatang kecil.
Meskipun alga yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit tetapi karena kelompok
ini biasanya bergerombol/schooling dalam jumlah yang banyak maka dapat
mengkonsumsi alga dalam jumlah yang cukup banyak
• browsers: kelompok ini selalu mengkonsumsi alga.berperan penting dalam
mengurangi overgrowth karang oleh alga. Kelompok ini terdiri dari beberapa
unicornfishes, rudderfishes,batfishes,rabbitfish (Siganidae) dan parrotfishes
(Scaridae) jenis Calotomus dan Leptoscrus
4.2.3 Kondisi alga Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tutupan alga yang berbeda
pada masing-masing kawasan. Kawasan B memiliki tutupan alga paling rendah
sedangkan kawasan C memiliki tutupan alga paling tinggi. Jenis alga
berdasarkan hasil pengamatan yaitu turf alga. Hal ini disebabkan adanya aliran
sungai yang membawa nutrient yang memicu pertumbuhan alga.
Alga merupakan korban utama dari ikan herbivora. Alga yang menjadi
target dari hewan herbivora dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi
ekologisnya. Di dalam hubungan ikan herbivora, tanaman sebagai pihak yang
mempertahankan diri harus mengembangkan upaya evolusioner agar dapat
tetap tumbuh dan berkembangbiak. Hay (1997) memberikan kajian (review) yang
lengkap tentang bermacam-macam upaya evolusioner yang dilakukan oleh alga
untuk menurunkan kerugian akibat ikan herbivora. Upaya evolusioner alga untuk
meningkatkan resistensi terhadap ikan herbivora dilakukan dengan
menghasilkan suatu struktur atau bahan kimia yang tidak disukai oleh
pemakannya, yang disebut sebagai deterrants. Struktur thallus yang berkapur
atau yang berbentuk padat dan keras, misalnya, dapat dihindari oleh herbivora
tertentu. Demikian pula dengan dihasilkannya metabolit sekunder yang dapat
menyebabkan herbivora mengalami gangguan ketika memakannya. Sebagian
alga meningkatkan resistensi dengan jalan meningkatkan laju pemulihan
(turnover), misalnya turf algae. Strukturnya yang sederhana dan membutuhkan
49
sedikit bahan penyusun membuat turf algae dapat terus bertahan walaupun laju
ikan herbivora sangat tinggi.
Peran ikan herbivora sangat penting untuk mempertahankan komunitas
karang dalam berkompetisi dengan alga. Dalam kondisi banyak nutrien,
kecepatan pertumbuhan alga yang pesat dapat membuat alga menutupi karang
(overgrowth). Karang yang kalah dalam kompetisi spasial tersebut mengalami
kekurangan cahaya matahari sehingga terjadi penurunan metabolisme dan
pertumbuhan.
Secara alami alga merupakan biota yang sangat cepat menempati setiap
ruang yang kosong. Jika ikan herbivora dihilangkan dari kawasan tersebut, larva
karang sulit mendapatkan substrat keras untuk menempel dan tumbuh. Larva
planula karang sangat membutuhkan kehadiran hewan herbivora untuk
membuka ruang yang penuh alga sehingga dapat menjadi tempat penempelan.
Kehadiran hewan herbivora juga dibutuhkan anakan karang agar alga tidak
menghalanginya dari sinar matahari. Laju kelulushidupan koloni karang
dilaporkan rendah dengan adanya alga yang tumbuh didekatnya (Lirman 2001).
Sebagian alga dapat secara aktif menyerang jaringan karang di dalam kompetisi
memperebutkan ruang.
Pada awalnya McCook (2001) meragukan apakah alga dapat menyerang
karang secara agresif, ataukah hanya sekedar menutupi karang dari cahaya
matahari. Dari kajian pustaka hingga tahun 2001 tersebut, alga dianggap tidak
dapat menyebabkan kematian karang melainkan secara tidak langsung
menurunkan kelulushidupan karang. Kecepatan tumbuh alga yang dapat
memberikan dampak negatif terhadap komunitas karang dianggap hanya muncul
jika terjadi pengkayaan nutrien. Tetapi Jompa and McCook (2002) melaporkan
fakta baru bahwa ‘turf algae’ Anotrichium tenue dan Corallophila huysmansii
dapat tumbuh menutupi dan melukai jaringan karang Porites. Kehadiran ikan
herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresivitas alga
tersebut. Di GBR, alga Sargassum siliquosum yang ditransplantasi dari terumbu
di paparan dalam ke paparan tengah dapat tumbuh dengan baik jika dikurung
dari hewan herbivora (McCook et al. 1996).
Alga terutama turf alga di ekosistem terumbu karang merupakan produsen
primer karena dapat berfotosintesis sehingga menjadikan alga sebagai makanan
bagi herbivora namun jika alga berlimpah akan menimbulkan degradasi terumbu
50
karang, yaitu terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga
(Jompa & McCook 2002)
4.2.4 Kondisi ekosistem terumbu karang, kelimpahan ikan herbivora dan
kelimpahan alga Berdasarkan analisis PCA/Principal Component Analysis didapat hasil
bahwa pada kawasan A dicirikan dengan tutupan karang hidup, rekruitmen dan
ikan herbivora yang tinggi sedangkan pada kawasan B dicirikan dengan tutupan
karang lunak/soft coral dan kandungan TSS yang cukup tinggi. Pada kawasan C
dicirikan dengan tutupan alga yang cukup tinggi.
Kawasan A merupakan kawasan dengan aktivitas ekonomi yang cukup
tinggi dikarenakan terletak di kawasan pelabuhan utama. Aspek pengawasan
baik dari pihak angkatan laut maupun polisi perairan merupakan faktor utama
sehingga kondisi tutupan karang dan ikan paling tinggi dibandingkan kawasan B
dan C.
Kawasan B dengan tingginya tutupan tutupan karang hidup yang rendah
pada beberapa stasiun dan juga tutupan soft coral dan patahan karang yang
cukup tinggi. Hal ini disebabkan aktivitas pemboman ikan. Analsis korelasi
menunjukan adanya korelasi negatif antara variable TSS dan soft coral terhadap
tingkat rekruitmen karang. Kelimpahan ikan juga terlihat lebih rendah di kawasan
ini. Pada kawasan ini terdiri dari 6 stasiun, 2 stasiun dengan tutupan karang
hidup terendah sementara 4 stasiun lainnya dalam proses pemulihan/recovery.
Pada ke 4 stasiun tersebut, 2 stasiun sudah mulai dikembangkan untuk kegiatan
wisata pantai, sedangkan 2 stasiun lainnya dikembangkan kegiatan budidaya
rumput laut. Dengan adanya alternatif pendapatan dari kegiatan wisata pantai
dan budidaya rumput laut berdampak dengan berkurangnya kegiatan pemboman
di wilayah tersebut.Informasi didapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat di kawasan tersebut.
Kawasan C terletak dekat perumahan penduduk dan juga dipengaruhi
aliran sungai kecil. Adanya aktivitas masyarakat dan aliran sungai yang
bermuara dekat kawasan ini menyebabkan tutupan alga yang tinggi pada
kawasan ini bila dibandingkan dengan kawasan A dan B. Tutupan karang hidup
di kawasan ini juga lebih rendah bila dibandingkan kawasan A dengan aktivitas
pelabuhan yang cukup tinggi. Demikian halnya juga dengan ikan herbivora lebih
rendah bila dibanding dengan kawasan A dan beberapa stasiun di kawasan C.
51
Ikan herbivora memiliki peran yang penting dalam recovery dan resilien
terumbu karang. Ketika terjadi gangguan fisik yang menyebabkan kematian
karang, maka ikan herbivora merupakan sarana bagi komunitas karang untuk
mengkoloni kembali ruang yang ditinggalkannya. Tanpa kehadiran ikan
herbivora, pemulihan komunitas karang akan terhambat oleh dominansi alga
yang cepat menempati ruang yang ditinggalkan karang. Ikan herbivora juga
mempunyai peran yang sangat penting ketika terjadi pengkayaan nutrien.
Pertumbuhan alga yang sangat cepat akibat penambahan nutrien harus dapat
diimbangi dengan pengkonsumsian alga yang banyak pula, agar komunitas
karang tidak terganggu. Jenis ikan herbivora tertentu mempunyai peranan yang
berbeda dalam menyokong ekosistem terumbu karang khususnya dalam resilien
karang.
4.2.5. Implikasi Pengelolaan
Terkait pengelolaan Teluk Kupang, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No:18/Kpts-II/1993 tanggal 28 Januari 1993 kawasan Teluk Kupang
telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi sebagai taman Wisata Laut Teluk
Kupang. Seiring dengan hal tersebut Pemerintah Daerah juga menjalankan
program Gerakan Masuk Laut (GEMALA)
Penggunaan bom di wilayah perairan Teluk Kupang merupakan penyebab
kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut. Berdasarkan laporan
Polisi Perairan Kepolisian Daerah NTT, beberapa pelaku telah ditangkap dan
diproses secara hukum. Sejak tahun 2003 – 2006 tertangkap 6 orang pelaku
beserta kapal dan barang bukti pengggunaan bom ikan (Laporan Polisi Perairan,
POLDA NTT 2003-2006).
Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Kupang
sebagai Pengelola Kawasan Taman Wisata Laut Teluk Kupang telah melakukan
beberapa kegiatan terkait pengelolaan kawasan tersebut. Selain kegiatan
pemantauan dan monitoring juga pada tahun 2004 telah dilaksanakan
inventarisasi terumbu karang di kawasan tersebut.
Berdasarkan hasil inventarisasi tahun 2004 yang dilakukan pihak BKSDA
Kupang bahwa tutupan kondisi karang di wilayah perairan Teluk Kupang dalam
kondisi baik yaitu dengan presentase tutupan karang hidup sebesar 57.80 % -
76.80%. Dari hasil penelitian didapat bahwa nilai tutupan karang hidup berkisar
antara 4.33%- 49.66% berkategori buruk dan sedang. Berdasarkan hasil
52
inventarisasi oleh BKSDA tahun 2004 dan hasil penelitian bahwa terjadi
penurunan tutupan terumbu karang pada wilayah tersebut. Pada kawasan yang
diawasi memiliki tutupan karang hidup yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan kawasan yang jauh dari pengawasan dan kawasan dekat akivitas
mayarakat/perumahan. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dalam
pengelolaan Teluk Kupang.
Dalam pengelolaan terumbu karang, di samping penerapan undang-
undang, perlu juga disertai dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, sehingga kelestarian
ekosistem ini bisa terjaga. Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak/stakeholder
yang terkait pengelolaan dan pemanfaatan Teluk Kupang. Tanpa adanya hal
tersebut rencana pengelolaan tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan
pengelolaan.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, alternatif pengelolaan yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya ekosistem terumbu karang dan ikan herbivora 2. Rehabilitasi karang 3. Melarang aktivitas perikanan yang merusak/destructive fishing 4. Efektifitas pengawasan dan penegakan hukum 5. Pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan