bab ii pengembalian kerugian keuangan negara tp korupsi tdk hapuskan pidana

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tindak pidana Korupsi Suatu perbuatan tindak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan yang telah ada sebagaimana dimakud pasal 1 ayat 1 KUHP. 23 Artinya ketentuan perundang-undangannya harus ada terlebih dahulu guna melarang suatu perbuatan yang mana apabila dilanggar akan mendapat sanksi. Tindak pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan dan unsur pertanggungjawaban pidana kepada pelakunya. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak akan ada hukuman pidana terhadap 23 . R. SOESILO, KUHP, penerbit Polietea, Bogor, cetakan ulang tahun 1991, hal 27 20

Upload: andy-susanto

Post on 21-Jun-2015

1.439 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian tindak pidana Korupsi

Suatu perbuatan tindak dapat dipidana, kecuali berdasarkan

kekuatan ketentuan perundang-undangan yang telah ada sebagaimana

dimakud pasal 1 ayat 1 KUHP.23

Artinya ketentuan perundang-undangannya harus ada terlebih dahulu

guna melarang suatu perbuatan yang mana apabila dilanggar akan

mendapat sanksi.

Tindak pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang

mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan dan

unsur pertanggungjawaban pidana kepada pelakunya. Sehingga dalam

syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat

dikatakan bahwa tidak akan ada hukuman pidana terhadap seseorang

tanpa adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat

atas kedua unsur itu.

Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya

perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang

melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah

23. R. SOESILO, KUHP, penerbit Polietea, Bogor, cetakan ulang tahun 1991, hal 27

20

Page 2: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan

perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan. Sedangkan

sebagai dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada

jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana

serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuanya

itu.

Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau

yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting.

Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam

suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau

biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini

menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan

dibelakangnya dan harus dibuktikan.

Tinjauan awal yang dilakukan adalah menentukan apakah suatu

perbuatan seseorang itu melanggar hukum atau tidak sehingga dapat

dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau tidak. Dalam hal ini harus

dipastikan terlebih dahulu adanya unsur obyektif dari suatu tindak pidana.

Jika tidak diketemukan unsur melawan hukum maka tidak lagi diperlukan

pembuktian unsur kesalahannya. Tetapi jika terpenuhi unsur perbuatan

melanggar hukumnya, selanjutnya dilihat apakah ada kesalahan atau tidak

serta sejauh mana tingkat kesalahan yang dilakukan pelaku sebagai dasar

21

Page 3: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

untuk menyatakan dapat tidaknya seseorang memikul pertanggung

jawaban pidana atas perbuatannya itu.

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk,

rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah korupsi

adalah perilaku pejabat publik baik politikus, politisi maupun pegawai

negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau

memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan

kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. (Wikipedia

Indonesia).24

Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana Korupsi,

yang berlaku mulai tanggal 16 Agustus 1999 dan telah direvisi dengan

Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

undang No. 31 tahun 1999 dimaksudkan untuk menggantikan Undang-

undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi.

Adapun tujuan yang diemban dalam pengundangan Undang-undang

tindak pidana Korupsi ini adalah harapan untuk dapat memenuhi dan

mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan hukum bagi masyarakat

dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap

tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara,

perekonomian negara dan masyarakat pada umumnya.

24. Download internet wikipedia Indonesia hari jumat tanggal 11 Desember 2009 jam 11.00 Wib

22

Page 4: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam

Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana

Korupsi. Sebagian besar pengertian Korupsi di dalam Undang-undang

tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang

lahir sebelum negara ini merdeka. Namun, sampai dengan saat ini

pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat

kurang dan bahkan untuk memahami pengertian Korupsi bukan sesuatu

hal yang mudah.

Berdasarkan Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-undang

No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebagai hal yang

wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi, seperti

gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan

berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke KPK dapat

menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Mengetahui bentuk atau

jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya dini

untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi.

Didalam Undang-undang No. 31 tahun 1999 yang telah diperbaharui

dengan undang-undang No. 20 tahun 2001 bahwa tindak pidana korupsi

dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang tidak berkaitan atau

23

Page 5: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

diluar Kitab undang-undang hukum pidana dan kelompok yang berkaitan

atau didalam Kitab undang-undang hukum pidana yaitu :

a. Diluar Kitab undang-undang hukum pidana :

1) Kerugian negara sebagaimana diatur di dalam pasal 2 dan

pasal 3 UU No. 31 tahun 1999.

2) Perbuatan curang sebagaimana diatur didalam Pasal 7 dan

pasal 12 UU No. 20 tahun 2001.

3) Benturan kepentingan dalam pengadaan sebagaimana diatur

didalam pasal 12 UU No. 20 tahun 2001.

4) Gratifikasi sebagaimana diatur didalam pasal 12.B UU No. 20

tahun 2001.

5) Merintangi proses perkara korupsi sebagaimana diatur di dalam

pasal 21 UU No. 31 tahun 1999.

6) Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak

benar sebagaimana diatur di dalam pasal 22 dan pasal 28 UU

No. 31 tahun 1999.

7) Bank yang tidak memberi keterangan rekening tersangka

sebagaimana diatur didalam pasal 22 dan pasal 29 UU No. 31

tahun 1999.

24

Page 6: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

8) Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau beri

keterangan palsu sebagaimana diatur didalam pasal 22 dan

pasal 35 UU No. 31 tahun 1999.

9) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan

keterangan atau memberikan keterangan palsu sebagaimana

diatur didalam pasal 22 dan pasal 36 UU No. 31 tahun 1999.

10) Saksi yang membuka rahasia identitas pelapor

sebagaimana diatur didalam pasal 24 dan pasal 31 UU No. 31

tahun 1999.

b. Didalam Kitab undang-undang hukum pidana :

1) Suap menyuap sebagaimana diatur didalam pasal 5, pasal 6,

pasal 12 UU No. 20 tahun 2001 dan pasal 13 UU No. 31 tahun

1999.

2) Penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur didalam pasal

8, pasal 9 dan pasal 10 UU No. 20 tahun 2001.

3) Pemerasan sebagaimana diatur dalam pasal 12 UU No. 20

tahun 2001.

4) Pelanggaran Ketentuan pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal

422, pasal 429, pasal 430 KUHP sebagaimana diatur didalam

pasal 23 UU No. 31 tahun 1999.

25

Page 7: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

Dari uraian diatas maka pengertian tindak pidana korupsi adalah

dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUNo. 31 tahun 1999.25

b. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UUNo. 31 tahun 1999. 26

B. Pengertian Penyidikan dan Penuntutan tindak pidana Korupsi

1. Penyidikan terhadap tindak pidana Korupsi

Sebagai dasar hukum penyidik Kepolisian dalam melakukan proses

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi adalah Undang-undang No. 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebagaimana bunyi pasal 1 ayat

2 yaitu :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” 27

Kemudian didalam Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang

25. Progresif books, Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, penerbit Progresif

books Citra Umbara, Bandung, Maret 2002, hal. 3 26. Ibid, hal 427. Progresif books, KUHAP, penerbit Progresif books CV. Aneka ilmu, Semarang, 1 Oktober 1984, hal.

3 dan hal 4

26

Page 8: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat 13 berbunyi :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.28

Dari pengertian tersebut diatas, perlu dipahami bahwa dalam

melakukan penyidikan telah diatur tata cara, prosedur dan mekanisme

untuk mencari dan mengumpulkan bukti sehingga perkara tersebut

menjadi jelas dan terang sehingga pada gilirannya dapat ditemukan

pelakunya.

Adapun tata cara, proosedur dan mekanisme yang telah diatur

tersebut dapat kita lihat dari beberapa ketentuan yang mengatur tentang :

a. Pemanggilan sebagaimana diatur di dalam pasal 7 ayat (1)

huruf g KUHAP.

b. Penangkapan sebagaimana diatur di dalam pasal 1 ayat (20),

pasal 16, pasal 17, pasal 18 dan pasal 19 KUHAP.

c. Penahanan sebagaimana diatur di dalam pasal 1 ayat (21),

pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, pasal

26, pasal 27, pasal 28, pasal 29 dan pasal 30 KUHAP.

d. Penggeledahan sebagaimana diatur di dalam pasal 1 ayat 17

pasal 1 ayat 18, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36

28. Progresif books, Undang-undang & Peraturan Kepolisian Negara RI, penerbit Progresif books Visimedia, Jakarta, cetakan pertama Juni 2008, hal.10

27

Page 9: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

dan pasal 37 KUHAP.

e. Penyitaan sebagaimana diatur di dalam pasal 1 ayat 16, pasal

38, pasal 39, pasal 40, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44,

pasal 45 dan pasal 46 KUHAP

f. Pemberkasan perkara dan menyerahkannya kepada penuntut

umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 KUHAP.

g. Tindakan lain yang dapat dipertanggung jawabkan

sebagaimana diatur didalam pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4,

pasal 7 ayat (1) huruf j, KUHAP.

Dengan demikian penyidikan merupakan ranah penyidik dalam

mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana

korupsi untuk dapat digunakan penuntutan oleh jaksa penuntut umum.

2. Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia Pasal 1 angka 3 berbunyi :

“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.29

29. Download internet, UU No. 16 tahun 2004, hari jumat tanggal 12 Desember 2009 jam 11.15 Wib hal. 3

28

Page 10: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

Kemudian berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 8 angka 3 berbunyi “

“Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan

alat bukti yang sah”. 30

Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 angka (1) huruf a

berbunyi :

“Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang

melakukan penuntutan”

Proses penuntutan merupakan kelanjutan proses yang berawal dari

penyidikan baik yang dilakukan oleh penyidik Kepolsian, penyidik

Kejaksaan maupun penyidik KPK.

C. Analisis kewenangan Penyidik Kepolisian dalam

memberantas tindak pidana Korupsi.

Kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dapat

dilakukan oleh penyidik yang berada di tiga instansi yaitu instansi

Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK), sesuai dengan Undang-undang yang mengaturnya.  Dalam tulisan

30. Ibid, hal 5

29

Page 11: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

ini, penulis hanya menyajikan kewenangan penyidik Kepolisian dalam

memberantas tindak pidana Korupsi.

Kewenangan Penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak

pidana korupsi diatur dalam  Pasal 26 Undang-undang No.  31  Tahun 

1999 jo.  Undang-undang  No.  20  Tahun  2001  tentang pemberantasan

tindak pidana korupsi yang menyatakan :

“Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaaan di sidang pengadilan

terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara

yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”. 

Hukum acara yang berlaku dalam hal ini adalah  KUHAP,

sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1)  KUHAP, yang berbunyi :

“ Penyidik adalah :

(a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

(b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang. 

Disamping itu berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 14 ayat (1) huruf g

yang berbunyi :

“ Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya ”.

30

Page 12: Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, sangat jelas diatur tentang

kewenangan penyidik Kepolisian dalam melakukan tindak pidana seperti

tindak pidana korupsi.

31