bab ii new

55
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007). Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman 7

Upload: tungircepot

Post on 05-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kategori usia

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II new

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung

maupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat salah atau keliru,

karena bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap

sebagai pengetahuan, sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut

berubah statusnya menjadi keyakinan saja. (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan adalah sebelum seseorang mengadopsi prilaku

(berprilaku baru), maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku

tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Dalam suatu upaya atau kegiatan

7

Page 2: BAB II new

8

untuk menciptakan prilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan, maka

dalam pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau

mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang

lain, dan kemana seharusnya mencari pengobatan bila mana sakit.

Pengetahuan yang lebih besar dapat menghasilkan kebiasaan

mempetahankan kesehatan yang lebih baik. Pada waktu klien menyadari

tentang kesehatannya, mereka cendrung mencari pertolongan secepatnya

untuk masalah kesehatan. Pengetahuan yang diperlukan untuk

mempertahankan diri menghasilakan stimulus yang lebih besar untuk belajar

dari pada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. (Potter & Perry,

2005)

2. Proses Adopsi Prilaku

Menurut penelitian Rogers (1974) yang dikutif oleh Notoatmodjo

(2003) mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Oleh

karena itu, Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang

mendapatkan pengetahuan sehingga melahirkan perilaku baru yang

diharapkan (positif), maka didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai

berikut:

a. Awarness (kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

Page 3: BAB II new

9

b. Interest (merasa tertarik)

Dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang)

Individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap

stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi

d. Trial

Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh stimulus.

e. Adoption

Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai denagn pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

3. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ketingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehention)

Kemampuan menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan

dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar.

Page 4: BAB II new

10

c. Aplikasi (application)

Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi yang sebenarnya, dapat juga sebagai pengguanaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (syinthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan

atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Usia

Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan

berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat.

Page 5: BAB II new

11

b. Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap

diri dan lingkungannya. Sehingga akan berbeda sikap orang yang

berpendidikan lebih tinggi dengan yang berpendidikan rendah. Menurut

Mubarok (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan maka makin mudah memperoleh informasi sehingga makin

banyak pula pengatahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang

kurang akan menghambat kemampuan seseorang terhadap nilai yang baru

diperkenalkan.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan ca

ra mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi dimasa lalu.

d. Media masa

Dengan masuknya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam

media masa. Media masa tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk

menyampaikan sejumlah informasi sehingga mempermudah masyarakat

menerima pesan. Dengan demikian akan mempengaruhi pengetahuan

masyarakat tentang informasi baru. (Notoadmodjo,2005)

Page 6: BAB II new

12

e. Sosial budaya

Kebudayaan berpindah dari setiap generasi manusia. Setiap

generasi slalu melanjutkan apa yang telah mereka pelajari dan juga apa

yang mereka sendiri tambahkan dalam budaya tersebut. Kebudayaan juga

sebagai jalan arah didalam bertindak dan berfikir sesuai dengan

pengalaman yang sudah dimilikinya. Dengan demikian seseorang akan

bertambah pula pengetahuannya.

5. Kriteria tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Baik : hasil presentasi 76% - 100%

b. Cukup : hasil presentasi 56% - 75%

c. Kurang : hasil presentasi < 56%

B. Kepatuhan

1. Pengertian

Keptuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari

dokter yang mengobatinya (Kaplan dkk, (1997) dalam http://syakira-

blog.blogspot.com. Dan sedangkan menurut Suckett (1976) dalam Niven

(2002), mendefinisikan kepatuhan pasien adalah sejauh mana kepatuhan yang

diberikan oleh profesional kesehatan.

Page 7: BAB II new

13

2. Faktor yang mempengaruhi kepatuahan

Menurut Niven (2002) faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu:

a. Fsktor manusia

Faktor ini bias berasal dari tingkat pengetahuan, sikap, keadaan

psikososial, dukungan orang-orang dekat, gaya hidup, tidak peduli,

depresi, dan riwayat ketidakpatuhan.

b. Faktor obat

Faktor ini meliputi masalah pil, efek samping, jadwal minum, dan

peraturan makan.

c. Hubungan dengan dokter

Keterampilan komunikasi dan antar pribadi sikap yang tidak menghakimi,

hubungan terbuka dan jujur.

d. Pelayanan kesehatan

Apakan klinik mudah dijangkau, petugas berpengalaman dan terlatih.

Menurut Brunner & Sudath (2002), beberapa variable yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

1) Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status

sosial ekonomi, dan pendidikan (pengetahuan).

2) Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala

akibat terapi

3) Variabel program terapiutik seperti kompleksitas program dan efek

samping yang tidak menyenangkan

Page 8: BAB II new

14

4) Variabel psikososia seperti intelegensi, siakap terhadap tenaga

kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,

keyakianan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainya.

3. Faktor yang mendukung kepatuhan pasien

Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan pasien menurut Niven

(2002) antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa

pendidikan tersebut merupakan pendidikan aktif seperti penggunaan buku-

buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.

b. Akomodasi

Faktor ini adalah suatu usaha untuk memahami cirri keperibadian pasien

yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Faktor ini membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,

kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu

kepatuhan terhadap program-program pengobatan.

d. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sederhana mungkin, dan

pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

e. Meningkatnya interaksi profesional kesehatan dengan pasien

Adalah suatu hal penting dalam memberikan umpan balik pada pasien

setelah memperoleh informasi tentang diagnosis.

Page 9: BAB II new

15

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan

menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain :

a. Pemahaman tentang instruksi

Tak seorang pundapat mematuhi instruksi jika ia salah paham

tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Kadang-kadang ini

disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan

informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan

banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang dalam menentukan derajat keptuhan.

c. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakian dan nilai kesehatan individu serta juga dapat

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Becer et al (1997) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan

bahwa model keyakinan berguna untuk memperkirakan adanya ketidak

patuhan.

Page 10: BAB II new

16

5. Strategi untuk mengurangi ketidak patuhan

Menurut Niven (2002) berbagai strategi telah dicoba untuk

mengurangi ketidak patuhan adalah:

a. Dukunga professional kesehtan

Dukungan profesioan kesehtan sangat diperlukan untuk

meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal

dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi

memegang peraana penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh

professional kesehatan baim dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan

bagi pasien.

b. Kualitas sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para

professional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk

menunjang peningkatan kesehtan pasien maka ketidak patuhan dapat di

kurangi.

c. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat di perlukan. Untuk pasien

dengan gagal ginjal kronik diantranya bagaimna cara untuk mnghindari

dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita gagal ginjal kronik.

d. Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien an keluarga mengenai

penyakit yang dideritanya, diet, serta cra pengobtannya.

Page 11: BAB II new

17

C. Diet gagal ginjal dengan dialisis

1. Pengetian

Menurut Mary E. Beck (2012), diet adalah pilihan makanan yang

lazim di makan oleh seseorang atau suatu populasi penduduk. Diet memegang

peranan penting dalam penatalaksaan pasien gagal ginjal kronik. Diet yang

diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pasien dan secara berkala diperlukan

penyesuaian mengingat perjalanan penyakitnya yang progresif.

2. Tujuan diet

Menurut Almatsier (2004) tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis

adalah untuk :

a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status

gizi, agar pasien dapat melakukan aktifitas normal.

b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolism tidak brlebihan.

3. Syarat diet

Menurut Almatsier (2004) syarat diet gagal ginjal dengan dialisis

adalah :

a. Energy cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien hemodialisis

(HD)

b. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan

mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB

ideal/hari

c. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energy total.

Page 12: BAB II new

18

d. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energy total.

e. Natrium diberikan sesuai dengan urin yang keluar /24 jam, yaitu:

1 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap

½ liter urin.

f. Kalium sesuai dengan urin yang keluar/24 jam, yaitu :

2 gram + penysuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1gram untuk tiap 1

liter urin

g. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu, di berikan suplemen

kalsium.

h. Fosfor di batasi, yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.

i. Cairan dibatasi yaitu: jumlah urin/24 jam di tambah 500-750 ml.

j. Suplemen vitamin bila diperlukan terutama vitamin larut air seperti B6,

asam folat an vitamin C.

k. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen entral yang mengandung

energi dan protein tinggi.

4. Jenis diet

Menurut Almatsier (2004) berdasarkan berat badan dibedakan

menjadi 3 jenis diet dialisis:

a. Diet dialisis I, 60 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan ± 50 kg.

b. Diet dialis II, 65 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan ± 60 kg.

Page 13: BAB II new

19

c. Diet dialisis III, 70 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan ±65 kg.

5. Hal yang perlu diperhatikan dalam dalam diet

Secara umum, yang harus di perhatikan dalam diet ini adalah sebagai

berikut :

a. Seimbang konsumsi protein

Sangatlah penting untuk mendapatkan konsumsi protein yang tepat

karena diperlukan dalam membentuk otot, memperbaiki jarinagn yang

rusak, dan melawan infeksi. Asupan protein yang sesuai akan membuat

tubuh mendapatkan protein yang cukup tanpa menghasilkan urea (hasil

metabolism protein) berlebihan dan memperberat kerja ginjal. Protein

hewani berasal dari telur, ikan, daging, keju dan susu. Sedangkan protein

nabati berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian

b. Kurangi konsumsi garam

Batasi konsumsi garam sampai 4-6 gram perhari guna mencegah

timbunan cairan dalam tubuh serta membantu mengontrol tekanan darah.

c. Batasi asupan cairan

Pada stadium awal, mungkin anda tidak perlu membatasi asupan

cairan. Namun, saat fungsi ginjal memburuk dan pasien menjalani dialysis

(cuci darah), pasien akan menghasilkan urin dalam jumlah sangat sedikit,

dan bahkan tidak kencing sama sekali. Hal ini kan menyebabkan timbunan

cairan dalam tubuh, sehingga menyebabkan timbunan ciran dijantung,

paru-paru, dan tungkai.

Page 14: BAB II new

20

d. Batasi asupan kalium

Tujuan pembatasan kalium adalah disebkan ginjal yang sudah

rusak tidak dapat membuangnya dari dalam tubuh. Kalium yang inggi

akan membuat irama jantung tidak normal, bahkan dapat menyebabkan

kematian. Contoh makanan yang mengandung kalium tinggi adalah

pisang, jeruk, kiwi, kismis, kacang-kacangan, kentang, asparagus, tomat

dan labu.

e. Batasi asupan fosfor

Tujuan membatasi fosfor menjaga kesehatan tulang. Kelebihan

fosfor dalam darah akan menyebabkan kalsium berkurang, sehingga

tulang menjadi rapuh. Contoh makanan yang tinggi fosfor adalah telur,

susu, yoghurt, keju, biji-bijian, dan minuman bersoda

f. Asupan kalori harus tetap cukup

Tujuannya adalah mencegah penghancuran jaringan tubuh yang

sudah ada. Jika memiliki berat badan berlebih, pasien harus mengurangi

asupan karbohidrat. Lemak dapat menjadi sumber kalori yang baik bagi

tubuh. Pastikan lemak yang dikonsumsi termasuk dalam golongan

monounsaturated dan polyunsaturated (misalnya minyak saitun) guna

membantu melindungi pembuluh darah.

g. Zat besi

Biasanya pasien gagal ginjal kronis mengalami anemia dan

membutuhkan suplemen zat besi. Makanan yang mengandung banyak zat

Page 15: BAB II new

21

besi adalah hati, daging sapi, daging ayam, serta sereal yang diperkaya

dengan zat besi.

6. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan

Tabel 1Bahan makanana yang diannjurkan dan tidak dianjurkan

No Bahan

Makanan

Dianjurkan Tidak

Dianjurkan/Dibatasi

1 Sumber

karbohidrat

Nasi, bihun, jagung, kentang,

makaroni, mie, tepung-

tepungan, selei, madu, permen.

----

2 Sumber

protein

Telur, daging, ikan, ayam, susu

dan lain-lain.

Kacang-kacangan dan

hasil olahannya,

seperti tempe dan tahu

3 Sumber

lemak

Minyak jagung, minyak

kacang, minyak kelapa sawit,

minyak kedelai, margarine dan

mentega rendah garam.

Kelapa, santan,

minyak kelapa,

margarine, mentega

biasa dan lemak

hewan.

4 Sumber

vitamin

dan

mineral

Semua sayuran dan buah,

kecuali pasien dengan

hiperkalemia dianjurkan yang

mengandung kalium

rendah/sedang

Sayuran dan buah

tinggi kalium pada

pasien hiperkalemia.

Page 16: BAB II new

22

D. Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian

Menurut Price & Wilson dalam NANDA “Gagal ginjal yaitu ginjal

kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi

cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya

dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik

merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya

berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam

beberapa hari atau minggu”. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai

macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal (Huda & Kusuma, 2013).

Menurut Suwitra (2006) penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah keaadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau

transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang

terjadi pada penyakit ginjal kronik. Kriteria penyakit ginjal kronik yaitu :

a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

kelainanan struktural atau fungsional, dengan atau penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

Page 17: BAB II new

23

1. Kelainan patologis

2. Terdapat tanda kelainan ginja, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tesis).

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3

bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keaadan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan

LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk criteria

penyakit ginjal kronik.

2. Etiologi

a. gangguan pembuluh darah ginjal

berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabbkan iskemia ginjal

dan kematian jarian ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis

pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif pada

pembuluh darah. Hyperplasia fibromuskuler pada satu atau lebih arteri

besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis

yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak

diobati,dikarateristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem,

perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan

akhirnya gagal ginjal.

b. Gangguaan imunologis

Seperti glomerulonefritis dan SLE

Page 18: BAB II new

24

c. Infeksi

Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli

yang berasal dari kontaminasi tinja dari traktus urinarius bakteri. Bakteri

ini mencapai ginjal melalui aliran darah tau yang lebih sering secara

ascenden dari traktus urinarius bawah lewat ureter ke ginjal sehingga

dapatmenimbulkan kerusakan ireversibel ginjal yang disebut

plenlonefritis.

d. Gangguan metabolik

Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat

sehngga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut

dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang

disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluhn darah secara serius merusak membran glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer

Terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.

f. Obstruksi traktus urinarius

Oleh batu ginjal, hipertropi prostat, dan konstriksi uretra.

g. Kelainan kongenital dan herediter

Penyakit polisiklik suatu kondisi keterunan yang

dikarakteristikoleh terjadinya kista/kantong berisi cairan didalam ginjal

dan organ lain. Ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renal) serta

adanya asidosis (Wijaya & Putri, 2013).

Page 19: BAB II new

25

3. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya prosen

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurang masa ginjal menyebabkan

hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving

nefhrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan grow faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi, yang di ikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah

glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh

proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

akhirnya di ikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis

renin-angiotensin-aldesteron internal, ikut memberikan distribusi terhadap

terjadinya hiperfiltarsi, skelerosis dan progresifitas tersebut. Aktifitas jangka

panjang rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian di perantarai oleh grow faktor

seperti transforming grow faktor seperti transforming grow fkctor β (tgf-β).

Beberapa hal juga yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas

penyakit ginjal kronik adalah albuminaria, hipertensi, hiperglikemia,

dislidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya skelerosis

dan fibroisis glomelurus maupun tabulointestinal.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan

daya cadang ginjal (renal reserve), pada keaadaan mana basal LFG masih

normal atau malah meningkat. Kemudain secara perlahan tapi pasti, akan

Page 20: BAB II new

26

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresife, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 60% pasien

masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai LFG sebesar 30%, mulai

ada keluhan pada pasien seperti, nukturia, badan lemah, mual, nafsu makan

kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien

memperlihatkan tanda dan gejala uremiayang nyata seperti, anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,

pruritas, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau

hipervolemia, gangguan kesimbangan elektrolit, antara lain natrium dan

kalium, pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih

serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal

reflecement therapy) antara lain dialisis atau tranpalantasi ginjal. Pada

keadaan ini pasien dikatakan sampai pada gagal ginjal.

4. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik menurut Suwitra (2006) berdasarkan

atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis

etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :

Page 21: BAB II new

27

LFG (ml/menit/1,73m²) (140−umur ) x berat badan

72x kreatinin plasma(mgdl

) *)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2

Tabel 2Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Drajat Penyakit

No Drajat Penjelasan LFG

(ml/menit/1,73m²)

1 1 Kerusakan ginjal dengan LFG

normal atau meningkat

≥ 90

2 2 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun ringan

60 – 89

3 3 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun sedang

30 – 59

4 4 Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun berat

15 – 29

5 5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

5. Pemeriksaan penunjang

a. Urin

1) Volume : < 400ml/24 jam (oliguria) atau anuria

2) Warna : urin keruh

3) Berat jenis < 1,015

4) Osmolalitas < 350 m osm/kg

Page 22: BAB II new

28

5) Kliren kreatinin : turun

6) Na++¿¿ > 40 mEq/lt

7) Protein : Proteinuria (3-4 +)

b. Darah

1) BUN/kreatinin : ↑

2) Hitung darah lengkap : Ht↓ ,Hb < 7-8 gr%

3) Eritrosit : Waktu hidup ↓

4) GDA, Ph↓ : asidosis metabolic

5) Na++¿¿ serum : ↓

6) K+¿ ¿ : ↑

7) Mg+¿¿ / fosfat : ↑

8) Protein (khusus albumin) : ↓

9) Osmolalitas serum > 285 m osm/kg

6. Penatalaksanaan

a. Pengaturan minum →pemberian cairan

b. Pengendalian hipertensi = < pengurangan intake garam

c. Pengendalian K+¿ ¿ darah

d. Penanggulangan Anemia → tranfusi

e. Penanggulangan asidosis

f. Pengobtan dan pencegahan infeksi

g. Pengaturan protein dalam makan

h. Pengobtan neuropati

i. Dialisis

Page 23: BAB II new

29

j. Tranplantasi

(Wijaya & Putri, 2013)

7. Komplikasi

a. Hiperfosfatemia

b. Hipokalemia

c. Anemia

d. Hiperparatiroid

e. Hipertensi

f. Malnutrisi

g. Asidosis metabolik

h. Dislipidemia

i. Gagal jantung

j. Uremia

E. Hemodialisis

1. Pengertian hemodialisa

Menurut Brunner & Suddarth (2002) terapi hemodialisis merupakan

terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolime atau racun tertentu

dari perdaran darah manusia seperti air, natruim, kalium, hydrogen, urea,

kreatinin, asam urat dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi

proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Dialyzer merupakan suatu membrane

atau selaput semi permeabel. Membrane ini dapat dilalui oleh air dan zat

Page 24: BAB II new

30

tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya

air atau zat, bahan melalui membrane semi permeable.

2. Tujuan hemodialisis

a. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan

asam urat.

b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan dinding antara

darah dan bagian cairan.

c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

(Wijaya & Putri, 2013).

3. Indikasi

a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( Laju filtrasi glomerulus < 5 ml).

b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila

terdapat indikasi :

1) Hiperkalemia (K+¿ ¿ darah > 6 meq/l)

2) Asidosis

3) Kegagalan terapi konservatif

4) Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah (Ureum >200 mg%,

kreatinin serum > 6 meq/l

5) Kelebihan cairan

6) Mual dan muntah hebat

c. Intoksikasi obat dan zat kimia

Page 25: BAB II new

31

d. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berat

e. Sindrom hepatotorenal dengan criteria :

1) K+¿ ¿ PH darah < 7,10 →asidosis

2) Oliguria / anuria > 5 hari

3) GFR < 5 ml / I pada GGK

4) Ureum darah > 200 mg/dl

(Wijaya & Putri, 2013).

4. Kontra indikasi

a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg)

b. Hipotensi (TD < 100 mmHg)

c. Adanya perdrahan hebat

d. Demam tinggi

(Wijaya & Putri, 2013).

5. Prinsip-prinsip yang mendasari kinerja hemodialisa

Menurut Brunner & Sudarth (2002) ada tiga prinsip yang mendasari

kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat

limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi denagn cara bergerak

dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat yang lebih

rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan

konsentrasi ekstra sel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan

dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. (pori-pori

kecil dalam membrane semifermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel arah

merah dan protein).

Page 26: BAB II new

32

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui osmosis.

Pengeluran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan;

dengan kata lain, dengan kata lain air bergerak dari daerah tekanan yang lebih

tinggi (tubuh pasien) ketekanan lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini

dapat ditingkatkan melalui penanbahan tekanan negative yang dikenal dengan

ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negative diterafkan pada alat ini

sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran

air. Karena pasien tidak dapat mengeluarkan cairan hingga tercapai

isopolemia (keseimbangan cairan).

6. Akses pembuluh darah

a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pemoralis atau vena subclavia

b. Cimino → dengan membuat fistula interna arteriovenosa→ operasi (LA.

Radialialis dan V. sevalika pergelangan tangan non dominan. Darah

dipirau dari A ke V sehingga vena membesar.

(Wijaya & Putri, 2013).

7. Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang

Raharjo (2006) jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi di atas 75%

(gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa

merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan

tindakan yang dapat dilakukan sebagi upaya memperpanjang usia penderita.

Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita

pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejakteraan kehidupan pasien

yang gagal ginjal.

Page 27: BAB II new

33

Brunner & Sudarth (2002) mengatakan diet dan masalah cairan

merupakan masalah penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengekskresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini

akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin.

Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal

sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap system tubuh. Lebih

banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejal yang timbul. Diet rendah

protein akan mengurangi penumpikan limbanh nitrogen dan dengan demikian

meminimalkan gejala.

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal

jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga

merupakan bagian dari resep untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis

yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein,

natrium, kalium dan cairan. Banyak obat yang seluruhnya atau sebagian

melalui ginjal , pasien yang memerlukan obat-obatan ini dalam darah dan

jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.

8. Perangakat Hemodialisa

Tindakan hemodialisa memerlukan peralatan khusus yang meliputi

mesin hemodialisis, dializer, blood line, fistula needle.

a. Mesin hemodialisa adalah mesin mesin khusus yang dirancang

khususyang dirancang untuk hemodialisa. Mesin ini mengatur dialisat

Page 28: BAB II new

34

dengan system proporsional, memantau tekanan dan konduktifitas dialisat

dan darah mengatur suhu, kecepatan aliran darah dan dialisat. Terdapat

beberapa sensor untuk mendeteksi dan pencegahan resiko komplikasi,

pompa darah untuk mengalirkan darah dan syringe pump untuk pemberian

antikoagulan.

b. Dialyzer disebut juga dengan ginjal buatan atau hallow fiber adalah

tabung yang berisi serabut berongga yang merupakan kompartemen darah

dan dialisat yang dipisahkan oleh membrane. Di dalam dialyzer inilah

terjadi mekanisme difusi dan konveksi.

c. Blood line adalah selang-selang untuk hemodialisis yang berfungsi untuk

mengalirkan darah ked an dari dialyzer. Terdiri dari dua untai yaitu

arterial line yang mengalirkan darah ke dialyzer dan venous line yang

mengalirkan darah dari ginjal buatan ketubuh.

d. Fistula needle adalah jarum yang ditusukan pada akses vaskuler untuk

mengalirkan darah ke ginjal buatan melalui line blood. Terdapat dua buah

jarum yaitu jarum inlet dan outlet.

9. Durasi hemodialisa

Durasi hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap

hemodialisis dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 x/minggu. Frekuensi

hemodialisis dapat diberikan 3 x/minggu dengan durasi 4-5 jam. Idealnya 10-

15 jam perminggu. Berdasarkan pengalaman selama ini, frekuensi 2 x/minggu

telah menghasilkan nilai adekuasi yang mencukupi dan pasien merasalebih

nyaman. Selain itu, dan asuransi kesehatan yang tersedia juga terbatas dan

Page 29: BAB II new

35

hanya dapat menanggung hemodialisis dengan frekuensi rata-rata 2x/minggu

selama 4-5 jam dengan memperhatikan kebutuhan individual.

10. Cara kerja mesin hemodialisa

Pada gagal ginjal kronik, hemodialisis dilakuakan dengan mengalirkan

darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialyzer) yang terdiri dari dua

kompartemen yang terpisah. Darahpasien dipompa dan dialirkan

kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan

(artificial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan

dialysis yang bebas pirogen., berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirif

serum normal dan tidak mengadung serum normal dan tidak mengandung sisa

metabolism nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami

perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpisah akan mengalami perubahan

konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke

konsentrasi yang tinggi ke konsentarsi yang rendah sampai konsentrasi yang

terlarut sama di kedua kompartemen (difusi).

Pada proses dialisis air juaga dapat berpindah dari kompartemen darah

ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan air ini disebut

ultrafiltrasi. Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat

terlarut yang berpindah (sudoyo, 2006).

11. Keuntungan hemodialisis

Hemodialisis mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya sebagai

berikut :

a. Tidak ada nyeri/sakit selama prosedur.

Page 30: BAB II new

36

b. Dilaksanakan secara santai, pasien bisan sambil makan/nonton TV, baca

buku dll.

c. Hemodialisa sebagai terapi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan

memperpanjang usia. Namun tindakan itu tidak bebas resiko. Selain

kesiapan tenaga kesehatan di unit dialysis untuk mengatasi komplikasi,

kesiapan pasien secara psikologis dan dukungan keluarga berperan sangat

penting dalam keberhasilan hemodialisis.

d. Hemodialisis dapat sedini mungkin menghambat progresivitas penyakit.

Yaitu jika pengeluran kreatinin 9-14 ml/menit/1,73 m². baik pada

penderita diabetes maupun non diabetetes. Hemodialisis bias dimulai lebih

awal pada pasien malnutrisi, pasien mengalami kelbihan cairan tubuh,

penurunan kesedaran, kejang, radang kandung jantung, hiperkalemia

(meningginya kadar kalium darah), serta asidosis metabolicberulang.

Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang

ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal.

e. Hemodialisis dapat dilakuakn pada pasien gagal ginjal akut dan kronik.

f. Hemodialisis dapat dilakuakan pada psien gagal ginjal karena sumbatan

batu yang an menjalani operasi dan psien yang menjalani oprasi dan

pasien yang menunggu cangkok ginjal.

g. Kerugian hemodialisis

Disamping memiliki beberapa keuntungan, hemodialis juga mempunyai

beberapa kerugian, diantaranya sebagai berikut:

1. Fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun

Page 31: BAB II new

37

2. Pembatasan asupan cairan dan diet lebih kuat

3. Kadar hemoglobin lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoiti

meningkat.

4. Efek samping hemodialisis anatara lain tekanan drah rendah, anemia,

keram otot, detak jantung tak teratur, mual, muntah, sakit kepala,

infeksi, pembekuan darah (thrombus), dan udara dalam pembuluh

darah (emboli).

12. Komplikasi

Komplikasi akut hemodialisa adalah kompliksi yang sering terjadi

selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya

adalah : hipotensi, kram otot, mual dan muntah,sakit kepala, sakit dada, sakit

punggung, gatal, demam, menggigil. Sedangkan kompliksi yang jarang terjadi

misalnya: sindroma disekuilibrium, reaksi, dialiser, aritmia, tamponade

jantung, perdarahan intara cranial, kejang, homolisis, emboli udara,

neutropenia, aktivitas, komplemen akibat, dialysis, dan hipoksemia (Sudoyok,

2006).

F. Penelitian terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desi Sari tahun 2014 tetang

hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan

diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru berdasarkan hasil Chi Square diperoleh nilai p value (0,046)

< α (0,05). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan yang signifikan antara

Page 32: BAB II new

38

pengetahuan dengan kepatuhan diit pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa.

Bedasarkan riset penelitian yang dilakukan oleh Bertalina dan Dewi Sri

Sumardilah di Ruamah Sakit Abdul Muluk Bandar Lampung tahun 2012 tentang

faktor kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisa dimana

hasil bivariat didapat variabel yang berhubungan dengan kepatuhan diet adalah

pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga. Hasil multivariate menunjukan

variabel yang paling dominan adalah pengetahuan (pv=0,03 dan OR = 5.938)

setelah dikontrol dengan variabel siakap dengan dukungan keluarga.

G. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau suatu keterkaitan antara

konsep satu dengan konsep lainnya dan maslah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,

2012). Berdasarkan kerangka teori diatas, maka penulis menbuat kerangka

konsep sebagai berikut :

Gambar 1Kerangka konsep penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat pengetahuan

Keptuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

Page 33: BAB II new

39

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil

sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dari hasil penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2010)

Ha (Hipotesis alternative) :

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan diet pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD A. Yani Metro 2015

Ho (Hipotesis nol) :

Tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap kepatuhan diet pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terafi hemodialisa di RSUD A. Yani Metro 2015

I. Variabel penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai cirri, sifat, ukuran yang

dimiliki, atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang konsep penelitian tertentu

(Notoatmojo, 2012).

1. Variabel independen

Variabel indevenden merupakan variabel yang mempengaruhi (Notoatmodjo,

2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

2. Variabel dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo,

2012). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuahan diet

pasien gagal ginjal kronik yang menjani hemodialisa.

Page 34: BAB II new

40

J. Defenisi Oprasional

Definisi oprasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrument (Nursalam,2011)

Tabel 3Definisi Oprasional

No Variabel Definisi oprasional

Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

1 2 3 4 5 6 71 Independen

Tingkat pengetahuan pasien gagal ginjal kronik

Pemahaman (C2) penderita gagal ginjal kronik terhadap diet gagal ginjal dengan dialisisPengertian, tujuan, syarat, hal yang perlu diperhatiakan

Angket Kuisioner Baik, jika nilai = ≥ 7,6 - 10

Cukup, jika nilai = ≥ 5,6 -7,5

Kurang, jika nilai = < 5,6

Ordinal

2 Dependen Kepatuhan diet pasien gagak ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

Aplikasi (C3) Sejauh mana pasien mengikuti anjuran klinis tentang diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

Angket Kuisioner Patuh = jika nilai rentang > 41

Tidak patuh = jika nilai rentang < 40

Ordinal