bab ii new
DESCRIPTION
BAB IITRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Perusahaan
1. Sejarah Perusahaan
Sejak tahun 1973 akibat terjadinya krisis energi, batubara sebagai
salah satu sumber energi alternatif pengganti minyak bumi terus
meningkat terutama pada sektor-sektor industri seperti industri kertas,
industri semen, pembangkit tenaga listrik. Karena pemanfaatan batubara
sebagai sumber energi sangat besar mendorong PT. Karbindo
Abesyapradhi untuk melakukan penelitian dan telah berhasil mendapatkan
deposit batubara di Jorong Sungai Tambang, Nagari Kunangan Parik
Rantang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Propinsi
Sumatera Barat.
Untuk penelitian pertama dilakukan oleh tim peneliti dari PT.
Karbindo Abesyapradhi pada tahun 1990 berupa penelitian lebih lanjut
dari eksplorasi pada tahun 1989. Tim tersebut melakukan kegiatan
eksplorasi intensif yang menghasilkan satu kesimpulan bahwa batubara di
daerah Sungai Tambang layak untuk ditambang dilihat dari segi teknis dan
ekonomisnya.
PT. Karbindo Abesyapradhi telah melakukan penambangan pada
areal Tiang Satu Sungai Tambang sejak tahun 1990, saat itu proses
pekerjaan ditangani secara langsung oleh PT. Karbindo Abesyapradhi.
5
6
Pada tahun 2002 kegiatan penambangan terhenti, hingga tahun 2004 baru
beroperasi kembali bersama perusahaan kontraktor PT. Abdi Sarana Nusa
(ASN). Pada pertengahan tahun 2006 kegiatan penambangan kembali
terhenti, hingga akhirnya pada bulan Maret 2007 kembali beroperasi
dengan perusahaan kontraktor PT. Pasura Bina Tambang.
PT Pasura Bina Tambang mengajukan Kuasa Pertambangan (KP)
kepada Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dan telah memperoleh
izin penambangan berupa Keputusan Direktur Jendral Pertambangan
Umum Nomor 1260.K/2014/DDJP/1993, tentang Pemberian Kuasa
Pertambangan Eksploitasi. PT. Pasura Bina Tambang adalah anak
perusahaan dari Srikandi Group. Srikandi Group sendiri merupakan
perusahaan dealer otomotif merk Mitsubishi, yang berkantor pusat di
Jakarta.
Kuasa Pertambangan (KP) saat ini ± 346,3870 Ha. Dengan
beroperasinya penambangan batubara yang dieksploitasi PT. Karbindo
Abesyapradhi, perusahaan ini berharap akan mendatangkan devisa bagi
negara dan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah. Selain itu juga
membuka lahan pekerjaan khususnya bagi masyarakat sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat yang bermukim di sekitar area
pertambangan.
PT. Karbindo Abesyapradhi telah melakukan penambangan pada
areal Sungai Tambang sejak tahun 1990, dimana pada saat itu proses
pekerjaan penambangan dikerjakan secara langsung oleh PT. Karbindo
7
Abesyapradhi. Pada tahun 2002 kegiatan tambang terhenti, hingga tahun
2004 baru beroperasi kembali bersama perusahaan kontraktor PT. Abdi
Sarana Nusa (ASN). Pada pertengahan tahun 2006 kegiatan tambang
kembali terhenti, hingga akhirnya pada bulan Maret 2007 kembali
beroperasi dengan perusahaan kontraktor PT. Pasura Bina Tambang. PT.
Pasura Bina Tambang adalah anak perusahaan dari Srikandi Group.
Srikandi Group sendiri merupakan perusahaan dealer otomotif merek
Mitsubishi, yang berkantor pusat di Jakarta.
Dengan perusahaan kontraktor yang baru tersebut, perekrutan
karyawan kembali dilakukan. Meskipun demikian, mayoritas karyawan
yang diterima bekerja di PT. Karbindo Abesyapradhi adalah mantan
karyawan PT. Karbindo Abesyapradhi dan PT. Pasura Bina Tambang
yang lama serta putra daerah melalui rekomendasi dari Wali Nagari
setempat.
Sebelum melakukan kontrak kerja di PT. Karbindo Abesyapradhi,
PT. Pasura Bina Tambang telah melakukan kegiatan penambangan
batubara di Bontang, Kalimantan Timur. Setelah kegiatan penambangan
di Bontang tersebut terhenti, maka PT. Pasura Bina Tambang melakukan
take over terhadap saham PT. Karbindo Abesyapradhi. Pada bulan Juni
2007 yang lalu telah didatangkan sejumlah alat berat dari Bontang. Alat-
alat berat tersebut adalah dump truk, excavator dengan berbagai type,
bulldozer, dan alat-alat pendukung lainnya.
8
Sistem penerimaan karyawan yang diterapkan PT. Karbindo
Abesyapradhi pada saat ini adalah sistem kontrak kerja per enam bulan.
Pada masa kontrak kerja kedua akan ditingkatkan menjadi kontrak kerja
tahunan hingga diangkat menjadi karyawan tetap.
2. Penambangan di PT. Karbindo Abesyapradhi
Sistem penambangan pada PT. Karbindo Abesyapradhi adalah
tambang terbuka dengan metoda open pit (open pit mining), dengan tata
cara penambangan searah jurus lapisan dan kedudukan batubara (strip
mining). Sebagai acuan Striping Ratio (SR) adalah 1 : 12. Pekerjaan
penambangan batubara saat ini dikerjakan oleh PT. Pasura Bina Tambang
sebagai kontraktor dalam melakukan penambangan dan kegiatan lainnya
dalam wilayah kuasa penambangan PT. Karbindo Abesyapradhi, Khusus
mengenai uji dan analisa kualitas batubara dilaksanakan oleh PT.
Sucofindo.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui endapan batubara pada daerah
penambangan Pit Tiang Satu terdiri dari satu lapisan (seam). Tebal lapisan
batubara 1 m sampai 23 m, sedangkan lapisan batubara pada pit B,C,D
sampai E terdapat sisipan lanau atau lempung yang keras (parting) dimana
untuk memisahkan parting dan batubara dengan kuku bucket ecxavator,
posisi parting itu ada yang vertikal, horizontal, dan sama dengan
kemiringan batubara.
9
PT. Karbindo Abesyapradhi mempunyai luas KP ± 346,3870 Ha ini
dibagi menjadi lima bagian (lima Pit area) yaitu Pit A, Pit B, Pit C, Pit D
dan Pit E, dimana Pit A terdiri dari Pit A1 sampai dengan A6, Pit B terdiri
dari Pit B1 sampai dengan B4, Pit C terdiri dari Pit C1 sampai dengan C6,
Pit D terdiri dari Pit D1 sampai dengan D6, dan Pit E terdiri dari Pit E1
sampai dengan E3, sedangkan jarak antar pit maupun jarak pada masing-
masing pit adalah per 100 m. Titik penggalian terendah di PT. Karbindo
Abesyapradhi ini adalah +65 m DPL (Pit B4). Penggalian dilakukan
dengan cara sistem jenjang (benching system), dimana penurunan bench
atau jalan kerja dilakukan secara bertahap searah strike dan dip batubara
yakni 300 - 450 ke arah Utara.
Aktifitas penambangan menghasilkan limbah (waste) berupa material
penutup lapisan batubara (overburden). Material tersebut (waste)
ditimbunkan pada areal pembuangan (waste dump overburden) A Extra, A
Utara, B Utara, D Selatan serta dilanjutkan di areal pit E (waste dump E3
Barat).
10
Tabel 1. Kompilasi Penggunaan Lahan bagi Usaha Tambang Batubara
PT. Karbindo Abesyapradhi
NO
PENGGUNAAN LAHANKUMULATIF
(Ha)
1 Luas KP Eksploitasi 346,3870
2 Luas Lahan yang Dibuka / Dimanfaatkan 250,2525
a. Areal Tambang 71,1721
b. Areal Penimbunan Material Buangan 102,0564
c. Areal Reklamasi (Penghijauan) 31,8893
d. Areal Tergenang Air 5,4081
e. Emplasemen 3,9580
f. Jalan Tambang 9,7337
g. Jalan Non-Tambang 3,2000
h. Areal Penimbunan Hasil Produksi (ROM) 5,9190
i. Areal Pemanfaatan Lain 16,8413
3 Luas Lahan yang Tidak / Belum Dimanfaatkan 96,1345
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
a. Peralatan Penambangan
Pada kegiatan pertambangan peralatan penambangan adalah hal
utama yang harus tersedia, adapun alat yang digunakan pada proses
penambangan bisa dilihat pada tabel 2 di halaman 11.
11
Tabel 2. Peralatan yang Digunakan di PT.Karbindo Abesyapradhi
Sumber: workshop PT. Karbindo Abesyapradhi
a. Tenaga kerja dan jam kerja
Sesuai dengan kemajuan kegiatan, tenaga kerja yang telah terlibat di
lokasi kerja meliputi staff, non-staff, pekerja kantor dan pekerja lapangan.
Kompilasi jumlah dan proporsi tenaga kerja yang dimaksud, tersaji pada
tabel 3 di halaman 12.
No.Jenis
PeralatanMerek Tipe Jumlah Status
1 Excavator Komatsu PC 1800 1 Bekerja PC 1250 1 Rusak PC 800 1 BekerjaPC 300 1 Bekerja
Caterpilar 320 D 2 Bekerja2 Bulldozer Caterpillar D 9 N 1 Bekerja
Komatsu D 85 SS 3 Bekerja D 375 1 Rusak
3 Motor Grader
Caterpillar 140 H 1 Bekerja
5 Drilling Machine
Tamrock CHA 660 1 Bekerja
PANTERA 1 Bekerja6 Submersible
Pump -- 2 Bekerja
9 Rigid Truck Euclid 3 Bekerja 7 Rusak
Terex 2 Bekerja 4 Rusak
10 Articulate Truck
Terex TA 40 4 Bekerja
4 Rusak
12
Tabel 3. Daftar Karyawan
No Perusahaan
Kualifikasi Tenaga Kerja (orang) Jumlah
StaffNon-staff
Pekerja
Lapangan
Pekerja (orang)
Kantor
1 PT. Karbindo Abesyapradhi
14 -- 13 3 30
2 PT. Pasura Bina Tambang
25 -- 147 -- 172
JUMLAH 39 -- 160 3 202
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
Untuk jam kerja dibagi atas dua shift dengan pembagian sebagai berikut:
Shift pagi : Mulai jam 07.00-18.00, istirahat (12.00-13.00)
Shift malam : Mulai jam 18.00-06.00, istirahat (24.00-01.00)
Pembagian ini berlaku untuk semua petugas kecuali petugas kantor
yang hanya bekerja pada shift pagi.
3. Keadaan Umum Lokasi Pertambangan
a. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Secara geografis daerah usaha pertambangan PT. Karbindo
Abesyapradhi terletak pada koordinat (1010 20’ 30” - 1010 22’ 40” BT)
dan (000 49’ 30” - 000 52’ 14” LS). Sedangkan secara administratif
lokasi kegiatan terletak di Jorong Sungai Tambang dan areal tambang
keseluruhan meliputi bagian Jorong Sungai Tambang sendiri,
13
Kunangan dan Parik Rantang pada Kecamatan Kamang Baru
Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat.
Akses yang tersedia ke lokasi usaha tambang batubara PT.
Karbindo Abesyapradhi sebagian besar adalah Jalan lintas Sumatera
(Sumatera High Way) dengan jarak 165 km dari ibu kota Propinsi
Sumatera Barat (Padang) ke arah Propinsi Jambi dan lokasi kegiatan
penambangan batubara 5 km dari Kiliran Jao, untuk lebih jelasnya hal
ini dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
Gambar 1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah PT. Karbindo Abesyapradhi
14
b. Kondisi Geologi dan Stratigrafi
1) Kondisi Geologi Lokal
Daerah kuasa pertambangan PT. Karbindo Abesyapradhi
merupakan kawasan perbukitan rendah sampai terjal dengan bagian
timur merupakan dataran alluvial dan kawasan perbukitan, di
sebelah Barat merupakan hulu-hulu sungai yang mengalir ke arah
Timur.
Daerah penambangan terletak pada lereng Timur dari daerah
bukit barisan yang merupakan batas antara kelompok batuan pra
tersier dan batuan intrusif yang merupakan inti dari bukit barisan
dengan kelompok batuan sedimen tengah dengan cekungan yang
tersusun oleh sedimen-sedimen daratan dan laut dangkal dan
terbentuk pada miosen awal. Pada kondisi lingkungan inilah yang
memungkinkan terbentuknya cebakan batubara.
Rekonstruksi tektonik dan sedimentasinya dimulai setelah
“orogenesa” Zaman Kapur mengalami proses erosi yang berjalan
sepanjang pulau Sumatera dan diikuti dengan proses sedimentasi
serta aktifitas vulkanisme yang akan merubah geomorfologi pulau
Sumatera sehingga membentuk batuan-batuan vulkanik,
pegunungan, cekungan antara gunung (Intra Montana Basin) dan
patahan bongkah (block faulting). Untuk lebih jelaasnya bisa
dilihat pada peta geologi pada gambar 2 di halaman 15.
15
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Sungai Tambang
2) Stratigrafi
Berdasarkan data litologi daerah setempat diketahui bahwa
daerah penambangan PT.Karbindo Abesyapradhi terdiri dari empat
satuan batuan yaitu satuan alluvium (pasir, kerikil, kerakal), satuan
batu lanau (breksi, batubara, batu lanau), satuan batu gamping
16
(batu gamping, batu pasir, dolomit) serta satuan batuan pra tersier
(batu gamping, batu sabak, sekis)
Untuk daerah penambangan, litologi yang tersingkap dari tua
ke muda adalah kelompok batuan pra tersier yang terdiri dari lava,
rijang, metal dan gamping yang telah mengalami deformasi yang
cukup kuat. Tidak selaras di atasnya adalah breksi vulkanik dengan
komponen penyusun andesit di atasnya adalah batu pasir
glaukonitan, kadang-kadang lempungan dengan ketebalan 1 meter
sampai dengan 2 meter.
Batubara (variasi batubara, batubara serpihan, serpih
batubaraan dan serpih) yang mempunyai ketebalan 5 meter sampai
dengan 23 meter, batu lanau berlapis dengan ketebalan 5 cm
sampai dengan 25 cm, sangat keras/kompak dengan tebal lebih dari
200 meter dengan beberapa sisipan batu pasir. Tidak selaras di
atasnya adalah endapan alluvial yang terdiri dari lempung, lumpur,
pasir dan kerikil dari rombakan batuan yang lebih tua. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 3, di halaman 17.
17
Sumber: Mine Plan PT. Karbindo Abesyapradhi
Gambar 3. Stratigrafi Daerah Penambangan PT. Karbindo Abesyapradhi
18
3) Kondisi Lokasi Geologi Regional
Berdasarkan penyelidikan lapangan tim ekplorasi PT.
Karbindo Abesyapradhi dapat diperkirakan bahwa proses
terjadinya batubara di daerah penelitian ini adalah secara insitu,
yaitu pembentukan batubara yang berasal dari tumbuhan setempat
yang mati kemudian terakumulasi di suatu tempat.
Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan tim ekplorasi
yaitu dengan dijumpainya rawa-rawa gambut di sekitar lokasi dan
ditemukan akar-akar dalam lumpur serta batang kayu tegak di
bawah lapisan batubara.
Struktur utama daerah ini adalah struktur lipatan berupa
sinklin yang memanjang dari arah Timur ke arah Barat Laut dan
sesar mendatar yang berarah Utara Selatan. Selain itu terdapat juga
sesar geser pada bagian Barat Laut dan sebuah sesar normal pada
bagian Barat Daya.
Struktur dominan yang terlihat pada permukaan lereng adalah
bidang perlapisan (Bedding Plane) yang mempunyai orientasi
seragam. Struktur lipatan ini terdapat pada overburden yang terdiri
dari batu lanau dengan kerapatan struktur perlapisan berkisar antara
10 cm sampai dengan 115 cm di bagian Timur (Pit D) dan antara
30 cm sampai dengan 100 cm di bagian Timur (Pit C) dengan
permukaan diskontinuitas atau bidang struktur umumnya tidak
terbuka, kering dan pelapukan rendah. Struktur geologi yang ada
19
pada daerah penambangan adalah sesar turun dan sesar mendatar,
sesar tersebut memotong lapisan batubara.
4) Cadangan dan Kualitas Batubara
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui endapan
batubara pada daerah penambangan Pit tiang satu terdiri dari satu
lapisan (seam) saja. Tebal lapisan batubara antara 1 meter sampai
dengan 23 meter, endapan ini terdiri dari variasi batubara serpihan
dan serpihan batubara. Jumlah cadangan terukur sebanyak
4.405.631,91 ton dan cadangan terduga 7.775.890,03 ton terbagi
dalam lima daerah penambangan yaitu Pit A, Pit B, Pit C, Pit D dan
Pit E.
Perhitugan cadangan dapat dilakukan dengan data-data dari
luas areal, ketebalan batubara, dan data pemboran, sehingga dapat
diketahui tiga dimensi cebakan batubara. Lebar berdasarkan
proyeksi panjang lapisan sedimen penutup batubara dimulai dari
jalur singkapan batubara searah kemiringan yang berhasil
ditemukan dan dilakukan pengukuran dengan anggapan lapisan
normal dan untuk tebal singkapan ditentukan dari data parit uji dan
sumur uji. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 4 di halaman 20.
20
Tabel 4. Cadangan Batubara PT. Karbindo Abesyapradhi
No. Area Dip
(derajat)
Tebal
(meter)
Luas
(m2)
Cadangan
(Ton)
1 A 50 1,15 297,45 686.498,70
2 B 15 2,95 227,25 895.306,71
3 C 15 2,45 322,5 1.055.216,90
4 D 30 3,78 255,75 1.440.013,40
5 E 35 2,31 95,5 328.605,20
Cadangan terukur 4.405.631,91
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
PT. Karbindo Abesyapradhi memiliki variasi kualitas
batubara. Kualitas batubara dibedakan menurut tempat
pengambilannya masing-masing. Batubara pada masing-masing
Pit terdiri atas tiga tipe, yaitu roof, middle dan floor. Roof dan
middle adalah batubara high calory sedangkan floor adalah
batubara low calory. Batubara high calory disini adalah batubara
yang memiliki nilai kalori ≥6000 Kcal/kg, sedangkan batubara low
calory adalah batubara yang memiliki nilai kalori <6.000 Kcal/kg.
Selain itu ada suatu tempat penyimpanan batubara low calory
yang dinamakan dengan Pulau Hitam yang memiliki nilai kalori
<4.500 Kcal/kg. Untuk uji kualitas batubara PT. Karbindo
Abesyapradhi dilakukan oleh PT. Sucofindo. Berdasarkan analisis
dan kualitas batubara dapat dilihat pada tabel 5 di halaman 21.
21
Tabel 5. Kualitas Batubara PT. Karbindo Abesyapradhi
No Parameter Nilai1 Total Moisture (AR) 6,41-15,43 %2 Proximate analysis
- Inherent Moisture (ADB)
5,55-11 %
- Volatile Matter (ADB)
32,47-46,83 %
- Fixed Carbon (ADB)
45,04-52,48 %
- Ash Content (ADB)
10,87-15,25 %
3Total Sulphur (ADB)
1,21-2,70 %
4Gross Calorific Value (ADB)
5418-7069 Kcal/Kg
Sumber: Quality Control PT. Karbindo Abesyapradhi
5) Sifat Fisik dan karakteristik Overburden
Sifat-sifat fisik dari lapisan penutup batubara diantaranya
adalah bobot isi, berat jenis, kadar air, derajat kejenuhan, porositas
dan void ratio. Untuk mengetahui besarnya masing-masing sifat
fisik overburden tersebut dapat dilihat pada tabel 6 di halaman 22.
22
Tabel 6. Karakteristik Oveburden
Parameter Besaran
Bobot isi insitu
Bobot isi lepas
Berat jenis
Kadar air
Derajat kejenuhan
Porositas
Void ratio
2,42 ton/m3
1,84 ton/m3
2,76
3,85 %
45,63 %
20,43 %
0,29
Sumber : PT. Karbindo Abesyapradhi
Berdasarkan data litologi daerah setempat diketahui bahwa
daerah penambangan terdiri dari tiga satuan batuan, yaitu satuan
alluvium (pasir, kerikil, kerakal), satuan batuan lanau (breksi,
batubara, batu lanau) dan satuan batuan tersier (batu gamping, batu
sabak, filit dan sekis).
Lapisan penutup dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
lapisan top soil dan lapisan overburden. Lapisan top soil
merupakan lapisan tanah humus yang berada paling atas dan harus
dialokasikan tersendiri, karena nantinya akan bermanfaat pada
pelaksanaan reklamasi lahan bekas penambangan. Warna dari top
soil ini biasanya coklat kemerahan dengan ketebalan ± 50 cm.
23
Lapisan overburden terdiri atas batuan pra-tersier dari lava,
rijang, meta, dan gamping yang telah mengalami deformasi. Di
samping itu, overburden juga tersusun atas breksi vulkanik
dengan komponen penyusun utamanya adalah batuan andesit,
lanau yang sangat keras/kompak dengan sisipan batu pasir. Di
atasnya ada endapan alluvial yang terdiri dari lempung, lumpur,
pasir dan kerikil.
B. Kajian Teoritis
1. Alat Berat
Menurut Wisnu Wijaya (2009) dalam Sumarya (2010), alat berat
adalah suatu sumberdaya yang melipatgandakan jasa manusia untuk
mencapai usahanya.
a. Tujuan Penggunaan Alat Berat
1) Secara Teknis
a) Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih besar.
b) Menyederhanakan/memudahkan pengurusan organisasi pelaksanaan
2) Secara Ekonomis
a) Mempercepat / memperbesar daya kerja
b) Mengurangu biaya pelaksanaan kerja
3) Secara humanis
a) Mengoptimalkan penggunaan tenaga buruh
24
Dengan penggunaan alat-alat berat, tenaga buruh yang ada
dapat dioptimalkan sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan
lancar.
b) Memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat
dilaksanakan secara manual.
b. Kesulitan dalam pengadaan alat berat
Dibalik keuntungan menggunakan alat berat, terdapat beberapa
kesulitan dalam pengadaan alat berat, antara lain:
1) Investasi awal yang tinggi.
2) Masalah pengadaan alat berat, dikarenakan umumnya alat berat
didatangkan secara impor.
3) Adanya kemungkinan kerusakan dan ketersedian spare part untuk
perbaikan.
4) Masalah penjualan kembali dan penyusutan nilai alat.
c. Pertimbangan pemilihan alat berat
Untuk menghindari kerugian dan mendapatkan keuntungan dari
penggunaan alat berat, dibutuhkan pengetahuan yang baik mengenai
pemilihan dan penggunaan peralatan sehingga dapat diperoleh hasil
yang optimal. Untuk itu diperlukan pemilihan alat-alat berat yang
harus digunakan.
25
Menurut Sumarya (2010), ada beberapa pertimbangan dalam
pemilihan alat berat, antara lain:
1) Pertimbangan Teknik
a) Kemampuan peralatan yang akan digunakan
b) Tingkat teliti alat yang akan digunakan
c) Pelayanan alat yang akan digunakan
d) Keserbagunaan alat
e) Keisitimewaan alat
f) Kondisi tempat kerja alat
g) Dimensi alat
h) Kemungkinan kerusakan dari alat
i) Ketersediaan tenaga mekanik dan spare part alat tersebut.
2) Pertimbangan Ekonomis
a) Harga alat sampai di site
b) Biaya pemeliharaan / perawatan
c) Biaya perbaikan
d) Gaji operator
e) Biaya penyusutan
f) Pajak dan biaya asuransi yang dibebankan ke perusahaan
g) Berapa lama pengembalian modal dari pembelian peralatan
3) Pertimbangan Keuangan
Dalam pertimbangan keuangan menyangkut masalah modal
(investasi), beberapa fator yang harus dipertimbangkan adalah:
26
a) Investasi (I)
Merupakan modal/ biaya mesin, peralatan dan lain sebagainya
yang diperlukan untuk membangun proyek pertambangan,
alat-alat, rehabilitasi, perluasan, ditambah dengan bunga (i %)
selama proyek berjalan.
b) Biaya Investasi (Cost Investation)
Biaya investasi merupakan biaya penjangauan waktu tertentu
(tahun) atas proyek / pekerjaan berjalan yang meliputi:
- Bunga atas investasi (I % M) dihitung sejak proyek
dimulai sampai selesai
- Biaya operasi atas proyek bersangkutan (O)
- Biaya perawatan atas proyek yang bersangkutan (P)
- Biaya penggantian atas proyek yang bersangkutan (R)
- Biaya penyusutan proyek yang bersangkutan
d. Sistem kepemilikan alat
Permasalahan yang sering dihadapi pengusaha pertambangan
adalah mengenai pengadaan alat berat. Dalam pengadaan alat berat
perlu dipertimbangkan proses pengadaannya apakah dengan membeli
secara tunai, membeli secara leasing, atau sewa.
Pada perusahaan pertambangan yang memiliki modal besar dan
cadangan yang besar, serta umur tambang yang penjang membeli alat
berat adalah salah satu cara terbaik, namun setiap cara yang ada
27
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, seperti (Sumarya,
2010):
1) Beli Langsung (Investasi)
Sistem beli langsung (Investasi) dimana alat berat yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan pertambangan dibeli
langusung oleh perusahaan. Sistem beli langsung sangat cocok
untuk pekerjaan jangka panjang, tetapi dengan modal awal besar.
Keuntungan beli langsung:
a) Kondisi alat terkontrol
b) Kesiapan alat terjamin
c) Dapat mengikuti perkembangan teknologi alat
d) Kontinuitas alat terjamin terutama untuk pekerjaan jangka
panjang
e) Dapat menguasai teknologi
f) Biaya alat tidak tergantung pihak lain
g) Biaya operasi murah
Kerugian beli langsung:
a) Sulit pengendalian operator dan mekanik
b) Harus mempunyai sarana pemeliharaan
c) Kemungkinan alat menganggur (iddle time)
d) Mahal untuk pemakaian jangka panjang
e) Perlu perjhatian serius terhadap pengendalian biaya operasi dan
perbaikan
28
2) Sewa Beli (Leasing)
Sistem kepemilikan sewa beli (Leasing) alat adalah cara
menyewa terlebih dahulu kemudian alat tersebut dicicil atau di
kredit selama pelaksanaan pekerjaan, setelah habis masa sewa atau
kontrak alat tersebut dapat dimiliki (sudah lunas dibeli).
Keuntungan sewa beli:
a) Tidak perlu menyediakan modal besar sekaligus
b) Pada akhir masa kontrak alat dapat dibeli/ dimiliki
Kerugian sewa beli:
a) Perusahaan harus menyediakn uang untuk mengangsur selama
periode kontrak
b) Kemungkinan terjadinya alat menganggur (iddle time) karena
tidak ada pekerjaan.
3) Sewa (Rental)
Sistem kepemilikan alat dengan cara sewa (rental) adalah
jika volume pekerjaan dengan kecil dengan waktu relatif pendek
dan keuangan perusahaan yang tidak mungkinn untuk membeli.
Keuntungan sewa:
a) Tidak perlu menyediakan modal untuk investasi.
b) Biaya peralatan untuk suatu pekerjaan atau proyek terbatas pada
jumlah sesuai yang diperlukan.
29
c) Tidak perlu memikirkan biaya mobilisasi dan demobilisasi,
hanya memerlukan control saja
d) Tidak perlu biaya pengendalian operasi
Kerugian sewa:
a) Kondisi alat belum tentu baik
b) Belum terjamin ketersediannya sesuai kontrak
c) Operasi peralatan tidak sepenuhnya dikuasai
d) Perubahan harga tergantung pihak lain
e) Harus selalu memperhatikan produktivitas
f) Biaya operasi lebih mahal, sehingga harus didayagunakan
seoptimal mungkin.
2. Penggunaan dan Kemampuan Alat Gali Muat dan Alat Angkut
a. Hydraulic Excavator
Mesin yang menggunakan tekanan hidrolik untuk
menggerakkan bucket sehingga dapat menggali material. Menurut
Sumarya (2010), Berdasarkan pada cara bergeraknya bucket,
Hydraulic Excavator terbagi menjadi dua macam yaitu : Power Shovel
(mesin penggeruk kedepan) dan Back Hoe (mesin penggeruk
kebelakang).
30
1) Power Shovel.
Merupakan alat gali yang digerakkan oleh mesin uap, mesin
diesel, atau juga dengan motor listrik ukuran alat ini ditentukan
oleh ukuranbucket yang dapat digerakkan baik secara horizontal
maupun vertical. Power shovel menggali material dengan cara
menggali material dari bawah ke atas.
2) Back Hoe
Merupakan alat gali yang menggunakan tekanan hydraulic
untuk menggerakkannya. Alat ini dalam pengoperasiannya hampir
sama dengan power shovel yang membedakannya adalah cara
penggalian materialnya. Back Hoe menggali material dari arah atas
ke bawah, atau material digali mendekati alat.
Bagian utama dari excavator antara lain:
a) Bagian atas revolving unit (Dapat Berputar)
b) Bagian bawah travel unit (Untuk Berjalan)
c) Bagian Attrachment (Bagian yang Dapat Diganti)
Produktivitas Hydraulic Excavator tergantung dari beberapa
hal, yaitu:
a) Keadaan dari material , apakah material keras
atau lunak.
Kekerasan material mempengaruhi digging resistance.
Semakin keras material semakin sulit untuk digali hal ini
akan mengurangi produktivitas dari alat gali.
31
b) Keadaan dari lapangan atau Front kerja.
Front kerja yang luas akan memudahkan excavator untuk
melakukan loading, sehingga akan meningkatkan cycle time
untuk setiap loading. Posisi material yang dekat dengan
jangkauan bucket memberikan kenaikan produksi, karena
mengurangi gerak putar atau swing.
c) Keserasian antara alat muat dan alat angkut.
d) Keahlian operator
Keahlian operator mempengaruhi dalam loading dari
batubara, keahlian dalam mengoperasikan alat akan
berpengaruh pada produktivitas alat.
Penggalian yang dapat dilakukan oleh hydraulic excavator
antara lain:
a) Menggali di lereng bukit, misalnya untuk menggali tanah
liat, pasir, batu gamping dan pengupasan tanah penutup
(stripping overburden)
b) Memuat (loading) material ke sebuah alat angkut, misalnya
lori, dump truck, belt conveyor, dan lain – lain.
c) Membuang tanah penutup kebagian belakang daerah yang
sudah kosong (dumping of top soil into spoil bank) cara
kerja ini disebut “ backfill digging method “.
32
b. Dump Truck
Alat angkut ini banyak dipakai untuk mengangkut material-
material seperti, tanah, endapan bijih, batuan dan lain – lain pada jarak
dekat sampai sedang. Truck juga fleksibel artinya dapat dipakai untuk
mengangkut bermacam-macam barang dengan muatan yang bentuk
dan jumlahnya beraneka ragam pula, dan tidak terlalu tergantung pada
jalur jalan.Alat angkut ini dapat digerakkan dengan menggunakan
motor bensin, diesel, butane atau propane.
Jenis alat ini dapat dibedakan menjadi:
1) Rigid Dump Truck.
Dump Truck jenis ini memiliki bagian kabin yang
bersatu dengan bagian vessel-nya, sehingga pergerakkannya
tidak fleksibel, Seperti gambar 4 di bawah ini.
Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar 4. Rigrid Dump Truck
2) Articulate Dump Truck
33
Tipe kerangka dari alat ini bagian kabin terpisah dari
kerangka bagian belakang atau vessel, sehingga dalam
pengoperasiannya menjadi lebih flexible. Mempunyai jari-jari
putar yang lebih kecil. Tetapi memiliki ukuran vessel yang
lebih kecil dari tipe straight dump truck, seperti gambar 5
dibawah ini.
Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar 5. Articulate Dump Truck
Kemiringan jalan atau tanjakan yang dapat dilalui dengan
baik berkisar antara 70 – 180 dan maksimum 350. Mengenai cara
pemilihan ukuran dump truck memang agak sukar menentukannya
tetapi sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa kapasitas minimum
dari truck kira-kira 4–5 kali kapasitas alat galinya. Faktor – faktor
yang mempengaruhi produktivitas dump truck:
1) Tahanan Gulir atau Tahanan Gelinding (Rolling Resistance)
Adalah jumlah segala gaya – gaya luar yang
berlawanan dengan arah gerak kendaraan yang berjalan diatas
34
permukaan tanah. Keadaan jalan yang semakin keras dan
mulus semakin kecil tahanan gulirnya.
2) Tahanan kemiringan (Grade Resistance)
Adalah besarnya gaya berat yang melawan atau
membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan
yang dilaluinya.
3) Coeficient of Traction
Suatu faktor yang menunjukkan beberapa bagian dari
seluruh berat kendaraan pada ban yang dapat dipakai untuk
menarik atau mendorong. Coeficient of traction tergantung
dari:
a) Keadaan ban
b) Keadaan permukaan jalur jalan.
c) Berat kendaraan yang diterima roda penggeraknya
d) Percepatan
4) Rimpul (Tractive Effort)
Yaitu besarnya kekuatan tarik yang dapat diberikan oleh
mesin suatu alat kepada permukaan beroda atau ban
penggeraknya yang menyentuh permukaan jalur jalan.
a) Kecepatan kendaraan dengan mesin yang dimilikinya.
b) Mengatasi kemampuan kendaraan untuk mengatasi
tahanan
35
c) kemiringan dan tahanan gulir dari jalur jalan yang
dilaluinya
d) Membatasi volume meterial yang dapat diangkut.
5) Berat material.
Berat material yang akan diangkut oleh alat angkut
dapat mempengaruhi kecepatan kendaraan dengan HP (horse
power) mesin yang dimiliki membatasi volume material yang
akan diangkut.
3. Efektivitas Alat Mekanis
Beberapa hal yang menunjukkan keadaan alat mekanis dan
efesiensi dan penggunaanya (Yanto Indonesianto, 2010: 133) antara lain:
a. Mechanical Availability (MA)
Yaitu persentase alat yang dipengaruhi oleh faktor mekanis
seperti ban kempes dan kebocoran oli hidrolik.
MA= WW +R
x100 %
b. Phisical Availability (PA)
Yaitu persentase ketersediaan alat yang siap digunakan untuk
melakukan operasi.
PA=W +ST
x100 %
c. Use of Availability (UA)
36
Yaitu jam kerja efektif dari unit yang benar-benar melakukan
produksi.
UA= WW +S
x100
d. Effective Utilization (EU)
Yaitu persentase waktu yang digunakan olehsuatu alat untuk
beroperasi dalam suatu kegiatan kerja atau produksi.
EU= W +SW +R+S
x100 %
Keterangan:
1) Waktu repair (R) yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi
berlangsung.
2) Waktu stanby (S) yaitu alat yang tidak dipakai pada hal alat tidak
rusak sedangkan tambang sedang beroperasi.
3) Waktu kerja (W) yaitu waktu yang digunakan alat untuk
berproduksi sampai akhir operasi.
Dalam waktu produktitas terdapat beberapa variable waktu
meliputi:
1) Waktu effektif (We) yaitu waktu yang benar-benar digunakan oleh
alat untuk berproduksi.
2) Waktu delay (Wd) yaitu waktu kerja tetapi terdapat hambatan dan
hambatan itu dapat dihindari.
37
3) Waktu Idle (Wi) yaitu waktu kerja tetapi terdapat hambatan dan
hambatan itu tidak dapat dihindari.
4. Elemen – Elemen Produksi
Laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per satuan
waktu (biasanya per jam). Untuk memperoleh produksi ada beberapa
parameter yang harus diperhitungkan antara lain:
a. Kapasitas alat.
b. Tenaga kendaraan atau alat.
c. Waktu edar (cycle time).
d. Efisiensi kerja.
Umumnya pemindahan material /tanah penutup dihitung berdasarkan
volume (m3 atau BCM), sedangkan untuk batubara dinyatakan dalam ton.
Mengetahui prisip elemen-elemen produksi penting artinya karena tidak
diinginkan adanya kesalahan estimasi produksi alat-alat berat.
a. Kapasitas alat
Menurut Sumarya (2010), Kapasitas alat adalah kemampuan alat
untuk menggali, mengangkat, memumpahkan, mengangkut, menggusur,
memggeruk, meratakan, memadatkan dalam satu kali operasi. Kapasitas
38
alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau dimuat, baik
berupa tanah maupun batu lepas.
1) Volume material
Diketahui ada tiga bentuk volume material yang
mempengaruhi perhitungan pemindahannya, yaitu dinyatakan
dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic meter (LCM) dan
compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena adanya
perbebedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari
densitas aslinya. BCM adalah volume material pada kondisi aslinya
ditempat (insitu) yang belum terganggu. LCM adalah volume
material yang sudah lepas akibat penggalian, sehingga volume akan
mengembang dengan berat tetap sama. CCM adalah volume
material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian,
sehingga volume aslinya dengan berat tetap sama. Densitas material
tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari kondisi
bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkuang
dibanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori
udara. Untuk mengkonversi densitas material dari bank ke loose
(lampiran 14) dapat digunakan rumus:
Swell factor= bank volumeloose volume
(Yanto Indonesianto, 2010: 8)
Sedangkan rumus SF berdasarkan densitas (kerapatan) :
39
Swell factor= loose weightweight∈bank
(Yanto Indonesianto, 2010: 8)
2) Faktor Pengisian (Fill Factor)
Adalah angka perbandingan antara volume nyata atau
kapasitas nyata mangkuk alat muat dengan volume atau kapasitas
teoritis bucket alat muat sesuai dengan spesifikasi alat muat yang
digunakan (www.scribd.com).
Tabel 7. Bucket Fill Factor
NoJenis
PekerjaanKondisi Muatan
Faktor Bucket
1. Ringan Menggali dan memuat dari stockpile atau material yang telah dikeruk excavator lain, yang tidak membutuhkan daya gali dan dapat di buat munjung dalam bucket
Contoh: pasir, tanah pasir
1,0 – 0,8
2. Sedang Menggali dan memuat dari stockpile dari tanah yang sulit untuk di gali dan dikerutk tetapi dapat dimuat hampir munjung (antara peres dan munjung penuh)
0,8 – 0,6
3. Agak Sulit Memuat dan menggali batu pecah, tanah liat yang keras, pasir campur kerikil yang telah ada di stock pile oleh excavator lain, dan sulut mengisi bucket dengan material tersebut.
0,6 – 0,5
4. Sulit Bongkahan batu besar dengan bentuk tidak teratur dengan banyak rongga diantaranya
0,5 – 0,4
Sumber: Rochmanhadi (1985) dalam Sumarya (2010)
Besar faktor pengisian suatu alat tergantung kepada:
40
a) Kandungan material
Makin besar kandungan air dari suatu material, maka
faktor pengisian makin kecil. Sebab dengan adanya air
mengakibatkan ruang yang seharusnya terisi oleh material diisi
oleh air.
b) Ukuran material
Ukuran material yang umunya lebih besar, menyebabkan
banyak ruangan dalam backet yang terisi oleh material,
sehingga faktor pengisian menjadi kecil.
c) Kelengketan material
Jika material yang lengket banyak pada bucket baik sisi
dalam maupun luarnya, maka akan meningkatkan faktor
pengisian alat apabila kegiatan penumpahan alat bersih, maka
akan mengurangi faktor pengisian karena volume backet akan
menjadi semakin kecil.
d) Keahlian dan pengalaman operator
Keahlian dan pengalaman operator sangat perlu dalam
pelaksanaan kegiatan penambangan, karena operator yang ahli
dan pengalaman akan menghasilkan faktor pengisian yang
tinggi.
5. Tenaga kendaraan
41
Dalam memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih
atau overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu
mengatasi medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan, misalnya jalan
kering mulus dan padat,becek dan lembek, lurus, banyak tikungan,
mendaki, menurun, dan lain-lain sehingga akan mempengaruhi laju
kendaran pada saat bermuatan atau kosong.
6. Waktu Edar (cycle time)
Waktu Edar (cycle time) adalah waktu yang diperlukan alat mulai
dari aktivitas pengisian atau pemuatan (loading), pengangkutan (hauling)
untuk truck dan sejenisnya atau swing untuk back hoe dan shovel,
pengosongan (dumping), kembali kosong dan mempersiapkan posisi
(manuver) untuk diisi atau dimuat. Disamping aktivitas-aktivitas tersebut
terdapat pula waktu menunggu (delay time) bila terjadi antrian untuk
mengisi atau memuat. Komponen waktu edar untuk alat dorong, misalnya
bulldozer adalah waktu dorong material sampai jarak tertentu, waktu
kembali mundur, manuver, maupun siap dorong kembali.
Waktu Edar (cycle time) terdiri dari dua jenis, yaitu waktu tetap
(fixed time) dan variabel (variable time). Jadi waktu edar total adalah
penjumlahan waktu tetap dan waktu variabel. Yang termasuk kedalam
waktu tetap adalah waktu pengisian atau pemuatan termasuk manuver dan
menunggu, waktu pengosongan muatan, waktu membelok dan mengganti
gigi dan percepatan, sedangkan yang termasuk waktu variabel adalah
waktu mengangkut muatan dan kembali kosong.
42
1) Waktu edar alat gali-muat
Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ctgm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4
Keterangan:
Ctgm = Waktu edar alat gali-muat
Tm1 = Waktu menggali material
Tm2 = Waktu putar dengan bucket terisi
Tm3 = Waktu menumpahkan muatan
Tm4 = Waktu putar dengan bucket kosong
(Sumber: Spesification and Aplication Handbook Edisi 28)
2) Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6
Keterangan:
Cta = Waktu edar alat angkut
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati
Ta2 = Waktu diisi muatan
Ta3 = Waktu mengangkut muatan
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan
Ta5 = Waktu pengosongan muatan
Ta6 = Waktu kembali kosong
(Sumber: Spesification and Aplication Handbook Edisi 28)
43
7. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan elemen produksi yang harus
diperhitungkan di dalam upaya mendapatkan harga produksi alat per
satuan waktu, sebagian besar harga efisiensi kerja diharapkan terhadap
operator, yaitu orang yang menjalankan atau mengoperasikan unit alat,
walapun demikian apabila ternyata efisiensi kerja rendah belum tentu
penyebabnya adalah kemalasan operator yang bersangkutan,mungkin ada
penyebab lain yang tidak dapat dihindari, antara lain cuaca, kerusakan alat
tiba-tiba, kabut dan lain-lain. Dengan kata lain efisiensi adalah semua
kegiatan diluar proses produksi yang mengganggu waktu kerja efektif dari
suatu alat berat.
8. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat
Tolak ukur yang dipakai untuk mengetahui baik buruknya hasil kerja
(keberhasilan) suatu alat pemindahan alat mekanis adalah besar produksi
yang dapat dicapai oleh alat tersebut. Oleh sebab itu usaha dan upaya yang
dapat dilakukan mencapai produksi yang tinggi selalu menjadi perhatian
yang khusus. Untuk memperkirakan dengan lebih teliti produksi alat-alat
yang sudah dibicarakan didepan, perlu dipelajari faktor-faktor yang
langsung mempengaruhi hasil kerja alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang
dapat ditinjau tersebut adalah:
a. Pola Pemuatan
Top Loading Bottom Loading
44
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang
ditunjukkan alat gali-muat dan alat angkut, yaitu:
1) Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali-muat yang
berada di atas atau di bawah jenjang.
a) Top Loading
Alat gali-muat melakukkan penggalian dengan menempatkan
dirinya di atas jenjang atau alat angkut berada di bawah alat
gali-muat.
b) Bottom Loading
Alat gali-muat melakukan penggalian dengan menempatkan
dirinya di jenjang yang sama dengan posisi alat angkut.
Adapun gambar bottom loading dan top loading seperti
gambar 6 di bawah ini.
45
Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 6. Pola Pemuatan berdasarkan Posisi Alat Gali Muat Terhadap Alat Angkut
2) Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan posisi alat angkut
untuk dimuati terhadap posisi alat gali-muat.
a) Single Back Up
Yaitu alat angkut memposisikan diri untuk dimuati pada satu
tempat sedangkan alat angkut berikutnya menunggu alat
angkut pertama dimuati sampai penuh, setelah alat angkut
pertama berangkat alat angkut kedua memposisikan diri untuk
dimuati sedangkan truk ketiga menunggu, dan begitu
seterusnya.
b) Double Back Up
Yaitu alat angkut memposisikan diri untukdimuati pada dua
tempat, kemudian alat gali-muat mengisi salah satu alat angkut
sampai penuh setelah itu mengisi alat angkut kedua yang sudah
memposisikan diri di sisi lain sementara alat angkut kedua
diisi, alat angkut ketiga memposisikan diri di tempat yang
sama dengan alat angkut pertama dan seterusnya. Adapun
gambar double back up dan single back up seperti gambar 7 di
halaman 46.
Double Back Up Single Back Up
46
Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 7. Pola Pemuatan Berdasarkan Jumlah
Penempatan Alat Angkut
b. Faktor Pengembangan Material (Swell Factor)
Menurut Yanto Indonesianto (2010: 7), ”Swell” adalah
pengembangan volume suatu material setelah digali dari tempatnya.
Material di lapangan jika digali akan mengalami pengembangan.
Perbandingan volume sebelum digali (V1) dan volume setelah digali
(V2) diartikan sebagai faktor pengembangan. Faktor pengembangan
47
juga dapat diketahui dari perbandingan densitas material lepas dengan
densitas material insitunya.
c. Faktor Isian Bucket (Fill Factor)
Fill Factor adalah angka perbandingan antara volume nyata atau
kapasitas nyata mangkuk alat muat dengan volume atau kapasitas
teoritis bucket alat muat sesuai dengan spesifikasi alat muat yang
digunakan (erwinnr dalam www.scribd.com).
Tabel 8. Bucket Fill Factor
NoJenis
PekerjaanKondisi Muatan
Faktor Bucket
1. Ringan Menggali dan memuat dari stockpile atau material yang telah dikeruk excavator lain, yang tidak membutuhkan daya gali dan dapat di buat munjung dalam bucket
Contoh: pasir, tanah pasir
1,0 – 0,8
2. Sedang Menggali dan memuat dari stockpile dari tanah yang sulit untuk di gali dan dikerutk tetapi dapat dimuat hampir munjung (antara peres dan munjung penuh)
0,8 – 0,6
3. Agak Sulit Memuat dan menggali batu pecah, tanah liat yang keras, pasir campur kerikil yang telah ada di stock pile oleh excavator lain, dan sulut mengisi bucket dengan material tersebut.
0,6 – 0,5
4. Sulit Bongkahan batu besar dengan bentuk tidak teratur dengan banyak rongga diantaranya
0,5 – 0,4
Sumber: Rochmanhadi (1985) dalam Sumarya (2010)
48
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengisian bucket adalah sebagai
berikut:
1) Kandungan air, dimana semakin besar kandungan air maka faktor
pengisian semakin kecil, karena terjadi pengurangan volume
material.
2) Ukuran material, semakin besar ukuran material maka faktor
pengisian akan semakin kecil.
3) Keterampilan dan kemampuan operator, dimana operator yang
berpengalaman dan terampil dapat memperbesar faktor pengisian
bucket.
d. Tahanan Gali (Digging Resistance)
Yaitu tahan yang dialami oleh alat gali pada waktu melakukan
penggalian tanah. Tahanan ini disebabkan oleh gesekan antara alat gali
dan tanah, Pada umumnya semakin besar kelembapan dan kekerasan
butiran tanah, semakin besar pula gesekan terjadi,karena kekerasan
tanah umumnya bersifat menahan masuknya alat gali kedalam tanah.
e. Kekerasan Ukuran Butir Tanah (Roughess)
Adhesi antara tanah dengan alat gali, dan kohesi antara butiran-
butiran tanah itu sendiri, berat jenis tanah hal ini terutama sangat
berpengaruh terhadap alat gali yang juga berfungsi sebagai alat muat
(shovel). Besar tahanan gali tersebut sangat sukar ditentukan angka
49
rata-ratanya, oleh sebab itu sebaiknya ditentukan langsung ditempat
kerja.Besar tahanan gulir dinyatakan dalam “pounds” (lbs) dari
“tractive pull” yang diperlukan untuk menggerakkan tiap “ gross ton “
berat kendaraan beserta isinya pada jalur jalan mendatar dengan
kondisi jalan tertentu.
f. Tahanan Gulir (Rolling Resistance)
Adalah jumlah segala gaya-gaya luar yang berlawanan dengan
arah gerak kendaraan yang berjalan diatas jalur jalan atau permukaan
tanah, bagian kendaraan yang mengalami tahanan gulir adalah bagian
luar dari ban.
Tahanan gulir antara lain tergantung pada:
1) Keadaan jalan, yaitu kekerasan dan kemulusan permukaannya,
semakin keras dan mulus/rata jalan tersebut maka semakin
kecil tanahan gulirnya, juga dipengaruhi olen ban, apakah ban
masih baru atau sudah gundul.
2) Keadaan bagian kendaraan yang berhubungan langsung dengan
permukaan jalan. Kalau memakai ban karet yang akan
berpengaruh adalah: Ukuran ban, tekanan ban dan keadaan
permukaan ban. Jika memakai crawler track, maka keadaan
jalan kurang berpengaruh. Besar tahan gulir dinyatakan dalam
pounds (lbs) dari rimpull yang diperlukan untuk menggerakkan
50
dalam tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada jalur
jalan mendatar dengan kondisi tertentu.
g. Tahanan Kemiringan (Grade Resisten)
Yaitu besar gaya berat yang berlawanan atau membantu gerak
kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya, kalau jalur
jalan itu naik disebut kemiringan positif (plus slope), maka tahan
kemiringan atau grade resisten (GR) akan melawan gerak kendaraan,
sehingga memperbesar tractice effort atau rimpull yang diperlukan.
Sebaliknya jika jalur jalan itu turun disebut kemiringan negatif (minus
slope), maka tahan kemiringan akan membantu gerak kendaraan,
artinya mengurangi rimpull yang dibutuhkan. Tahan itu kemirinagan
terutama tergantung pada kedua faktor yaitu besarnya kemiringan yang
dapat dinyatakan dalam persen (%) kemiringan 1 % berarti jalur jalan
itu naik atau turun 1 meter untuk tiap jarak mendatar sebesar 100
meter atau naik/turun. Besar tahanan kemiringan dinyatakan dalam 20
pounds (lbs) dari rimpull atau tractive effor untuk tiap ton berat
kendaraan beserta isinya pada tiap kemiringan 1%, kalau jalur jalan
naik atau kemiringan positif.
h. Daya Dukung Jalan Terhadap Beban
Daya dukung jalan adalah kemampuan jalan untuk menopang
beban yang ada diantaranya, untuk keperluan pembuatan jalan angkut
51
daya dukung tanah harus disesuaikan dengan jumlah beban yang
didistribusikan melalui roda. Jika daya dukung tanah dasar suatu jalan
anggkut lebih rendah dari jumlah beban yang melintas di atas maka
maka dapat dilakukan usaha-usaha antara lain pemadatan penambahan
lapisan di atas tanah dasar. Distribusi beban pada roda dipengaruhi
beberapa faktor yaitu, jumlah ban, ukuran ban, tekanan dalam ban
serta berat total kendaraan.
i. Waktu Kerja Efektif
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar digunakan
oleh operator bersama operasi produksi. Waktu kerja efektif
berpengaruh terhadap efisiensi kerja, dalam kenyataan dilapangan
waktu kerja yang tersedia tidak dapat digunakan sepenuhnya karena
adanya hambatan-hambatan yang menguragi waktu kerja efektif yang
tersedia.
j. Produktivitas Alat Gali-Muat Dan Alat Angkut
Kemampuan produktivitas alat gali muat dan angkut adalah
besar produktivitas yang dicapai dalam kenyataan alat gali muat dan
alat anggkut berdasarkan kondisi yang dapat dicapai saat ini.
1) Kemampuan Produktivitas Alat Gali-Muat
Untuk mengetahui produktivitas alat gali muat, maka perlu
dihitung kapasitas bucket yaitu dengan persamaan:
q = q1 x K
52
(Rochmanhadi, 1985 dalam Sumarya, 2010)
Keterangan:
q = Kapasitas Bucket (bcm)
q1 = Kapasitas Bucket (teoritis)
K = Faktor Koreksi Bucket (faktor pengisian)
Maka setelah mengetahui kapasitas dari bucket excavator,
kita dapat menghitung produktivitas excavator tersebut
dengan menggunakan persamaan berikut:
Q=qx3600CM
xE
(Rochmanhadi, 1985 dalam Sumarya, 2010)
Keterangan:
Q = Produksi perjam (bcm / jam)
q = Kapasitas Bucket (bcm)
Cm = Cycle time (detik)
E = Efesiensi kerja
2) Kemampuan Produktivitas Alat Angkut
Terkait dengan alat angkut dimana produktivitas sangat
dipengaruhi oleh jarak, maka proses penganalisaan terhadap
produktivitas hauler akan terfokus terhadap pengaruh jarak
pengangkuatan terhadap produktivitas hauler. Kita akan
menentukan jarak yang tepat pada suatu feet bekerja dengan
produktivitas yang optimal dan pengangkutan itu bergantung
53
untuk dikerjakan. Jarak juga digunakan sebagai parameter untuk
menentukan front kerja alat. Dengan diketahui jarak tersebut, kita
juaga dapat mengestimasi kebutuhan hauler. Dimana perhitungan
jumlah hauler juga akan mempengaruhi produktivitas. Jumlah
hauler yang tepat maka akan dapat meminimalisir waktu saat
antrian.
Cycle time alat angkut meliputi waktu manuver, waktu
muat (mengisi), waktu angkut berisi, waktu dumping dan waktu
kembali kosong. Cycle time alat angkut dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Ctm=n . Cms+ DV 1
+ t 1+ DV 2
+t2
(Rochmanhadi, 1985 dalam Sumarya, 2010)
Keterangan:
Ctm = Cycle time alat angkut (detik)
n = Jumlah bucket
Cms = Waktu edar alat gali (detik)
V1 = Kecepatan rata-rata dumptruck bermuatan (m/detik)
V2 = Kecepatan rata-rata dumptruck kosong (m/detik)
t1 = Waktu dumping (detik)
t2 = Waktu Manufer (detik)
Dalam perhitungan produktivitas alat angkut, perlu dihitung
kapasitas vessel dump truck dengan persamaan:
C = n x q1 x k
54
(Rochmanhadi, 1985 dalam Sumarya, 2010)
Keterangan:
C = Produksi persiklus (m3)
n = jumlah pengisian alat muat ke alat angkut.
q1 = Kapasitas bucket (m3)
k = Faktor pengisian (%)
Produktivitas alat angkut dihitung dengan formula berikut:
Q=C x3600Cmt
x Et xM
(Rochmanhadi, 1985 dalam Sumarya, 2010)
Keterangan:
Q = Produksi perjam (m3/jam)
C = Produksi persiklus (m3)
Cmt = Cycle time (detik)
M = Jumlah alat angkut.
9. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan besaran uang yang harus dikeluarkan
untuk mendapatkan suatu hasil yang kita inginkan.
Menurut Irwandi Arif (2005 : XI-1), ada 2 komponen utama dalam
penghitungan biaya produksi, yakni:
a. Tenaga Kerja
b. Suku Cadang dan Bahan Habis
Suku cadang dan bahan habis itu maksudnya :
55
1) Pergantian karena rusak
2) Bahan bakar
3) Oli, pelumas, dan saringan
Ada parameter yang harus diperhatikan dalam perhitungan biaya
produksi, yaitu:
a. Tingkat upah pekerja
b. Harga bahan bakar (Solar)
c. Biaya Listrik
d. Jumlah gilir yang dijadwalkan untuk tiap jenis alat
Dari sekian banyak parameter yang ada, owning dan operating cost
alat berat lah yang paling berpengaruh, dikarenakan alat berat yang
menjadi motor penggerak dalam kegiatan pertambangan.
10. Owning and Operating Cost Alat Berat
a. Owning Cost (Biaya Kepemilikan)
Owning cost atau biaya kepemilikan adalah biaya yang harus
dikeluarkan pemilik alat berat tersebut walaupun alat tidak beroperasi
tetapi biaya ini tetap harus dibayarkan. Biaya kepemilikan terdiri atas
2 komponen besar, yakni:
1) Depreciation Cost (Biaya Depresiasi)
Biaya depresiasi adalah penurunan nilai/ harga dari alat itu
sendiri terhadap usia pakainya. Nilai depresiasi ini dapat dihitung
besarannya untuk setiap jam dengan cara seperti berikut:
56
Depreciation Cost = Net Depreciation Value Depreciation Period (Hrs)
Sumber : Spesification and Aplication Handbook Edisi 28
Keterangan:
- Net Depereciation Value: Selisih antara harga beli
baru dengan harga jual kembali
- Depreciation Period: Masa pakai alat efektif dalam
jam
2) Interest, Insurance, and Tax (IIT)
Interest adalah biaya bunga yang harus dibayarkan pemilik
terhadap investasi yang ia miliki, terutama bagi pemilik yang
membeli unit secara leasing / angsuran.
Insurance adalah biaya penjamin terhadap kerusakan alat
yang diakibatkan kecelakaan kerja ataupun bencana alam,
bergantung dari jenis polis asuransi yang dipilih. Biasa harga yang
harus dibayarkan untuk asuransi berupa % dari harga alat
Tax adalah besaran pajak yang harus dibayarkan terhadap
kepemilikan alat berat, besaran biaya pajak diatur dalam undang-
undang dan peraturan daerah.
Besarnya interest, insurance, and tax dapat dihutung
dengan formula seperti berikut:
57
IIT = Factor x Delivered Price x Annual Rates
AnnualUse∈Hours
Factor =1−(n−1 ) x (1−r)
2n
r = trade in value rate = Machine worth∈resale time
delivered price
Sumber : Spesification and Aplication Handbook Edisi 28
Keterangan:
- Delivered Price: Harga alat sampai di lokasi tambang
( harga alat + biaya pengiriman )
- Annual Rates: Bunga pinjaman ditambah besaran
biaya asuransi ditambah besaran pajak dalam persen
yang berlaku saat ini
- Annual use in Hours: Perencanaan waktu pakai alat
dalam satu tahun ( dalam satuan jam)
- n: Usia pakai alat / waktu depresiasi
- r: Perbandingan harga alat saat dijual kembali dengan
harga alat baru sampai di site
b. Operating Cost (Biaya Operasi)
Operating cost/biaya operasi adalah biaya yang harus
dikeluarkan oleh pengguna alat berat tersebut saat alat berat tersebut
58
bekerja. Ada 6 hal yang diperhitungkan dalam operating cost ini,
yakni:
1) Bahan Bakar (Fuel)
Biaya bahan bakar merupakan biaya yang harus dikeluarkan
untuk mengoperasikan alat berat, masing-masing jenis alat berat
memiliki fuel consumption yang berbeda-beda. Fuel Consumption
masing-masing alat akan dijelaskan pada tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Fuel Consumption alat berat
No. Jenis Alat Konsumsi Bahan Bakar
per Jam (Liter/jam)
1
RDT Euclid R6037,971
2 RDT Terex TR60 54,911 Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
2) Lubricant (Oil and Grease), Filters, and Periodic Maintenance
Labor
Setiap unit yang dioperasikan tentunya membutuhkan
perawatan, baik itu perawatan apabila terjadi kerusakan, maupun
perawatan rutin setiap waktu penggunaan tertentu. Perawatan rutin
biasanya meliputi penggantian oli, pelumasan dengan grease
(gomok), pergantian saringan, dan beberapa perawatan rutin
lainnya. Untuk setiap unit yang berbeda tentunya juga memiliki
59
kebutuhan terhadap oli dan gomok yang berbeda. Untuk lebih
jelasnya perhatikan Tabel 10 dan Tabel 11.
Tabel 10. Kebutuhan Oli dan Grease RDT Euclid R60
No Nama Alat
Planetaries (Liter
/ Jam)
Steering
Tank (liter/ Jam)
Diff. (Liter
/ Jam)
Oli Mesi
n(Liter
/Jam)
Oli Transmisi &
Converter(Liter
/Jam)
Hydraulic Tank
(Liter/ Jam)
Grease(Kg/ Jam)
1 RDT Euclid R60
0,016 0,053 0,034 0,3 0,15 0,091 0,25
Sumber: PT. Karbindo abesyapradhi
Tabel 11. Kebutuhan Oli dan Grease RDT Terex TR60
No Nama Alat
PTO Diff &
Planetaries (Liter
/ Jam)
Oli Mesin(Liter/Jam)
Oli Transmisi &
Converter(Liter
/Jam)
Suspension oil
(Liter/Jam)
Hydraulic &
SteeringTank (Liter/ Jam)
Grease(Kg/ Jam)
1 RDT Terex R60
0,051 0,142 0,18 0,018 0,141 0,25
Sumber: PT. Karbindo Abesyapradhi
3) Ban (Tires)
60
Salah satu komponen penting dari alat berat, terutama alat
pengangkutan adalah komponen ban. Karena ban menjadi tumpuan
dari beban yang diangkutnya. Untuk jenis HD 785 ban menjadi
sebuah komponen yang cukup mahal dikarenakan ukuran ban yang
tergolong raksasa. Usia pakai dari ban itu sendiri juga dapat
diperhitungkan, menyesuaikan dengan kondisi permukaan jalan
yang dilalui, usia pakai ban dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Usia Pakai Ban
No.
Kondisi Usia Pakai (jam) Keterangan
1 Easy Condition
4000-6000 Beroperasi di jalanan tanah atau lempung yang terawat.
2 Medium Condition
2000-4000 Beroperasi di jalanan tanah atau lempung yang berbatu.
3 Severe Condition
1000-2000 Beroperasi di jalanan yang banyak terdapat potongan batu.
Sumber: Komatsu Specification and Application Handbook
4) Biaya Perbaikan (Repair Cost)
Selain perawatan berkala seperti pergantian oli, saringan oli,
saringan minyak, dan perawtan rutin lainnya, kerusakan pada unit
juga sering terjadi. Untuk itu biaya perbaikan (repair cost) juga
harus diperhitungkan.
Biaya perbaikan (repair cost) dapat dihitung dengan
formula :
61
Biaya perbaikan = Repair Factor x HargaUnit
UsiaPakai Alat (Jam)
Sumber : Spesification and Aplication Handbook Edisi 28
5) Special Items
Yang dimaksud special item disini adalah bagian-bagian dari
unit alat berat yang harus diganti bila sudah haus, seperti teeth
bucket, ripper point, dan shank pada grader. Special Items juga
mempunyai masa pakai, tergantung material yang dikerjakan dan
lokasi kerjanya. Masa pakai special items dapat dilihat pada tabel
13 di bawah ini.
Tabel 13. Usia Pakai Ripper Point dan Teeth Bucket
Kondisi Usia Pakai (jam) KeteranganTeeth Bucket
Ripper Point
Easy Range450
150Medium Range 30Severe Range 15
Sumber: Spesification and Aplication Handbook Komatsu
6) Gaji Operator (Operator Salary)
Gaji operator menjadi salah satu hal yang harus
diperhitungkan dalam penghitungan biaya produksi alat berat.
Biasanya operator digaji berdasarkan jam kerja mereka, namun di
beberapa perusahaan operator alat berat menjadi karyawan tetap,
sehingga gaji operator dibayarkan per bulan. Besarannya berkisar
62
antara 2-3 kali upah minimum regional di daerah tersebut. Sebagai
contoh, provinsi Sumatera Barat untuk tahun 2014 menetapkan
upah minimum provinsi sebesar Rp 1.490.000,- maka gaji operator
alat berat di daerah ini berkisar antara Rp 5.000.000,- per bulan.
C. Diagram Alir Penelitian
Pengamatan di Lapangan Studi Literatur
Pengumpulan Data
Primer
- Cycle Time
Sekunder
- Biaya Perawatan & PerbaikanAlat angkut
- Spesifikasi Alat Angkut- Harga Alat- Layout Tambang
Pengolahan Data
- Produktivitas Alat- Owning Cost- Operation Cost- Production Cost
Analisis Perbandingan Biaya Penggunaan Alat Angkut Rigid Dump Truck TR60 Dengan Rigid Dump Truck R60 Pada Penambangan Overburden Di Pit E Utara PT Karbindo
Abesyapradhi
63
Gambar 8. Diagram Alir Penelitian
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
Selesai