bab ii new

27
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Anatomi Tractus Digestivus Sistem pencernaan (bahasa Inggris: digestive system) adalah sistem organ yang bertugas menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui anus. Secara spesifik, sistem pencernaan berfungsi untuk mengambil makanan, memecah nya menjadi molekul nutrisi yang lebih kecil, menyerap molekul tersebut ke dalam alirah darah, kemudian membersihkan tubuh dari sisa pencernaan. Organ yang termasuk dalam sistem pencernaan terbagi menjadi dua kelompok: 2.1.1. Saluran pencernaan Saluran pencernaan merupakan saluran yang kontinyu berupa tabung yang dikelilingi otot. Saluran pencernaan mencerna makanan, memecah nya menjadi bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian tersebut menuju pembuluh 5

Upload: ewicck-wackwickwackwick

Post on 22-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II new

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi Tractus Digestivus

Sistem pencernaan (bahasa Inggris: digestive system) adalah sistem

organ yang bertugas menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan

nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui anus. Secara

spesifik, sistem pencernaan berfungsi untuk mengambil makanan, memecah

nya menjadi molekul nutrisi yang lebih kecil, menyerap molekul tersebut ke

dalam alirah darah, kemudian membersihkan tubuh dari sisa pencernaan.

Organ yang termasuk dalam sistem pencernaan terbagi menjadi dua

kelompok:

2.1.1. Saluran pencernaan

Saluran pencernaan merupakan saluran yang kontinyu berupa

tabung yang dikelilingi otot. Saluran pencernaan mencerna makanan,

memecah nya menjadi bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian

tersebut menuju pembuluh darah. Organ-organ yang termasuk di

dalam nya adalah : mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus serta

usus besar. Dari usus besar makanan akan dibuang keluar tubuh

melalui anus.

2.1.2. Organ pencernaan tambahan (aksesoris)

Organ pencernaan tambahan ini berfungsi untuk membantu

saluran pencernaan dalam melakukan kerjanya. Gigi dan lidah

5

Page 2: BAB II new

terdapat dalam rongga mulut, kantung empedu serta kelenjar

pencernaan akan dihubungkan kepada saluran pencernaan melalui

sebuah saluran. Kelenjar pencernaan tambahan akan memproduksi

sekret yang berkontribusi dalam pemecahan bahan makanan. Gigi,

lidah, kantung empedu, beberapa kelenjar pencernaan seperti kelenjar

ludah, hati dan pankreas.

Gambar 2.1. Sistem Pencernaan (http://id.wikipedia.org)

2.2. Fisiologis Tractus Digestivus

Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran dan kelenjar pencernaan.

Saluran pencernaan merupakan saluran yang dilalui bahan makanan. Kelenjar

pencernaan adalah bagian yang mengeluarkan enzim untuk membantu

mencerna makanan. Saluran pencernaan antara lain sebagai berikut.

6

Page 3: BAB II new

2.2.1. Mulut

Di dalam rongga mulut, terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur

(saliva). Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor) yang

berguna untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk

mengoyak makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah

makanan. Dan terdapat pula tiga buahkelenjar saliva pada mulut, yaitu

kelenjar parotis, sublingualis, dan submandibularis. Kelenjar saliva

mengeluarkan air liur yang mengandung enzim ptialin atau amilase,

berguna untuk mengubah amilum menjadi maltosa. Pencernaan yang

dibantu oleh enzim disebut pencernaan kimiawi.

2.2.2. Faring dan Esofagus

Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan

masuk kedalam tekak )faring). Faring adalah saluran yang memanjang

dari bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan

(esophagus). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut

epiglottis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan

(laring) agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Setelah

melalui faring, bolus menuju ke esophagus; suatu organ berbentuk

tabung lurus, berotot lurik, dan berdidnding tebal. Otot kerongkongan

berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan meremas yang mendorong

bolus ke dalam lambung. Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan

peristaltik.

7

Page 4: BAB II new

2.2.3. Lambung

Getah lambung mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl

berfungsi untuk membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus

akan mengaktifkan enzim pepsin. Pepsin berfungsi untuk mengubah

protein menjadi peptone. Renin berfungsi untuk menggumpalkan protein

susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di dalam lambung, bolus

menjadi bahan kekuningan yang disebut kimus (bubur usus). Kimus akan

masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus.

2.2.4. Usus Halus

Usus halus memiliki tiga bagian yaitu, usus dua belas jari

(duodenum), usus tengah (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Tripsin berfungsi merombak protein menjadi asam amino. Amilase

mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase mengubah lemak menjadi

asam lemak dan gliserol. Getah empedu dihasilkan oleh hati dan

ditampung dalam kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke

duodenum. Getah empedu berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi

asam lemak dan gliserol.

Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada

bagian ini terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap.

Zat-zat makanan setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap

diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum. Glukosa, vitamin

yang larut dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili

usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh

tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut dalam lemak setelah

8

Page 5: BAB II new

diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh getah bening

dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah.

2.2.5. Usus Besar

Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk

ke dalam usus besar. Usus besar terdiri atas usus buntu (appendiks),

bagian yang menaik (ascending colon), bagian yang mendatar

(transverse colon), bagian yang menurun (descending colon), dan

berakhir pada anus. Bahan makanan yang sampai pada usus besar

dapat dikatakan sebagai bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah

besar air dan bahan makanan yang tidak dpat tercerna, misalnya

selulosa.

Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Di

dalam usus besar terdapat banyak sekali mikroorganisme yang

membantu membusukkan sisa-sisa makanan tersebut. Sisa makanan

yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau disebut

tinja (feses) dan dikeluarkan melalui anus.

2.3. Patologi Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus

imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya. Atresia ini atau anus

imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan

bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak

sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang

berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. Atresia

9

Page 6: BAB II new

Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau

saluran anus.

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya

nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah

keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ

tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak

adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran

atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi

kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat

terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu

tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus

imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan

operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Menurut Ladd

dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus.

2. Membran anus yang menetap

3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada

bermacam- macam jarak dari peritoneum

4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

10

Page 7: BAB II new

Gambar 2.3. Atresia Ani

2.4. Etiologi Atresia Ani

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi

lahir tanpa lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3

bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah

usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara

minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.5. Patofisiologi Atresia Ani

Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk

kelainan bawaan yang menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak

sempurnanya bentuk anus. Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan

septum anorektal pada kehidupan embrional. Gangguan pada perkembangan

embriologik ini masih belum jelas hingga saat ini. Gangguan embrional ini

11

Page 8: BAB II new

berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah,

yaitu gangguan pertumbuhan septum urorectal. Septum ini memisahkan

rectum dan kanalis anal dengan bladder dan uretra. Pada minggu ke 7

kehamilan septum ini menutup saluran yang menghubungkan traktus

urinarius dan traktus digestivus dan terbentuk sempurna pada usia kehamilan

8 minggu.

Setelah itu urogenital ventral membuka dan disusul oleh dorsal anal

membrane. Namun pada atresia ani dapat terjadi stenosis anal, pembukaan

anal membrane tidak sempurna, maupun pemisahan yang tidak sempurna

dengan traktus urinarius yang menyebabkan adanya fistula.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.

Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah

dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju

rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,

sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi

berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum

dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina

(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak

tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.

(rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).

Terdapat tiga macam letak :

1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M.Levator ani

(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit

12

Page 9: BAB II new

perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke

saluran kencing atau saluran genital.

2. Intermediate : rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak

menembusnya.

3. Rendah : rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara

kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan

fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada

fistula ke traktus urinarius.

2.6. Klasifikasi Atresia Ani

Klasifikasi atresia ani :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses

tidak dapat keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum

dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a) Asidosis hiperkioremia.

b) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

2.7.1. Komplikasi jangka panjang :

a) Eversi mukosa anal.

13

Page 10: BAB II new

b) Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis).

c) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

d) Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).

e) Prolaps mukosa anorektal.

f) Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan

infeksi).

2.8. Penatalaksanaan Medis

2.8.1. Pembedahan

Pada kelainan atresia ani dilakukan kolostomi. Kolostomi

adalah pembuatan lubang sementara atau permanent dari usus besar

melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses. Setelah dilakukan

kolostomi selanjutnya dilakukan tindakan Postero Sagital Ano-

Rectoplasty (PSARP) usia 6 bulan dilanjutkan bouginasi rectal.

Postero Sagital Ano-Rectoplasty (PSARP) ini adalah tindakan untuk

memperbaiki kelainan anorektal. Postero Sagital Ano-Rectoplasty

(PSARP) ini dibagi menjadi empat kata yakni Postero menunjukkan

lokasi dari tubuh yang akan dilakukan tindakan, yaitu pada posterior

atau tubuh bagian belakang (pantat/bawah), Sagital mendeskripsikan

secara anatomi suatu daerah dekat rektum yang baru,

Anorectal :menunjukkan hubungan antara anus dan rectum dan Plasty

termasuk bedah plastik atau tindakan bedah rekonstruksi.

Kolostomi yang sebelumnya dilakukan tidak ditutup selama

operasi PSARP ini. Lubang kolostominya tetap dipertahankan

14

Page 11: BAB II new

beberapa waktu lagi untuk memberi kesempatan pemulihan luka

operasi PSARP yang baru dilakukan. Sehingga sebelum anus baru

benar-benar siap pakai, bayi tetap harus BAB lewat lubang

kolostominya. Waktu ideal yang sering dipakai adalah sembilan

minggu pasca PSARP, baru dilakukan penutupan lubang kolostomi

dan bayi dimonitor untuk mulai BAB lewat anus barunya.

2.9. Teknik Pemeriksaan Radiologi

2.9.1. Pemeriksaan Lopografi

Pada kasus atresia ani pemeriksaan lopografi ini dibuat sebagai

tindakan awal pada kelainan letak tinggi dan intermediet sehingga

dapat terlihat ujung buntu rektum atau adanya fistel. Teknik

pemeriksaan Lopografi adalah teknik pemeriksaan secara radiologis

dari usus dengan memasukkan media kontras positif kedalam usus

melalui lobang buatan pada daerah abdomen. Tujuan pemeriksaan

Lopografi adalah untuk melihat anatomi dan fisiologi kolon bagian

distal sehingga dapat membantu menentukan tindakan medis

selanjutnya.

2.9.1.1. Indikasi

Anastomase colon ( penyambungan kembali colon)

2.9.1.2. Kontra Indikasi

a. Keadaan umum pasien jelek

b. Curiga perforasi

15

Page 12: BAB II new

2.9.2. Prosedur Pemeriksaan Lopografi

2.9.2.1. Persiapan Pasien

Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan

Lopografi adalah untuk membersihkan kolon dari feases,

karena bayangan dari feases dapat mengganggu gambaran

radiograf. Pemeriksaan Lopografi memerlukan beberapa

persiapan pasien,yaitu : 

a) Mengubah pola makanan pasien 

Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah

serat dan rendah lemak untuk menghindari terjadinya

bongkahan-bongkahan tinja yang keras. 

b) Minum sebanyak-banyaknya 

Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja

selalu dalam keadaan lembek.

c) Pemberian obat pencahar 

Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka

pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.

2.9.2.2. Persiapan Alat dan Bahan

A. Persiapan alat, meliputi :

1. Pesawat x – ray .

2. Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan.

3. Marker.

16

Page 13: BAB II new

4. Standar irigator dan irigator set lengkap dengan

kanula rectal .

5. Vaselin dan jelly.

6. Sarung tangan.

7. Penjepit atau klem.

8. Kain kassa.

9. Bengkok.

10. Apron.

11. Plester.

12. Tempat mengaduk media kontras

B. Persiapan bahan

1. Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan

barium dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V %

(Weight /Volume). Banyaknya larutan (ml)

tergantung pada panjang pendeknya colon distal.

2. Air hangat untuk membuat larutan barium.

3. Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa

sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.

2.9.2.3. Teknik Radiografi

I. Foto polos BNO (Plain foto) 

Foto polos ini bertujuan untuk melihat persiapan

pasien sudah maksimal atau belum, seandainya sudah

maksimal maka pemeriksaan dapat dilanjutkan, tetapi

17

Page 14: BAB II new

seandainya persiapan pasien kurang baik ditandai

dengan masih banyaknya gambaran feases yang

mengganggu radiograf maka pemeriksaan ditunda,

selain itu juga untuk menentukan Faktor Eksposi

sehingga pada saat kontras telah dimasukkan Faktor

Eksposi bisa optimal. 

II. Pemasukan Media Kontras

Barium dimasukkan melalui stoma (lubang colon

distal) diikuti ngan fluoroskopi sampai mengisi daerah

rectum dan dapat ditandai dengan keluarnya kontras

melalui anus. Untuk keperluan informasi yang lebih

jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta

dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan

bagian usus dengan proyeksi antero posterior.

III. Proyeksi Radiograf

1. Proyeksi Antero posterior

Posisi pasien : supine di atas meja pemeriksaan

dengan MSP (Mid Sagital Plane)

tubuh berada tepat pada garis

tengah meja pemeriksaan. Kedua

tangan lurus di samping tubuh dan

kedua kaki lurus ke bawah.

18

Page 15: BAB II new

Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan

batas atas processus xypoideus

dan batas bawah adalah symphisis

pubis.

Central Point : pada pertengahan kedua crista

illiaca dengan arah sinar vertikal

tegak lurus dengan kaset. Eksposi

dilakukan saat pasien ekspirasi

penuh dan tahan nafas.

Kriteria radiograf menunjukkan seluruh kolon

terlihat, termasuk fleksura dan kolon sigmoid.

2. Proyeksi Postero Anterior 

Posisi Pasien : diposisikan tidur telungkup (prone)

di atas meja pemeriksaan dengan

MSP tubuh berada tepat di garis

tengah meja pemeriksan. Kedua

tangan lurus di samping atas tubuh

dan kaki lurus ke bawah. MSP

objek sejajar dengan garis tengah

meja pemeriksaan.

Posisi Objek: objek diatur diatas meja pemeriksaan

dengan batas atas processus

xypoideus dan batas bawah

19

Page 16: BAB II new

sympisis pubis tidak terpotong,

pada saat eksposi pasien ekspirasi

dan tahan nafas. 

3. Right dan Left Posterior Obliq (RPO/LPO )

Pasien diposisikan supine kemudian

dirotasikan ke kiri atau ke kanan kurang lebih 35° -

45° terhadap meja pemeriksaan. Tangan yang

berlawanan digunakan untuk bantalan dan tangan

searah di depan tubuh berpegangan pada tepi meja

pemeriksaan. Kaki yang berlawanan lurus

sedangkan kaki yang searah ditekuk untuk fiksasi.

4. Right and Left Anterior Obliq (RAO/LAO)

Posisi pasien telungkup di atas meja

pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang

lebih 35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Titik

bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik

tengah kedua krista illiaka dengan arah sinar

vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi

dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan

napas. 

Kriteria : RAO : menunjukkan gambaran fleksura

hepatika kanan terlihat sedikit

superposisi bila di bandingkan

20

Page 17: BAB II new

dengan proyeksi PA dan tampak

juga daerah sigmoid dan kolon

asenden. 

LAO : menunjukkan gambaran fleksura

lienalis tampak sedikit

superposisi bila dibanding pada

proyeksi PA, dan daerah kolon

desenden tampak.

5. Proyeksi Lateral

Pasien diposisikan lateral atau tidur miring

dengan Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada

pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi.

Arah sinar tegak lurus terhadap film pada Mid

Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior

superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien

ekspirasi dan tahan nafas.

Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas,

rectosigmoid pada pertengahan radiograf.

21