bab ii new
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
A. Ekstraksi
1.Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman
obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel,
namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan
metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan
alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini
didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut.
2. Jenis-jenis ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas
dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara
maserasi, perkolasi dan alat soxhlet.
(Dirjen POM, 1986)
3. Cara-cara ekstraksi
a. Ekstraksi secara soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan.
Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk
menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka
seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian
seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang
ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.
b. Ekstraksi secara perkolasi
I-1
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat
halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari
dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan
sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator
ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml
permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana,
ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
c. Ekstraksi secara maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan
derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali
setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari.
Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam
bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu
endapan dipisahkan.
d. Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan.
Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat
yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan
penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan
akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya.
Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.
e. Ekstraksi secara penyulingan
Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada tekanan
udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk
mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan dengan penyulingan.
(Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)
B. Biodiesel
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE), Environmental
Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM), biodiesel
II-2
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak
tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol (Özgul dan
Türkay 1993; Pamuji, dkk. 2004; Gerpen 2004). Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi
ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan bahwa
biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester. Biodiesel campuran ditandai dengan ”BXX”,
yang mana ”XX” menyatakan persentase komposisi biodiesel yang terdapat dalam
campuran. B20 berarti terdapat biodiesel 20% dan minyak solar 80 % (Zuhdi, 2002). Karena
bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan
sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe 2005).
Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan
baku alternatif yang dapat dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak
hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel
(Vicente et al., 2006). Sedangkan menurut Darnoko et al., (2000), biodiesel merupakan
monoalkil ester yang dihasilkan dari minyak alami terbarukan. Metil ester atau etil ester
merupakan senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada temperatur ruang (titik leleh
antara 4-180C), titik didih rendah dan tidak korosif. Metil ester lebih stabil secara pirolitik
dalam proses distilasi fraksional dan lebih ekonomis sehingga lebih disukai daripada etil ester
(Sonntag, 1982). Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati maupun lemak hewan,
namun minyak nabati lebih umum digunakan sebagai bahan baku. Minyak nabati tidak dapat
digunakan langsung sebagai bahan bakar karena berat molekul dan viskositas lebih besar
dari minyak diesel atau solar, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin
diesel tidak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati
disemprotkan ke dalam kamar pembakaran. Selain itu, molekul minyak nabati relatif lebih
bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak yang menyebabkan angka setana minyak
nabati lebih rendah daripada metil ester.
Tabel II.1.1 Sifat Fisika Biodiesel Biji Kemiri
Parameter Nilai
1. Kinematik viscosity at 40 0C 4,2-4,6 cSt
II-3
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
2. Density at 25 0C3. Cetane number4. Higher heating value5. Sulfur, wt%6. Cloud point7. Pour point8. Iodine number9. Flash Point
0,86 g/mL4940,10,001-3 0C-6 0C125164-183 0C
Sifat kimia Biodiesel Biji Kemiri
1. Kelarutan: larut dalam etanol dan n – Heksan
2. Solubility: miscible
(Drapcho, Caye M. 2008)
Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat digunakan pada
motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun (Briggs, 2004). Biodiesel dianggap tidak menyumbang
pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil. Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan
biodiesel menghasilkan emisi karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan
udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar
petroleum (Gerpen, 2004). Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi
yang dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel antara lain :
1. Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel, sehingga
dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi yang signifikan
dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
2. Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel
konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan
pelumasan hampir 30 persen.
3. Hasil percobaan membuktikan bahwa jarak tempuh 15.000.000 mil, biodiesel
memberikan konsumsi bahan bakar, HP, dan torsi yang hampir sama dengan minyak
diesel konvensional.
4. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak menyebabkan
pemanasan global (Dunn, 2005). Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa emisi
CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin diesel yang
menggunakan bahan bakar petroleum.
II-4
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Selain hal di atas keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel
(BBM) diantaranya adalah bahan baku dapat diperbaharui (renewable), cetane number
tinggi, biodegradable, dapat digunakan pada semua mesin tanpa harus modifikasi, berfungsi
sebagai pelumas sekaligus membersihkan injector, serta dapat mengurangi emisi karbon
dioksida, partikulat berbahaya, dan sulfur oksida.
Tabel II.1.2 Perbandingan Petrodiesel dan Biodiesel
Sumber: Pakpahan, 2001
C. Bahan bakar diesel
Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu campuran
hidrokarbon yang didapat dari penyulingan minyak mentah pada temperature 2000C-
3400C. Minyak solar yang sering digunakan adalah hidrokarbon rantai lurus (hetadecene
(C16H34)) dan alpha-methilnapthalene. Bahan bakar yang sebaiknya digunakan dalam
motor diesel adalah jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar (sendiri) yaitu yang dapat
memberikan periode persyaratan pembakaran rendah. Bahan bakar motor diesel juga
mempunyai sifat-sifat yang mempengaruhi prestasi. Sifat-sifat bahan bakar diesel yang
mempengaruhi prestasi dari motor diesel antara lain:
II-5
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
penguapan(volality), residu karbon, viskositas, belerang, abu dan endapan, titik
nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala dan cetane number.
Penguapan(Volality).
Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90% suhu penyulingan. Ini adalah
suhu dengan 90% dari contoh minyak yang telah disuling, semakin rendah suhu ini
maka semakin tinggi penguapannya.
Residu karbon.
Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran
habis. Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu karbon maksimum
0,10%.
Viskositas.
Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu
dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil tertentu, semakin
rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya.
Belerang.
Belerang dalam baha n bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang
sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin
beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun. Kandungan belerang
dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 0,5 %-1,5%.
Abu dan endapan.
Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang
mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan adalah
0,01% dan endapan 0,05%.
Titik nyala.
Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam
pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika disinggungkan
dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 1500F.
II-6
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Titik Tuang.
Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku/berhenti mengalir. Titik tuang
maksimum untuk bahan bakar diesel adalah 0 0F.
Sifat korosif.
Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan tidak
boleh mengandung asam basa.
Mutu penyalaan.
Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan ke
dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan
mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan sedikit keterlambatan
penyalaan. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk akan menyala dengan
sangat terlambat. Mutu penyalaan adalah salah satu sifat yang paling penting dari
bahan bakar diesel untuk dipergunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu
penyalaan bahan bakar tidak hanya menentukan mudahnya penyalaan dan
penstarteran ketika mesin dalam keadaan dingin tetapi juga jenis pembakaran yang
diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan
memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan
menonjol pada beban ringan.
Bilangan Cetana(Cetane Number).
Mutu penyalaan yang diukur dengan indeks yang disebut Cetana. Mesin diesel
memerlukan Bilangan cetana sekitar 50. Bilangan cetana bahan bakar adalah persen
volume dari cetana dalam campuran cetana dan alpha-metyl naphthalene
mempunyai mutu penyalaan yang sama dan bahan bakar yang diuji. Cetana
mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alpha-metyl naphthalene
mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana 48 berarti bahan bakar
cetana dengan campuran yang terdiri atas 48% cetana dan 52% alpha-metyl
naphthalene.
D. Proses Produksi Biodiesel
II-7
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Hambatan dalam pengembangan serta komersialisasi biodiesel adalah biaya produksi
yang tinggi serta viskositas dan bilangan asam bahan baku yang tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan minyak nabati secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan
modifikasi pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa
dan injektor bahan bakar untuk menurunkan nilai viskositas. Viskositas yang tinggi dapat
menyebabkan atomisasi bahan bakar rendah dan berkorelasi langsung dengan kualitas
pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang, sedangkan bilangan asam yang tinggi
menyebabkan korosi pada mesin pembakaran. Menurut Sudradjat (2006), teknologi proses
biodiesel yang dilakukan harus dapat menurunkan keasaman biodiesel, terutama minyak
nabati yang mempunyai asam lemak tidak jenuh tinggi karena akan mudah teroksidasi.
Secara umum, biodiesel diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak atau
lemak yang menghasilkan metil ester/monoalkil ester dan gliserol sebagai produk samping.
Minyak yang memiliki keasaman tinggi kurang sesuai diproses langsung melalui
transesterifikasi karena akan terjadi penyabunan (Gubitz, 1999). Menurut Canakci dan
Gerpen (2001), konversi menjadi metil ester dapat dilakukan dengan esterifikasi
menggunakan katalis asam, dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis basa untuk
mengkonversi sisa trigliserida. Proses dua tahap ini dikenal dengan istilah esterifikasi-
transesterifikasi (estrans).
1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas membentuk
metil ester menggunakan katalis asam. Katalis asam yang sering digunakan adalah asam kuat
seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl). Reaksi esterifikasi tidak hanya
mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga menjadi trigliserida
walaupun dengan kecepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa (Freedman
et al., 1998). Faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi adalah jumlah pereaksi, waktu
reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kandungan air pada minyak. Metil ester hasil reaksi
esterifikasi harus bebas air dan sisa katalis sebelum reaksi transesterifikasi (Ozgul dan
Turkay, 2002). Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.
II-8
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Gambar II.1.1 Mekanisme Esterifikasi
2. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami
penukaran posisi asam lemak (Swern, 1982). Reaksi transesterifikasi bersifat reversible,
sehingga dibutuhkan alkohol berlebih untuk menggeser kesetimbangan ke arah kanan
(produk) (Ma et al., 1999). Metanol paling banyak digunakan dibandingkan dengan etanol
karena harga lebih murah dan secara fisikomia memiliki keuntungan yaitu bersifat polar dan
memiliki rantai paling pendek. Persamaan reaksi transesterifikasi ditunjukkan pada Gambar
2.
Gambar II.1.2 Mekanisme Transesterifikasi
Transesterifikasi berkatalis antara trigliserida dan metanol melalui pembentukan
berturut-turut digliserida dan monogliserida menghasilkan metil ester pada setiap tahapan
(Mao, Konar, dan Boocoock, 2004). Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti
kandungan air dan asam lemak bebas. Sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi yang
tidak berasal dari minyak meliputi suhu reaksi, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, rasio
molar metanol, dan jenis katalis (Freedman et al., 1984).
Kandungan air dan asam lemak bebas pada minyak dapat berpengaruh terhadap
pembentukan sabun selama reaksi, menurunkan efisiensi katalis, meningkatkan viskositas
dan menyebabkan kesulitan dalam pemisahan gliserol. Kadar asam lemak bebas terbaik
dalam reaksi transesterifikasi adalah kurang dari 0,5 %. Menurut Noureddini dan Zhu (1997),
suhu reaksi berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Semakin meningkat suhu reaksi, maka
waktu reaksi akan berlangsung lebih singkat.
II-9
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu dinaikkan mendekati titik
didih metanol (68oC) (Freedman et al., 1984). Kecepatan pengadukan berfungsi untuk
meningkatkan frekuensi kontak pada pencampuran antara minyak, alkohol dan katalis. Hal
ini disebabkan fasa minyak dan alkohol tidak dapat bercampur secara sempurna, sehingga
kecepatan pengadukan yang sesuai dapat meningkatkan kecepatan konversi (Noureddini
dan Zhu, 1997). Rasio molar transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh jenis katalis yang
digunakan. Stoikiometri transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol dan 1 mol trigliserida
untuk menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Peningkatan rasio molar akan
menghasilkan konversi ester yang lebih tinggi dalam waktu yang singkat. Katalis merupakan
bahan yang ditambahkan untuk mempercepat laju reaksi tanpa mempengaruhi produk dari
reaksi, mengarahkan reaksi sesuai jalur reaksi tertentu dan mengurangi pembentukan
produk samping untuk meningkatkan kemurnian produk yang dihasilkan (Kirk dan Othmer,
1964). Penentuan katalis merupakan faktor penting dalam transesterifikasi, karena kondisi
reaksi dan kualitas metil ester yang dihasilkan bergantung pada katalis yang digunakan.
Katalis transesterifikasi digolongkan dalam katalis basa, katalis asam, dan katalis enzim.
Berdasarkan fasa yang dibentuk, ada dua jenis katalis yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis homogen katalis mempunyai fase yang sama dengan reaktan, sedangkan
katalis heterogen merupakan katalis yang memiliki fase berbeda dengan reaktan.
Transesterifikasi menggunakan katalis basa akan berlangsung lebih cepat dan
sempurna pada suhu rendah (Swern, 1982) dibandingkan dengan penggunaan katalis asam.
Namun, apabila minyak memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi, katalis asam lebih
sesuai digunakan untuk menghindari terjadinya penyabunan (Freedman et al., 1984). Syarat
transesterifikasi dengan katalis basa adalah minyak harus bersih, bebas air, dan netral secara
substansial (Swern, 1982). Minyak dengan kandungan air kurang 0,1% dapat menghasilkan
metil ester lebih dari 90% (Goff et al., 2004). Reaksi transesterifikasi dinyatakan gagal apabila
terbentuk sabun yang mengurangi efektifitas katalis serta terbentuk gel yang menyulitkan
pemisahan dan pengendapan gliserol. Kandungan asam lemak bebas dan air lebih dari 0.5%
dan 0.3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak.
3. Netralisasi
II-10
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Pada umumnya netralisasi dilakukan dengan cara kimia, fisika, fisikokimia dan
esterifikasi. Netralisasi secara kimia adalah reaksi antara asam lemak bebas dalam minyak
atau lemak dengan basa yang akan menghasilkan sabun.
(Ketaren, 1986)
Menurut Swern (1982), netralisasi bertujuan untuk menetralkan asam lemak bebas,
mengurangi gum dan lendir yang masih tertinggal, memperbaiki rasa dan warna minyak atau
lemak. Reaksi netralisasi dapat dilakukan dengan alkali, natrium karbonat, amonia atau
menggunakan uap (deacidifikasi). Netralisasi
dengan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri karena labih efisien dan lebih murah
(Ketaren, 1986). Reaksi yang terjadi pada proses netralisasi ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar II.1.3 Reaksi Netralisasi
Kotoran yang dibuang pada proses netralisasi adalah asam lemak bebas, fosfatida,
zat warna, karbohidrat, protein, ion logam, zat padat, dan hasil samping oksidasi (Hendrix,
1990). Netralisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara
kering dilakukan dengan mereaksikan basa pada suhu rendah dengan pengadukan, di daerah
tropis biasanya pada suhu 30oC. Sedangkan cara basah dilakukan pada suhu tinggi (60-
65oC), dengan larutan basa encer dan pencucian.Penentuan konsentrasi larutan alkali yang
digunakan didasarkan pada kandungan asam lemak bebas. Semakin tinggi kandungan asam
lemak bebas semakin tinggi pula konsentrasi larutan alkali yang digunakan. Konsentrasi alkali
yang terlalu tinggi menyebabkan trigliserida yang tersabunkan tinggi, sedangkan larutan
yang terlalu lemah menyebabkan banyaknya emulsi sabun yang terbentuk sehingga
menyulitkan pemisahan soap stock (Ketaren, 1986).
Jumlah NaOH yang digunakan merupakan jumlah stoikiometri ditambah ekses
sebanyak 5-10% tergantung pada minyak yang akan dinetralkan (Bernardini, 1983). Menurut
Sonntag (1982), untuk minyak nabati dan lemak hewan dengan kandungan gum dan pigmen
rendah dapat menggunakan ekses 0,1-0,2% b/b. Satuan konsentrasi NaOH dalam larutan
II-11
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
adalah derajat Baume (oBe). Tabel II.1.5 menunjukkan konsentrasi NaOH dalam larutan
berdasarkan oBe.
Tabel II.1.3 Konsentrasi larutan NaOH untuk netralisasi
Netralisasi dilakukan pada suhu 60-65 oC dengan konsentrasi larutan NaOH 10-20oBe
(Thieme, 1986). Menurut Hendrix (1990), larutan NaOH yang digunakan adalah 12-30oBe
atau 12-20oBe pada suhu 20-40oC dilanjutkan pemanasan pada suhu 60-80oC untuk
pemecahan emulsi sabun dan minyak. Kadar asam lemak bebas 1% digunakan larutan alkali
dengan konsentrasi 8-12oBe, lebih besar dari satu persen sebesar 20oBe dan lebih besar dari
enam persen digunakan alkali dengan konsentrasi lebih besar dari 20oBe (Bernardini, 1983).
Pemisahan soap stock dari minyak yang telah dinetralisasi dilakukan berdasarkan gravitasi.
Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor (RF) yaitu perbandingan kehilangan
total minyak karena netralisasi dengan jumlah asam lemak bebas dalam minyak
kasar. Rumus penentuan RF dapat dilihat pada persamaan berikut:
Semakin rendah nilai RF maka efisiensi netralisasi semakin tinggi. Konsentrasi NaOH
yang digunakan mempengaruhi nilai RF. Semakin kental larutan, nilai RF semakin tinggi
karena minyak netral yang tersabunkan semakin banyak. Pada reaksi netralisasi, air menjadi
media reaksi penyabunan dan membentuk larutan sabun (emulsi dengan minyak). Faktor
yang mempengaruhi rendemen netralisasi adalah emulsifikasi. Semakin encer larutan kaustik
soda yang digunakan, semakin besar pula tendensi larutan sabun untuk membentuk emulsi
dengan trigliserida.
E. Tanaman Kemiri
II-12
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Kemiri (Aleurites moluccana), adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai
sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat dengan singkong dan
termasuk dalam suku Euphorbiaceae. Dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai
candleberry, Indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau
kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan
sebagai bahan campuran cat.
Tidak diketahui dengan tepat asal-usulnya, tumbuhan ini menyebar luas mulai dari India dan
Cina, melewati Asia Tenggara dan Nusantara, hingga Polinesia dan Selandia Baru. Di
Indonesia, kemiri dikenal dengan banyak nama. Di antaranya, kembiri, gambiri, hambiri
(Bat.); kemili (Gayo); kemiling (Lamp.); buah kareh (buah keras, Mink.; Nias); keminting
(Day.). Juga muncang (Sd.); dèrèkan, pidekan, miri (Jw.); kamèrè, komèrè, mèrè (Md.); dan
lain-lain.
Kemiri sekarang tersebar luas di daerah-daerah tropis. Tanaman ini adalah tumbuhan
resmi negara bagian Hawaii. Pohon besar dengan tinggi mencapai 40 m dan gemang hingga
1,5 m. Pepagan abu-abu, sedikit kasar berlentisel. Daun muda, ranting, dan karangan bunga
dihiasi dengan rambut bintang yang rapat, pendek, dan berwarna perak mentega; seolah
bertabur tepung. Dari kejauhan tajuk pohon ini nampak keputihan atau keperakan.
Daun tunggal, berseling, hijau tua, bertangkai panjang hingga 30 cm, dengan
sepasang kelenjar di ujung tangkai. Helai daun hampir bundar, bundar telur, bundar telur
lonjong atau menyegitiga, berdiameter hingga 30 cm, dengan pangkal bentuk jantung,
bertulang daun menjari hanya pada awalnya, bertaju 3-5 bentuk segitiga di ujungnya.
Perbungaan dalam malai thyrsoid yang terletak terminal atau di ketiak ujung,
panjang 10–20 cm. Bunga-bunga berkelamin tunggal, putih, bertangkai pendek. Bunga-
bunga betina berada di ujung malai payung tambahan; bunga-bunga jantan yang lebih kecil
dan mekar lebih dahulu berada di sekelilingnya, berjumlah lebih banyak. Kelopak bertaju 2-
3; mahkota bentuk lanset, bertaju-5, panjang 6–7 mm pada bunga jantan, dan 9–10 mm
pada bunga betina. Buah batu agak bulat telur gepeng, 5-6 cm × 4-7 cm, hijau zaitun di luar
dengan rambut beledu, berdaging keputihan, tidak memecah, berbiji-2 atau 1. Biji
bertempurung keras dan tebal, agak gepeng, hingga 3 cm × 3 cm; dengan keping biji
keputihan, kaya akan minyak.
II-13
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
F. Daya guna minyak dan buah kemiri
Buah kemiri tidak dapat langsung dimakan mentah karena beracun, yang disebabkan
oleh toxalbumin. Persenyawaan toxalbumin dapat dihilangkan dengan cara pemanasan dan
dapat dinetralkan dengan penambahan bumbu lainnya seperti garam, merica, dan terasi.
Bila terjadi keracunan karena kemiri, dapat dinetralkan dengan meminum air kelapa.
Daging buah kemiri digunakan sebagai bumbu dalam jumlah yang relative kecil.
Minyak kemiri tidak dapat dicerna karena bersifat laksatif dan biasanya digunakan sebagai
bahan dasar cat atau pernis, tinta cetak, dan pembuatan sabun atau sebagai pengawet kayu.
Minyak kemiri mempunyai sifat-sifat khusus, dimana minyak ini mudah mongering
bila dibiarkan di udara terbuka. Oleh karena itu, minyak kemiri dapat digunakan sebagai
minyak pengering dalam industry minyak dan varnish.
Sifat minyak kemiri yang dihasilkan, antara lain dipengaruhi oleh metode ekstraksi
dan mutu bahan bakunya, pemasakan biji kemiri, sehingga dalam melakukan pemasakan biji
kemiri memerlukan metode yang tepat sehingga didapat hasil yang maksimal.
G. Komposisi Kimia Biji dan Minyak Kemiri
Biji kemiri
Setiap 100 gram daging biji kemiri mengandung 636 kalori. 19 gram protein, 63 gram
lemak, 8 gram karbohidrat, 80 mg kalsium, 200 mg fosfor, 2 mg besi, 0,06 mg vitamin B, 7
gram air.
Minyak kemiri
Bagian buah (biji) mengandung minyak sebesar 55-65 persen, dan kadar minyak
dalam tempurung sebesar 60 persen.
Table II.1.4 Komposisi kimia minyak kemiri
Asam Lemak Jumlah (%)
II-14
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
Asam lemak jenuh
Asam palmitat
Asam stearat
Asam lemak tak jenuh
Asam oleat
Asam linoleat
Asam linolenat
55
6,7
10,5
48,5
28,5
Sifat fisik dan kimia
Sifat fisik dan kimia minyak kemiri adalah sebagai berikut :
Tabel II.1.4 Kerakteristik Minyak Kemiri
Karakteristik Nilai
Bilangan penyabunan
Bilangan asam
Bilangan Iod
Bilangan thiocynogen
Bilangan hidroksil
Bilangan Reichert Meissl
Bilangan polenske
Indeks bias pada 25oC
Komponen tidak tersabunkan
Bobot jenis pada 15oC
188-202
6,3-8
136-167
97-107
Tidak ada
0,1-0,8
Tidak ada
1,473-1,479
0,3-1 %
0,924-0,929
II.2 Aplikasi IndustriPROSES PENYIAPAN BAHAN BAKU PEMBUATAN BIODIESEL
II-15
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
DARI MINYAK KEMIRI
Minyak nabati menjadi sumber daya alam terbarukan yang saat ini sangat
menjanjikan untuk dibuat menjadi biodiesel sebagai pengganti minyak diesel yang
diproduksi dari minyak fosil (minyak bumi). Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan
reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol dan atau etanol memakai kataisator
basa, asam untuk fase cair dan penukar ion untuk fase padat. Katalisator basa yang banyak
digunakan dan paling efektif adalah natrium atau kalium hidroksida. Penggunaan katalisator
basa akan terkendala pada bahan baku yaitu kandungan asam lemak bebas. Asam lemak
dengan adanya katalisator basa akan menyebabkan terbentuknya sabun yang dapat
membentuk emulsi antara ester dan minyak. Kadar asam lemak bebas sangat berpengaruh
terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel.
Bahan baku minyak mentah kemiri mentah diperoleh dengan mengempa daging biji
kemiri. Hasil analisis menunjukkan ekivalen asam lemak bebas 1,3879 mgekKOH/gminyak,
angka penyabunan 3,3911 mgekKOH/gminyak, kadar air 0,1308 %, rapat massa 0,9144 g/ml,
viskositas 23,8923 cSt, bilangan iodium 137,44 mgek I2/g minyak. Metanol dengan
kemurnian 99,95 %, rapat massa 0,7850 g/ml.
Reaktor yang digunakan berupa labu leher tiga volume 500 ml yang telah dilengkapi
dengan pemanas mantel, pengaduk merkuri, pendingin balik, termometer, alat engambil
cuplikan, dan saluran pemasukkan metanol. Rangkaian untuk pemanas larutan metanol
dipasang secara terpisah terdiri dari erlenmeyer yang dilengkapi pendingin balik,
termometer dan saluran keluar menuju reaktor serta kompor pemanas. 150 ml minyak
kemiri dimasukan ke dalam reaktor, kemudian H2SO4 1 % sebagai katalisator dengan volume
tertentu, sesuai konsentrasi yang diinginkan, dimasukan sedikit demi sedikit sambil diaduk
dengan pengaduk merkuri dan dipanaskan sampai suhu 433 K. Metanol dengan volume
tertentu dimasukan kedalam erlenmeyer pengumpan kemudian dipanaskan sampai
mendekati suhu reaksi yang dinginkan, kemudian dialirkan ke dalam reaktor dan pengaduk
dan pemanas yang dijalankan. Setelah waktu yang diinginkan tercapai dan dipertahankan
tetap, dianggap sebagai waktu awal reaksi. Contoh diambil tiap selang 10 menit untuk
dianalisis asam bebas sisa secar volumetri memakai larutan NaOH standar.
Suhu, perbandingan pereaksi dan konsentrasi katalisator memperngaruhi kecepatan
reaksi dan kenaikan masing-masing peubah tersebut, meningkatkan kecepatan reaksi dan
II-16
Biodiesel
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI, NABATIPROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAFTI - ITS
konversi asam lemak. Nilai tenaga pengaktif yang diperoleh 32,069 Kj/mol. Kondisi yang
relatif baik dicapai pada saat reaksi 90 menit, suhu 433 K, perbandingan pereaksi 3 gek
metanol/ gek minyak dan konsentrasi katalisator asam sulfat 1%. Pada keadaan ini konversi
yang dicapai 98,38 %, penurunan asam lemak bebas dari 5,55 % menjadi 0,09 %. Hasil
esterifikasi ini sudah memenuhi syarat sebagai bahan baku pembuatan biodisel.
II-17