bab ii landasan teori - library & knowledge centerlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...

26
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal 2.1.1 Mendefinisikan Risiko Investasi Menurut Brigham dan Houston (2001, p230), risiko didefinisikan sebagai bahaya, petaka, kemungkinan mengalami kerugian atau kerusakan. Jadi, risiko mengacu pada kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. Jika anda membeli saham spekulatif (atau bahkan setiap jenis saham), Anda mengambil risiko menderita rugi dengan harapan mendapat untung yang setimpal. Berikut adalah petikannya : Risk is refers to the chance that some unfavorable event will occur ( a hazard, a peril, exposure to loss or injury ) . If you invest in speculative stocks (or really, any stock), you are taking a risk in the hope of making an appreciable return. Definisi Risiko pada umumnya selalu berkonotasi buruk atau negatif. Tetapi menurut Damodaran (2001, p150), risiko tidak selalu dapat dikaitkan dengan sesuatu yang buruk. Dalam bidang keuangan, risiko memiliki arti yang berbeda dan lebih luas. Risiko lebih berkaitan dengan kemungkinan untuk mendapatkan imbalan (return) yang tidak sesuai dengan apa yang investor harapkan. Ketika Anda mendapatkan imbal hasil yang lebih kecil dari yang diharapkan, atau sebaliknya, ketika Anda mendapatkan imbal hasil yang lebih besar dari yang diharapkan, maka itulah yang dinamakan Risiko. Berikut petikannya: In finance, our definition of risk 14

Upload: truongnguyet

Post on 21-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

2.1.1 Mendefinisikan Risiko Investasi

Menurut Brigham dan Houston (2001, p230), risiko didefinisikan sebagai

bahaya, petaka, kemungkinan mengalami kerugian atau kerusakan. Jadi, risiko

mengacu pada kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. Jika

anda membeli saham spekulatif (atau bahkan setiap jenis saham), Anda mengambil

risiko menderita rugi dengan harapan mendapat untung yang setimpal. Berikut adalah

petikannya : �Risk is refers to the chance that some unfavorable event will occur ( a

hazard, a peril, exposure to loss or injury ) . If you invest in speculative stocks (or

really, any stock), you are taking a risk in the hope of making an appreciable return�.

Definisi Risiko pada umumnya selalu berkonotasi buruk atau negatif. Tetapi

menurut Damodaran (2001, p150), risiko tidak selalu dapat dikaitkan dengan

sesuatu yang buruk. Dalam bidang keuangan, risiko memiliki arti yang berbeda dan

lebih luas. Risiko lebih berkaitan dengan �kemungkinan untuk mendapatkan imbalan

(return) yang tidak sesuai dengan apa yang investor harapkan�. Ketika Anda

mendapatkan imbal hasil yang lebih kecil dari yang diharapkan, atau sebaliknya,

ketika Anda mendapatkan imbal hasil yang lebih besar dari yang diharapkan, maka

itulah yang dinamakan Risiko. Berikut petikannya: �In finance, our definition of risk

14

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

15

is both different and broader. Risk, as we see it, refers to the likelihood that we will

receive a return on an investment that is different from the return we expected to

make. Thus, Risk includes the bad outcomes, that is, returns are lower than

expected, but also good outcomes, that is, returns that are higher than expected�.

not only

Lebih lanjut, dijelaskan bahwa risiko merupakan gabungan dari �bahaya� dan

�peluang� dimana dalam bidang keuangan, kata bahaya diartikan sebagai risiko

sedangkan peluang diartikan sebagai imbal hasil. Berikut adalah petikannya : �Risk is

a mix of danger, and opportunity. In financial terms, we term the danger to be �Risk�

and the opportunity to be �Expected Return�. So, in any investment, we will convert

the danger into opportunity �.

Dengan demikian, dapat dikatakan secara garis besar bahwa Risiko investasi

terkait dengan kemungkinan mendapatkan tingkat imbal hasil yang tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan � semakin besar tingkat pengembalian yang diharapkan,

semakin besar pula risiko yang harus ditanggung.

2.1.2 Tingkat Imbal Hasil (Rate of Return)

Tingkat imbal hasil biasanya dihitung setiap periode waktu tertentu yaitu

setahun sekali. Berikut ini merupakan rumus matematik-nya (Chandra, 2003, p213) :

Rate of Return = Annual Income + Ending Price � Beginning Price

Beginning Price

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

16

Pada saham, Annual Income (Penerimaan Rutin) biasanya berupa penerimaan

pembagian dividen. Ending Price menunjukkan harga indeks terakhir, sedangkan

Beginning Price menunjukkan harga indeks awal.

Rumus matematik di atas, dapat dijabarkan menjadi dua komponen, yaitu

Hasil Berjalan (Current Yield) dan Capital Gains/Loss Yield.

Annual Income + Ending Price � Beginning Price

Beginning Price Beginning Price

Current Yield Capital Gains / Loss Yield

Current Yield merupakan proporsi penghasilan saham yang berasal dari penerimaan

dividen tahunan relatif terhadap harga indeks awalnya. Sedangkan, Capital Gain

adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham/ivestor apabila harga jual saham

melebihi harga belinya. Kebalikan dari Capital Gain adalah Capital Loss, kerugian

akibat harga beli saham lebih tinggi disbanding harga saham ketika dijual. Misalnya,

seorang investor membeli saham A seharga Rp. 5.050, dan dua hari kemudian

investor tersebut menjual saham A seharga Rp. 5.100 per lembarnya. Berarti investor

tersebut, telah mendapat keuntungan (Capital Gain) 50 rupiah tiap lembar saham.

Sebaliknya, jika saham tersebut hanya terjual seharga Rp. 5.000, berarti investor

tersebut menderita kerugian (Capital Loss) 50 Rupiah tiap lembar saham.

(Sulistyastuti, 2002, p4)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

17

2.1.3 Distribusi Probabilitas (Probability Distribution)

Probabilitas suatu peristiwa didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya

peristiwa itu. �Probability is the chance that the event will occur�. Jika kita membuat

daftar setiap peristiwa yang mungkin terjadi dan memberikan probabilitas kepada

masing-masing peristiwa, maka daftar itu disebut distribusi probabilitas. (Brigham

dan Houston, 2001, p231).

Probabilitas dapat digunakan untuk menghitung hasil (pengembalian) yang

mungkin akan diperoleh dari investasi. Misalnya, jika Anda memperkirakan peluang

naiknya harga saham A sampai sesi penutupan bursa dalah 4:1. Berarti, terdapat 80%

kemungkinan harga saham A akan naik dan sisanya, 20%, menandakan kemungkinan

harga saham tidak akan naik. Perkiraan Anda dapat dibuat distribusi probabilitas-nya,

seperti berikut:

Peristiwa (Outcome) Probabilitas (Probability)

Harga Saham akan naik 0.80

Harga Saham tidak akan naik 0.20

Berdasarkan distribusi probabilitas, maka dapat dihitung dua parameter lain yaitu

Tingkat Pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) dan standar deviasi.

2.1.4 Tingkat Pengembalian yang diharapkan (Expected Rate of Return)

Jika Anda mengalikan setiap peristiwa (outcome) dengan probabilitas

terjadinya peristiwa tersebut, lalu kemudian Anda jumlahkan hasil perkalian tersebut,

maka Anda akan memperoleh hasil rata-rata tertimbang. Hasil rata-rata tertimbang

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

18

itulah disebut juga sebagai tingkat pengembalian yang diharapkan. �expected rate of

return is the weighted average of all possible returns multiplied by their respective

probabilities�. Rumus matematik nya adalah:

E ( R ) = P 1 R 1 + P 2 R 2 + � + P n R n

E ( R ) = ∑ P i R i

Keterangan :

P = Probabilitas ke - i yang mungkin terjadi i

R i = Outcome ke � i yang mungkin terjadi

E ( R ) = Rata-rata tertimbang dari outcome sama dengan probabilitas terjadinya.

2.1.5 Standar Deviasi (Standard Deviation of Return)

Risiko mengacu kepada penyimpangan dari suatu variabel. Standar deviasi , σ

adalah ukuran statistik mengenai variabilitas/penyimpangan dari serangkaian hasil

observasi. Varians , σ 2 , adalah standar deviasi pangkat dua. Standar deviasi dan

varians digunakan untuk menghitung risiko saham. Makin kecil standar deviasi,

makin rapat distribusi probabilitas, maka makin kecil risiko saham. Berikut

merupakan rumus matematiknya :

σ 2 = Σ P ( R i - E ( R )) 2 i

σ = 2σ

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

19

2.2 Risiko dan Tingkat Pengembalian Portofolio

Bagi para investor yang berinvestasi dalam bentuk portofolio, maka pada

umumnya, mereka tidak terlalu mementingkan risiko dan imbal hasil dari setiap

saham yang dimilikinya, tetapi lebih mementingkan atau lebih memfokuskan kepada

seberapa besar risiko dan imbal hasil dari portofolio nya.

2.2.1 Diversifikasi dan Risiko Portofolio

Portofolio atau portepel adalah kumpulan dari beberapa jenis sekuritas

investasi. Misalnya, jika Anda memiliki beberapa saham Unilever, dan Bank Mandiri,

maka Anda memiliki portofolio yang terdiri dari 2 saham. Karena lebih aman, maka

pada umumnya saham dimiliki dalam portofolio.

Diversifikasi dapat diartikan dengan penyebaran risiko � membagi-bagikan

risiko ke dalam portofolio. Sangatlah penting, untuk memahami, bahwa :

1. Diversifikasi hanya membantu untuk �mengurangi� risiko bukan menghilangkan

risiko.

2. Makin kecil koefisien korelasi, makin rendah risiko. Jika koefisien korelasi < -1,0

maka risiko dapat dikurangi melalui diversifikasi. Jika koefisien korelasi > +1,0

maka diversifikasi tidak mengurangi risiko sama sekali.

3. Risiko Portofolio dapat berkurang dengan bertambahnya jumlah jenis saham di

dalam portofolio tersebut.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

20

2.2.2 Jenis-jenis Risiko Investasi

Dyah Ratih Sulistyastuti menyatakan bahwa risiko investasi saham terdiri

dari risiko tidak sistematik (unsystematic risk) dan risiko sistematik (systematic risk).

Total Risk = Unique Risk + Market Risk

1. Risiko tidak sistematik disebut juga Risiko Perusahaan (Unique, Diversifiable, or

Firm-Specific Risk), adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi siklus bisnis dari

industri tertentu, seperti risiko gugatan hukum, pemogokan, program pemasaran

yang gagal, dan lain-lain. Risiko tidak sistematik dijelaskan dengan 1 � R Square.

2. Risiko sistematik terkait dengan kondisi pasar maka disebut juga Risiko Pasar

(Market Risk / Nondiversifiable Risk). Risiko Pasar berasal dari faktor-faktor yang

secara sistematik mempengaruhi perusahaan, seperti perang, inflasi, resesi, dan

suku bunga yang tinggi. Risiko sistematik dijelaskan dengan R Square.

(Sulistyastuti, 2002, p10-11)

Perlu dicermati, bahwa Risiko Perusahaan dapat dihapus melalui diversifikasi,

dan sebagian besar investor melakukannya, baik secara langsung atau dengan

membeli beberapa saham (portofolio). Dengan demikian, yang masih tetap ada adalah

risiko pasar. Hanya risiko pasarlah yang merupakan risiko relevan bagi investor yang

rasional dan bagi investor yang telah melakukan diversifikasi dengan baik

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

21

2.2.3 Konsep Risiko Pasar (Market Risk) – Beta

Suad Husnan, mengemukakan bahwa �kalau kita ingin mengetahui

sumbangan suatu saham terhadap risiko suatu portofolio yang didiversifikasikan

secara baik, kita haruslah tidak melihat seberapa risiko saham tersebut apabila

dimiliki secara terpisah, tetapi kita harus mengukur risiko pasarnya dan ini membawa

kita untuk mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar�. Kepekaan

tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar inilah yang disebut sebagai

Beta. Dengan menggunakan beta, kita dapat memprediksikan tingkat sensitivitas

imbal hasil saham. ( Husnan, 2001, p166).

Patokan untuk memahami Beta adalah sebagai berikut:

! b = 0,5 : Risiko saham adalah setengah dari rata-rata saham.

! b = 1,0 : Risiko Saham sama dengan rata-rata saham.

! b = 2,0 : Risiko Saham dua kali dari rata-rata saham.

Misalnya, saham A mempunyai beta = 1,0 , berarti pada umumnya, jika harga pasar

saham naik 10%, maka harga saham A juga naik 10%, begitu juga halnya jika yang

terjadi adalah penurunan. Portofolio dengan b = 1,0 akan naik/turun selaras dengan

naik turunnya rata-rata harga pasar saham. (Brigham dan Weston, 1990, p138)

2.2.4 Metode untuk Menghitung Beta

Damodaran (2001, p196-210), Ada tiga pendekatan metode yang dapat

digunakan untuk menghitung Beta. Yang pertama, dengan menggunakan data historis

harga pasar. Yang kedua, dengan menggunakan analisa fundamental dan yang

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

22

terakhir, dengan menggunakan data akuntansi. Ketiganya akan dibahas lebih detail

berikut ini:

1. Beta Historis (Historical Market Beta)

Indeks beta dapat dihitung dengan membandingkan fluktuasi indeks saham

individual terhadap fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Anda harus

mencari garis regresi antara indeks saham individual dengan IHSG. Persamaan yang

digunakan, merupakan persamaan regresi linier sederhana, yang bisa dipecahkan

dengan rumus regresi, seperti berikut :

R = alpha + beta ( R ) + e j m

Keterangan :

R j = Return dari saham individual

Alpha = Intercept dari regresi ( intercept from the regression)

Beta = Slope dari regresi (slope of the regression)

Beta = Covariance ( R j , R m ) = σ j ρ j , m

σ 2 m σ m R m = Return dari saham pasar (IHSG)

e = Standard error of the beta estimate

Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi dan Alpha menunjukkan

intercept dengan sumbu R Semakin besar beta, semakin curam kemiringan garis

regresi. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis regresi, menunjukkan risiko

sisa. Semakin menyebar titik-titik tersebut, semakin besar risiko sisanya.

m.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

23

2. Beta Fundamental ( Fundamental Betas )

Dalam metode ini, beta diukur dengan menggunakan variabel fundamental

perusahaan, yaitu :

a. Tipe dari bisnis perusahaan ( Type of Business or businesses the firm is in ).

Dengan berasumsi bahwa segala sesuatu adalah tidak berubah (other things

remaining equal), perusahaan yang musiman (cyclical firms) akan mempunyai

beta yang lebih tinggi/besar dibandingkan dengan perusahaan non-cyclical.

Misalnya, perusahaan otomotif akan lebih sensitif terhadap keadaan

perekonomian makro. Jika perekonomian sedang membaik, maka penghasilan

perusahaan otomotif akan naik, sebaliknya jika perekonomian sedang lesu (resesi)

maka penghasilan otomotif akan turun lebih tajam (lebih beresiko) dibanding

perusahaan lain yang non-cyclical. Jadi, dapat dikatakan bahwa sektor bisnis

perusahaan juga turut mempengaruhi nilai Beta. �Firms whose products are much

discretionary to their customers should have higher betas than firms whose

products are viewed as necessary or less discretionary�. Perusahaan yang

memproduksi barang kebutuhan sehari-hari dianggap memiliki beta yang lebih

kecil, karena lebih bersifat defensif terhadap perubahan kondisi perekonomian.

(Damodaran, 2001, p202).

b. Tingkat Leverage Operasi ( The Degree of Operating Leverage of the Firm �

DOL ).

Tingkat leverage operasi (DOL) merupakan fungsi dari struktur modal

perusahaan dan biasanya dikaitkan dengan biaya tetap (fixed cost) dan total biaya

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

24

(total cost). � A firm that has fixed costs relative to total costs is said to have high

operating leverage. A firm with high operating leverage will also have higher

variability in operating income than would a firm producing a similar product

with low operating leverage. Other things remaining equal, the higher variance

in operating income will lead to a higher beta for the firm with the high operating

leverage�. (Damodaran, 2001, p202). Perusahaan yang mempunyai tingkat

leverage operasi yang tinggi, menandakan bahwa persentase perubahan laba

operasi yang sensitif, sehingga akan meningkatkan nilai Beta.

DOL = % Perubahan Laba Operasi = % Change in Operating Profit

% Perubahan Penjualan % Change in Sales

c. Tingkat Leverage Keuangan ( The Firm�s Financial Leverage ).

Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai

financial leverage. Semakin besar proporsi hutang, semakin besar financial

leverage, semakin besar Beta Equity. Berikut merupakan kutipan yang diambil

dari Damodaran (2001, p203), �Other things remaining equal, an increase in

financial leverage will increase the beta of the equity in a firm. Intuitively, we

would expect that the fixed interest payments on debt to result in high net income

in good times and negative net income in bad times. Higher leverage increases

the variance in net income and makes equity investment in the firm riskier�.

Rumus matematiknya dinyatakan seperti berikut:

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

25

Levered Beta = Unlevered Beta x [ 1 + ( 1 � tax rate ) ( Debt / Equity ) ]

Unlevered Beta = Current Beta

1 + ( 1 � tax rate ) ( Average Debt / Equity )

Unlevered Beta suatu perusahaan ditentukan oleh sektor dimana bisnis

perusahaan beroperasi dan juga ditentukan oleh tingkat operating leverage. Karena

unlevered beta ditentukan oleh asset perusahaan, maka seringkali disebut juga

sebagai Asset Beta. Sedangkan, Levered Beta seringkali disebut juga sebagai Equity

Beta, karena levered beta ditentukan oleh risiko dimana perusahaan beroperasi dan

juga oleh tingkat financial leverage.

3. Beta Akuntansi (Accounting Beta)

Jika beta historis mencari garis regresi linier antara indeks saham individual

dengan Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) maka Beta Akuntansi mencari garis

regresi linier antara laba akuntansi perusahaan (accounting earnings) dengan Indeks

Harga Saham Gabungan ( IHSG ). Beta akuntansi memfokuskan kepada perubahan

laba akuntansi (changes in earnings at a division or a firm) yang terjadi di setiap

divisi atau di perusahaan, baik secara triwulanan atau tahunan, lalu dibandingkan

dengan perubahan pendapatan (changes in earnings for market) yang terjadi di pasar

pada periode yang sama. Jadi, beta akuntansi tidak membandingkan indeks saham

individual, tetapi membandingkan laba akuntansi. �Accounting Beta is used to

estimate the market risk parameters from accounting earnings rather than from

traded prices�. (Damodaran, 2001, p209)

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

26

2.3 Hubungan antara Risiko dan Imbal Hasil Berdasarkan

CAPM

Capital Asset Pricing Model (CAPM) atau Model Penetapan Harga Aktiva

Modal, dikembangkan oleh William F. Sharpe, seorang professor lulusan University

of California Los Angeles (UCLA) dan pengajar di Stanford University pada tahun

1964, adalah model yang didasarkan pada dalil bahwa tingkat pengembalian yang

disyaratkan atas setiap saham sama dengan tingkat pengembalian yang bebas risiko

ditambah premi risiko saham yang bersangkutan, dimana risiko yang dimaksud disini

mencerminkan adanya diversifikasi.

Berdasarkan Capital Asset Pricing Model (CAPM), hubungan antara risiko

dan imbal hasil dijabarkan dalam persamaan matematik berikut :

Expected Rate of Return = Risk Free Rate + Risk Premium

Risk Premium = Beta (Expected Return on Market Portfolio � Risk Free Rate).

Dimana [Expected Return on Market Portfolio � Risk Free Rate] disebut juga

sebagai premi risiko karena mencerminkan kompensasi atas kesanggupan investor

dalam menanggung risiko diatas tingkat suku bunga bebas risiko. Portofolio pasar

(Market Portfolio) adalah portofolio yang mewakili semua kesempatan investasi yang

ada. Sebagai pendekatan dapat digunakan Indeks Harga Saham Gabungan.

Berdasarkan teori Capital Asset Pricing Model (CAPM), ada beberapa elemen

penting yang menggambarkan hubungan antara risiko dan return, di antaranya

adalah:

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

27

! Saham adalah aset yang berisiko, karena tingkat imbal hasilnya berfluktuasi.

! Ukuran statistik yang paling umum digunakan untuk mengukur risiko adalah

standar deviasi.

! Risiko saham dapat dibagi menjadi dua, yaitu risiko perusahaan dan risiko pasar.

! Risiko Perusahaan timbul dari faktor internal perusahaan (terkait dengan bisnis

perusahaan), sedangkan Risiko Pasar timbul dari faktor eksternal perusahaan

(terkait dengan makro-ekonomi).

! Diversifikasi portofolio hanya menghilangkan risiko perusahaan, bukan risiko

pasar. Hanya risiko pasarlah yang merupakan risiko relevan bagi investor yang

rasional dan berdiversifikasi dengan baik.

! Beta mengukur tingkat sensitivitas pergerakan saham individual terhadap

pergerakan harga pasar. (Chandra, 2003, p223)

2.3.1 Keterbatasan Model CAPM dan Beta

Meskipun konsep-konsep dalam CAPM adalah logis, namun secara

keseluruhan teori tersebut didasarkan pada keadaan masa mendatang atau keadaan

yang diharapkan (ex ante) sementara yang investor miliki hanyalah data masa lalu (ex

post). Dengan demikian, beta yang dihitung hanya memperlihatkan sejauh mana

gejolak harga saham di masa lalu, tetapi keadaan bisa berubah dan gejolak di masa

mendatang bisa sangat berbeda dari gejolak harga saham di masa lalu. Padahal inilah

yang sesungguhnya yang perlu diketahui investor. ( Brigham dan Houston, 2001,

p265)

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

28

Pada tahun 1978, Richard Roll mengatakan bahwa CAPM bukanlah teori

yang baik karena tidak bisa diuji secara empiris. Jika portofolio efisien (mencapai

tingkat imbal hasil maksimum untuk tingkat risiko yang dimiliki), maka hubungan

dalam persamaan CAPM merupakan tautologi matematis yang tidak bisa dibantah.

Jika portofolio pasar tidak efisien, CAPM tidak menghasilkan prediksi apa pun.

Dalam prakteknya mustahil untuk memperoleh portofolio pasar yang ideal seperti

yang disyaratkan CAPM.

Selanjutnya, beberapa pakar seperti Profesor Eugene Fama, pengembang

Efficient Market Hypothesis, telah melakukan penelitian tentang peranan Beta dalam

menerangkan perilaku imbal hasil saham. Hasil riset mereka tidak memperlihatkan

adanya peranan signifikan dari Beta untuk data pasar saham di Amerika Serikat dari

1963-1990.

Meskipun terjadi perdebatan tentang CAPM, namun ide dasar tentang CAPM

mengenai portofolio efisien, risiko sistematis dan risiko yang bisa didiversifikasi

tetap relevan untuk diketahui. Penelitian-penelitian empiris tentang CAPM telah

membawa kepada banyak penemuan baru tentang variabel-variabel lain yang

mempengaruhi kinerja saham. Tanpa pengetahuan tentang CAPM, agak sulit bagi

investor untuk mengerti logika dan kesimpulan dari penelitian-penelitian ini. (Roy

Sembel, 1999, p83-85).

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

29

2.4 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan

2.4.1 Arti dan Tujuan Laporan Keuangan

Laporan Keuangan (Annual Report), seperti yang diungkapkan Brigham dan

Weston (1990, p279) adalah laporan yang disampaikan setiap tahun oleh perusahaan

kepada para pemegang sahamnya. Laporan ini terdiri dari laporan keuangan utama

serta opini manajemen atas operasi tahun lalu dan prospek perusahaan di masa

mendatang.

Sesuai dengan PSAK yang dikeluarkan tahun 1999, dalam �Kerangka Dasar

Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan� paragraf 12, menyatakan: Tujuan

laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,

kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi

sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Tujuan pelaporan keuangan (financial reporting) seperti yang diungkapkan

oleh Kieso, Weygandt dan Warfield (2001, p5) adalah memberikan informasi yang:

1. Berguna dalam keputusan-keputusan investasi dan kredit.

2. Berguna dalam menilai arus kas mendatang.

3. Mengenai sumber-sumber daya dalam perusahaan, hak atas seumber-sumber

daya, dan perubahan atas sumber-sumber daya dan hak atasnya.

Bagan berikut ini menunjukkan bagaimana informasi yang diperoleh dari

pelaporan keuangan, dipergunakan oleh para pengguna laporan keuangan untuk

melakukan keputusan-keputusan alokasi modal dengan optimal sehingga alokasi

dumber daya yang efisien dapat terjadi.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

30

Gambar 2.1 Capital Allocation Process

diadopsi dari Kieso, Weygandt dan Warfield (2001, p3)

2.4.2 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan

Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk mengevaluasi

kinerja di masa yang lalu, dengan melakukan berbagai analisis (analisis akuntansi dan

analisis keuangan), sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili

realitas perusahaan dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Dan berdasarkan

evaluasi di masa lalu, dapat dilakukan prediksi di masa mendatang, dan dilakukan

valuasi untuk pengambilan keputusan investasi. (Lesmana&Surjanto, 2003, p11-12)

Kinerja Masa Lalu

Thecomusedec

(present Investoruse finamake allocatio

Capital Allocation The process of determining how and at what cost money is allocated among competing interests.

Evaluasi

Prospek Masa Depan

Prediksi

Nilai Saat Ini

Valuasi

Financial Reporting

financial information a pany provides to help

rs with capital allocation isions about the company.

Gambar 2.3 Konsep An

diadopsi dari Lesmana d

Users and potential)

s and creditorsncial reports totheir capitaln decisions.

alisis Kinerja Keuangan

an Surjanto, 2003, p12

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

31

2.4.3 Rasio Keuangan yang dipakai untuk Menaksir Beta

Analisis rasio keuangan perusahaan biasanya merupakan langkah pertama

dalam analisis kinerja keuangan perusahaan. Rasio keuangan dirancang untuk

memperlihatkan hubungan di antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan.

2.4.3.1Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

Rasio likuiditas adalah rasio yang memperlihatkan hubungan kas perusahaan

dan aktiva lancar lainnya terhadap kewajiban lancarnya. Ada dua rasio likuiditas,

yaitu rasio lancar dan rasio cepat.

1. Rasio Lancar (Current Ratio), dicari dengan membandingkan aktiva lancar

dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana tagihan-

tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang

diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat.

Rasio Lancar = Aktiva Lancar

Kewajiban Lancar

Aktiva lancar meliputi : kas, surat-surat berharga, piutang usaha, dan persediaan.

Kewajiban lancar meliputi : utang usaha, wesel bayar jangka pendek, utang

jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam setahun, pajak penghasilan akrual,

dan beban akrual atau beban terutang (terutama upah).

2. Rasio Cepat (Quick atau Acid Test Ratio), dicari dengan mengurangi aktiva lancar

dengan persediaan dan membagi sisanya dengan kewajiban lancar. Persediaan

lazimnya merupakan aktiva lancar yang paling tidak likuid karena itu dalam

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

32

mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendek pada

rasio ini tidak dikaitkan dengan persediaan.

Rasio Cepat = Aktiva lancar - Persediaan

Kewajiban Lancar

2.4.3.2 Rasio Pengelolaan Hutang (Financial Leverage)

Leverage dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk

penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap untuk memperbesar

tingkat penghasilan (imbal hasil) bagi pemilik perusahaan. Dengan memperbesar

tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian dari imbal

hasil yang akan diperoleh semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut

juga akan memperbesar jumlah imbal hasil yang akan diperoleh. Jadi, semakin tinggi

leverage akan mempertinggi risiko yang dihadapi perusahaan tetapi pada saat

bersamaan, semakin besar pula tingkat imbal hasil yang diharapkan.

Financial Leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban keuangan

yang sifatnya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan. Financial Leverage terdiri

dari rasio-rasio berikut:

1. Debt to Asset Ratio, diperoleh dengan membandingkan total hutang dengan total

aktiva. Total hutang mencakup kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang.

Kreditor lebih menyukai rasio hutang yang rendah karena dalam keadaan

demikian, tersedia dana penyangga yang besar bagi kreditor apabila terjadi

likuidasi. Di pihak lain, para pemilik mungkin menghendaki tingkat utang yang

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

33

tinggi, dengan alasan untuk melipatgandakan laba atau mungkin karena penjualan

saham akan menyebabkan berkurangnya kendali atas perusahaan.

Debt to Asset Ratio = Total Hutang

Total Aktiva

2. Debt to Equity Ratio, diperoleh dengan membandingkan total hutang dengan

modal atau ekuitas.

Debt to Equity Ratio = Total Hutang

Total Ekuitas

3. Times Interest Earned Ratio, rasio kemampuan mebayar bunga, diperoleh dengan

membagi laba sebelum bunga dan pajak (Earnings Before Interest and Taxes,

EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur sejauh mana perusahaan mampu

membayar biaya bunga tahunan. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, kreditor dapat

mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang dapat menimbulkan

kepailitan.

Times Interest Earned Ratio = Earnings Before Interest and Taxes

Total Aktiva

2.4.3.2 Marjin Laba Bersih atas Penjualan (Net Profit Margin)

Net Profit Margin dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan

penjualan. Rasio ini mengukur persentase laba dari setiap Rupiah/ Dollar penjualan,

semakin tinggi rasio marjin laba maka risiko perusahaan akan semakin kecil karena

perusahaan mendapatkan laba dari hasil penjualan :

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

34

Net Profit Margin = Net Income

Sales

2.4.3.3 Tingkat Pengembalian atas Ekuitas Saham Biasa (Return on

Equity)

Return on Equity adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap ekuitas

saham biasa. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi bagi pemegang

saham biasa. Semakin tinggi Return on Equity maka semakin rendah risiko

perusahaan. Semakin rendah Return on Equity maka semakin tinggi risiko perusahaan

Return on Equity = Net Income

Total Equity

Agar lebih memahami tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Return on

Equity maka akan dilakukan dekomposisi untuk menjabarkan Return on Equity yang

dikenal dengan nama Du Pont System.

ROE = Net Income x Pretax Profits x EBIT x Sales x Assets

Pretax Profits EBIT Sales Assets Equity

ROE = Tax-Burden Ratio x Interest Burden Ratio x Profit Margins x Asset Turnover x

Leverage Ratio

2.4.3.4 Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turnover)

Total Asset Turnover mengukur perputaran, atau pemanfaatan, dari semua

aktiva perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva:

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

35

Total Asset Turnover = Net Sales

Total Asset

Sektor industri yang berbeda-beda dapat menyebabkan perbedaan rasio perputaran

total aktiva. Bisnis manufaktur biasanya mempunyai total asset turnover ratio sekitar

1. sedangkan bisnis ritel biasanya mendekati 10. Total Asset Turnover yang rendah

mengindikasikan bahwa perusahaan kemungkinan terlalu banyak mengalokasikan

modalnya untuk membeli aktiva. Sedangkan, jika Total Asset Turnover yang tinggi

mengindikasikan bahwa aktiva yang dimiliki perusahaan terlalu sedikit atau aktiva

yang ada sudah usang/rusak, sehingga tidak bisa mencapai penjualan yang

ditargetkan.

2.4.4 Keterbatasan Analisis Rasio

Brigham dan Weston (1990, p313-314) mengatakan bahwa meskipun

analisis rasio dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan

operasi dan keadaan keuangan perusahaan, namun didalamnya terdapat masalah dan

keterbatasan yang memerlukan kehati-hatian dan pertimbangan. Sebagian dari

masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Inflasi menyebabkan distorsi besar pada neraca-nilai yang tercatat di neraca kerap

kali sangat berbeda dari nilai yang �sebenarnya�. Lebih jauh lagi, karena inflasi

mempengaruhi baik beban penyusutan maupun biaya persediaan maka laba juga

tentu dipengaruhi.

2. Faktor-faktor musiman juga menyebabkan ketimpangan pada analisis rasio.

Misalnya, rasio perputaran persediaan bagi pabrik pengolah makanan akan sangat

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

36

berbeda apabila angka persediaan yang digunakan adalah angka persediaan persis

sebelum proses pengalengan selesai atau persediaan persis setelah proses

pengalengan selesai.

3. Perusahaan dapat menggunakan teknik �window dressing� agar laporan

keuangannya kelihatan lebih baik daripada sesungguhnya.

4. Perbedaan praktek operasi dan metode pencatatan akuntansi dapat menyebabkan

distorsi dalam perbandingan seperti metode penilaian persediaan dan penyusutan

dapat mempengaruhi laporan keuangan dan karena itu mendistorsikan

perbandingan di antara perusahaan.

5. Sukar menentukan secara pasti apakah suatu rasio �baik� atau �buruk�. Misalnya,

rasio lancar yang tinggi mungkin menunjukkan posisi likuiditas yang kuat tetapi

bisa juga menandakan adanya kas berlebih yang tentunya tidak baik (karena tidak

produktif).

2.5 Klasifikasi Saham Biasa

Menurut Widoatmojo (2000, p54), Klasifikasi saham biasa (common stock)

berdasarkan fundamental perusahaan dan kondisi perekonomian makro adalah

sebagai berikut:

1. Income Stocks : Saham yang mampu memberikan dividen semakin besar dari

rata-rata dividen yang dibayarkan tahun sebelumnya. Emiten income stock adalah

perusahaan-perusahaan yang telah mencapai tahapan mapan (mature) dan

memiliki pangsa pasar yang tinggi serta stabil. Indeks beta kurang dari satu.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

37

2. Growth Stocks : Emiten growth stocks adalah perusahaan yang memimpin dalam

industrinya dan cukup prospektif karena perusahaan mampu memberikan dividen

yang relatif tinggi. Walaupun harga sahamnya termasuk mahal dengan Price

Earning Ratio yang tinggi tetapi saham kategori ini tetap mampu memberikan

capital gain. Saham ini memiliki indeks beta kurang dari satu.

3. Speculative Stocks : Saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang pendapatannya

belum pasti. Seperti perusahaan yang sedang memulai operasi atau sedang

restrukturisasi modalnya sehingga emitennya tidak konsisten dalam memberikan

dividen. Saham kategori ini memiliki indeks beta yang tinggi yaitu lebih dari 2

dan Price Earning Ratio sangat fluktuatif. Sehingga saham kategori ini sangat

agresif dan memiliki risiko sistematik melebihi risiko pasarnya.

4. Cylical Stocks : Kelompok saham yang pergerakannya searah dengan

perekonomian makro. Saham-saham perusahaan yang siklus bisnisnya mengikuti

kondisi ekonomi. Saham ini memiliki indeks beta mendekati satu. Emitennya

adalah perusahaan properti, otomotif, industri dasar.

5. Defensive Stocks : Saham yang tidak terpengaruh perekonomian makro maupun

turbulensi social-politik. Emitennya adalah perusahaan yang memproduksi

consumer goods, supermarket dan public utilities. Karena produknya selalu

dibutuhkan masyarakat maka perusahaan ini tetap mendapatkan penghasilan

walaupun kondisi perekonomian sedang buruk. Saham kategori ini memiliki beta

kurang dari satu.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

38

2.6 Indeks Harga Saham Gabungan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada

tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di

Bursa, baik saham biasa maupun saham preferen. Hari dasar penghitungan indeks

adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100, sedangkan jumlah saham yang

tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 saham.

Indeks Sektoral Bursa Efek Jakarta (BEJ) adalah sub indeks dari IHSG.

Semua saham yang tercatat di BEJ diklasifikasikan kedalam sembilan sektor menurut

klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEJ, yang diberi nama JASICA (Jakarta

Stock Exchange Industrial Classification). Kesembilan sektor tersebut adalah:

! Sektor-sektor Primer (Ekstraktif) :

1. Pertanian.

2. Pertambangan.

! Sektor-sektor Sekunder (Industri Pengolahan/Manufaktur):

3. Industri Dasar dan Kimia.

4. Aneka Industri.

5. Industri Barang Konsumsi.

! Sektor-sektor Tersier (Jasa):

6. Properti dan Real Estate.

7. Transportasi dan Infrastruktur.

8. Keuangan.

9. Perdagangan, Jasa dan Investasi.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/bab 2_04-52.pdfBAB II LANDASAN TEORI 2.1 Risiko dan Tingkat Pengembalian untuk Aset Tunggal

39

Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan nilai awal

indeks 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28 Desember

1995. Selain sembilan sektor tersebut BEJ juga menghitungan Indeks Industri

Manufaktur (Industri Pengolahan) yang merupakan indeks gabungan dari saham-

saham yang terklasifikasikan dalam sektor tiga, sektor empat dan sektor lima.

Evaluasi klasifikasi industri perusahaan yang tercatat di BEJ dilakukan setahun sekali

setiap bulan Juni yang hasilnya efektif berlaku untuk periode Juli sampai Juni tahun

berikutnya. Bila evaluasi ini mengakibatkan perubahan klasifikasi industri suatu

saham sehingga dipindahkan sektor industri lainnya, penyesuaian juga akan

dilakukan pada indeks sektoral yang bersangkutan.