bab i laporan pendahuluan askep hiperbilirubin

Upload: biront-lex-nealz

Post on 30-Oct-2015

129 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bab i Laporan Pendahuluan Askep Hiperbilirubin

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DefinisiHiperbilirubinemia/Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).

B. Metabolisme Bilirubina. Produksi : Sumbernya ialah produk degradasi hemoglobin, sebagian lain dari sumber lain.b. Tranportasi : Bilirubin indirek dalam ikatannya dengan albumin diangkut ke hepar untuk diolah oleh sel hepar. Pengolahan dipengaruhi oleh protein Y.c. Konjugasi : Dalam sel hepar bilirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan pengaruh enzim glukuronil transferase, bilirubin direk diekskresi ke usus melalui duktus koledokus.d. Sirkulasi Enterohepatik : Sebagian bilirubin direk diserap kembali kehepar dalam bentuk bilirubin indirek yang bebas. Penyerapan ini bertambah pada pemberian makanan yang lambat atau pada obstruksi usus.

C. EtiologiPenyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:a) Peningkatan produksi :1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .4. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemiab) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. c) Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.d) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.e) Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

D. PatofisiologiKejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. (Markum, 1991).E. Manifestasi Klinisa. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek)b. Anemiac. Perbesaran lien dan hepard. Perdarahan tertutupe. Gangguan nafasf. Gangguan sirkulasig. Gangguan saraf

F. Macam - Macam Ikterusa) Ikterus Fisiologisa. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.b) Ikterus Patologika. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.(Ni Luh Gede Y, 1995)g.

G. Komplikasia. Bilirubin encephahalopathib. Kernikterus : kerusakan neurologis => cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.c. Asfiksia.d. Hipotermi.e. Hipoglikemi.

H. Pemeriksaan Diagnostik1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.c. Protein serum total.2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.

I. Penatalaksanaan1. Berikan banyak minum ASI/PASI.2. Menghindariobat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.3. Pencegahandan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.4. FenobarbitalFenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi. 6. FototerapiFototerapi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Fototerapi dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirek yang mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hati kedalam saluran empedu. Meningkatnya fotobilirubin dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga perilstaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus. Energi sinar dari fototerapi akan mengubah senyawa bilirubin yang berbentuk 4 Z- 15 Z menjadi senyawa bilirubin 4Z-15E bilirubin yang merupakan bentuk isomernya yang mudah larut dalam air.Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg %, sebelum transfusi tukar atau sesudah transfusi tukar. Terapi sinar tidak banyak bermanfaat untuk neonatus dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna, neonates yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan perilstaltik usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi enterohepatik bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja secara efektif.Tempat terjadinya proses isomerisasi sampai saat ini belum diketahui secara rinci. Diduga proses tersebut terbanyak terjadi di daerah perifer, yaitu kapiler jaringan subkutan. Akibatnya penyinaran yang optimal dari bagian kulit neonatus akan memberikan hasil yang baik. Sumber cahaya untuk fototerapi dapat diperoleh dari sinar matahari, cahaya lampu neon, cahaya lampu halogen. Alat fototerapi ada yang menggunakan sumber cahaya tunggal yang menyinari sebagian tubuh dan sumber cahaya ganda yang dapat menyinari dua bagian tubuh sekaligus. Efek terapi sinar tidak bergantung pada beberapa arah penyinaran,tetapi pada jumlah energi cahaya yang dapat menyinari kulit neonatus. Oleh karena itu posisi pasien diubah dalam jangka waktu tertentu dan energi cahaya yang baik akan diperoleh hasil yang optimal. Energi cahaya optimal dapat menyebabkan eliminasi bilirubin maksimum dengan gelombang sinar 350-470 nanometer (nm). Besarnya gelombang sinar dapat diukur dengan alat iradiasi meter. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalm pelaksanaan terapi sinar adalah:

1. Lampu yang dipakai sebaiknya tidak lebih dari 500 jam, untuk menghindarkan turunnya energy yang dihasilkan.2. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.3. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencega kerusakan retina. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.4. Daerah kemaluan ditutup, dengan pentup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.5. Posisi lampu diatur dengan jarak 35 - 60 cm diatas tubuh bayi, untuk mendapatkan energy yang optimal.6. Posisi bayi diubah tiap 2-3 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.7. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.8. Pemasukan cairan, minuman dan pengeluaran urine,feses9. Lamanya terapi sinar dicatat .10. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.

Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum berada dalam batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dll. Keadaan demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun efek samping tersebut bersifat sementara, yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :1. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur (insensible water loss)2. Frekuensi defekasi meningkat.3. Timbul kelainan kulit flea bite rash di daerah muka badan dan ekstremitas, kelaian ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan 4. Peningkatan suhu. Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukan kenaikan suhu tubuh, keadaan ini dapat disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.5. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.6. Gangguan pada mata dan pertumbuhan. Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan funsi penglihatan serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan

7. Transfusi TukarPenggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dari donor dengan cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukan darah donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama dengan yang dikeluarkan.

J. Resti injuryPeningkatan bilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium terlambat/obstruksi usus tinja berwarna pucatPemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin meningkatSuplai bilirubin melebihi kemampuan heparHepar tidak mampu melakukan konjugasiSebagian masuk kembali ke siklus emerohpatikIkterus pada aklera leher dan badan, peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dlIndikasi fototerapiSinar dengan intensitas tinggiKurangnya Volume cairan tubuhGangguan suhu tubuhGangguan integritas kulitProduksi BerlebihanGangguan Konjugasi HeparGangguan TransportasiGangguan EkskresiHiperbilirubinemiaPathway

8