bab i baru

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara yang sudah berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal seiring dengan bertambahnya usia dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali dibanding pada pria. Dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi pada penegakan diagnosis kolelitiasis. Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup kelainan jumlah, ukuran, dan bentuk. Penyakit-penyakit yang sering menyerang empedu salah satunya adalah penyakit batu empedu yang sering disebut dengan kolelitiasis. Penyakit batu empedu cukup sering dijumpai di sebagian besar negara barat. Di Amerika Serikat, pemeriksaan autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan dan 8% pada laki-laki berusia diatas 40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 sampai 20 juta orang di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan setiap tahun terjadi 1 kasus baru batu empedu. 1

Upload: west-borneo

Post on 20-Jun-2015

661 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

batu empedu (kolelitiasis

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Baru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara

yang sudah berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal seiring dengan

bertambahnya usia dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali

dibanding pada pria. Dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas

dan spesifitas yang tinggi pada penegakan diagnosis kolelitiasis.

Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup

kelainan jumlah, ukuran, dan bentuk. Penyakit-penyakit yang sering menyerang

empedu salah satunya adalah penyakit batu empedu yang sering disebut dengan

kolelitiasis. Penyakit batu empedu cukup sering dijumpai di sebagian besar negara

barat. Di Amerika Serikat, pemeriksaan autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu

ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan dan 8% pada laki-laki berusia diatas

40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 sampai 20 juta orang di Amerika Serikat memiliki

batu empedu dan setiap tahun terjadi 1 kasus baru batu empedu.

Pada saat ini tidak mungkin untuk mencegah timbulnya batu empedu, yang

merupakan kelainan saluran empedu tersering.

Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan orang-

orang yang memiliki kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik. Kolelitiasis

adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kandung empedu,

sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang ditemukan di saluran empedu,

sedangkan batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu maupun

dalam saluran empedu.

1

Page 2: BAB I Baru

B. Tujuan penyusunan

1. Tujuan umum

Diharapkan kepada setiap pembaca, khususnya mahasiswa/i akademi keperawatan

Sintang dapat mengerti dan memahami serta melaksanakan asuhan keperawatan

pada klien dengan kolelitiasis.

2. Tujuan khusus

Diharapkan kepada setiap pembaca, khususnya mahasiswa/i akademi keperawatan

Sintang mampu:

a. Menyebutkan dan menjelaskan mengenai konsep dasar kolelitiasis.

b. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus dengan benar

dan bertanggung jawab.

c. Mendokumentasikan semua tindakan yang telah diberikan pada klien dengan

gangguan kolelitiasis dalam sebuah laporan asuhan keperawatan yang benar

dan tepat.

C. Ruang lingkup penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini, kelompok hanya membahas penyakit secara

teoritis dan pemberian askep pada klien dengan gangguan kolelitiasis. Dengan

pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi

keperawatan

D. Metode penyusunan

Metode penyusunan yang digunakan adalah studi pengajaran, studi

pengetahuan, dan studi kepustakaan Akademi Keperawatan Sintang. Dalam

penyusunan makalah ini kelompok menggunakan metode keperpustakaan akademik

keperawatan Sintang dengan cara mencari dari buku-buku sebagai referensi, membaca

dan mempelajari buku-buku literatur yang terkait dengan kolelitiasis. Penyusunan

juga mengambil beberapa referensi dari internet.

2

Page 3: BAB I Baru

E. Sistematika penyusunan

Adapun sistematika penyusunan dari makalah ini terdiri dari atas empat Bab

yaitu ; Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan, ruang

lingkup penyusunan, metode penyusunan, dan sistematika penyusunan; Bab II

Tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi, fisiologi empedu, konsep dasar:

pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan

diagnostik, dan penatalaksanaan; Bab III Asuhan keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan evaluasi; BAB IV Penutup

berisi kesimpulan dan saran serta terakhir daftar pustaka.

3

Page 4: BAB I Baru

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi fisiologi

Hati, kandung empedu, dan pankreas berkembang dari cabang usus depan fetus

dalam suatu tempat yang kelak menjadi deudenum, ketiganya terkait erat dalam

fisiologi pencernaan.

1. Hati

Hati yang merupakan kelenjar terbesar dari tubuh, dapat dianggap sebagai

sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekresikan

sejumlah besar substansi yang terlihat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat

penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya

nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh

untuk keperluan metabolik. Selain itu hati merupakan organ yang penting dalam

pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati terletak dibelakang tulang-

tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat

1500 g dan dibagi menjadi empat lobus.

Setiap lobus hati terbungkus menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut

lobules. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber dan kurang

lebih 75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya

akan nutrient dari traktus gastrointestinal.

Selain itu, darah tersebut masuk ke dalam hati melalui arteri hepatika dan

banyak mengandung oksigen. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan

terendam oleh campuran darah vena dan arterial.

2. Kandung Empedu (Vesika felea)

Kandung empedu merupakan organ yang berbentuk seperti buah per,

berongga dan menyerupai kantung panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu

cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut

terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu

adalah hingga 30 hingga 50 ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot

polos.

4

Page 5: BAB I Baru

Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus

sistikus. Kandung empedu memiliki fungsi sebagai depot penyimpanan bagi

empedu. Diantara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu

diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan

sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu

sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali

dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati.

Ketika makanan masuk kedalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung

empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk

kedalam intestinum. Respon ini diperantarai oleh seksresi hormone kolesistokinin-

pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus. Hormon kolesistoktinin (CCK)

dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid dan hal

ini merangsang terjadinya kontraksi kandung empedu.

B. Fisiologi Empedu

Empedu dibentuk secara terus menerus oleh sel hepatosit dan dikumpulkan

dalam kanalikus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun oleh air dan

elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga

mengandung dalam jumlah yang berarti beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol,

bilirubun, serta garam-garam empedu. Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak

500-1500 ml per hari di luar waktu makan.

Glukuronida pada pigmen empedu, bilirubin, dan biliverbin, menyebabkan

empedu berwarna kuning keemasan. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam

kandung empedu kemudian dialirkan kedalam intestinum bila diperlukan bagi

pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai

pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.

Garam empedu adalah garam-garam natrium dan kalium asam empedu yang

berkonjugasi dengan glisin atau taurin, suatu turunan sistin. Asam-asam empedu

disintesis dari kolesterol. Empat asam empedu ditemukan pada manusia yaitu asam

kolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat, asam litokolat, bersama dengan

vitamin D, kolesterol, berbagai hormon steroid, dan glikosida digitalis, asam-asam

empedu mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren.

5

Page 6: BAB I Baru

Dua asam empedu utama yang terbentuk dalam hati adalah asam kolat dan asam

kenodeoksikolat. Di dalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam

deoksikolat dan kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk akibat

kerja bakteri, maka asam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu

sekunder. Konjugasi asam-asam ini dengan glisin atau taurin terjadi dalam hati, dan

konjugat yang terbentuk misalnya asam glikokolat dan asam taurotorat, membentuk

garam-garam natrium dan kalium dalam empedu hati yang alkalis.

Pengaliran cairan empedu dipengaruhi 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,

kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledukus. Dalam keadaan puasa

empedu yang diproduksi akan dialih alirkan kedalam kandung empedu. Aliran

tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermitten tekanan

saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.

C. Konsep dasar

1. Pengertian

a. Batu saluran empedu adalah adanya batu yang terdapat pada saluran empedu

(Duktus Koledocus) (http://urangcijati.blogspot.com/2008/06/askep-

kolelitiasis.html).

b. Batu Empedu (kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung

empedu. (http://urangcijati.blogspot.com/2008/06/askep-kolelitiasis.html).

c. Kolelitiasis (pembentukan batu empedu) merupakan penyakit saluran empedu

yang paling menonjol dari frekuensinya dan radang kronis sebagai penyerta

atau kolesistitis (syilvia, Lorraine,2005, hal. 502).

d. Koleliatisis (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam

kandung empedu dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu,

batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi

(brunner dan suddart,2001, hal, 1205).

6

Page 7: BAB I Baru

2. Etiologi

Umumnya kolelitiasis disebabkan oleh batu empedu. Batu empedu hampir

selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran

empedu lainnya. Penyebab batu empedu belum diketahui secara pasti, akan tetepi

tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang

menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi

kandung empedu.

Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol,

selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Umumnya kolelitiasis

disebabkan oleh batu empedu. Dan pada umunya batu empedu dapat dibagi

menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Tipe kolesterol

Adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol

berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam

empedu. terjadi karena meningkatnya sekresi kolesterol dan penurunan

produksi empedu.

Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu dalam tipe kolesterol

ini antara lain :

1) Infeksi kandung empedu

2) Usia yang bertambah

3) Obesitas

4) Kurang makan sayur

5) Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol

b. Tipe pigmen empedu

Adalah akibat proses hemolitik Escherchia coli atau Ascaris

lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida

menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium

bilirubin. Di dalam tipe ini, terdapat dua macam batu empedu :

1) Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai

hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi

2) Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan

disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi

7

Page 8: BAB I Baru

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam

pembentukan batu. Muskus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel

atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi

mungkin lebih sering sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu,

dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

c. Tipe saluran empedu

Batu saluran empedu sering dihubungkan dengan divertikula duodenum

didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian

divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus

koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan

pembentukan batu.

Menurut Nettina (2000) kolelitiasis dapat disebabkan beberapa hal, yaitu :

a. Faktor predisposisi :

1) Perubahan susunan empedu

2) Statis empedu

3) Infeksi kandung empedu

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia lebih dari 60 tahun lebih mudah untuk

terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda

c. Kegemukan

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka

kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi

garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu

d. Faktor presifitasi

Disebabkan hati mensekresikan kolesterol yang berlebihan.

Tiga faktor spesifik yang berperan dalam pembentukan batu empedu yaitu:

a. Faktor metabolik,

Antara lain pengendapan garam-garam empedu, pigmen empedu dan

kolesterol. Fosfolipid, garam empedu dan kolesterol diperlukan kolesterol

untuk dapat larut di dalam empedu.

Pengurangan garam empedu yang terdapat dalam duodenum untuk

direabsorpsi menguurangi jumlah garam empedu dalam empedu.

8

Page 9: BAB I Baru

b. Stasis biliaris

Menimbulkan stagnasi dalam kandung empedu dan menimbulkan

absorpsi air yang berlebihan, memungkinkan pengendapan garam- garam

dengan mudah.

c. Peradangan

Perubahan kandungan empedu, mukosa kandung empedu mengabsorpsi

lebih banyak asam empedu sehingga mengurangi kelarutan kolesterol.

3. Patofisiologi

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang

pada saluran empedu lainnya.

Faktor predisposisi yang penting adalah :

a. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu

b. Statis empedu

c. Infeksi kandung empedu

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu

mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan

pengangkatan kandung empedu.

Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat

saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika

saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera

menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah

dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak

menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-

kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu

dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus

(ileus batu empedu).

9

Page 10: BAB I Baru

Gambar 1.1 Batu dalam kandung empedu

(http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/kolelitiasis-gallbladder-stones)

Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu

dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa

masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa

menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting

pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap

dalam kandung empedu .

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi

progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan

kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal

khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan

kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada

pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan

mukus.

Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.

Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi

yang menyebabkan pembentukan batu.

PATOFISIOLOGI

10

Page 11: BAB I Baru

Sekresi kolesterol pada hati

Penurunan produksi

empedu

Pengendapan kolesterol

di kandung empedu

Pembentukan batu empedu

(Kolelitiasis)

Saluran empedu tersumbat

Keseluruh tubuh Infeksi peradangan

(melalui peredaran (saluran empedu) Pankreas (Pankreatitis)

darah)

Batu mengikis dinding

kandung empedu

Penyumbatan usus

(Ileus batu empedu)

4. Manifestasi Klinis

Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka

penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal

sebagai nyeri kolik. Timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian

berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa

berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling banyak

dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan.

Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi

bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, menggigil

dan sakit kuning (jaundice).

Biasanya penyumbatan bersifat sementara dan jarang terjadi infeksi. Nyeri

akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri akibat

11

Page 12: BAB I Baru

penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus sistikus

menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis akut). Batu

empedu yang menyumbat duktus pankreatikus menyebabkan terjadinya

peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri dan mungkin juga infeksi.

Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali setelah kandung empedu

diangkat, nyeri ini mungkin disebabkan oleh adanya batu empedu di dalam

saluran empedu utama.

Nyeri yang timbul biasanya dapat dicetuskan oleh makanan berlemak,

makan terlalu banyak setelah berpuasa, bahkan makan secara normal.

Metabolisme bilirubin berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis, dimana

bilirubin menyebabkan terjadinya jaundice (kuning) pada pasien dengan

kolelitiasis. Bilirubin adalah suatu produk sampingan dari bagian heme sel-sel

darah merah yang dilepaskan ketika sel-sel darah mengalami kehancuran. Pada

saat tersebut bilirubin tidak dapat larut dalam air (unconjugated) dan terdapat

dalam darah berikatan dengan protein.

Hati bertanggung jawab untuk menangkap bilirubin unconjugated ini, untuk

menkonjugasikannya ke dalam bentuk yang larut dalam air, dan untuk

mensekresikan bilirubin conjugated kedalam duodenum dan dipecah oleh bakteri

menjadi urrobilinogen. Sebagian urrobilinogen disekresikan bersama feses,

sehingga feses berwarna cokelat. Sebagian lainnya dalam urin dan sebagian

sisanya kembali menuju hati dan di ubah kembali menjadi bilirubin.

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

1) Empiema

2) Perikolesistitis

3) Perforasi

e. Kolesistitis kronis

1) Hidrop kandung empedu

12

Page 13: BAB I Baru

2) Empiema kandung empedu

3) Fistel kolesistoenterik

4) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan atau menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang

tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,

batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus

sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi

infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga

membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.

Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut

yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat

ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal

ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya

peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus

koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.

Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus

obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan

ileus obstruksi

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,

dapat terjadi leukositosis (lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu),

bilirubin meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).

13

Page 14: BAB I Baru

Amilase serum meningkat ( N: 17 - 115 unit/100ml), protrombin

menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga

menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K (cara Kapilar : 2 - 6 mnt).

Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan

bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin

serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.

Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya

meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis

1) Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu

berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan

akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas

yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

Gambar 1.2 Foto rongent pada kolelitiasis

(http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/kolelitiasis-gallbladder-

stones)

14

Page 15: BAB I Baru

2) Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran

empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.

Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang

menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan

maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang

sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG

punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren

lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

3) Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu

radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi

oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum

diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-

keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan

kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

7. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain :

a. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi

adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas

yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.

Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b. Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli

bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan

15

Page 16: BAB I Baru

pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini

dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,

nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r

seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

c. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan

adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat

disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis

kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah

mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi

sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%

pasien. Pengobatan lazim kedua keadaan ini adalah pembedahan untuk

mengangkat kandung empedu (Kolesistektomi) dan pengangkatan batu dari

duktus koledokus (Koledokolitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan

sekitar 95 % kasus.

Pada kasus kolesistitis akut yang disertai gejala-gejala berat dan diduga

terdapat pembentukan nanah, beberapa ahli bedah lain hanya melakukan

operasi bila perbaikan tidak terjadi dalam beberapa hari. Akhir-akhir ini

digunakan metode pembedahan abdomen terbuka tradisional pada sekitar 20%

kasus dengan metode pembedahan abdomen laparoskofi yang digunakan untuk

kolesistektomi adalah sekitar 80 %. Pada kasus empiema atau bila penderita

berada dalam keadan buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di

drainage (Kolesistotomi).

16

Page 17: BAB I Baru

Penatalaksanaan konservatif dapat dilakukan dengan:

1) Diet rendah lemak.

2) Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik.

Nama generik Sediaan

Atropin sulfat

Butropium bromida

Ekst. Belladon

Fentonium bromida

Hiosin n-butilbromida

Skopolamin metil bromida

Oksifenonium bromida

Oksifensiklinin HCl

Privinium bromida

Propantelin bromida

Pirenzepin

0,25 dan 0,5 mg tablet dan suntikan

5 mg/tablet

10 mg/tablet

20 mg/tablet

10 mg/tablet

1 mg/tablet

5 mg/tablet

5 mg/tablet

15 mg/tablet

15 mg/tablet

25 mg/tablet

3) Analgesik

4) Antibiotik, bila disertai kolesistitis.

5) Asam empedu (asam kenodeoksolat) 6,75-4,5 g/hari, diberikan dalam

jangka waktu lama. Asan ini mengubah empedu yang mengandung

banyak kolesterol (lithogenik bile) menjadi empedu dengan komposisi

normal.

d. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang

poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter

yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu

pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah

angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

e. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-

manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada

pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f. Kolesistotomi

17

Page 18: BAB I Baru

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di

samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,

terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

BAB III

18

Page 19: BAB I Baru

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

1. Aktivitas dan istirahat : kelelahan

2. Sirkulasi : takikardia, Diaphoresis

3. Eliminasi : distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas atau

quadran kanan atas, urine pekat .

4. Makan atau minum : kegemukan, kehilangan berat badan (kurus), anoreksia,

(cairan) mual atau muntah, nyeri epigastrium, dyspepsia,

adanya penurunan berat badan

5. Nyeri atau kenyamanan : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar

kepunggung atau bahu kanan, kolik epigastrium

tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-

tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit, nyeri

lepas, teraba otot abdomen menegang atau kaku bila

kuadran kanan atas ditekan.

6. Respirasi : peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan tertekan

ditandai oleh napas pendek, dangkal.

7. Keamanan : demam, menggigil, ikterik dengan kulit berkeringat

dan gatal, cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataaan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan atau perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah.

19

Page 20: BAB I Baru

Menurut Doengoes,dkk. (1999) diagnosa yang dapat muncul pada pasien

kolelitiasis adalah

1. Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan obstruksi atau spasma duktus

2. Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan

3. Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan mual muntah

4. Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi

C. Intervensi

1. Dx.1

a. Intervensi : tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi

nyaman.

Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan

intra abdomen

b. Intervensi : gunakan seprai harus cotton

Rasional : menurunkan iritasi atau kulit kering dan sensasi gatal

c. Intervensi : pertahankan status puasa, masukkan atau pertahankan

penghisap naso gastric sesuai indikasi

Rasional : membuang secret gaster yang merangsang pengeluaran

kolesistokinin dan kontraksi kandung empedu

2. Dx.2

a. Intervensi : pertahankan intake dan output akurat, perhatikan keluaran

kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji

membrane mukosa atau kulit, nadi perifer.

Rasional : memberikan informasi tentang status cairan atau volume

sirkulasi dan kebutuhan penggantinya.

b. Intervensi : awasi tanda dan gejala penigkatan atau berlanjutnya mual

muntah, kramm abdomen, kelemahan, kejang-kejang

Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan

pemasukan oral, dapat menimbulkan defisit natrium, kalium,

dan klorida.

20

Page 21: BAB I Baru

c. Intervensi : berikan antiemetic (proklorperazin)

Rasional : menurunkan dan mencegah muntah

d. Intervensi : berikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K

Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki

ketidakseimbangan.

3. Dx. 3

a. Intervensi : kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak.

Rasional : tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan

gangguan pencernaan

b. Intervensi : timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : mengawasi keefektifan rencana, diet

c. Intervensi : berikan kebersihan oral sebelum makan

Rasional : mulut yang bersih menigkatkan nafsu makan

d. Intervensi : konsul dengan ahli diet atau tim pendukung nutrisi sesuai

indikasi

Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual

4. Dx.4

a. Intervensi : berikan alasan atau penjelasan tes dan persiapannya

Rasional : informasi menurunkan kecemasan pasien dan rangsangan

simpatis

b. Intervensi : kaji ulang proses penyakit, diskusikan perawatan dan

pengobatan

Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat

pilihan berdasarkan informasi

c. Intervensi : kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping

Rasional : batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang

D. Implementasi

1. Dx.1

a. Meningkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi nyaman.

b. Menggunakan seprai harus cotton

c. Mempertahankan status puasa, masukkan atau pertahankan penghisap naso

gastric sesuai indikasi

21

Page 22: BAB I Baru

2. Dx.2

a. Mempertahankan intake dan output akurat, perhatikan keluaran kurang dari

masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji membrane mukosa atau kulit, nadi

perifer.

b. Mengawasi tanda dan gejala penigkatan atau berlanjutnya mual muntah, kram

abdomen, kelemahan, kejang-kejang

c. Memberikan antiemetic (proklorperazin)

d. Memberikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K

3. Dx.3

a. Mengkaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak.

b. Menimbang berat badan sesuai indikasi

c. Memberikan kebersihan oral sebelum makan

d. Mengkonsulkan dengan ahli diet atau tim pendukung nutrisi sesuai indikasi

4. Dx.4

a. Memberikan alasan atau penjelasan tes dan persiapannya

b. Mengkaji ulang proses penyakit, diskusikan perawatan dan pengobatan

c. Mengkaji ulang program obat, kemungkinan efek samping

E. Evaluasi

1. Dx.1

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

2. Dx.2

Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat

3. Dx.3

Melaporkan mual muntah hilang

4. Dx.4

Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan prognosis

22

Page 23: BAB I Baru

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam

saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,

sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.

Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya

terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol

yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar

empedu. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu empedu adalah : Faktor

predisposisi, usia, kegemukan, faktor presifitasi.

B. Saran

Dari penjelasan diatas kelompok yang mengajukan beberapa saran sebagai

berikut:

Kepada institusi diharapkan untuk lebih melengkapi sumber- sumber mengenai

koleliatisis beserta asuhan keperawatannya.

Kepada mahasiswa diharapkan mengulas lagi konsep kolelitiasis dan asuhan.

Sehingga akan menjadi pengetahuan yang penting bagi mahasiswa perawat yang akan

turun kelapangan.

23