bab i-bab iii baru jani

69
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit diartikan sebagai suatu institusi untuk memberikan pelayanan kesehatan (health care), dan pelayanan kedokteran (medical care) yang berjalan secara menyeluruh (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif), meliputi rawat inap (inpatient care), rawat jalan (out-patient care), rawat darurat (emergency care), dan rawat rumah (home care) (Damayanti, 2001). Rumah sakit didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan kesehatan, tindakan medis dan diagnostik serta upaya rehabilitasi medis untuk memenuhi kebutuhan pasien. Kesembuhan pasien yang dirawat merupakan salah satu tujuan perawatan pasien di rumah sakit. Dalam rangka menunjang kesembuhan pasien peranan perawat sangat menentukan sekali dalam memberikan perawatan, disamping peranan dari

Upload: widanjaya-made

Post on 24-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab I-bab III Baru Jani

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit diartikan sebagai suatu institusi untuk memberikan pelayanan

kesehatan (health care), dan pelayanan kedokteran (medical care) yang berjalan

secara menyeluruh (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif), meliputi rawat

inap (inpatient care), rawat jalan (out-patient care), rawat darurat (emergency

care), dan rawat rumah (home care) (Damayanti, 2001). Rumah sakit didirikan

dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan kesehatan,

tindakan medis dan diagnostik serta upaya rehabilitasi medis untuk

memenuhi kebutuhan pasien. Kesembuhan pasien yang dirawat merupakan

salah satu tujuan perawatan pasien di rumah sakit. Dalam rangka

menunjang kesembuhan pasien peranan perawat sangat menentukan sekali

dalam memberikan perawatan, disamping peranan dari petugas medis lainnya

seperti dokter (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (2004), dokter yang

merupakan petugas medis memiliki standar kemampuan pemeriksaan 25 pasien

per hari.

Hal yang sama juga dikemukakan mengenai perawat oleh WHO (dalam

Sukardi, 2003), bahwa di beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia,

perawat yang bekerja di rumah sakit mengalami peningkatan beban kerja dan

masih mengalami kekurangan jumlah perawat. Hal tersebut disebabkan karena

1

Page 2: Bab I-bab III Baru Jani

2

peran perawat belum didefinisikan dengan baik, ketrampilan perawat masih

kurang dan kebanyakan perawat dibebani dengan tugas – tugas non keperawatan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit menurut

Ilyas (2004) terdiri dari tiga yaitu keperawatan langsung, tidak langsung dan

tambahan. Keperawatan langsung dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan

fisik dan psikologis pasien yang diberikan secara langsung seperti memandikan

pasien, membantu kebutuhan pasien dalam Activity Daily Living, memberikan

obat dan lain-lain. Keperawatan tak langsung termasuk dalam fungsi perawat

namun tidak berkaitan dengan pasien itu sendiri termasuk dokumentasi asuhan

keperawatan dan rekam medik serta kegiatan tambahan adalah semua kegiatan

yang berkaitan dengan kepentingan perawat seperti makan, minum pergi ke toilet

maupun menginput harga obat atau mengamprah obat.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat seperti yang

dikemukakan di atas sangat tergantung pada tingkat ketergantungan pasien itu

sendiri. Semakin tinggi tingkat ketergantungan pasien, maka tindakan

keperawatan juga akan meningkat. Menurut Purnawan (2003), dalam

penelitiannya di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (RSAB

RI) diperoleh bahwa perawat hanya menggunakan 50% waktu kerjanya secara

produktif, sehingga masih banyak tugas perawat yang belum terlaksana. Selain

itu, Purnawan (2004) juga mengemukakan bahwa adanya keluhan perawat yang

terlalu banyak mengerjakan beban administratiif, sehingga dilakukan penelitian

Page 3: Bab I-bab III Baru Jani

3

tentang beban kerja perawat dengan hasil bahwa perawat ICU memiliki beban

kerja yang tinggi yaitu 6-7 jam per perawat shift, namun diperoleh pula bahwa

perawat ICU tersebut ternyata melakukan tindakan non perawatan dan adminitrasi

non perawatan sebanyak 40% padahal perawat ICU seharusnya berkonsentrasi

pada keadaan kondisi pasien. Menurut Ilyas (2004) dikemukakan bahwa hanya

53,2% waktu perawat yang benar-benar produktif digunakan untuk pelayanan

kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang.

Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus

dicapai dalam satu satuan waktu tertentu (Menteri Aparatur Negara, 2004).

Perawat merupakan tenaga profesional yang memberikan asuhan keperawatan

yang merupakan fungsi perawat sebagai care giver. Selain itu, dalam memenuhi

kebutuhan psikologis pasien, perawat juga harus berperan sebagai educator

seperti pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien serta masih banyak fungsi

lain yang bisa dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanannya

kepada pasien. Dalam memenuhi peran dan fungsinya di Rumah Sakit, perawat

dituntut untuk bekerja secara efektif, efisien serta memenuhi kebutuhan pasien

yang komprehensif yang mencakup bio-psiko-sosial-spiritual (Gafar, 2002).

Berdasarkan pengamatan awal yang penulis lakukan di Ruang Medical

Surgical RSUP Sanglah Denpasar, penulis mendapatkan data bahwa jumlah

perawat jaga di Ruang Medical Surgical berjumlah 25 orang dan terbagi dalam 3

shift kerja dimana 10 orang pada shif pagi, 6 orang pada shif sore dan malam,

Page 4: Bab I-bab III Baru Jani

4

setiap shift terdapat satu orang perawat primer yang bertugas sebagai manajerial

pada setiap shitf. Ruang Medical Surgical merupakan ruangan intermediet yang

merawat kasus bedah, neuro dan interna yang memerlukan observasi ketat. Pada

periode Januari – Desember 2011 pasien yang dirawat di Ruang Medical Surgical

sebanyak 2.618 orang dengan kasus trepanasi sebanyak 2.095 orang (80%), Post

Stroke sebanyak 400 orang (15%), DM sebanyak 100 orang (4%) dan sisanya 1%

adalah kasus lain. Rasio perawat dengan pasien pada shif pagi adalah 1:4, shift

sore dan malam 1:6., sedangkan standarnya adalah ..........................

Kondisi pasien di Ruang Medical Surgical termasuk pada kelompok

dengan ketergantungannya tinggi, karena membutuhkan perhatian dan bantuan

yang lebih spesifik dibandingkan pasien-pasien lain serta keadaan umum pasien

dengan observasi yang ketat. Berdasarkan formula Douglas maka seharusnya

jumlah perawat pagi untuk 36 pasien di Ruang Medical Surgical adalah sebanyak

12 orang, siang 11 orang dan malam sebanyak 7 orang. Jika dilihat dari kondisi

yang ada di Ruang Medical Surgical hal tersebut menggambarkan bahwa kondisi

tenaga perawat di Ruang Medical Surgical kurang sehingga beban kerja perawat

di ruang Medical Surgical bisa dikatakan overload.

Berdasarkan studi pendahuluan dengan wawancara terhadap 10 orang

perawat yang bertugas di Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar

dengan menggunakan skala akhir SWAT secara subyektif, diperoleh bahwa beban

Page 5: Bab I-bab III Baru Jani

5

kerja di Ruang Medical Surgical sebagian besar tergolong kategori tingkat tinggi

(70%) dan 30% tergolong sedang .

Mengingat bahwa beban kerja perawat tidak hanya merawat pasien saja

yaitu kegiatan langsung, tetapi juga kegiatan tak langsung yang tak kalah penting

seperti melengkapi dan melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan dan

catatan medik yang terperinci. Dokumentasi keperawatan merupakan bukti

pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan

keperawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan

dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat

dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat dan merupakan

bagian dari pelaksanaan  asuhan keperawatan yang menggunakan pendekatan

proses keperawatan dan memilliki nilai hukum yang sangat penting (Hidayat,

2001).

Dokumentasi keperawatan merupakan dokumentasi resmi dan bernilai

hukum. Bila terjadi suatu masalah, maka dokumentasi dapat dijadikan barang

bukti di pengadilan. Pendokumentasian yang lengkap dan akurat memberi

kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien, dan

untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Dokumentasi

keperawatan yang dilakukan untuk mendokumentasikan keadaan pasien

merupakan alat perekam terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat

atau profesi kesehatan lain dapat melihat dokumentasi yang ada dan sebagai alat

Page 6: Bab I-bab III Baru Jani

6

komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.

Selain itu, menurut Nursalam (2008), semua asuhan keperawatan yang belum,

sedang, dan telah diberikan didokumentasikan dengan lengkap dan dapat

digunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi

pasien.

Menurut Chusna (2010), pelaksanaan dokumentasi keperawatan

merupakan salah satu standar asuhan keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien dengan harapan kualitas pelayanan

yang memuaskan pasien. Implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan oleh

perawat tidak mempunyai makna dalam hal tanggung jawab dan tanggung gugat

tanpa dokumentasi  keperawatan yang tepat dan akurat. 

Setiap instansi kesehatan memiliki alat dokumentasi yang telah disepakati

bersama dan telah dipublikasikan kepada setiap pelaksana yang ada. Pedoman

dokumentasi keperawatan yang ada selalu berpedoman pada konsep dasar

dokumentasi keperawatan walaupun ada sebagian yang dimodifikasi sesuai

dengan kepentingan instansi. Berdasarkan hasil penelitian dari Hartati, Handoyo

dan Anis (2006) diperoleh bahwa pendokumentasian proses keperawatan pasien

rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong mendapat skore 58%

(kategori cukup), akan tetapi masih ada beberapa aspek yang belum memenuhi

Standar Asuhan Keperawatan Depkes RI tahun 1999.

Page 7: Bab I-bab III Baru Jani

7

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap

20 rekam medik pasien di Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar

didapatkan 60% dalam katagori kurang dan 30% kategori baik dan 10% sedang.

Dokumentasi dikatakan kurang karena pada tahap pengkajian dari formulir yang

tersedia belum terisi lengkap, pada tahap diagnosa dan perencanaan sudah tersedia

beberapa formulir berdasarkan diagnosa, sedangkan pada implementasi sudah

tersedia untuk tindakan keperawatan dasar contohnya: membantu Activity Daily

Living (ADL) , memberikan injeksi, memberi obat , tetapi dalam tahap

implementasi pencatatan yang dilakukan belum sesuai dengan intervensi yang

ada. Pendokumentasian perawat yang sesuai standar dokumentasi sampai saat ini

belum optimal, hal ini disebabkan beban kerja yang terlalu tinggi terhadap

perawat dimana pekerjaan non fungsi perawat masih banyak dikerjakan ( PPNI,

2006 ).

Pencatatan dokumentasi proses keperawatan merupakan salah satu tugas

perawat dan wajib dilakukan oleh perawat itu sendiri. Produktifitas tenaga

kesehatan dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebih, sementara beban kerja

tersebut disebabkan oleh jumlah tenaga kesehatan yang belum memadai yang

dapat mempengaruhi kondisi kesehatan perawat. Tingginya beban kerja perawat

dan rendahnya penerapan dokumentasi keperawatan di Ruang Medical Surgical

RSUP Sanglah Denpasar, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan

Page 8: Bab I-bab III Baru Jani

8

beban kerja perawat dengan penerapan dokumentasi proses asuhan keperawatan di

Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas masalah dalam penelitian ini yaitu : adakah

hubungan beban kerja perawat dengan penerapan dokumentasi proses asuhan

keperawatan di Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan penerapan

dokumentasi asuhan keperawatan di Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah

Denpasar

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi beban kerja perawat di Ruang Medical Surgical

RSUP Sanglah Denpasar

2. Untuk mengidentifikasi pendokumentasian proses asuhan keperawatan di

Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar

3. Untuk mengidentifikasi hubungan beban kerja dengan penerapan dokumentasi

proses asuhan keperawatan di Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah

Denpasar

Page 9: Bab I-bab III Baru Jani

9

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dalam

manajemen keperawatan terutama dalam hal beban kerja perawat

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data untuk melaksanakan penelitian

selanjutnya di bidang manajemen keperawatan

1.4.2 Manfaat praktis

1. Dapat memberikan informasi kepada manajemen keperawatan tentang

pendokumentasian proses asuhan keperawatan

2. Sebagai bahan masukan bagi manajemen rumah sakit dalam mengatur

ketenagaan keperawatan sesuai beban kerja yang diterima oleh perawat

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh peneliti, adapun penelitian

yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Pendokumentasian Proses Asuhan

Keperawatan di Ruang Lantai IV SuryaHusadha Hospital Tahun 2010 Oleh

: Made Maheri Agustini (2010). Penelitian menggunakan 33 sample perawat

mengisi kuesioner beban kerja perawat dan menilai 33 rekam medik pasien

dengan menggunakan Standar Asuhan Keperawatan Depkes Tahun 2001.

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,001 korelasi signifikan pada tingkat

0,01. Nilai p<0,05 H1 diterima ada hubungan beban kerja perawat dengan

Page 10: Bab I-bab III Baru Jani

10

pendokumentasian asuhan keperawatan. Perawat dengan beban kerja sedang

menghasilkan kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan dengan

katagori sedang. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti karena beban kerja dinilai berdasarkan analisa SWAT dan

standar asuhan keperawatan yang digunakan disesuaikan dengan standar

asuhan yang ada di RSUP Sanglah Denpasar.

BAB II

Page 11: Bab I-bab III Baru Jani

11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beban Kerja

2.1.1 Pengertian Beban Kerja

Menurut Moekijat (2004) beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau

catatan tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukan volume yang dihasilkan

oleh sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu. Jumlah pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban

kerja dapat dilihat pada sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif

adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan.

Sedangkan beban kerja secara subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang

terhadap pernyataan tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan

pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau

aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit

pelayanan keperawatan (Marquis dan Huston, 2004).

Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara

subyektif dan obyektif. Beban kerja secara obyektif adalah keseluruhan waktu

yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subyektif adalah

ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang

diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja, ukuran dan tekanan pekerjaan dan

kepuasan kerja (Marquis dan Huston, 2004).

11

Page 12: Bab I-bab III Baru Jani

12

Menurut Caplan & Sadock (2006) beban kerja sebagai sumber

ketidakpuasan disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan

kuantitatif. Kelebihan beban kerja secara kuantitatif meliputi:

1) Harus melakukan observasi penderita secara ketat selama jam kerja.

2) Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan penderita.

3) Beragam jenis pekerjaan yang dilakukan demi kesehatan dan keselamatan

penderita.

4) Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam.

5) Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah penderita.

Sedangkan beban kerja secara kualitatif mencakup:

1) Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi

sulitnya pekerjaan.

2) Tuntutan keluarga untuk kesehatan dan keselamatan penderita.

3) Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkwalitas.

4) Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

5) Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien

di ruangan.

6) Menghadapi pasien yang karakteristik tidak berdaya, koma, kondisi terminal.

7) Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter.

Page 13: Bab I-bab III Baru Jani

13

Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh

sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu dan sebagai sumber

ketidakpuasan disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan

kuantitatif (Caplan & Sadock, 2006).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja

Untuk memperkirakan beban kerja keperawatan pada sebuah unit pasien

tertentu, manajer harus mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi beban

kerja diantaranya (Caplan & Sadock, 2006);

1) Berapa banyak pasien yang dimasukkan ke unit perhari, bulan atau tahun

2) Kondisi pasien di unit tersebut

3) Rata-rata pasien menginap

4) Tindakan perawatan langsung dan tidak langsung yang akan dibutuhkan oleh

masing-masing pasien

5) Frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang harus dilakukan

6) Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan masing-masing tindakan

perawatan langsung dan tak langsung

2.1.3 Prosedur Penghitungan Beban Kerja

Menurut Asri (2006), menyebutkan bahwa secara terperinci prosedur

perhitungan beban kerja tenaga dokter dan perawat dapat dibagi seperti langkah-

langkah sebagai berikut :

Page 14: Bab I-bab III Baru Jani

14

1. Mempersiapkan peralatan yang dipakai dalam perhitungan beban kerja. Alat

utama yang dipakai adalah :

a. Stop watch yaitu alat mengukur waktu

b. Alat tulis yang digunakan untuk membuat catatan yang akan berguna dalam

pengukuran

2. Menetapkan metode kerja yang akan digunakan dalam perhitungan beban

kerja terutama menetapkan metode standar seperti menyiapkan susunan

tempat kerja yang akan diteliti, peralatan dan lain-lain.

3. Memilih pekerja yang tepat, berpengalaman dan terlatih dalam bidangnya

atau disebut sebagai pekerja normal

4. Menyiapkan perlengkapan peralatan sehingga pengukuran tidak akan berhenti

di tengah jalan

5. Memperhatikan dan mencatat actual time (waktu nyata) setiap pekerjaan

6. Menghitung waktu normal

7. Menetapkan waktu cadangan (allowance)

8. Menetapkan waktu standar

2.1.4 Pendekatan Penghitungan Beban Kerja

Seperti kita ketahui perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar

di rumah sakit, diperkirakan sekitar 70% personel adalah perawat (Ilyas, 2004).

Dengan dominannya jumlah perawat di rumah sakit , sejumlah peneliti, praktisi,

Page 15: Bab I-bab III Baru Jani

15

dan asosiasi telah melakukan riset untuk dapat menghitung tenaga perawat dengan

mengembangkan formula khusus untuk menghitung kebutuhan tenaga perawat.

1. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Gillies

Menurut Gilles (2006), membagi tindakan keperawatan menjadi tindakan

keperawatan langsung, tidak langsung, dan penyuluhan kesehatan. Arti umum

keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf keperawatan

secara langsung kepada pasien tersebut dan perawatan tersebut dihubungkan

secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologisnya.

Perawatan tidak langsung adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas

nama pasien tetapi di luar kehadiran pasien yang berhubungan kepada lingkungan

pasien atau keberadaan finansial dan kesejahteraan sosial si pasien, perawatan

tidak langsung termasuk kegiatan seperti perencanaan perawatan, penghimpunan

peralatan dan perbekalan, diskusi dengan anggota tim kesehatan lain, penulisan

dan pembacaan catatan kesehatan pasien, pelaporan kondisi pasien kepada rekan

kerja, dan menyusun sebuah rencana bagi perawatan pasien. Pengajaran kesehatan

mencakup semua usaha oleh anggota staf keperawatan untuk memberitahu, dan

memotivasi pasien dan keluarganya menyangkut perawatan setelah keluar dari

rumah sakit.

2. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Illyas

Ilyas (2004) mengkatagorikan tindakan keperawatan sebagai berikut :

Page 16: Bab I-bab III Baru Jani

16

1) Kegiatan langsung : semua kegiatan yang mungkin dilaksanakan oleh seorang

perawat terhadap pasien, misalnya menerima pasien, anamnesa pasien,

mengukur tanda vital, menolong BAB/BAK, merawat luka, mengganti

balutan, mengangkat jahitan, kompres, memberi suntikan/obat/imunisasi,

penyuluhan kesehatan

2) Kegiatan tidak langsung : setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat yang

berkaitan dengan fungsinya, tetapi tidak berkaitan langsung dengan pasien,

seperti : menulis rekam medik, mencari kartu rekam medis pasien, meng up-

date data rekam medis, dokumentasi asuhan keeprawatan.

3) Kegiatan tambahan : kegiatan pribadi yaitu semua kegiatan yang berkaitan

dengan kepentingan perawat yang diamati seperti makan, minum, pergi ke

toilet: maupun bagian atau organisasi rumah sakit seperti menginput harga

obat, ngamparah obat.

Untuk menghitung beban kerja bukan sesuatu yang mudah. Selama ini

kecenderungan kita dalam mengukur beban kerja berdasarkan keluhan dari

personel bahwa mereka sangat sibuk dan menuntut diberikan waktu lembur (Ilyas,

2004). Sedangkan untuk menghitung beban kerja personel menurut Ilyas (2004)

ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu :

Page 17: Bab I-bab III Baru Jani

17

1) Work Sampling

Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja

yang dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu.

Pada work sampling kita dapat mengamati sebagai berikut :

a) Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja

b) Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam

kerja

c) Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak

produktif

d) Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam work sampling adalah sebagai

berikut :

a) Menentukan jenis personil yang diteliti

b) Melakukan pemilihan sample bila jumlah personil banyak. Dalam tahap ini

dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan presentasi populasi

perawat yang akan diamati.

c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat dan juga kegiatan

langsung yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak

langsung.

d) Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

Page 18: Bab I-bab III Baru Jani

18

e) Mengamati kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit

tergantung kebutuhan peneliti

f) Pada work sampling yang diamati adalah kegiatan dan penggunaan waktunya,

tanpa memperhatikan kualitas kerjanya (Ilyas, 2004).

2) Study Time and Motion

Tehnik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat kegiatan yang

dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada time and motion study, kita

juga dapat mengamati sebagai berikut :

a) Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja

b) Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam

kerja.

c) Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak

produktif.

d) Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam time and motion study

adalah sebagai berikut :

a) Menentukan jenis personil yang diteliti.

b) Menentukan sampel dari perawat yang akan diteliti dengan cara purposive

sampling

Page 19: Bab I-bab III Baru Jani

19

c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung

yang berkaiatan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung.

d) Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

e) Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam (3 shift) secara terus menerus,

bagaiman perawat melakukan aktivitasnya dan bagaimana kualitasnya

menjadi faktor penting dalam time and motion study. Kualitas kerja dapat

dilihat dari kesesuian antara kegiatan yang dilakukan dengan standar profesi

(Ilyas, 2004).

3) Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang-

orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk

kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini sangat tergantung pada kerjasama dan

kejujuran dari personel yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat

dicatat jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.

3. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Menurut Douglas

Menurut Douglas (dalam Potter dan Perry, 2005) tentang jumlah tenaga

perawat di rumah sakit didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi,

sore, dan malam tergantung pada tingkat ketergantungan pasien. Tingkat

ketergantungan pasien diklasifikasikan berdasarkan teori Dorothea Orem.

Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap

Page 20: Bab I-bab III Baru Jani

20

orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu

individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan.

Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri) (Potter dan Perry, 2005).

Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori D. Orem (Nursalam,

2003) yaitu:

1) Minimal Care :

a) Mampu naik turun tempat tidur

b) Mampu ambulasi dan berjalan sendiri

c) Mampu makan dan minum sendiri

d) Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan

e) Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)

f) Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan

g) Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan

h) Status psikologi stabil

i) Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik

j) Operasi ringan

2) Partial Care

a) Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur

b) Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan

c) Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan

d) Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap

Page 21: Bab I-bab III Baru Jani

21

e) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

f) Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan

g) Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)

h) Pasca operasi minor (24 jam)

i) Melewati fase akut dari pasca operasi mayor

j) Fase awal dari penyembuhan

k) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam

l) Gangguan emosional ringan

3) Total Care

a) Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur

b) Membutuhkan latihan pasif

c) Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena atau NGT

d) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

e) Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan

f) Dimandikan perawat

g) Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter

h) Keadaan pasien tidak stabil

i) Perawatan kolostomi

j) Menggunakan WSD

k) Menggunakan alat traksi

l) Irigasi kandung kemih secara terus menerus

Page 22: Bab I-bab III Baru Jani

22

m)Menggunakan alat bantu respirator

n) Pasien tidak sadar

Menurut Douglas (dalam Ilyas, 2004) mengklasifikasikan ketergantungan

pasien berdasarkan standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :

a) Keperawatan Mandiri (Self care) : 1-2 jam/hari dimana pasien masih mampu

melakukan pergerakan atau berjalan, makan, mandi maupun eleminasi tanpa

bantuan. Bantuan hanya diberikan terhadap tindakan khusus.

b) Keperawatan Sebagian (Partial Care) : 3-4 jam/hari dimana pasien masih

punya kemampuan sebagian tetapi untuk melakukan pergerakan secara penuh

seperti berjalan, bangun, makan, mandi dan eleminasi perlu dibantu oleh

seorang perawat.

c) Keperawatan Total (Total Care) : 5-7 jam/hari dimana pasien memerlukan

bantuan secara penuh, atau tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat

sangat tinggi, seperti pasien yang tidak sadar, atau yang sangat lemah dan

tidak mampu melakukan pergerakan, mandi dan eleminasi perlu dibantu dan

pada umumnya memerlukan dua perawat.

Page 23: Bab I-bab III Baru Jani

23

Tabel 2.1 Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien

Waktu Klasifikasi Kebutuhan

Perawat

Perawat

Pagi Siang Sore

Minimal 0,17 0,14 0,07

Intermediate 0,27 0,15 0,10

Maksimal 0,36 0,30 0,20

Douglas (dalam PPE, 2004)

4. SWAT (Subjective Workload Assessment Technique ( SWAT )

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) pertama kali

dikembangkan oleh Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

Laboratory, Ohio USA digunakan analisis beban kerja yang dihadapi oleh

seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik

maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya

kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan

yang sebenarnya (real world environment). Dalam penerapannya SWAT akan

memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk

mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.

SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi

dimensional dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu

beban waktu (time load), beban mental (mental effort load), dan beban psikologis

(psychological stress load). Masing-masing terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah,

Page 24: Bab I-bab III Baru Jani

24

sedang dan tinggi (Sritomo,2007). Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi

adalah sebagai berikut :

1) Time Load : adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban

waktu sedang, beban waktu tinggi)

2) Mental Effort Load : adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak

usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu

tugas (beban usaha mental rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha

mental tinggi)

3) Psychological Stress Load : adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan,

frustasi yang dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas (Beban

tekanan psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan

psikologis tinggi).

Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahap

penskalaan (scale development) dan tahap penilaian (event scoring). Pada langkah

pertama 27 kombinasi tingkatan tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan

dari 27 kartu kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai dengan beban

kerja tertinggi, menurut persepsi masing-masing pekerja. Dalam pengurutan kartu

tersebut tidak ada suatu aturan mana yang benar atau yang salah. Dalam hal ini

pengurutan kartu yang benar adalah yang dilakukan menurut intuisi dan preferensi

yang dipahami oleh responden. Dari hasil pengurutan kemudian

Page 25: Bab I-bab III Baru Jani

25

ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range

0-100 (dapat dilihat pada tabel 2.1). Pada kedua tahap penilaian sebuah aktivitas

atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang

dan tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang

berkaitan dengan kombinasi tersebut yang dapat dari tahap penskalaan kemudian

dipakai sebagai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan (Wignjosoebroto,

2007).

Hasil dari konversi ini maka dapat diketahui beban kerja masing-masing

pekerja, adapun kategori beban kerja dari masing-masing pekerja adalah sebagai

berikut ;

1) Beban kerja rendah ratingnya berada di nilai 40 ke bawah

2) Beban kerja sedang jika ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60

3) Beban kerja tinggi jika nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100

Page 26: Bab I-bab III Baru Jani

26

Tabel 2.1. Skala Akhir SWAT

Menurut Zadry (2007), pengukuran beban kerja dengan metode SWAT

dapat digunakan pada dunia penerbangan, sektor industri, seperti pada pabrik-

pabrik tekstil, pabrik-pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, perusahaan penyedia

jasa, dan pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang

tinggi, sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para

pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.

Page 27: Bab I-bab III Baru Jani

27

Selain itu Zadry (2007), juga mengungkapkan tentang cara pelaksanaan

SWAT sebagai berikut :

1) Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada

subjek (orang) yang akan diteliti.

2) Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh

subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang

terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek.

3) Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian

di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari

SWAT score untuk tiap subjek.

4) Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan

performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban

kerjanya (workload), yang terdiri dari :

a) Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

b) Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

c) Psychological Stress Load (S) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40,

maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT

rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya (workload) tinggi, artinya

subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.

Page 28: Bab I-bab III Baru Jani

28

5) Meng-assess pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah

pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya

(kombinasi dari Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan

sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah (1), menengah (2), atau tinggi

(3) menurut yang bersangkutan.

6) Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk

ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat

diantisipasi langkah selanjutnya.

2.2 Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan

2.1 Standar Dokumentasi Keperawatan

Perawat dalam melakukan dokumentasi keperawatan memerlukan suatu

standar dokumentasi sebagai petunjuk dan arah terhadap penyimpanan dan teknik

pendokumentasian yang benar. Oleh karena itu standar tersebut harus dipahami

oleh rekan sejawat dan profesi kesehatan yang lain. Pelaksanaan standar dapat

dicapai pada tingkat individu yang bagi perawat menunjukkan adanya

tanggungjawab terhadap dokumentasi paraktek keperawatan dalam konteks proses

keperawatan dengan mengasumsikan tanggung jawab dan kualitas kerja yang baik

dalam praktek keperawatan termasuk didalamnya dokumentasi terhadap intervensi

keperawatan independen dan interdependen.

Tanggungjawab perawat yang independen dalam kegiatan dokumentasi

meliputi :

Page 29: Bab I-bab III Baru Jani

29

1) Menjaga akurasi dokumentasi acuan keperawatan bersama data hasil monitor,

observasi, dan evaluasi status kesehatan klien supaya dokumentasi tetap

konsisten dengan program.

2) Mendokumentasikan semua acuan keperawatan yang dilakukan untuk

mengurangi dan mencegah resiko dan mempertahankan keselamatan klien.

3) Perawat merespon terhadap situasi klinis dan menentukan rencana intervensi

selanjutnya. Respon-respon tersebut termasuk penilaian mengenai pemberian

obat, intervensi keperawatan untuk memberikan istiraht yang nyaman,

rencana untuk pendididkan klien, penentuan tingkat perawatan diri, dan

penilaian tentang hasil konsultasi dengan tim kesehatan lainnya.

4) Mendokumentasikan semua komponen proses keperawatan sesuai dengan

waktu implementasinya. Komponen-komponen ini termasuk pengkajian

ulang, diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan modifikasi kriteria

hasil.

Tindakan keperawatan interdependen merupakan aktivitas keperawatan

yang dilakukan dalam tim dengan profesi lain seperti ahli gizi, farmasi, dan

sebagainya. Standar dokumentasi meliputi kebijakan, prosedur, pelaksanaan

standar, serta kriteria kualifikasi pernyataan tulisan. Isi kebijakan dan prosedur

meliputi pedoman umum dan khusus yang diharapkan terdapat dalam

dokumentasi, dimana pedoman ini harus diketahui oleh setiap perawat sebagai

standar dalam melakukan pendokumentasian (Nursalam, 2008).

Page 30: Bab I-bab III Baru Jani

30

Hal yang diharapkan dalam pendokumentasian (Nursalam, 2008)

mencakup :

1) Isi data meliputi tanggal, waktu, aspek legal, judul, dan identitas perawat.

2) Pengguanaan singkatan dan simbul yang disepakati,

3) Prosedur koreksi jika ada kesalahan.

4) Orang yang berwenang untuk memasukkan data pada dokumentasi klien.

5) Prosedur untuk pendokumentasian instruksi verbal.

6) Tanggal pendokumentasian.

7) Akses terhadap pendokmentasian

8) Penggunaan formulir standar

9) Prosedur untuk pendokumentasian tindakan pengobatan.

2.2 Manfaat Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting dilihat dari

berbagai aspek (Nursalam, 2008) yaitu :

1) Hukum

Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan

bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah, maka dokumentasi dapat dijadikan

barang bukti di pengadilan. Oleh karena itu data-data harus diidentifikasi secara

lengkap, jelas, obyektif, dan ditandatangani oleh perawat, tanggal, dan dihindari

penulisan yang salah yang menimbulkan interpretai yang salah.

Page 31: Bab I-bab III Baru Jani

31

2) Kualitas pelayanan

Pendokumentasian data klien yang lengkap dan akurat, akan memberi

kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien, dan

umtuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi, dapat diidentifikasi,

dan dimonitor melalui dokumentasi yang akurat. Hal ini akan membantu

meningkatkan kualitas (mutu) pelayanan.

3) Komunikasi

Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat perekam terhadap masalah

yang berkaitan dengan klien. Perawat atau profesi kesehatan lain dapat melihat

dokumentasi yang ada dan sebagai alat komunikasiyang dijadikan pedoman

dalam memberikan asuhan keperawatan.

4) Keuangan

Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua asuhan keperawatan yang

belum, sedang, dan telah diberikan didokumentasikan dengan lengkap dan dapat

digunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi

pasien.

5) Pendidikan

Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut

kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat digunakan sebagai

bahan atau refrensi pembelajaran bagi peserta didik atau profesi keperawatan.

Page 32: Bab I-bab III Baru Jani

32

6) Penelitian

Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang terdapat

didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau

objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.

7) Akreditasi

Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran

dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Dengan

demikian dapat diambil kesimpulan mengenai tingkat keberhasilan pemberian

asuhan keperawatan yang diberikan guna pembinaan dan pengembangan lebih

lanjut. Hal ini selain bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan, juga bagi

individu perawat dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.

2.3 Proses Asuhan keperawatan

Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat umtuk

pengambilan keputusan yang sistematis, problem solving, dan riset lebih lanjut.

Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah,

perencanaan, dan tindakan. Perawat kemudian Mengobservasi dan mengevaluasi

respon klien terhadap tindakan yang diberikan, dan mengkomunikasikan

informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya. Pelaksanaan kegiatan

pendokumentasian proses asuhan keperawatan meliputi.

Page 33: Bab I-bab III Baru Jani

33

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan, verifikasi, dan

komunikasi data tentang klien (Haryanto, 2008). Pengkajian keperawatan

meliputi :

1) Pengumpulan data, kriteria LARB (Lengkap, Akurat, Relevan, Baru)

2) Pengumpulan data , kriteria

a) Data Biologi hasil dari observasi tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik

melalui inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi, dan pemeriksaan diagnostic

atau penunjang.

b) Data Psikologi, sosial, dan spirirtual melalui wawancara dan observasi.

c) Format pengkajian data awal menggunakan model ROS (Review of System)

Pengkajian adalah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam

mengkaji, harus mempertahankan data dasar pasien. Informasi yang didapatdari

klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data skunder),

catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes

diagnostik,keluaga dan orang yang terdekat atauanggota tim kesehatan meripakan

penagkajian data dasar. Pengumpulan data menggunakan berbagai metoda seperti

observasi (data yang dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawasan (bertujuan

mendapatkan respons dari klien dengan cara tatap muka),konsultasi, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laborarorium, ataupun pemeriksaan tanbahan. Manusia

Page 34: Bab I-bab III Baru Jani

34

mempunya respons terhadap masalah kesehatan yang berbeda sehaingga perawat

harus mengkaji respons klien terhadap masalah secara individual.

Tujuan dokumentasi pengkajian adalah (Iyer dan Camps, 2004) :

1) Untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan respons pasien

terhadapmasalah yang dapatmempengaruhi perwatan.

2) Untuk konsolidasi dan organisasi informasi yang didapat dari berbagai sumber

tentang masalah kesehatan pasien sehingga dapat dianalasis dan diidentifikasi

3) Untuk dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mencapai pendapatan informasi

4) Untuk mengidentifikasi berbagai macan karakteristik serta kodisi pasien da

respons yang akan mempengaruhi perecanaan perawatan.

5) Untuk menyediakan data yang cukup pada kebenaran hasil observasi terhadap

respons pasien

6) Untuk menyediakan dasar pemikira pada recana keperawatan

Ada tiga jenis dokumentasi pengkajian yaitu pertama pengkajian awal;

dilakukan ketika pasien baru masuk ke RS, baik berupa data umum maupun data

khusus untuk dapat memudahkan perencanaan perawatan pasien, kedua

pengkajian kontinue; merupakan pengembagan data dasar. Informasi yang

diperolehselama pengkajian awal dan informasi tambahan diperlukan untuk

menegakan data, pengkajian ulang; merupakan pengkajian yang didapat dari

informasi selama evaluasi. Ketiga pengkajian ulang berarti mengevaluasi

Page 35: Bab I-bab III Baru Jani

35

kemajuan data dari masalah pasien atau pengembangan dari data dasar sebagai

informasi tambahan paisien.

Pengkajian haruslah logis, sistimatis dan komprehensif, mengingat

pengkajian meripakan langkah awal dandasar dalam pembuatan proses

keperawatan.

Untuk mencapai catatan pengkajian secara aktual maka perlu

dipertimbangkan pedoman dalam pembuatan pencatatan pengkajian antara lain

(a) Gunakan format yang terorganisir, riwayat kesehatan awal saat MRS

pengkajianpola persepsi kesehatan, riwayat, medis dll

(b) Gunakan fornat yang sudah ada

(c) Catatan informasi tanpa bias

(d) Masukan pernyataan yang mendukung pasien

(e) Jabarkan hasil observasi dan hasil denga jelas

(f) Ikuti prosedur dan kebijakan yang ada

(g) Tulis data secara ringkas

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual

atau potensial. Diagnosis keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi

keperawatan untukmencapai hasil dimana perawat bertanggung jawab atas

gugatan (Nanda, 2006)

Page 36: Bab I-bab III Baru Jani

36

Kriteria Diagnosis Keperawatan :

1) Suatu kesehatan dibandingkan dibandingkan dengan normal untuk

menentukan kesenjangan.

2) Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan

pemenuhan pasien.

3) Diagnosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat.

4) Komponen diagnosis terdiri dari P-E-S (Problem, Etiologi. Symptom)

Ada lima tipe diagnosis keperawatan menurut ( Haryanto, 2008) yaitu :

1) Aktual

Diagnosa keperawatan aktual merupakan masalah yang sudah terjadi dan

ditandai dengan karakteristik mayor (tanda dan gejala)

2) Risiko

Diagnosa keperawatan resiko adalah pernyataan klinik tentang individu,

keluarga atau komunitas yang lebih rentan (vulnerable) mendapat masalh

dibanding orang lain pada situasi yang sama tau mendekati

3) Kemungkinan

Diagnosa keperawatan kemungkinan adalah merupakan pernyataan

tentang masalah yang cenderung terjadi jika mempunyai data yang memadai atau

lebih baik

Page 37: Bab I-bab III Baru Jani

37

4) Sejahtera

Diagnosa keperawatan sejahtera (wellnes) adalah pernyataan klinik

tentang individu, kelompok dan komunitas pada masa transisi dari level sejahtera

spesifik ke level sejahtera yang lebih tinggi

5) Syndrome

Diagnose keperawatan syndrome merupakan kumpulan dari prediksi

diagnosis keperawata aktual atau resiko yang berhubungan dengan kejadian atau

peristiwa

. 3. Perencanaan

Perawat membuat rencana perawatan untuk mengatasi masalah dan

menigkatkan kesehatan pasien.

Kriteria proses perencanaan yaitu (Nanda, 2006) :

1) Prioritas masalah dengan kriteria :

a) Masalah yang mengancam merupakan prioritas utama

b) Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan prioritas kedua

c) Masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga

2) Tujuan asuhan keperawatan memenuhi syarat SMART, dengan kriteria sesuai

Nursing Outcome Criteria (NOC) yaitu :

a) Tujuan dirumuskan secara singkat

b) Disusun berdasarkan diagnosis keperawatan

c) Spesifik pada diagnosis keperawatan

Page 38: Bab I-bab III Baru Jani

38

d) Dapat diukur

e) Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

f) Adanya target waktu pencapaian

3) Rencana tindakan berdasarkan pada Nursing Classification (NIC) yang telah

ditetapkan dengan kriteria :

a) Berdasarkan asuhan keperawatan.

b) Merupakan alternatif tindakan secara tepat.

c) Melibatkan pasien/keluarga

d) Mempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien/keluarga

e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku

f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.

g) Disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber daya dan fasilitas

yang ada.

h) Harus berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan menggunakan

bahasa yang dimengerti.

i) Menggunakan formulir yang baku.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang

mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan dengan

mengikutsertakan pasien dan keluarga. Kriteria proses meliputi :

Page 39: Bab I-bab III Baru Jani

39

1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep

ketrampilan asuhan diri serta membantu kilen memodifikasi lingkungan yang

digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara periodik, sistematis, dan berencana untuk

menilai perkembangan pasien setelah tindakan keperawatan, dengan kriteria

1) Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi.

2) Evaluasi hasil menggunakan indikator perubahan fisologis dan tingkah laku

pasien.

3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan untuk diambil tindakan

selanjutnya.

4) Evaluasi melibatkan klien dan tim kesehatan lain.

5) Evaluasi dilakukan dengan standar (tujuan yang ingin dicapai dan standar

praktik keperawatan)

6) Komponen evaluasi mencakup kognitif (pengetahuan klien tentang penyakit

dan tindakan), Afektif (sikap klien terhadap tindakan yang dilakukan),

Page 40: Bab I-bab III Baru Jani

40

psikomotor (tindakan/perilaku klien dalam upaya penyembuhan), perubahan

biologis (tanda vital, sistem, dan imunologis).

Keputusan dalam evaluasi setelah dilakukannya tindakan meliputi :

1) Masalah teratasi

2) Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian dan perencanaan tindakan

ulang.

3) Masalah teratasi sebagian, perlu modifikasi dan rencana tindakan.

4) Timbul masalah baru.

2.3 Dampak Beban Kerja terhadap Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Seorang perawat diharapkan bersikap penuh perhatian dan kasih sayang

terhadap pasien maupun keluarga pasien dalam melaksanakan tugasnya, namun

pada kenyataannya dimasa sekarang ini masih banyak dijumpai keluhan

masyarakat tentang buruknya kualitas pelayanan keperawatan yang ditulis di

berbagai media masa. Belum tercapainya kualitas pelayanan keperawatan salah

satunya disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan sehingga pendokumentasian

asuhan keperawatan yang merupakan standar bagi perawat profesional belum

terlaksana dengan baik

Beban kerja yang berlebih terjadi karena tidak sebandingnya rasio tenaga

perawat dengan pasien, pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perawat

misalnya membuat kwitansi pemakaian obat, konsul rontgen, mengambil obat

pasien ke apotik sehingga akan mempengaruhi penurunan kinerja perawat dalam

Page 41: Bab I-bab III Baru Jani

41

mendokumentasikan asuhan keperawatan. Pendokumentasian merupakan

indakator mutu pelayanan keperawatan, sehingga jika dokumentasi keperawatan

sudah dilaksanakan dengan baik , mutu pelayanan keperawatan juga baik yang

menimbulkan kepuasan terhadap pelayanan keperawatan demikan juga

sebaliknya (Nursalam, 2008)

Page 42: Bab I-bab III Baru Jani

42

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai

landasan penelitian yang didapatkan di bab tinjauan pustaka (Setiadi, 2007).

Kerangka konsep dapat dijelaskan seperti gambar 3.1 berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Keterangan :

: Diteliti : Berpengaruh

: Tidak diteliti

TIME LOAD

PSYCHOLOGICAL STRESS LOAD

Beban kerja

MENTAL EFFORT LOAD

Ketergantungan pasienShift Kerja

Kegiatan langsungKegiatan tak langsungKegiatan tambahan

Penerapan Dokumentasi

Proses Keperawatan

42

Page 43: Bab I-bab III Baru Jani

43

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.2.1 Variabel penelitian

Jenis variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk

menjelaskannya penggunaannya dalam penelitian. Beberapa variabel

dimanipulasi dan lainnya sebagai kontrol. Beberapa variabel diidentifikasi tetapi

tidak diukur dan yang lainnya diukur dengan pengukuran sebagian (Nursalam,

2008). Pada penelitian ini yang termasuk variabel independen adalah beban kerja

perawat dan variabel dependen (tergantung) adalah penerapan dokumentasi

proses asuhan keperawatan.

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi operasional Tehnik pengukuran

Skala

Bebas :Beban Kerja Perawat

Kegiatan atau aktifitas yang dilakukan perawat sesuai dengan jenis pekerjaan dan beratnya pekerjaan dalam satuan waktu tertentu yang meliputi : time load, mental effort load, dan psychological stress load yang ditentukan berdasarkan kriteria pada tabel SWAT.

Parameternya adalah pengisian kuesioner langsung oleh responden

Ordinal- Rendah (SWAT

= <40)- Sedang (SWAT

= 41 sampai 60 - Tinggi (SWAT

61-100).

Terikat :Dokumentasi Proses Keperawatan

Kumpulan informasi keperawatan dan kesehatan klien yang dilakukan oleh perawat

Studi dokumentasi

dengan checklist

Ordinal- Kurang

(0-49%)

Page 44: Bab I-bab III Baru Jani

44

Variabel Definisi operasional Tehnik pengukuran

Skala

Sebagai pertanggung-jawaban dan pertanggunggugatan terhadap asuhan keperawatan dengan mengisi catatan medik kepeawatan yang telah disahkan RSUP Sanglah Denpasar yang diukur dengan menghitung nilai prosentase yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi dengan ceklist

- Sedang (50-74%)

- Baik total (75-100%)

3.3 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara beban kerja perawat dengan penerapan dokumentasi

proses asuhan keperawatan.