bab i - v baru

140
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan Pembangunan Kesehatan dapat dilihat dari berbagai indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai evaluasi keberhasilan pelaksanaan program. Untuk menilai derajat kesehatan tersebut digunakan beberapa indikator, yaitu Mortalitas (kematian), Status Gizi dan Morbiditas (kesakitan) ( Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2013). Status gizi anak balita di Indonesia saat ini masih memprihatinkan (Mustapa,dkk, 2013). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa status gizi anak di Indonesia masih jauh dari harapan (Mahayu, 2014). Masalah ini menjadi sangat penting untuk ditindak lanjuti, karena pada periode masa balita, merupakan periode masa kritis. Masa ini merupakan periode optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak. Menurut Depkes RI (2006) masalah gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan dapat menjadi 1

Upload: ulmanriantara

Post on 17-Nov-2015

236 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hjghjghg

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKeberhasilan Pembangunan Kesehatan dapat dilihat dari berbagai indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai evaluasi keberhasilan pelaksanaan program. Untuk menilai derajat kesehatan tersebut digunakan beberapa indikator, yaitu Mortalitas (kematian), Status Gizi dan Morbiditas (kesakitan) ( Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2013).Status gizi anak balita di Indonesia saat ini masih memprihatinkan (Mustapa,dkk, 2013). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa status gizi anak di Indonesia masih jauh dari harapan (Mahayu, 2014). Masalah ini menjadi sangat penting untuk ditindak lanjuti, karena pada periode masa balita, merupakan periode masa kritis. Masa ini merupakan periode optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak. Menurut Depkes RI (2006) masalah gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan dapat menjadi penyebab kematian terutama pada kelompok resiko tinggi (bayi dan balita).Kematian Balita adalah penduduk yang mati sebelum berumur 5 (lima) tahun. Target MDG`s untuk indikator AKABA di Indonesia sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk kota Padang tidak bisa dikeluarkan Angka Kematian Balita karena jumlah kelahiran kurang dari 1000, untuk itu kota Padang hanya memaparkan kasus kematian Balita saja. Pada Tahun 2012 lebih banyak terjadi kasus kematian Balita laki laki yaitu sebanyak 60 orang anak dibandingkan anak perempuan hanya sebanyak 57 orang, dengan total kasus berjumlah 117 balita ( Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2013).Data WHO menunjukkan 60 persen kematian bayi dan balita terkait dengan kasus gizi kurang. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia ini juga menunjukkan, kesehatan masyarakat Indonesia terendah di ASEAN dan peringkat ke-142 dari 170 negara (Sulastri,dkk , 2009) .Persoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum Development Goals (MDGs). Setiap Negara secara bertahap harus mampu menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga mencapai 15 persen pada tahun 2015 (Saputra, 2012).Masalah gizi di Indonesia dan Negara berkembang pada umumnya masih di dominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah anemia besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih (Supariasa, 2012).Masalah masih tingginya prevalensi gizi kurang dan buruk pada balita di Indonesia suatu indikasi bahwa upaya penanggulangan gizi belum optimal. Saat ini dalam upaya penurunan prevalensi gizi kurang dan buruk pada balita, program pemerintah lebih diarahkan pada upaya penanggulangannya seperti pemberian makanan tambahan atau PMT bukan pada upaya pencegahannya. Padahal kejadian gizi kurang dan buruk tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan konsumsi makanannya tetapi juga faktor lainnya seperti keadaan ekonomi, pendidikan, pola asuh, sanitasi lingkungan, morbiditas (penyakit infeksi), dan akses ke pelayanan kesehatan (Tjukami, dkk ,2011).Gizi kurang menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga akan menyebabkan keseimbangan terganggu dan akan terjadi infeksi (Anonim A, 2009). Salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi baik. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang penyakit infeksi dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi, sehingga terjadi hubungan timbal balik antara status gizi dan penyakit infeksi. (Nadimin, 2010).Dalam 3 tahun terakhir, upaya yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Kesehatan untuk mengurangi angka balita gizi kurang dan gizi buruk belum terpenuhi karena sampai sekarangpun masalah gizi buruk di Indonesia masih tinggi hal ini dapat dilihat dari data Depkes yaitu jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2004, sebanyak 5,1 juta jiwa. Pada tahun 2006, jumlah anak balita bergizi kurang dan buruk turun menjadi 4,28 juta anak, dan 944.246 orang di antaranya berisiko gizi buruk. Pada tahun 2007, jumlah anak balita bergizi kurang dan buruk turun lagi jadi 4,13 juta anak, dan 755.397 orang di antaranya tergolong risiko gizi buruk. Secara kuantitas masih banyak balita kurang gizi yang belum tersentuh seperti yang terlihat pada data diatas. Sementara secara kualitas, tingkat kehidupan dan kesehatan bayi masih rendah dan rentan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007) .Kepala Sub Direktorat Gizi Makro Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Dr. Minarto, MPS menyatakan, angka kejadian (prevalensi) gizi kurang yang terjadi di 53 kabupaten/kota di Indonesia masih di atas 40 persen dari populasi balita (Saifudin, 2007).Berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2010, dimana 14% balita termasuk dalam gizi lebih yang besarannya hampir sama dengan balita gizi kurang. Gizi kurang pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan keterbatasan kenaikan berat badan yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik dua kali berisiko mengalami gizi kurang 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat badannya naik terus (Publichealth,2012).Pemerintah membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk baik di tingkat puskesmas maupun di rumah sakit, untuk membantu pemulihan kasus gizi buruk pada anak balita (Depkes RI, 2006).Begitu juga dengan Sumatera Barat yang merupakan salah satu propinsi yang masih mengalami persoalan kurang gizi, masalah ini amat perlu mendapat perhatian kita bersama dimana persoalan gizi terutama pada gizi makro yaitu kekurangan energi protein. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatra Barat tahun 2007 dari 19 Kab/kota, didapat jumlah balita sebanyak 473.805 orang, Balita yang ditimbang sebanyak 278.973 orang dari data tersebut dapat dilihat hanya 58,9% ibu yang menimbang anaknya ke posyandu. Dari hasil penimbangan tersebut prevalensi status gizi kurang pada balita di Sumatra Barat dari tahun 2006-2007 turun sebesar 0,1 yaitu 12,8%. Berdasarkan data provinsi Sumatra Barat pada tahun 2009 terdapat 12,5% kasus gizi kurang,dan pada tahun 2010 terdapat 12,8% kasus gizi kurang.Di kota Padang pemantauan Status Gizi Balita (PSG) dilakukan secara rutin di Posyandu setiap bulan dan secara khusus 1 kali setiap tahun dilakukan secara bersamaan pada bulan Agustus. Hasil PSG tahun 2012 menunjukan Prevalensi Status Gizi balita berdasarkan BB/U adalah: dari 3.223 anak yang ditimbang ditemukan : Gizi lebih 3,97%, Gizi baik 83,62%, Gizi kurang 9,54% dan Gizi buruk 3,16%. Sementara dari hasil penimbangan rutin di Posyandu dengan indikator berat badan perumur menemukan 486 balita mengalami gizi kurang, jika dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir terjadi penurunan kasus balita gizi kurang, dimana tahun 2011 (518), tahun 2010 sebanyak 550 Balita (Profil Dinas Kesehatan Kota Padang,2013).Berdasarkan studi dokumentasi terhadap laporan profil Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2013 dalam penanggulanan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk ini, banyak kendala yang ditemui seperti ketika ibu balita yang tidak mau membawa anaknya imunisasi atau tidak lengkapnya untuk melakukan imunisasi. Banyak anggapan yang salah tentang imunisasi yang berkembang dimasyarakat. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika ada pengetahuan yang memadai tentang pemberian imunisasi tersebut. Banyak penyakit infeksi yang justru semakin memperparah kondisi anak, terutama pada anak yang mengalami gizi kurang.Penanggulangan balita gizi kurang dan buruk di Kota Padang yang memerlukan perawatan dilakukan di Puskesmas Nanggalo sebagai Puskesmas rawatan gizi buruk/ kurang. Berdasarkan prevalensi status gizi Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2012, dari 300 anak balita yang ditimbang di Kecamatan Nanggalo didapatkan data balita dengan gizi baik sebanyak 246 orang (82,00%), balita yang mengalami gizi lebih sebanyak 7 orang (2,33%), dan balita dengan gizi sangat kurang sebanyak 15 orang (5,00%), serta anak balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 32 orang (10,67%) yang saat ini masih menjadi perioritas utama penanganan masalah gizi di Puskesmas Nanggalo. Dari survey awal yang dilakukan pada tanggal 13 Februari 2014 terhadap 4 orang balita yang mengalami gizi kurang, didapatkan 3 orang anak balita (75%) status imunisasinya tidak lengkap. Dari keempat anak balita tersebut hanya didapatkan satu orang anak balita (25%) yang mengalami gizi kurang mendapatkan imunisasi dasar lengkap.Kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk dan gizi kurang, imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik. Balita gizi buruk yang dirawat di RS biasanya selain menderita gizi buruk juga menderita penyakit lainnya seperti TBC, ISPA, dan diare. Hal ini dikarenakan penyakit penyerta yang diderita oleh balita menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga pemasukan zat gizi ke dalam tubuh balita menjadi berkurang (Moehji, 2013).Berdasarkan RISKESDAS 2007 dan SDKI 2007, status imunisasi dasar juga mempengaruhi status gizi (BB/U). Proporsi anak balita dengan gizi lebih, kurang atau buruk lebih banyak ditemukan pada anak balita dengan status imunisasi dasar tidak lengkap dibandingkan dengan status imunisasi dasar lengkap. Kekurangan asupan zat gizi makro pada anak-anak dapat menyebabkan anak-anak menderita penyakit infeksi (Nina, 2009).Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang pada tahun 2014.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah Apakah ada pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014.

1.3.2 Tujuan Khususa. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014b. Diketahuinya distribusi status imunisasi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014c. Untuk mengetahui pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Bagi Peneliti Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibangku perkuliahan dan menambah wawasan ilmiah dalam melakukan penelitian, mengolah, menganalisa dan menginformasikan data yang didapatkan, kemudian manfaat selanjutnya untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita dan juga sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan.1.4.2 Bagi Institusi PendidikanSebagai bahan masukan dan data dasar bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada anak balita1.4.3 Bagi tempat penelitianSebagai bahan informasi bagi pihak Puskesmas Nanggalo tentang gizi kurang, sehingga gizi kurang dapat menurun.

1.5 Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014. Jenis penelitian analitik dengan desain penelitian case control. Dibagi kasus anak balita yang mengalami gizi kurang dan control anak balita yang mengalami gizi baik, sehingga dapat diambil perbandingan 1:2. Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 8-20 Mai 2014, dengan populasi anak balita yang mengalami gizi kurang yang berjumlah 13 orang dan anak balita yang tidak mengalami masalah gizi kurang di Puskesmas Nanggalo Padang berjumlah 26 orang anak balita.

BAB IITINJAUAN TEORITIS 2.1 Gizi Kurang Pada Anak Balita 2.1.1 Pengertian Gizi Kurang ( KEP )Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu Ghidza. Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Proverawati, 2012).Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, 2012). Status gizi (Nutrition Status) adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: gondok endemic merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Proverawati, 2011).Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2012).

2.1.2 Tanda Klinis Gizi KurangTanda-tanda klinis gizi kurang (malnutrition) tidak spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama, tetapi penyebabnya berbeda (supariasa, 2012).Menurut Supariasa (2012), kelainan atau gangguan yang terjadi pada kulit, mata membran mukosa mulut, dan bagian tubuh yang lain dapat dipakai sebagai petunjuk ada tidaknya masalah gizi kurang. Pemeriksaan fisik sebaiknya merupakan bagian integral dari survey gizi.a. Rambut1. Kurang bercahaya (lack of clustee) : rambut kusam dan kering2. Rambut tipis dan jarang (thinness and aparseness)3. Rambut kurang kuat/mudah putus ( straightness)4. Mudah rontok (easy pluckability)b. Wajah1. Penurunan pigmentasi (defuse depigmentation)2. Wajah seperti bulan (moon face), wajah menonjol keluar, lipatan naso labial3. Pengeringan selaput mata (conjunctival xerosis).4. Bintik bitot (bitots spot), gumpalan kecil putih pada permukaan mata5. Pengeringan kornea (cornea xerosis)c. Mata 1. Selaput mata pucat (pale conjunctiva)2. Keretomalasi3. Angular palpebritis : celahan / retakan disebelah luar/ sisi matad. Bibir 1. Angular stomatitis ; celahan pada sudut-sudut mulut2. Jaringan parut angular, bekas angular stomatitis menjadi merah muda atau memutih pada sudut-sudut mulut3. Cheilosis, luka memerah, membengkak, dan terjadi ulcerasi pada bibir, selain pada sudutnya.e. Lidah 1. Edema dari lidah2. Lidah berwarna merah celah dan sangat nyeri3. Lidah magenta ; lidah berwarna merah keungguan4. Fissures ; keadaan pecah-pecah pada permukaan lidahf. Gigi 1. Mottle enamel. Pada gigi tampak bintik putih dan kecoklatan ; pada gigi seri atas2. Karies gigi ; keadaan gigi yang rusak3. Pengikisan (attrition) ; pengikisan terjadi pada gigi seri dan taring4. Hipolasia email (enamel hypopkasia); formasi tidak sempurna pada permukaan gigi, terutama pada bagian tengah ketiga.5. Erosi email (enamel erosion)g. Gusi1. Spongi, bleeding gums; bunga karang keungguan atau merah yang membengkak pada papilla gigi bagian dalam dan / tepi gusi, yang biasanya mudah berdarah pada tekanan kecil

h. Kelenjar 1. Pembesaran tiroid, kelenjar ini terlihat dan teraba membesar2. Pembesaran parotid gejala ini positif jika terdapat pembengkakan kronis, terlihat pada kedua paratid.i. Kulit 1. Xerosis ; keadaan kulit yang mengalami kekeringan tanpa mengandung air2. Follicular hyperkeratosis; disekitar folikel rambut dan membentuk plak yang mirip duri-duri. Kulit disekitarnya kering dan kekurangan jumlah kelembaban yang normal dan tak berminyak (kulit katak).3. Petechiae; bintik haemorrhagic kecil pada kulit atau membran berlendir yang sulit dilihat pada orang kulit gelap4. Dermatitis, kulit menjadi merah, semakin bengkak, dan mungkin pecah-pecah, lesi ini terasa gatal dan terasa terbakar5. Dermatosis ; berbintik/belang berhiperpigmentasi bilateral pada kulit yang mengelupas, sering mirip luka bakar6. Lesi dari kulit skrotum atau vulva, sering terasa sangat gatal.j. Kuku 1. Oedema pada kaki dan mata kaki, kemudian bisa meluas pada organ genetalia, wajah, dan tangan.2. Lemak bawah kulitk. System tulang dan otot 1. Kemampuan anak untuk mengangkat kepala dan kemampuan bangun dari posisi tidur ke posisi dudukl. System internal1. Hepatomegali ; pembesaran hati akibat konsumsi protein rendah, terlalu banyak makanan yang mengandung karbohidrat2. Perubahan mental3. Kehilangan sensor, daya gerak yang lemah, hilangnya kepekaan indra posisi, vibrasi, hilangnya sentakan lutut dan tumit, kepayahan betis4. System kardiovaskuler; pembesaran jantung, (tachycardia) jantung berdebar kencang (supariasa, 2012).2.1.3 Kebutuhan Gizi BalitaKebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada kesetimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati, 2011).a. Kebutuhan energiKebutuhan energi bayi dan balita relative besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.b. Kebutuhan zat pembangun Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relative lebih kecil (Proverawati, 2011). 2.1.4 Penilaian Status Gizi a. Penilaian Status Gizi Secara LangsungPenilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas sebagai berikut:1. Klinisa) PengertianPemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicia epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Proverawati, 2011).b) PenggunaanMetode ini digunakan untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu pula digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2012).

2. Biokimiaa) PengertianPenilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga berbagai jaringan tubuh seperti hati dan otot (Proverawati, 2011).b) Penggunaan Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentuka kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, 2012).3. Biofisika) PengertianPenentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Proverawati, 2011).b) PenggunaanUmumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja endemic (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah adaptasi gelap (Supariasa, 2012).

4. Antropometri a) PengertianSecara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Proverawati, 2011).b) PenggunaanAntropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2012).Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:1) Berat Badan menurut gambaran Umur (BB/U),Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurutnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil (Supariasa, 2012).Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sabagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, 2012).Kelebihan Indeks BB/U :a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umumb) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronisc) Berat badan dapat berfluktuasid) Sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan kecile) Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)Kekurangan indeks BB/U :a) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asitesb) Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisyonal, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangand) Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah social budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan, dan sebagainya.2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skleral. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah kekuragan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relative lama (Supariasa, 2012).Keuntungan indeks TB/U :a) Baik untuk menilai status gizi masa lampaub) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawaKelemahan indeks TB/Ua) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turunb) Pengukuran relative sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.c) Ketepatan umur sulit didapat3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB):Berat badan memiliki hubungan yang linear terhadap tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah diperkenalkan indeks ini untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa, 2012).Keuntungan indeks BB/TB :a) Tidak memerlukan data umurb) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus)Kelemahan indeks BB/TB :a) Tidak memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.b) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang, tinggi badan pada kelompok balita.c) Membutuhkan dua macam alat ukurd) Pengukuran relative lebih lamae) Membutuhkan dua orang untuk melakukannyaf) Sering terjadi kesalahan dalam membaca hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.4) Lingkar Lengan Atas menurut (LLA/U)Linkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Indeks lengan atas sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak. Pada usia 2 sampai 5 tahun perubahannya tidak Nampak secara nyata, oleh karena itu lingkar lengan atas banyak digunakan dengan tujuan screening individu, tetapi dapat juga digunakan untuk pengukuran status gizi.

kelebihan indeks LLA/U :a) Indikator yang baik untuk menilai KEP beratb) Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiric) Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi, sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan menulisKekurangan indeks LLA/U :a) Hanya dapat mengidentifikasikan anak dengan KEP beratb) Sulit menentukan ambang batasc) Sulit digunakan untuk melihat petumbuhan anak terutama anak usia 2 sampai 5 tahun yang perubahannya tidak nampak (Supariasa, 2012).Tabel 2.1Pengelompokan Keadaan Gizi Menurut Indeks Antopometri.

Status GiziAmbang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks

BB/UTB/UBB/TBLLA/ULLA/TB

Gizi BaikGizi KurangGizi Buruk> 80%61 80 % 60 %>85%71 85 % 70 %>90 %81 90 % 80 %>85 %71 85 % 70 %> 85 %76 85 % 75 %

Sumber : Supariasa.b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak LangsungPenilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Survey konsumsi makanana) PengertianSurvey konsumsi makanan adalah metode penentu status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsib) PenggunaanPengumpulan data konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survey ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi2. Statistic vitala) PengertianPengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.b) PenggunaanPenggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status masyarakat.3. Faktor ekologia) PengertianBengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.b) PenggunaanPengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw, 1964 dalam supariasa, 2012).

Penilaian Status GiziPengukuran Tidak LangsungAntropometriBiokimiaKlinisbiofisik

Pengukuran Langsung

Survey konsumsiStatistic vitalFactor ekologi

Sumber : (Supariasa, 2012)Gambar 2.1 Metode Penilaian Status Gizi

c. Cara melakukan penilaian status gizi, yaitu :1) Nilai-nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U, atau BB/TB) dibandingkan dengan nilai RUJUKAN yang dalam hal ini digunakan rujukan WHO-NCHS).2) Dengan menggunakan batas ambang (cut-off) untuk masing-masing indeks, maka status gizi seseorang atau anak dapat ditentukan.3) Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak terjadi kerancuan dalam interpretasi (Proverawati,2011).

Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2013), pengukuran antropometri status gizi yang digunakan menurut WHO NHCS adalah :1) BB/U :Gizi lebih=> 2.0 SDGizi baik=-2.0 SD s.d + 2.0 SDGizi kurang=< -2.0 SDGizi buruk=< -3.0 SD2) TB/U :Normal=> = -2.0 SDPendek =< -2.0 SD3) BB/TB :Gemuk= > 2.0 SDNormal=-2.0 SD s.d + 2 SDKurus=< -2.0 SDSangat Kurus=< 3.0 SDDari berbagai jenis indeks, untuk menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas disajikan dalam tiga cara yaitu : 1) Persen Terhadap Median, dinyatakan terhadap median buku NCHSMedian adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri median sama dengan persentil 50. Nilai median ini dinyatakan = 100% (untuk standar).Cara :Pertama-tama timbang berat badan anak dan catat juga umur dan jenis kelaminnya, setelah itu hasilnya dibandingkan dengan berat badan menurut umur standar WHO/NCHS, kemudian dikali 100%. Hasilnya diinterpretasikan dengan criteria.Tabel 2.2Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri Yang Disajikan Dalam Persen Terhadap Median

Status gizi Indeks

BB/UTB/UBB/TB

Gizi Baik> 80 %> 90 %> 90 %

Gizi Sedang71 80 %81 90 %81 90 %

Gizi Kurang61 70 %71 80 %71 80 %

Gizi Buruk 60 % 70 % 70 %

Sumber : Proverawati,20112) Persentil,Persentil 50 merupakan median / nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan kurang serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.

Tabel 2.3 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri Yang Disajikan Dalam Persentil

Status GiziPersentil

Gizi Lebih ( Gemuk )> P 97

Gizi BaikP 3 P 97

Gizi Kurang< P 3

Sumber : Proverawati,2011

3) Standar Deviasi Unit (Z-Skor).Standar deviasi disebut juga Z-Skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Selain itu Waterloq juga merekomendasikan penggunaan SD untuk menyatakan hasil pengukuran pertumbuhan atau Growth Monitoring.Z-Skor membedakan laki-laki dan perempuan, yaitu :1 SD unit (1 Z-Skor) 11% dari median BB/U1 SD unit (1 Z-Skor) 10% dari median BB/TB1 SD unit (1 Z-Skor) 5% dari median TB/URumus perhitungan Z-Skor adalah :

Dimana :BB obs= Berat badan hasil penimbangan pada umur XMedian BB baku= BB baku pada umur XSd BB baku= Standar deviasi BB pada umur X

Tabel 2.4 Klasifikasi Status gizi berdasarkan IndikatorTB/U yang disajikan dalam Z-SkorIndeksStatus Gizi

BB/UBB/TB

+ 2 SDGizi LebihGemuk

- 2 SD s/d + 2 SDGizi BaikNormal

2 SD s/d - 3 SDGizi KurangKurus

- 3 SDGizi BurukSangat Kurus

( Cut-off : Berdasarkan Hasil Kesepakatan Pakar Gizi, Januari 2000)Sumber : Proverawati,2011

Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U Dan BB/TB yang disajikan dalam Z-Skor

IndeksStatus Gizi

BB/U

2 SDNormal

< 2 SDPendek

( Cut-off : Berdasarkan Hasil Kesepakatan Pakar Gizi, Januari 2000) Sumber : Proverawati,2011

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Masalah GiziProses alamiah terjadinya penyakit yang diterapkan pada masalah gizi (gizi kurang) melalui berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya intraksi faktor penjamu (Host), sumber penyakit (Agens) dan lingkungan (Environment). Ketidak seimbangan antara ketiga faktor ini, misalnya terjadinya ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh maka, simpanan zat gizi akan berkurang dan lama kelamaan simpanan menjadi habis (Supariasa,2012).Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan terjadi perubahan faali dan metabolis, dan akhirnya memasuki ambang klinis. Proses ini berlanjut sehingga menyebabkan orang sakit. Tingkat kesakitannya dimulai dari sakit ringan sampai sakit berat. Dari kondisi ini akhirnya ada empat kemungkinan yaitu mati, sakit kronis, cacat dan sembuh apabila ditanggulangi secara intensif (Supariasa, 2012). 2.1.6 Patogenesis Penyakit Kekurangan GiziMenurut Supariasa (2012) patogenesis penyakit gizi kurang melalui 5 tahapan yaitu : pertama, ketidakcukupan zat gizi. Apabila ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama maka persediaan/cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan iitu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik.2.1.7 Patofisiologi Menurut dr. Subagyo, sp.P (2013), faktor penyebab kekurangan gizi adalah pelayanan kesehatan, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit. Novita (2012) juga mengungkapkan hal yang serupa yaitu selain pendidikan, pemberian asi dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik.Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi kurang. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit (Novita, 2012).Sering sakit menjadi penyebab terpenting kekurangan gizi, apalagi di negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan/ personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti TBC masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.Menurut Proverawati (2010) infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan (Suparyanto, 20122.1.8 Pengaruh Status Gizi Kurang Pada BalitaStatus gizi pada masa balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para orang tua, karena kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irreversible (tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Fase perkembangan otak pesat pada usia 30 minggu-18 bulan. Status gizi baliata dapat diketahui dengan cara mencocokan umur anak dengan berat badan standar dengan mengggunakan pedoman WHO-NCHS. (Proverawati, 2011).Sedangkan parameter yang cocok diguankan pada balita adalah berat badan, tingggi badan dan lingkar kepala. Lingkar kepala digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Kurang gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak (Proverawati, 2011).Pertumbuhan otak dan jaringan syaraf berlangsung sangat cepat pada masa janin masih dalam kandungan dan pertumbuhan itu akan berlangsung terus sampai setelah bayi lahir. Pada waktu bayi mencapai usia 10 bulan, jumlah sel otak yang terbentuk sudah akan mencapai jumlah yang maksimal. Pada penderita gizi kurang atau gizi buruk, sejak masih dalam kandungan maupun setelah lahir., akan mengalami hambatan terhadap tumbuh kembang sel jaringan otak (Moehji, 2013).Pengaruh gizi kurang atau buruk terhadap tumbuh kembang sel jaringan otak, menurut Winnic adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6Pengaruh gizi buruk terhadap tumbuh kembang sel jaringan otakMasa terjadinya gizi kurang / buruk:Hambatan tumbuh kembang yang terjadi:

a. Masa masih dalam kandunganb. Tahun pertama setelah lahirc. Tahun kedua setelah lahirJumlah sel otak yang terbentuk hanya 60% dari jumlah seharusnya.Jumlah sel otak yang terbentuk hanya 80-85% dari jumlah yang seharusnya.Jumlah sel otak mencapai jumlah 100% dari seharusnya. Tetapi besarnya masing-masing sel tidak mencapai ukuran yang semestinya.

Sumber : Moehji,2013

Disamping pengaruh terhadap tumbuh kembang sel otak, gizi buruk juga menyebabkan kelainan kromosom yang sifatnya permanen. Kelainan yang terjadi pada jaringan otak akibat gizi buruk itu membawa dampak antara lain :a. Turunnya fungsi otak yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar.Penelitian yang dilakukan di Amerika Tengah Brazilia dan India menunjukan bahwa anak yang pada awal kehidupan mereka gizi kurang gizi buruk, 20-30% tidak naik kelas dan mengulang pada tahun pertama paling sedikit satu kali, dan 17%-20% mengulang pada kedua pada waktu mereka mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar.b. Turunnya fungsi otak menyebabkan kemampuan anak bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungannya sangat rendah dan anak menjadi apatis.c. Turunnya fungsi otak membawa akibat terjadinya perubahan keperibadian anak.Secara keseluruhan gizi buruk yang terjadi pada anak diusia muda membawa dampak: anak mudah menderita lelah mental, sukar berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi belajar menjadi rendah (Moehji, 2013).2.1.9 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan GiziIntervensi untuk pemulihan tingkat gizi anak penderita gizi buruk adalah berupa pemberian makanan tambahan di luar makanan yang dimakan anak di lingkungan keluarganya. Jadi pengertian PMT adalah pemberian zat gizi dalam bentuk bahan makanan yang kandungan zat gizinya terukur, yang berasal dari luar keluarga (Moehji, 2013).Mengacu kepada tujuannya, ada dua macam PMT menurut Moehji tahun 2013 yaitu :a. PMT pemulihan Bertujuan memulihkan gizi penderita yang buruk dengan jalan memberikan makanan dengan kandungan gizi yang terukur sehingga kebutuhan gizi penderita dapat terpenuhi. PMT jenis ini dapat diberikan kepada anak usia Balita ataupun anak usia sekolah dasar.Intervensi dapat berupa pemberian makanan yang jumlah dan jenis kandungan zat gizinya sudah terukur. Jenis makanan yang diberikan harus padat gizi. Dalam pemilihan makanan untuk PMT sering dianjurkan penggunaan bahan makanan setempat dengan alasan agar untuk pelaksanaan PMT tidak tergantung pada terdsedianya bahan makanan dari luar daerah, sehingga upaya pelestarian PMT lebih terjamin.b. PMT penyuluhan Berfungsi sebagai sarana bagi penyuluhan gizi bagi orang tua anak balita. Karena sasaran PMT-Penyuluhan juga berbeda dengan PMT pemilihan, yaitu semua anak balita bukan penderita gizi buruk.

2.2 Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Kurang Menurut Departemen Gizi & Kesehatan Masyarakat malnutrisi atau gizi kurang merupakan masalah ekologi yang merupakan hasil akhir dari interaksi multi faktor dari faktor lingkungan fisik, biologi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pengukuran faktor ekologi diperlukan untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Beberapa faktor ekologi tersebut adalah :2.2.1 Faktor Sosial ekonomia. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan.b. Jenis PekerjaanKeterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat disangka bahwa penghasilan keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan (Suparyanto, 2012).Kekurangan asupan gizi dari makanan yang disebabkan terbatasnya jumlah makan yang dikonsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial ekonomi yaitu kemiskinan (UNICEF,2007).c. Tingkat Pengetahuan Orang TuaKetidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anaknya (IDAI,2007). Masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dibidang masakan akan menurunkan konsumsi makan anak, keragaman bahan dan keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebebasan (Suparyanto, 2012).d. Pola AsuhPerilaku dan budaya dalam pengolahan pangan yang buruk dan pengasuhan anak (UNICEF,20072.2.2 Faktor Yang Berhubungan Dengan Makanan a. Ketersedian makanan (Availability)b. Jangkauan terhadap makanan ( Accessibility)c. Persiapan ( Preparation )d. Konsumsi ( Consumption )Asupan nutrisi adalah salah satu upaya untuk tumbuh dan perkembangan yang baik dan optimal. Sebab, kesehatan tubuh anak sangat erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi.e. Penggunaan zat gizi (Utilization)Banyaknya zat-zat tidak baik yang masuk kedalam tubuh anak melalui makanan sangat mempengaruhi kesehatan. oleh karena itu, orang harus selalu menjaga kualitas, kuantitas gizi dan pola makan anak (Mahayu, 2014).f. Kecukupan (Adequality)2.2.3 Aspek KesehatanAspek kesehatan yang berpengaruh besar terhadap status gizi masyarakat adalah sebagai berikut :a. Kontribusi InfeksiInfeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga asupan makanan menjadi rendah yang akhirnya menyebabkan kurang gizi. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makan secara baik (UNICEF,2007). Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghasilkan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan (Suparyanto, 2012).b. Sanitasi LingkunganSri Mulyati, dkk, menunjukan bahwa pada umumnya penyakit penyerta pada kasus gizi kurang dan buruk adalah diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Sedangkan kejadian diare biasanya erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan seperti sumber air bersih, adanya saluran pembuangan limbah rumah tangga dan jamban (Tjukami, 2011).c. Aksen Pelayanan KesehatanData data yang diperlukan sehubungan dengan pelayan kesehatan seperti ada tidaknya puskesmas, RS beserta jumlah program kesehatan seperti imunisasi, keluarga berencana, pengenalan oralit, training-training yang melibatkan masyarakat diperlukan dalam survei yang berhubungan dengan gizi.Faktor jarak ketempat pelayanan kesehatan (posyandu, rumah sakit, puskesmas, pustu, dokter praktek) berhubungan signifikan dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang. Selain memerlukan waktu tempuh lebih lama juga akan memerlukan biaya untuk transportasi, sehingga bagi rumah tangga miskin, pengeluaran untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kemungkinan menjadi tidak mendapat perioritas (Tjukami, 2011).Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan akhirnya akan berakibat pada kondisi status kesehatan anak. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :1. ImunisasiSelain pemenuhan asupan gizi yang masih belum memenuhi standar kesehatan anak terhadap pencegahan gizi kurang, salah satunya adalah mendapatkan imunisasi juga masih belum sepenuhnya optimal (Mahayu, 2014)2. Kunjungan Posyandu Posyandu adalah tempat pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat. Rutinitas ibu yang membawa anaknya keposyandu untuk menimbang berat badan anak berguna untuk memantau pertumbuhan balita sehingga dapat mencegah menurunnya keadaan gizi anak2.2.4 Faktor DemografiFaktor demokrafi dipertimbangkan sabagai faktor yang juga berpengaruh terhadap status gizi masyarakat sehingga digunakan sebagai denominator pada CNL equalition, seperti :a. Jumlah anggota keluargab. Jarak kelahiranBanyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adik yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawat secara baik (Suparyanto, 2012).2.2.5 Politik Dan KebijakanPolitik yang tidak stabil khususnya peperangan atau lainnya akan berdampak pula terhadap status gizi masyarakat. Perbaikan status gizi masyarakat sangat tergantung pada kebijakan pemerintah seperti kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan gizi dan kesehatan, kebijakan pertanian.2.2.6 BudayaBudaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan di butuhkan oleh kelompok umur tersebut.Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan tersebut (Suparyanto,2012).2.2.7 Geografi Dan IklimGeografi dan iklim berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga berhubungan dengan produksi makanan.

2.3 Status ImunisasiKomisi WHO mengemukakan hasil penelitian mereka menunjukan adanya hubungan sinergis antara gizi buruk dan penyakit infeksi. Gizi buruk menyebabkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi menurun. karena itu pemeliharaan gizi anak harus mencangkup upaya pemberian immunisasi untuk pencegahan terhadap beberapa penyakit sepertitu tuberkulosa, campak,polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu (Moehji, 2013).Program imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi seseorang dari serangan penyakit yang berbahaya dan mematikan, kususnya bagi bayi dan anak-anak. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa banyak sekali kematian akibat penyakit bisa dicegah dengan pemberian imunisasi. Meskipun demikian, masih banyak orang yang meragukan keamanan imunisasi. Padahal dengan adanya imunisasi, diharapkan bias menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, serta mampu mengurangi kecacatan akibat penyakit (Mahayu, 2014).

2.3.1 Pengertian ImunisasiMenurut Hidayat (2005), imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk meransang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak, dan melalui mulut, seperti vaksin polio.Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai system memori (daya ingat), ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka akan dibentuk antibody untuk, melawan vaksin tersebut dan system memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman (Mulyani,ddk,2013).Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan balita dengan suntikan atau tetesan untuk mencegah agar anak tidak sakit atau walaupun sakit tidak menjadi parah (Kepmenkes RI,2010).Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindunga atau untuk memperpanjang masa perlindungan (Mulyani,ddk,2013).Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari system imun dalam tubuh. (Muslihatun,2010).Pada hakekatnya kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun aktif. Keduanya dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Kekebalan pasif yang didapatkan secara alami adalah kekebalan yang didapatkan secara transplasental yaitu antibodi yang diberikan ibu kandungnya secara pasif melalui plasenta kepada janin yang dikandungnya. Semua bayi yang dilahirkan memiliki sedikit atau banyak antibody dari ibu kandungnya (Mulyani,dkk,2013).Kekebalan pasif buatan adalah pemberian antibodi yang sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tubuh anak. Seperti pada bayi baru lahir dari ibu yang mempunyai HbsAg positif, bayi ini memerlukan immunoglobulin yang spesifik hepatitis B yang harus diberikan setelah lahir dengan segera. Pada seseorang penderita yang sakit dapat pula diberikan antibodi yang spesifik sesuai antigen sakitnya secara pasif (Mulyani, dkk, 2013).Sedangkan kekebalan aktif alami didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit yang berarti masuknya antigen yang akan merangsang tubuh anak membentuk antibody sendiri secara aktif dan menjadi kebal karenanya. Mekanisme yang sama adalah pemberian vaksin yang merangsang tubuh manusia secara aktif membentuk antibodi dan kebal secara spesifik terhadap antigen yang diberikan (Mulyani,ddk,2013).2.3.2 Tujuan ImunisasiImunisasi ini bertujuan agar anak kebal terhadap penyakit, karena bila tidak diimunisasi, mempermudah terserang penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi (Kepmenkes RI,2010). Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor, dan petugas imunisasi vaksinasi.Tujuan pemantauan menurut azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasalahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program (Rukiyah,2010). Program imunisasi yang dilakukan adalah untuk memberikan kekebalan bayi sehingga bisa mencegah penyakit dan kematian anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit (Mulyani,ddk,2013).Imunisasi memiliki tiga tujuan utama pemberian imunisasi pada seseorang, yaitu mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi), serta menghilangkan penyakit tertentu dari dunia (misalnya cacar), hanya mungkin pada penyakit yang ditularkan melalui manusia (misalnya difteria) (Muslihatun,2010).

Selain memiliki tiga tujuan utama, imunisasi juga memiliki tiga tujuan umum imunisasi antara lain :1. Imunisasi dapat menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada bayi dan balita.2. Imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular.3. Melalui imunisasi tubuh tidak akan mudah terserang penyakit menular (Mulyani,ddk,2013).Untuk tujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, ditempuh dengan cara memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun apabila terjadinya penyakit tersebut, anak tidak sakit karena tubuh cepat membentuk antibody dan mematikan antigen yang masuk tersebut (Muslihatun, 2010).2.3.3 Jenis-Jenis ImunisasiAda 2 macam imunisasi yaitu :1. Imunisasi AktifMenurut Mulyani,ddk (2013) Imunisasi aktif merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar system kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen. Sehingga bila penyakit masuk maka tubuh dapat mengenal dan meresponnya. Contoh dari imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak.2. Imunisasi PasifMerupakan pemberian zat (immunoglobulin) yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Maryanti,2011).Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS ( Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai antibody dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibody terhadap campak (Mulyani, ddk,2013).2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasia. Status imun pejamuTerjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Fungsi makrofag pada neonatus masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen. Pembentukan antibody spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang, sehingga imunisasi yang diberikan sebelum bayi berumur 2 tahun jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.Keadaan gizi buruk menurunkan fungsi system imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selulas dan imunitas humoral spesifitasnya rendah. Kadar immunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena kekurangan asam amino untuk mensintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mensintesis antibody. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, sehingga respon terhadap vaksin atau toksoid berkurang (Muslihatun, 2010).

b. Factor genetik penjamuInteraksi sel-sel system imun dipengaruhi oleh varabilitas genetik. Secara genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Seorang individu dapat memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respon imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai 100% (Muslihatun, 2010).c. Kualitas dan kuantitas vaksinCara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, dosis vaksin yang tidak tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat respon imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan (Muslihatun, 2010).Frekuensi dan jarak pemberian juga mempengaruhi respon imun. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibody spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk akan segera dinetralkan, sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen lokal. Pemberian vaksin ulang (boster) sebaiknya mengikuti anjuran sesuai hasil uji klinis (Muslihatun, 2010).Pemberian anjuvan atau zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respon imun terhadap antigen, pada atau dekat dengan tempat suntikan. Jenis vaksin juga akan mempengaruhi respon imun. Vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik dibandingkan vaksin mati atau yang diinaktifkan (killed atau inactivated), atau bagian (komponen) dari makroorganisme (Muslihatun, 2010).2.3.5 Jenis-Jenis Imunisasi DasarImunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Mulyani, 2013). Jadwal imunisasi yang diwajibkan sesuai program pengembangan imunisasi (PPI), adalah BCG, polio, hepatitis B, DPT dan campak. Jadwal imunisasi yang dianjurkan sesuai program pengembangan imunisasi non PPI, dalah MMR, hib, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza (Muslihatun,2010).1. Imunisasi BCGBaccile calmette Guerin (BCG), adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit tuberculosis (TBC) yang berat. Vaksin BCG mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup, tetapi sudah dilemahkan. Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC (Mahayu, 2014).Gejala batuk berdahak > 2 minggu, sesak nafas, berkeringat dimalam hari, nafsu makan dan berat badan menurun. Menyerang semua golongan umur, terutama ekonomi rendah. Menular lewat percikan ludah. Kuman TBC dapat bertahan pada suhu lembab dan kurang sinar matahari. Rumah yang berlantai tanah, kurang sinar matahari dan tidak ada aliran udara akan mempermudah penularan TBC (Kepmenkes RI, 2010).a. Cara pemberian dan dosisImunisasi BCG dapat diberikan pada bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Akan tetapi, imunisasi ini sebaiknya diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin ini berisi kuman hidup, sehingga antibody yang dihasilkan sangat tinggi (Mahayu, 2014).Dosis untuk bayi (umur kurang dari 1 tahun) adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Pada anak yang sudah berumur lebih dari tiga bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux /PPD sebelum imunisasi BCG (Mahayu, 2014). Vaksin diberikan di daerah insersio muskulus deltoideus kanan. Tempat ini dipilih dengan alasaan lebih mudah (lemak subkutis tebal) (Mulyani, dkk,2013).b. Reaksi yang timbulReaksi local : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolankecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan (Mulyani, dkk,2013).c. Kontra indikasiKontra indikasi pemberian imunisasi BCG, antara lain : reaksi tes Mantoux lebih dari 5mm, sedang menderita infeksi HIV, atau risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromise akibat pengobatan kortokosteroid, efek imunosupresif, pengobatan radiasi, keganasan sumsung tulang atau system limfe, gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit luas, pernah TBC dan kehamilan (muslihatun,2010).2. Hepatitis BHepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair (Muryanti, 2011). Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan tubuh kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit hepatitis B, disebabkan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani (Mulyani,2013).a. PenularanVirus hepatitis B biasanya ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh (darah, air liur, air mani) penderita penyakit ini atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan, kontak pada bagian tubuh yang luar dengan jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia, hal ini termasuk hubungan seksual (Mulyani,2013)..b. GejalaGejala mirip flu yaitu hilangnya nafsu makan, mual muntah rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam, urin menjadi kuning, sakit perut (Mulyani,2013).c. KemasanVaksin hepatitis B berbentuk cairan. Dimana 1 box vaksin hepatitis B PID terdiri dari 100 HB PID (Mulyani,2013).d. Jadwal pemberian imunisasi Hepatitis BPenyuntikan hepatitis B sekurang-kurangnya diberikan 12 jam setelah anak dilahirkan, asalkan kondisinya stabil, serta tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung (Mahayu, 2014).e. Cara pemberian dan dosisImunisasi Hepatitis ini dilakukan di lengan dengan cara intramuscular. Sedangkan, pada bayi dipaha lewat anterolateral (antero = paha bagian depan, sedangkan lateral = otot bagian luar) (Mahayu,2014). Dosis yang diberikan, untuk bayi kurang setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml (Rukiyah, 2010).f. Efek sampingReaksi lokal seperti rasa sakit kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Mulyani, 2013).g. KontraindikasiHepersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan pada penderita infeksi berat yang disertai dengan kejang (Mulyani, 2013).3. DPT ( Difteri, Pertusis dan Tetanus )DPT adalah toksoid difteria digabung toksoid tetanus vaksin pertusis. DT adalah kombinasi toksoid difteria dan tetanus, yang dapat diberikan pada anak dengan kontraindikasi vaksin pertusis (Muslihatun, 2009).Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. a. Cara pemberian dan dosisCara pemberikan imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuscular. Suntikan diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.b. Frekuensi pemberianImunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh antibody yang cukup. Daya proteksi vaksin diffteri cukup baik yaitu sebesar 80-90% daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi pertusis masih rendah yaitu 50-60, oleh karena itu anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis tetapi lebih ringan.c. Efek sampingPemberian imunisasi DPT akan memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi akan menangis hebat karena kesakitan selama kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, enselofalopati, dan shock.d. KontraindikasiPada anak yang demam, memilki kelainan penyakit, atau kelainan saraf baik yang berupa keturunan atau bukan, mudah kejang.

e. Penyakit yang dilindungi imunisasi DPT1). DifteriDifteri merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheria. Penyakit ini bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran pernafasan bagian atas. Penularannya bisa disebabkan karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring, atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas disertai buyi (stridor). Sedikitnya 10% penderita penyakit difteri akan meninggal akibat penyakit ini (Mulyani,2013).2). PertusisBatuk rejan yang juga dikenal dengan Pertusis atau batuk 100 hari, disebabkan bakteri Bordetella pertusis (Rukiyah, 2010). Kuman atau bakteri ini akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi beruntun dan pada akhirnya batuk menarik nafas panjang terdengar suara yang khas, biasanya disertai muntah (Mulyani, 2013).Batuk ini mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis dikenal dengan batuk seratus hari. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium awal yang disebut stadium karalis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada stadium selanjutnya dikenal dengan stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat. Stadium ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, tetapi sering disetai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru.Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lender mata (conjungtiva) atau pembengkakan di sekitar mata (oedema periorbital) radang paru-paru, komplikasi seperti perdarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang (Mulyani, 2013).3). Tetanus Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril atau masih menggunakan cara tradisional dimana alat yang digunakan diberi ramuan tradisional. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka yang terkontaminasi spora kuman tetatus. Kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda yang berbentuk sporayang tersebar di luas tanah (Mulyani, 2013).Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa membuka, pada bayi air susu ibu tidak dapat masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan untuk menelan dan kekuatan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman ini berada pada lingkungan anaerob, kuman akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang terikat pada saraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya berlangsung selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur diatas 1 bulan (Mulyani, 2013).Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu, dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat memasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang system saraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus juga dapat menyebabkan kerusakan bernafas, kejang-kejang yang dirasakan sangat sakit, detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit ini masih terjadi pada orang dewaa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntikan ulang.4. Campak Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (Muryanti, 2011).Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup yang dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (Muslihatun,2010).a. Penularan campakMenurut Mulyani, 2013 virus campak ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar linfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua semua system retikuloendotelia dan menyususl viremia kedua setelah 5-7 hari dan infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrate peribronical paru. Juga terdapat oedema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit yang menyebabkan batuk, pilek, mata merah dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek yang makin berat pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler yang berwarna kemerahan.b. Cara pemberian dan dosisPemberian imunisasi campak hanya diberikan satu kali dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 cc. sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian diberikan pada lengan kiri atas secara subcutan ( Mulyani, 2013). Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat anak masuk SD (5-6 tahun) untuk mempertinggi serokonversi. Apabila anak pada umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka imunisasi ulangan campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan (Muslihatun, 2010). c. Kontraindikasi :Kontra indikasi pemberian imunisasi campak antara lain demam tinggi, sedang pemakaian obat imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang dalam pengobatan immunoglobulin atau bahan-bahan dari darah. d. Efek samping Reaksi dari KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi) akibat imunisasi campak banyak dijumpai pada pemberian vaksin campak dari virus yang dimatikan. Reaksi KIPI dari imunisasi campak tersebut, antara lain : demam lebih dari 39,50C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta gangguan system syaraf pusat, diantaranya : sensefalitis dan enselopati paska imunisasi (Muslihatun, 2010).e. Perawatan Orang tua atau pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah) jika demam pakailah pakaian tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompresi air yang dingin, jika demam dapat berikan parasetamol 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orang tua merasa khawatir bawalah bayi/anak ke dokter (Mulyani, 2013).

5. PolioImunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (Muryani,2011). Vaksin virus polio hidup oral berisi virus polio tipe 1,2,3 suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml) (Muslihatun,2010).Pemberian polio 1 saat bayi masih berada dirumah sakit atau rumah bersalin dianjurkan saat bayi akan dipulangkan. Maksudnya tak lain agar tidak mencemari bayi lain oleh karena virus polio hidup dapat dikeluarkan melalui tinja (Rukiyah, 2010).a. Cara pemberian Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 kali. Cara pemberian imunisasi polio melalui oral (Muryanti,2011).Imunisasi ulangan diberikan diberikan pada usia 1 tahun kemudian pada saat meninggalkan SD (12 tahun) (Mulyani, 2013).Virus vaksin polio ini dapat diekresikan melalui tinja sampai 6 minggu setelah pemberian dan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi. Siapa saja yang kontak dengan bayi yang baru saja diberi vaksin polio agar mencuci tangan setelah mengganti popok bayi (Muslihatun, 2010).b. Efek sampingPada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.c. KontraindikasiSedangkan pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit, namun jika ada keraguan misalnya menderita diare maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Mulyani, 2013).2.3.6 Jadwal Pemberian Dan Jenis Imunisasi :Tabel 2.7Jadwal ImunisasiUmur Bayi

Jenis Imunisasi

0-7 HariHB0

1 Bulan

BCG, Polio 1

2 Bulan

DPT/HB 1, Polio 2

3 Bulan

DPT/HB 2, Polio 3

4 Bulan

DPT/HB 3, Polio 4

9 Bulan

Campak

Sumber : KEPMENKES 2010

2.4 Kerangka Teori Faktor Ekologi Yang Mempengaruhi Status GiziFaktor Sosial Ekonomi1. Tingkat Pendidikan 2. Jenis Pekerjaan3. Tingkat Pengetahuan Orang Tua4. Pola Asuh

Faktor Yang Berhubungan Dengan Makanan1. Ketersedian makanan 2. Jangkauan terhadap makanan 3. Persiapan Konsumsi 4. Penggunaan zat gizi Kecukupan5. Penggunaan zat gizi6. Kecukupan

Aspek Kesehatan1. ImunisasiKunjungan posyanduGizi Kurang kontribusi infeksi2. sanitasi lingkungan3. Akses Pelayanan kesehatan

Faktor Demografi1. Jumlah anggota keluarga2. Jarak kelahiran

Politik dan Kebijakan

Budaya

Geografi dan Iklim

Malnutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap kesakitan. Keadaan gizi yang buruk akan mempermudah seseorang untuk terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Sebaliknya, penyakit infeksi akan memperburuk keadaan status gizi. Yang berkaitan dengan penanganan kesehatan dalam peningkatan status gizi bayi dan kanak-kanak yaitu: manajemen diare secara adekuat, imunisasi lengkap, dan pencegahan malaria (Departemen Gizi & Kesehatan Masyarakat, 2013).Selain pemenuhan gizi yang masih belum memenuhi standar kesehatan anak, pencegahan penyakit, salah satunya untuk mendapatkan imunisasi, juga masih belum sepenuhnya optimal. Kementrian kesehatan telah merilis data bahwa cakupan UCI (universal child immunization) pada tahun 2010 adalah 75,3%. Sedangkan pada tahun 2011, pencapaian UCI turun menjadi 74,1% (mahayu, 2014).Imunisasi merupakan bagian dari pemantauan kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang optimal. WHO mengungkapkan, imunisasi mencegah 2-3 juta kematian tiap tahunnya. Imunisasi bukan hanya melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu, namun juga bisa menurunkan angka kejadian (prevalensi) penyakit. Bahkan mengubah epidemi penyakit dan menghilangkan penyakit. Dengan menjalankan jadwal imunisasi secara lengkap, tumbuh kembang anak juga lebih optimal karena kesehatannya terpelihara dengan baik (Fajri, 2013).Menurut Proverawati (2010) infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan (Suparyanto, 2012).Penyakit infeksi termasuk ISPA dan diare dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan kehilangan zat-zat esensial tubuh. Dampak infeksi terhadap pertumbuhan seperti menurunnya berat badan, hal ini disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita infeksi hingga masukan atau intake zat gizi dan energy berkurang dari kebutuhannya ( Moehji, 2013) Oleh karena itu, orang tua harus waspada terhadap penyakit yang senantiasa mengancam kesehatan anak. Salah satu cara yang tepat untuk mengantisipasi kemungkinan anak terinfeksi penyakit yang sewaktu-waktu mengancam ialah pemberian imunisasi sebagaimana yang dianjurkan. Imunisasi sangat diperlukan demi memberikan perlindungan, pencegahan, sekaligus membangun kekebalan tubuh anak terhadap berbagai penyakit menular maupun penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kecacatan tubuh, bahkan kematian (mahayu, 2014).

2.5 Kerangka KonsepDengan mengadopsi teori yang dikemukakan oleh Departemen Gizi & Kesehatan Masyarakat, 2013. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen yaitu status imunisasi sedangkan yang menjadi variabel dependen yaitu : gizi kurang pada anak balita.

Status imunisasi Variabel Independent Variabel Dependen

Status gizi kurang

Gambar 2.2 Kerangka KonsepPengaruh Status Imunisasi Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita di Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2014

2.6 Defenisi Operasional Tabel 2.8 Definisi OperasionalVariabelDefenisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

1. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan. Maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini yaitu :Gizi lebih : > 2.0 SD, Gizi baik: -2.0 SD s.d + 2.0 SD, Gizi kurang: < -2.0 SD, Gizi buruk: < -3.0 SD

Timbangan dacin Dinilai dengan menggunakan antropometri status gizi BB/U (Kepmenkes RI)(1) Gizi kurang:< -2.0 SD (2) Gizi baik : -2.0 SDs/d +2.0 SD Ordinal

2. Status Imunisasi

suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh manusia.Tercukupinya pemberian imunisasi dasar kepada anak balita berupa :a. BCG 1 kalib. DPT 3 kalic. Polio 4 kalid. Campak 1 kalie. Hep B 3 kali Format pengumpulan data

Mengisi format pengumpulan data

(2) Lengkap : apabila imunisasi telah didapatkan secara keseluruhan(1) Tidak lengkap : apabila salah satu atau lebih dari imunisasi tidak didapatkan .Ordinal

2.7 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konsep yang telah dikumpulkan maka hipotesis yang akan di uji adalah:Ha: Ada pengaruh antara status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2014.H0: Tidak ada pengaruh status imunisasi terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2014.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain PenelitianJenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik, dengan rancangan case control (kasus kontrol). Kasus kontrol adalah suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk menghitung risiko terjadinya akibat berdasarkan kemungkinan penyebabnya secara retrospektif (Supardi, 2013). Dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi lebih dahulu, baru kemudian faktor risiko dipelajari secara retrospektif (watik, 2011).

Imunisasi (+)Dimana data yang menyangkut variabel independen (status imunisasi) dikumpulkan terlebih dahulu, sedangkan variabel dependen (kejadian gizi kurang) dikumpulkan secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya pengaruh variabel independen yang berperan.

RetrospektifGizi kurang(kasus)

Imunisasi (-)

Populasi (sampel)

Tidak mengalami gizi kurang(kontrol)RetrospektifImunisasi (+)

Imunisasi (-)

Gambar 3.1Desain Penelitian Pengaruh Status Imunisasi Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita di Puskesmas NanggaloPadang Tahun 20143.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilakukan pada anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014. Sedangkan penelitian ini akan dilaksanakan dari 5 Mei sampai 3 juni 2014.

3.3 Populasi dan sampel3.2.1 PopulasiPopulasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisasi (supardi, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo padang tahun 2014.3.2.2 SampelSampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi (Supardi, 2013). Sampel pada penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Perbandingan sampel kasus dan sampel kontrol (1:2) ; a. Sampel kasus : semua anak balita yang mengalami gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang Pada tahun 2014 yang berjumlah 13 sampel b. Sampel kontrol : semua anak balita yang menderita gizi baik tahun 2014, jumlah kontrol 1:2 dengan kasus sehingga kontrol diambil sebanyak 26 sampel.Jadi jumlah besar sampel adalah jumlah sampel kasus ditambah dengan jumlah sampel kontrol, sehingga jumlah keseluruhan sampel diperkirakan adalah 39 sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu pengambilan sampel untuk kasus dengan teknik Total sampling yaitu mengambil seluruh balita yang mengalami gizi kurang di Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2014.Sedangkan pengambilan sampel untuk kontrol dengan teknik Purposive Sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya ( Notoadmodjo, 2012).Adapun kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek penelitian / populasi agar dapat diikutsertakan dalam penelitian (Supardi, 2013).Kriteria inklusi sampel :a. Anak balita yang mengalami gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Nanggalo Padang.b. Anak balita yang mengalami gizi baik di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang.c. Balita usia 1-5 tahund. Balita yang bersedia menjadi responden

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Dataa. Data PrimerData yang dikumpulkan oleh peneliti dengan melakukan wawancara langsung pada responden dengan format pengumpulan data yang ditanyakan langsung pada responden yang merupakan ibu dari balita. Data diminta setelah peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari pengumpulan data yang peneliti lakukan dan kemudian peneliti memberikan surat persetujuan yang di akan ditanda-tangani oleh orang tua responden yang berada diwilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang.Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi langsung rumah responden yang mengalami gizi kurang yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang, sedangkan sampel kontrol dilakukan dengan mendatangi rumah pasien ataupun mendatangi posyandu yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang dengan menggunakan alat bantu format pengumpulan data.Sebelum format pengumpulan data diisi, peneliti terlebih dahulu menjelaskan bagaimana cara penelitian yang dilakukan. Selain itu peneliti juga menggunakan alat bantu timbangan dan sentimeter untuk mengukur berat badan dan tinggi badan balita. Untuk itu sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengunjungi tenaga kesehatan sebagai Pembina wilayah posyandu serta kader yang bertanggung jawab pada masing-masing wilayah binaanya sehingga mempermudah mengetahui lokasi serta mempermudah komunikasi peneliti dengan orang tua responden saat penelitian. b. Data SekunderSelain data primer, data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait seperti dinas kesehatan kota mengenai kejadian gizi kurang, puskesmas nanggalo padang sebagai puskesmas rujukan gizi kurang dan buku sumber. adapun langkah-langkah pengumpulan data1. peneliti mengurus surat izin untuk ,melakukan pengambilan data dan penelitian di STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.2. peneliti mengurus surat izin pengambilan data penelitian dari STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang di Dina Kesehatan Kota Padang.3. peneliti mengantarkan surat dari Dina Kesehatan Kota Padang kebagian diklit Puskesmas Nanggalo Padang untuk pengambilan data penelitian.4. peneliti mendapatkan izin melakukan pengambilan data di ruangan gizi dan melakukan pengumpulan data.5. peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan lembaran format pengumpulan data, ,melalui observasi status pasien dan mengisi format pengumpulan data pada pasien gizi kurang dan gizi baik di wilayah kerja puskesmas nanggalo padang tahun 2014. peneliti melakukan penelitian selama 13 hari yaitu pada tanggal 8 20 mei 20146. setelah melakukan penelitian peneliti mendapatkan surat bahwa peneliti telah selesai melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2014.

3.5 Teknik Pengolahan DataMetode pengolahan data pada penelitian ini dengan menggunakan program computer, sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki. Langkah-langkah pengolahan data (Notoatmodjo, 2012) :a. EditingPemeriksaan data di lakukan oleh peneliti untuk mencek kelengkapan format pengumpulan data. Setelah format diisi dengan informasi yang didapatkan dari responden. Peneliti memeriksa kembali semua format, telah terisi lengkap, jelas, relevan dan konsisten dan hasilnya semua format terisi lengkap dan tidak ditemukan kesalahanb. Coding (pengkodean)Melakukan pengkodean pada format kemudian dimasukkan ke dalam master tabel dengan pengkodean:status giziNilai 1 untuk Gizi kurang Nilai 2 untuk Gizi baikkelengkapan imunisasi anak balitanilai 2 untuk imunisasi lengkapnilai 1 untuk imunisasi yang tidak lengkapc. Entry Datatahap ini dilakukan dengan cara Memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam master tabel dan mengolahnya secara komputerisasi untuk menentukan hubungan dan pengaruh antar variabel.

d. CleaningPembersihan data dengan memeriksa kembali sehingga benar-benar bersih dari kesalahan. Apa bila terjadi kesalahan maka dilakukan pembetulan.e. Tabulating ( pembuatan Tabel)Setelah semua data dikumpulkan kemudian dilakukan pentabulasian data dengan membuat tabel distribusi frekuensi setiap masing masing variabel. Tabel distribusi frekuensi dalam penelitian ini adalah status imunisasi dan kejadian gizi kurang pada anak balita. Tabukasi data ini bertujuan untuk mempermudah dalam proses uji hipotesa.

3.6 Analisis Dataa. UnivariatAnalisa ini digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi Dari masing-masing variabel yang diteliti, variabel independen yaitu status imunisasi dan variabel dependen yitu gizi kurang pada anak balita. ehingga diketahui variasi dari masing-masing variabel. analisa ini disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi.b. Bivariatuntuk melihat hubungan antara variabel independentdengan variabel dependen dilakukan dengan rumus Chi Squer (tabel silang) secara komputerisasi. apabila p < , maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent.Analisa Bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparati, asosiatif maupun kolrelatif (setiawan, 2010). Dengan menggunakan uji Chi Squer melalui program komputer. Uji statistik ini melihat hubungan kelengkapan imunisasi dengan kejadian gizi kurang pada anak balita, pada derajat kemaknaan p= 0,05. Apabila Pvalue 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna atau Ha diterima atau ditolak.Pada penelitian kasus kontrol yang didapatkan dinilai adalah berapa seringnya terdapat pajanan kasus dibandingkan pada kontrol, yaitu dengan menghitung Odds Ratio (OR). Odds ratio pada penelitian kasus kontrol tanpa matching dapat dihitung dengan menggunakan table 2x2 (Sastroasmoro, 2010).Interprestasi hasil OR ( Riyanto, 2011)d. OR > 1 artinya mempertinggi risiko e. OR = 1 artinya tidak terdapat hubunganf. OR < 1 artinya mengurangi resiko

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Penelitian telah dilakukan pada tanggal 8-20 Mai tahun 2014, mengenai Pengaruh Status Imunisasi Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita Di wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2014, dengan jumlah responden 39 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa univariat dan analisa bivariat. Setelah format pengumpulan data di kumpulkan maka dapat diketahui distribusi frekuensi sebagai berikut: 4.1.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian satus gizi pada anak balita . Di wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang, hasil penelitian tentang status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Kejadian Gizi Kurang Pada Anak BalitaDi Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014

Status giziFrekuensi(f )Persentase(%)

Gizi kurang1333,3%

Gizi baik2666,7%

jumlah39100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 39 orang responden terdapat 26 (66,7%) orang responden dengan status gizi baik.

.4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Status ImunisasiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui status Imunisasi Pada Anak Balita Di wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang, hasil penelitian tentang pengaruh status imunisasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014

Status ImunisasiKeadaan Gizi

BaikKurang

N%N%

Lengkap1973,1430,8

Tidak Lengkap726,9969,2

Jumlah26100,013100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 39 orang responden, 13 balita yang bergizi bergizi kurang terdapat 9 orang (69,2%) responden tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Sedangkan dari 26 responden yang bergizi baik yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap hanya 7 orang 26,9% responden.

4.1.3 Pengaruh Status Imunisasi Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2014 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Status Imunisasi Terhadap Gizi kurang Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.3Pengaruh Status Imunisasi Terhadap Gizi Kurang Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2014

Status ImunisasiKeadaan GiziTotalOR (95% CI)P value

BaikKurang

N%N%N%

LengkapTidak Lengkap19773,126,94930,869,2231659,041,06,1071,4 - 26,30,029

Jumlah26100,013100,039100,0

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui terdapat sebanyak 19 (82,6%) anak balita yang lengkap imunisasinya bergizi baik. Sedangkan anak balita yang tidak lengkap imunisasinya, ada 7 (43,8%) yang bergizi baik.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029 (p