bab i baru edit

70
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap hari, orang normal rata-rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi. Frekuensi atau poliksuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari, keadaan ini merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh pasien urologi (Basuki, 2011). Keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi meliputi keluhan dari mekanisme penyimpanan, pengeluaran, dan pasca miksi. Keluhan penyimpanan meliputi urgensi, polakisuria atau frekuensi, nokturia dan disuria (Basuki, 2011). Polakisuria dapat disebabkan karena produksi urin yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun (Basuki, 2011). Penurunan ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu rasa sakit akibat peregangan buli-buli dan hilangnya komplians buli-buli akibat inflamasi (Smith, 2010). Survey yang dilakukan di Negara Asia didapatkan bahwa prevalensi di Negara Asia adalah rata-rata 12,2% ( 14,8 pada wanita dan 6,8% pada pria) untuk inkontinensia urin (Basuki, 2011). Pengobatan untuk kelainan frekuensi berkemih didasari oleh penyebabnya, contohnya jika diabetes,

Upload: fajar-muhammad

Post on 26-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

44

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSetiap hari, orang normal rata-rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi. Frekuensi atau poliksuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari, keadaan ini merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh pasien urologi (Basuki, 2011).Keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi meliputi keluhan dari mekanisme penyimpanan, pengeluaran, dan pasca miksi. Keluhan penyimpanan meliputi urgensi, polakisuria atau frekuensi, nokturia dan disuria (Basuki, 2011). Polakisuria dapat disebabkan karena produksi urin yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun (Basuki, 2011). Penurunan ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu rasa sakit akibat peregangan buli-buli dan hilangnya komplians buli-buli akibat inflamasi (Smith, 2010). Survey yang dilakukan di Negara Asia didapatkan bahwa prevalensi di Negara Asia adalah rata-rata 12,2% ( 14,8 pada wanita dan 6,8% pada pria) untuk inkontinensia urin (Basuki, 2011). Pengobatan untuk kelainan frekuensi berkemih didasari oleh penyebabnya, contohnya jika diabetes, pengobatan akan melibatkan kontrol gula darah. Kita sebagai dokter harus dapat menegakkan diagnosis, atau menentukan penyebab terjadinya kelainan frekuensi berkemih. Jika pasien tidak segera di obati sesuai penyebabnya, maka akan berdampak buruk bagi pasien, dan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien (Ratini, 2012).

1.2 Tujuan 1.2.1 TujuanTujuan penulisan referat ini adalah:A. Mengetahui pendekatan klinis terhadap pasien dengan keluhan perubahan frekuensi berkemih.B. Mengetahui mekanisme, patofisiologi, penegakkan diagnosa dan penatalaksanaan perubahan frekuensi berkemih.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi Traktus Urinarius2.1.1 Anatomi traktus urinariusSistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Snell, 2006).Susunan traktus urinariusSistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Snell, 2006).Ginjal Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke 3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Fungsi ginjal adalah Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan ammonia (Guyton, 2007)

UreterTerdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

Gambar 2. Anatomi Ureter

Lapisan dinding ureter terdiri dari:1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)2. Lapisan tengah lapisan otot polos3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosaLapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

Vesika urinariaVesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet (Snell, 2006).

Gambar 3. Anatomi vesica urinaria

Dinding vesica urinaria terdiri dari:1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).2. Tunika muskularis (lapisan berotot).3. Tunika submukosa.4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

UrethraMerupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.

Gambar 4. Anatomi Urethra Laki-laki

Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:1. Urethra pars Prostatica2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)3. Urethra pars spongiosa.Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Snell, 2006).

Gambar 5. Urethra wanita

2.1.2. Fisiologi traktus urinariusProses pembentukan urin1. Proses filtrasi diglomerulusTerjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus (Guyton, 2007).2. Proses ReabsorbsiPada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis (Guyton, 2007).3. Proses sekresiSisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Guyton, 2007).

Urin (Air kemih)Ciri ciri urin normal Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. Berat jenis 1,015-1,020 Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

2.2 Perubahan frekuensi berkemih2.2.1 Inkontinensia Urin A. Definisi Prevalensi kelainan ini cukup tinggi yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan 4-8% sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria prevalensinya lebih rendah dari pada wanita. Survey yang dilakukan di Negara Asia didapatkan bahwa prevalensi di Negara Asia adalah rata-rata 12,2% ( 14,8 pada wanita dan 6,8% pada pria). ( Basuki, 2003)Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya urin. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain masalah medik, sosial maupun ekonomi. B. Klasifikasi inkontinensia urin Kegagalan pada saat fase pengisian urin ke vesica, yang menyebabkan gangguan pengeluaran urin pada sfingter uretra. Kelainan yang berasal dari buli-buli menyebabkan suatu inkontinensia urge sedangkan kelainan dari jalan keluar memberikan manifestasi berupa inkontinensia stress. Skema penyebab inkontinensia urin:

Inkontinensia Urin

Kelainan pada uretra Hipermobilitas uretra Defisiensi sfingter intrinsikKelainan pada buli-buli Overaktifitas detrusor Hiperrefleksia detrusor Instabilitas detrusorIdiopatik Menurunnya komplians buli-buli

Inkontinensia Urin Stress( SUI )

Inkontinensia Urin Urge ( UUI )

Gambar 6: Skema Klasifikasi Inkontinensia Urin ( Basuki, 2003)

1. Inkontinensia Urge Inkontinensia urge 22% menyerang pada wanita. Pasien dengan inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan oleh otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli belum terpenuhi. Jadi Frekuensi miksi menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi. Selain itu penyebab inkontinensia urin urge adalah kelainan yang berasal dari buli-buli, diantaranya adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-buli. Overaktivitas detrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologik disebut sebagai hiperrefleksi detrusor dan kelainan non neurologik disebut instabilitas detrusor. Istilah overaktifitas detrusor dipakai jika tidak dapat diketahui penyebabnya. Hiperrefleksia detrusor disebabkan oleh kelainan neurologis diantaranya adalah penyakit stroke, penyakit Parkinson, cedera korda spinalis sklerosis multiple. Sedangkan instabilitas detrusor disebabkan oleh obstruksi intravesika, batu ginjal, tumor buli-buli, dan sistitis.( Basuki, 2003)Adanya kelainan neurologis itu disebabkan oleh penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada saat pengisian urin karena kandungan kolagen pada matriks detrusor bertambah. Penambahan kandungan kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi, pemakaian kateter menetap alam jangka waktu lama dan obstruksi intravesika karena hyperplasia prostat. Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas buli-buli yang ditandai dengan frekuensi, urgensi, dan terkadang inkontinensia urin. ( Basuki, 2003)2. Inkontinensia Urin stress Inkontinensia Urin stress ( SUI ) adalah keluarnya urin dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena faktor sfingter uretra yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra pada saat tekanan intravesica meningkat sehingga buli-buli terisi. Oleh sebab itu, peningkatan tekanan intraabdominal dapat dipacu dengan batuk, bersin, tertawa, berjalan, dan mengangkat beban berat. Inkontinensia stress banyak di jumpai pada wanita kurang lebih 8-33%. ( Basuki, 2003)Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada wanita penyebab kerusakan uretra di bedakan menjadi dua keadaan yakni hipermobilitas uretra dan defisiensi intrinsik uretra. Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini menyebabkan terjadinya penurunan ( herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra pada saat terjadinya peningkatan intraabdomen sehingga menyebabkan bocornya urin dari buli-buli meskipun tidak ada peningkatan intravesika. ( Basuki, 2003)3. Inkontinensia paradoksa Inkontinensia paradoksa (overflow ) adalah keluarnya urin tanpa dapat di kontrol pada keadaan volume urin di buli-buli melebihi kapasitasnya. Pada inkontinensia parakdosa ini otot detrusor mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Di tandai dengan overdistensi buli-buli tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urin selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan otot detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi uretra, neuropati diabetes, efek samping pemakain obat dan pasca bedah pada daerah pelvik. ( Basuki, 2003)4. Inkontinensia urin kontinua atau continus incontinenceInkontinensia urin kontinua adalah urin yang selalu keluar setiap saat dan dalam berbagai posisi keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sistem urinaria yang menyebabkan urin tidak melewati sfingter uretra. Pada fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan vagina. Jika lubangnya cukup besar buli buli tidak pernah terisi oleh urin karena urin yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung dibuli-buli dan keluar melalui fistula ke vagina. ( Basuki, 2003)Penyebab lain inkontinensia urin kontinua adalah muara ureter ektopik pada anak perempuan karena kelainan kongenital ini salah satu ureter bermuara pada uretra disebelah distal dari sfingter uretra eksternum. Jadi, urin yang disalurkan melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan sfingter uretra eksterna sehingga selalu bocor. Gejala khas pada muara ureter ektopik sama dengan fistula uterovagina yaitu urin selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti orang normal. ( Basuki, 2003) 5. Inkontinensia urin fungsional Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu, pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa gangguan fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

Tabel 1. Jenis obat-obatan yang mempengaruhi kontinensi( Basuki, 2003)Jenis obat Efek pada kontinensia

Diuretikum Buli buli cepat terisi

AntikolinergikGangguan kontraksi detrusor

Sedative / hipnotikum Gangguan kognitif

Narkotik Gangguan kontraksi detrusor

Antagonis adregenik alfa Menurunkan tonus sfingter internus

Penghambat kanal kalsiumMenurunkan kontraksi detrusor

Penegakkan Diagnosa Inkontenensia UrinA. Anamnesis Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dalam melakukan evaluasi inkontinensia. Perlu ditanyakan sampai seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupannya dan berapa banyak urin yang dikeluarkan pada saat inkontinensia. Apakah pasien menggunakan pempers ? pada malam hari berapa kali terbangun untuk miksi ? adakah faktor pencetus seperti batuk, bersin atau aktivitas lain yang masuk ke dalam inkontinensia urin. ( Basuki, 2003 ). Keluhan adanya urgensi dan frekuensi merupakan pertanda overaktifitas detrusor. Pasien dianjurkan mencatat tentang aktifitas miksi dan volume asupan cairan yang diminum setiap harinya di dalam catatan harian miksi ( micturation diary) . ( Basuki, 2003)Riwayat Penyakit DahuluAdanya riwayat penyakit yang lalu harus dicari. Diabetes mellitus (terutama jika ada neuropati), kelainan neurologi, infeksi saluran kemih berulang, penyakit pada rongga pelvis, dan atrofi genitourinaria pada menopause kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya inkontinensia urin. Operasi-operasi maupun radiasi di daerah pelvis dan abdomen merupakan salah satu petunjuk yang cukup penting. Perlu diperhatikan riwayat pada saat melahirkan, antara lain: apakah melahirkan multipara, partus kasep, dan bayi yang besar; kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya inkompetensi sfingter dan kelemahan rongga panggul. ( Basuki, 2003)B. Pemeriksaan fisikPemeriksaan meliputi pemeriksaan abdominal, daerah urogenitalia, clan pemeriksaan neurologis. Pada pemeriksaan abdomen dicari kemungkinan dijumpai adanya distensi buli-buli yang merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa atau adanya massa di pinggang dari suatu hidronefrosis. Mungkin diketemukan jaringan parut bekas operasi pelvis atau abdomen. Pada regio urogenitalia, perhatikan orifisium uretra dan vagina. Dengan mempergunakan spekulum vagina dicari kemungkinan adanya kelainan dinding vagina anterior maupun posterior. Perhatikan adanya perubahan warna dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen; hal ini biasanya disertai dengan peningkatan sensitifitas buli-buli dan uretra yang dapat terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan kemungkinan adanya sistokel, enterokel, prolapsus uteri, atau rektokel yang menyertai suatu SUI. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari adanya massa pada uterus atau adneksa. Perhatikan posisi orifisium eksternum. Jika didapatkan penonjolan dari orifisium eksternum mungkin merupakan suatu proses inflamasi atau divertikulum. Mintalah pasien untuk melakukan manaver Valsava; jika terdapat penurunan leher buli-buli-uretra dan dijumpai urin yang keluar, kemungkinan pasien menderita suatu SUI. ( Basuki, 2003)C. LaboratoriumPemeriksaan urinalisis, kultur urin dan kalau perlu sitologi urin dipergunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan pada saluran kemih. D. Pemeriksaan lainPemeriksaan penunjang membantu dalam menentukan jenis maupun derajat inkontinensia dan dipergunakan untuk melakukan evaluasi pada waktu sebelum maupun setelah terapi. Pemeriksaan itu di antaranya adalah pemeriksaan urodinamik yang terdiri atas pemeriksaan uroflometri, pengukuran profil tekanan uretra, sistometri, valsava leak point pressure, serta video urodinamika.Pemeriksaan pencitraan yang meliputi pielografi intravena maupun sistografi miksi diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya fistula ureterovagina, muara ureter ektopik, dan penurunan leher buli-buli-uretra pada sistografi.Pemeriksaan residu urin dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya obstruksi infravesika atau kelemahan otot detrusor. Pemeriksaan itu dilakukan dengan melakukan kateterisasi atau dengan ultrasonografi sehabis miksi. ( Basuki, 2003)E. TerapiInkontinensia urin merupakan gejala manifestasi klinis dari suatu kelainan yang ada di buli-buli dan uretra. Untuk itu terapi yang di tujukan pada penyakit yang menyebabkan timbulnya inkontinensia urin. Pada inkontinensia yang disebabkan oleh obstruksi intravesika terapinya adalah desobstruksi. Sedangkan, pada terapi inkontinensia stress dan urge, pilihan terapi tergantung dari derajat keparahan inkontinesia. Terapi yang dapat dipilih meliputi (1) latihan/rehabilitasi, (2) medikamentosa, dan (3) operasi. ( Basuki, 2003)Tabel 2. Pilihan Terapi Pada Inkontinensia UrinJenis inkontinensiaLatihanMedikamentosaTindakan invasif

UUIBehavioralBioedbackBladder drillAntikolinergikAugmentasi Buli-buliNeuromodulasiRhizolisis

SUIPelvic floor exerciseAgonis adregenik alfaAntidepresan trisiklikHormonalKolposuspensiInjeksi kolagen

Paradoksa--Desobstruksi

Total--Sfingter Artifisial

1. Latihan/rehabilitasiBantuan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk keberhasilan program latihan ini. Pelvic floor exercise atau disebut Kegel exercise bertujuan untuk meningkatkan resistensi uretra dengan cara memperkuat otot-otot dasar panggul dan otot periuretra. Pasien dilatih belajar cara melakukan atau mengenal kontraksi otot dasar panggul dengan cara mencoba menghentikan aliran urin (melakukan kontraksi otot-otot pelvis) kernudian mengeluarkan kembali urin melalui relaksasi otot sfingter. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk melakukan kontraksi otot dasar panggul (seolah-olah menahan urin) selama 10 detik sebanyak 10 - 20 kali kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali setiap hari. ( Basuki, 2003)Dikatakan bahwa latihan ini dapat menyebabkan terjadinya hipertrrofi otot-otot dasar panggul. Selain itu, dapat meningkatkan tekanan mekanik pada uretra sehingga memperbaiki fungsi sfingter uretra. Hipertrofi otot dasar panggul dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyanggah organ-organ pelvis sehingga mampu mencegah desensus buli-buli-uretra. Latihan ini dapat dipakai sebagai prevensi terjadinva inkontinensia urin pada wanita-wanita muda sebelum melahirkan. Pada terapi behavioural pasien diberi pengetahuan tentang fisiologi sistem urinary sebelah bawah dan kemudian mengikuti jadwal miksi seperti yang telah ditentukan. Dalam hal ini pasien dilatih untuk mengenal timbulnya sensasi urgensi, kemudian mencoba menghambatnya, dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah terbiasa dengan cara ini, interval di antara miksi menjadi lebih lama dan didapatkan volume miksi yang lebih banyak. ( Basuki, 2003)2. Medikamentosa Inkonintensia UrgeTujuan terapi pada inkontinensia urge adalah: meningkatkan kapasitas buli-buli, meningkatkan volume urin yang pertama kali memberi sensasi miksi, dan menurunkan frekuensi kencing. Dipilih obat-obatan yang dapat menghambat kontraksi otot polos detrusor yang mampu menghambat impuls aferen buli-buli. Pemberian obat-obatan itu dapat diberikan secara topikal ataupun intravesika. Obat obatan yang berpengaruh pada inkontinensia urge meliputi antikolinergik, pelemas otot polos, antidepresan trisiklik, antiprostaglandin dan penghambat kanal kalsium. Antikolinergik adalah obat penghambat sistem parasimpatik eferen pada otot detrusor. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kapasitas buli-buli dan menunjukkan hasil yang cukup baik pada overaktivitas buli-buli. Jenis obat yang dipergunakan adalah Propantheline bromide, Oksibutinin (Ditropan), dan Tolterodine lartrate. Dalam hal ini oksibutinin dapat diberikan secara sistemik ataupun intravesika. Tetapi obat ini memiliki efek samping yang dapat terjadi berupa mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, takikardia,'drowsiness, dan meningkatnya tekanan intraokuli. ( Basuki, 2003) Dicylomine dan flavoxate digunakan pada inkontinensia urge. Cara kerja obat ini sebagai pelemas otot polos yang mempunyai efek antispasmodik. Selain itu obat ini berguna pada keadaan hiperrefleksia otot detrusor. Tetapi obat ini memberikan efek samping berupa efek antikolinergik. Imipramin merupakan obat golongan antidepresan trisiklik yang mempunyai berbagai macam efek pada inkontinensia urge. Selain itu obat ini dapat berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anastesi local pada buli-buli dan mempunyai efek antikolinergik. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan kontraktilitas buli-buli dan meningkatkan resistensi uretra. Tetapi obat ini mempunyai efek samping yaitu mudah lelah, hipotensi postural, pusing dan sedasi. Penghambat kanal kalsium. Kalsium dikenal sebagai ion yang keberadaannya di dalam set dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Kadar ion kalsium di dalam set dapat diturunkan dengan menghalangi masuknya ke intraseluler melalui hambatan pada kanal kalsium. Turunnya kadar kalsium intraseluler diharapkan dapat menurunkan kontraAi otot detrusor pada., instabilitas buli-buli. Tetapi obat ini memiliki efek samping berupa pusing, palpitasi, hipotensi, dan reflek takikardi. Obat-obatan lain sebagai penghambat prostaglandin (Flurbiprofen) saat ini mulai dipergunakan sebagai terapi pada inkontinensia urge. ( Basuki, 2003)Tabel 3. Obat Pilihan Pada Inkontinensia UrgeSecara SistemikSecara Topikal

1. Antikolinergik ( Oksibutinin, propantheline bromide, tolterodine tartrate )2. Pelemas otot polos ( Diclomine, flavoxate)3. Antidepresan trisiklik ( imipramine )4. Anti prostaglandin5. Penghambat kanal kalsium1. Menghambat jalur eferen ( transmisi kolinergik nervus pelvikus detrusor) Oksibutinin Atrofin2. Menghambat jalur aferen Anastesi local Capsaicin Resiniferatoxin

3. Medika mentosa Inkontinensia stressTujuan terapi pada inkontinensia stress adalah meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan resistensi bladder outlet. Jenis Obat-obatan yang digunakan yaitu agonis adrenergik alfa, estrogen, dan antidepresan trisiklik. Agonis adrenergik alfa merupakan suatu obat stimulator reseptor adrenergik alfa yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra posterior. Jenis obat yang diberikan adalah efedrin, pseudoefedrin, dan fenilpropanolamin. Obat ini cukup efektif jika diberikan pada Inkontinensia stress derajat ringan dan sedang. Tetapi ketiga obat ini memiliki efek samping yang dapat menyebabkan anoreksia, nausea, insomnia, konfusi dan peningkatan tekanan darah. ( Basuki, 2003)4. PembedahanInkontinensia urge dan inkontinensia stress tindakan pembedahan dilakukan jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal. Pada inkontinensia urge untuk mengurangi overaktivitas buli-buli dapat dilakukan rhizolisis, sedangkan penurunan kornplians buli-buli dilakukan augmentasi buli-buli. Hipermobilitas uretra dikoreksi dengan melakukan suspensi leher buli buli dengan berbagai teknik, antara lain: Marshall-Marchetti-Kranzt (MMK), Burch, Stamey, dan tension-free vaginal tape (TVT). ( Basuki, 2003).

2.2.2 Peningkatan frekuensi berkemih (polakisuria)A. DefinisiPolakisuria adalah peningkatan frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari. (Basuki, 2011)B. PatofisiologiPolakisuria adalah keadaan yang bisa sangat menggangggu pasien. Frekuensi berkemih dapat dikeluhkan yaitu kurang dari dua jam sekali. Polakisuria dapat disebabkan karena adanya produksi urin yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun. Pada poliuria biasanya disebabkan karena adanya penyakit diabetes insipidus, diabetes melitus, atau asupan cairan yang berlebihan. Pada menurunnya kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena adanya obstruksi infravesika, menurunnya komplians buli-buli, dan buli-buli yang mengalami iritasi atau inflamasi oleh benda asing dalam lumen buli-buli. (Basuki, 2011)C. Keadaan yang dapat menyebabkan polakisuria C.1 Sindrom poliuriaPoliuria adalah suatu keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal disebabkan gangguan fungsi ginjal dalam mengkonsentrasi air kemih. Volume air kemih biasanya lebih dari 3 liter/hari, biasanya menunjukkan gejala klinik bila jumlah air kemih antara 4-6 liter/hari. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat kegagalan ginjal dalam memekatkan air kemih seperti rasa haus dan dehidrasi. (Sudoyo, 2009)Menurut Brenner poliuria dibagi 2 macam : a) Poliuria non fisiologis : pada orang dewasa, poliuria didapatkan bila air kemih lebih dari 3 liter/ harib) Poliuria fisiologi : volume air kemih dibandingkan dengan volume air kemih yang diharapkan karena rangsangan yang sama, dikatakan poliuri bila volume air kemih lebih besaer dari volum yang diharapkan. (Sudoyo, 2009)Bila kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih terganggu maka terjadi peningkatan jumlah air kemih yang bisa disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain:a. Ketidak mampuan sekresi ADH oleh hipofise posteriorb. Kerusakan mekanisme arus balikc. Ketidak mampuan tubulus distal dan tubulus koligentes untuk merespons ADH. Ada dua reseptor ADH yaitu vasopresin 1 (V1) memiliki aktivitas vasokontriksi dan prostaglandin. Vasopresin 2 (V2) memiliki aktivitas antidiuretik, vasodilator dan mediator faktor koagulasi. Bila reseptor V2 yang aktif maka akan terjadi peningkatan permeabilitas terhadap air sehingga air kemih berkurang. Bila reseptor V1 yang aktif maka permeabilitas turun dan akibatkan jumlah air kemih meningkat. (Sudoyo, 2009) Poliuria terdapat pada berbagai keadaan seperti diabetes insipidus, diabetes melitus, dan polidipsi primer. (Sudoyo, 2009)

C.1.1 Diabetes insipidusDiabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflux sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Diabetes insipidus disebabkan adanya insufisiensi atau tidak adanya hormon anti diuretik (ADH/AVP) atau tidak pekanya tubulus ginjal terhadap rangsangan AVP. Biasanya pasien tidak sanggup mempertahankan air bila mendapatkan tambahan cairan. (Sudoyo, 2009)Kekurangan AVP (arginin vasopressin) atau efek AVP dihubungkan dengan ketidak adekuatan mengkonsentrasikan urin akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Bila mekanisme haus mengalami gangguan maka akan terjadi kenaikan osmolalitas dengan kenaikan natrium plasma (hipernatremi). Kekurangan AVP atau diabetes insipidus akan mempunyai sindroma klinik seperti kenaikan pengeluaran urin, yang hipotonik dan hal ini berbeda dengan diabetes melitus yang bersifat hipertonik. (Sudoyo, 2009)Beberapa perbedaan patofisiologi terjadinya poliuri hipotonik menjadikan poliuri hipotonik dibagi menjadi :a. Diabetes insipidus sentral (DIS)b. Disfungsi osmoreseptor (variasi DIS)c. Gestasional diabetes insipidusd. Diabetes insipidus nefrogenik (DIN)e. Polidipsi primer (dipsogenik/ psikogenik). (Sudoyo, 2009)

A. Diabetes insipidus sentral Diabetes insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan penglepasan hormon anti-diuretik ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara anatomis kelainan ini terjadi karena kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikular dan filiformis hipotalamus yang menyintesis ADH. Selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengantukan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan. (Sudoyo, 2009)Secara biokimiawi DIS terjadi karena:a. Tidak adanya sintesis ADHb. Sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhanc. Kuantitatif cukup tetapi ADH tidak dapat berfungsi sebagai ADH yang normal. d. Sintesis neurifisin suatu biDINng protein yang abnormal dapat mengganggu penglepasan ADH e. Adanya antibodi terhadap ADH. (Sudoyo, 2009)

Patofisiologi Pada umumnya basal ADH harus turun kurang dari 10-20% dari normal sebelum osmolality urin basal turun kurang dari 300mOsm/kg H2O dan aliran urin naik ke level simptomatik (>50ml/KgBW/day). Hasil dari hilangnya air akan menaikkan osmolalitas plasma dan akan merangsang rasa haus, terjadi polidipsi. (Sudoyo, 2009)Karena konversi ginjal terhadap natrium tidak terganggu maka adanya kekurangan ADH tidak disertadi natrium. Pada kasus dimana ADH sama sekali tidak di sekresi (DI komplit) pasien akan tergantung seluruhnya pada intake air untuk keseimbangan air dalam tubuh. Diabetes insipidus sentral ada 2 macam yaitu:a. Diabetes insipidus idiopatik (autosomal dominan) autoimunb. Diabetes insipidus didapat karena kelainan intrakranial (trauma, pembedahan, tumor di kepala), infeksi (tuberkulosis, ensefalitis, meningitis). Istilah lain untuk ADH meningkat diluar batas fisiologis karena sebab yang bermacam-macam disebut SIADH (syndrome of inappropriate secretion of ADH). (Sudoyo, 2009)

B. Diabetes insipidus nefrogenikDiabetes insipidus nefrogenik (DIN) biasanya dipakai pada diabetes insipidus yang tidak berespons pada ADH eksogen. DIN terjadi karena adanya resistensi anti diuretika ADH. Pertama kali dikenal pada tahun 1945 pada pasien dengan kelainan genetik yaitu (sex-linked). Poliuria didapati sejak lahir sedangkan level plasma ADH normal atau normal, resistensi efek antidiuretik ADH bisa parsial maupun komplit, biasanya paling banyak pada laki-laki, 90% kasus kongenital DIN disebebkan mutasi ADHV2. (Guyton, 2009)Kongenital DIN juga dapat disebbakan karena mutasi gen autosomal yang mengkode AQP2 yaitu protein yang membentuk kanal air di tubukus kolektivus di medulla. (Sudoyo, 2009)DIN adalah ketidakmampuasn ginjal (tubulus distal dan koligentes) untuk merespons ADH. Banyak jenis penyakit ginjal yang dapat mengganggu mekanisme pemekatan air kemih terutama yang mengenai medula ginjal. Kerusakan ansa henle pada diuretika yang menghambat reabsorpsi elektrolit oleh segmen. Obat-obat tertentu seperti lithium dan tetrasiklin dapat merusak kemampuan segmen tubulus distalis untuk berespons terhadap ADH. (Sudoyo, 2009)Diabetes insipidus nefrogenik dibagi menjadi 2 macam :a. Idiopatik/familial/genetik: ada 2 macam gen yaitu ADHV2 (arginin vasopresin reseptor)-(x-linked) dan AQP2 (autosomal resesif dan autosomal dominan). DIN yang paling sering ditemukan diturunkan secara x-linked (90%). DIN yang diturunkan secara autosomal resesif (9%) dan autosomal dominan (1%).b. Didapat biasanya akibat obat (lithium, demeklisiklin, metoksifluran), metabolik (hipokalemisa, hiperkalsiuri dengan hiperkalemia), penyakit ginjal (polikistik ginjal, pielonefritis kronis, gagal ginjal kronik). (Sudoyo, 2009)Patofisiologi Seperti pada DIS, sensitivitas ginjal terhadap efek antidiuretika ADH juga menghasilkan kenaikan ekskresi dilusi urin, penurunan urin dalam tubuh dan kenaikan osmolalitas plasma, hal ini akan merangsang rasa haus untuk mengkompensasi meningkatkan intake air. Besarnya poliuri maupun polidipsi tergantung sensitivitas ginjal terhadap ADH, setiap idividu berbeda sesitivitasnya, sensitivitas rasa haus dan sekresi ADH. (Sudoyo, 2009)Mekanisme dilusi (pelarutan) terjadi jika ADH tidak di sekresi pada orang normal, struktur distal tidak permeabel terhadap air sehingga sewaktu urin yang hipotonis melewati tubulus distal, natrium akan lebih banyak dikeluarkan sehingga osmolalitas urin semakin berkurang. Urin yang sangat hipotonis memasuki collecting duct yang juga relatif tidak permeabel sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah besar urin yang terdilusi. (Sudoyo, 2009)C. Polidipsi primerEtiologi a. Psikogenik (schizophrenia, obsessive-compulsive behaviours)b. Dipsogenik ( idiopatik, kelainan pengaturan rasa haus). (Sudoyo, 2009)Patofisiologi Patofisiologi polidipsi primer berbeda dengan DIS, intake air yang berlebihan mengakibatkan cairan tubuh sedikit encer (slight dilutes), menekan sekresi ADH dan urin menjadi encer (dilutes urin). Besar kecilnya poliuria dan polidipsi bervariasi tergantung intensitas rangsangan untuk minum. Pada pasien dengan abnormalitas rasa haasu, polidipsi dan poliuria relatif konstan dari hari ke hari tetapi pada psikogenik polidipsi intake air dan output urin cenderung fluktuatif, kadang bisa sangat besar. Dengan intake yang tinggi maka akan terjadi dilutional hyponatremia. (Sudoyo, 2009)Anamnesis Gejala dan keluhan utama diabetes insipidus Adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter perhari. DIN memiliki gejala klinis sering haus akan air dingin, nokturia, berat jenis urin 100 gram).2) Batu UretraPatofisiologiBatu uretra biasnya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra.AnamnesisKeluhan yang terjadi adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin, yang mungkin sebelumnya terjadi nyeri pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kmeudian ke uretra, bisanya pasien mengeluh kesulitan miksi.Pemeriksaan FisikJika batu berada uretra anterior seringkali dapat diraba berupa benjolan keras, dan kadang tampak di meatus uretra eksterna. Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.TerapiTindakan mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu. Batu pada MUE dapat diambil dengan forsep setelah terlebih dahulu dilakukan meatotomi, sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan batu dapat keluar spontan (Basuki, 2011).

2.2.3. AnuriaA. DefinisiAnuria berarti tidak keluarnya urin, dalam klinisnya di definisikan air urin keluar kurang dari 50 ml dalam sehari (Beximco, 2011).B. PatofisiologiAnuria sering disebabkan oleh kegagalan dalam fungsi ginjal. Hal ini juga dapat terjadi karena beberapa obstruksi berat seperti batu ginjal atau tumor (Beximco, 2011).C. Keadaan yang dapat menyebabkan Anuria1. Gangguan ginjal akuta. DefinisiPenurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kemaikan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dl (>26,4 mol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum > 50% (1,5 x kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat < 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam (sudoyo, 2009). Gangguan ginjal akut dapt dibagi menjadi tiga kategori:1) Gangguan Ginjal Akut Pra-renalGGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. 2) Gangguan Ginjal Akut RenalGGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagimenjadi : a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal, c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.3) Gangguan Ginjal Akut post-renalGGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi (Sudoyo, 2009).

Gambar 9 . Klasifikasi Gangguan ginjal akut

b. PatofisiologiPerjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lainsebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadarurea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen (Markum, 2009). a. Diagnosisa) Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :b) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi. c) Nokturia (buang air kecil di malam hari). d) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan). e) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki. f) Tremor tangan. g) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi. h) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik.i) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang). j) Perubahan pengeluaran produksi urin (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) k) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. l) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis,kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.b. PengelolaanTujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan komestatis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko GGA, mengatasi penyakit penyebab GGA, mempertahankan homeostatis, keseimbangan cairan dan elektrolit, kemudian mengevaluasi obat-obat yang dipakai.1) Pengaturan Diet Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi).Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.

2) Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 1. Air (H2O) Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare, muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam. 2. Natrium (Na) Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti. 3) Dialisis Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita. 4) Operasi Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapatmenhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasidiperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu Markum, 2009). c. PencegahanGGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat kontras yang dapat menyebabkan nefropati kontras. Pencegahan nefropati akibat zat kontras adalah menjaga hidrasi yang baik, pemakaian N-asetylcystine serta pemakaian furosemid pada penyakit tropik perlu diwaspadai kemungkinan GGA pada gastrointeritis akut, malaria dan demam berdarah. Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan ekskresi asam urat yang tinggi sehingga menyebabkan GGA (Sudoyo, 2009).

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanKelainan frekuensi merupakan keluhan yang sering dikeluhkanpasien urologi. Keluhan ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal seperti infeksi, kelemahan otot pada traktus urinarius, metabolik dan endokrin. Kelainan ini desertai gejala yang khas berdasarkan masing-masing etiologi. Kelainan frekuensi seperti inkonintensia banyak terjadi karena melemahnya kerja otot detrusor dan biasanya terjadi pada orangtua dan wanita. Pada frekuensi kemih yang meningkat sering terjadi pada individu yang memiliki higienitas diri yang buruk dan bisa juga karena kateterisasi atau bahkan kelainan endokrin dan metabolik. Kelainan pada polakisuria menyebabkan air tidak dapat di reabsorbsi lagi oleh tubuh. Retensi biasanya terjadi pada obstruksi infravesika yang sering ditemukan pada penyakit BPH (Benign Prostate Hyperplasia). Anuria terjadi pada ginjal akut, hal in disebabkan penurunan fungsi ginjal.Penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan etiologi dan keluhan pasien dapat mengurangi keluhan yang dirasakan pasien. Untuk mempermudah menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan urin, darah rutin, Ultrasonografi.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, purnomo. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: FKUIGuyton, C. Hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGCPrice, sylvia. 2005. Dasar-dasar petofisiologi: jilid 2. Jakarta EGCSudoyo, dkk. 2011. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna publishingSnell, dkk. 2007. Anatomi klinis. Jakarta : EGC