bab i baru siap proposal bab ii point point
DESCRIPTION
metpenTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kecacingan masih sangat tinggi terutama di daerah tropis dan
subtropis. Penyakit ini sebagai penyebab banyaknya penderita kesakitan di
seluruh dunia (Sumanta dkk, 2002). Penyakit cacingan yang ditularkan melalui
tanah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi
cacingan dari hasil survey di 10 provinsi (Lampung, Bali, Kalbar, NTB, Sulsel,
Jateng, Jatim, Sumbar, Bengkulu dan Sumut) tahun 2002-2003 dengan sasaran
anak sekolah dasar sangat bervariasi antara 4,8% sampai 83% dengan prevalensi
tertinggi di propinsi Nusa Tenggara Barat (Depkes, 2005).
Obat-obat anti cacing sintetik belum dimanfaatkan secara maksimal oleh
golongan masyarakat tertentu antara lain masyarakat pedesaan ataupun
masyarakat kota yang tinggal di daerah kumuh dan termasuk golongan ekonomi
bawah, karena mungkin harganya yang relatif mahal bagi mereka. Obat sintetik
ini mempunyai kekurangan, karena adanya infeksi cacing yang dapat berlangsung
sepanjang tahun. Pemakaian obat anti cacing atau antihelmintik yang berulang
inilah yang menjadi penyebab resistensi cacing terhadap obat sintetis, dan
menimbulkan residu obat dalam jaringan tubuh (Beriajaya dkk, 1997).
Penggunaan obat tradisional lebih digemari dan disukai masyarakat, karena
penggunaannya relatif lebih aman, murah, mudah didapat dan memiliki efek
samping yang minimal (Kustoro, 2007)
Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di
antara penyakit cacing lainnya. Penyakit ini menginfeksi lebih dari 1 miliar orang.
Tingginya prevalensi ini karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur
yang mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif (Widoyono.
2011)
Banyak obat-obat cacing ( antihelmintik sintesis) yang tersedia dan dijual
bebas diapotik-apotik antara lain yang berisi Mebendazole, Pyrantel pamoat,
Piperazin sitrat atau kombinasi Oxantel pamoat dan Pyrantel pamoat. Namun
cara pengobatan dengan obat tradisional juga bayak dipakai di seluruh dunia baik
Negara maju maupun Negara berkembang (Tjokronegoro, dkk, 1993). Beberapa
tanaman obat yang digunakan untuk antihelmintik seperti biji pinang (Areca
cathecu L), biji pepaya dan daun pepaya (Carica papaya), bawang putih (Allium
sativum L), buah ceguk (Quisqualis indica), buah pace (Morinda citrifolla L)
(Kumalasari, 2004)
Kegunaan daun pepaya untuk mengobati cacing keremi, demam, malaria,
biri-biri, disentri amuba, ASI tidak lancar, menghilangkan sakit, kaki gajah
(Elephantiasis), kejengkolan, perut mulas, tidak nafsu makan, kanker, masuk
angin (Wijayakusama H,dkk, 1997).
Maka berdasarkan uraian tersebut diatas perlu adanya penelitian untuk
menguji antihelmintik pada daun pepaya (Carica papaya). Menurut epidemiologi
peneliti terdahulu disebutkan bahwa akar (Carica papaya) telah terbukti sebagai
antihelmintik terhadap cacing kremi. Karena belum pernah dilakukan penelitian
terhadap cacing gelang maka penulis akan melakukan penelitian ekstrak daun
pepaya sebagai antihelmintik terhadap cacing gelang. Akan tetapi untuk mendapat
ascaris yang menyerang manusia, hidup diluar tubuh hospesnya sangatlah tidak
mudah, sebab cacing ini jika telah keluar dari tubuh manusia akan mati. Oleh
sebab itu pengujian dilakukan pada spesies lain yang masiih satu famili dan
mempunyai struktur tubuh yang sama, yaitu Ascaridia galli yang hidup di usus
halus ayam. Sehingga yang diharapkan hasilnya berlaku juga untuk mengobati
Askariasis pada manusia.
Dalam penelitian ini dipakai konsentrasi 100% ; 50% ; 25% ; 12,5% dari
ekstrak daun pepaya (Carica papaya) karena penelitian pendahuluan konsentrasi
di bawah 12,5% waktu kematian cacing terlalu lama (Kumalasari, 2004)
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas maka penulis merumuskan masalah :
Apakah konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya) mempunyai
pengaruh terhadap waktu kematian Ascaridia galli secara in vitro ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica Papaya)
terhadap waktu kematian Ascaridia galli secara in vitro.
2. Tujuan Khusus
a. Mencari waktu paling cepat dari berbagai konsentrasi ekstrak daun
pepaya (Carica papaya) untuk mematikan Ascaridia galli secara in vitro.
b. Mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak daun pepaya (Carica
papaya) dapat mematikan Ascaridia galli paling optimal.
D. MANFAAT PENELITIAN
Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak anatara lain :
1. Teoritis
a. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan teknologi dan seni bagi
mahasiswa Kedokteran pada umumnya tentang obat sintetik yang
diperoleh dalam bangku kuliah.
b. Bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut
2. Praktik
a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan kegunaan
daun pepaya (Carica papaya) sebagai tanaman obat, khususnya
pengobatan terhadap Ascaris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ascaridia galli
Ascaridia galli adalah parasit cacing yang paling banyak dijumpai pada
peternakan unggas (ayam). Ascaridia galli merupakan cacing dari family yang
sama dengan Ascaris lumbricoides yaitu family Ascaridoidea (Anonim, 1994).
Ascariasis pada ayam banyak terjadi pada ayam yang dipelihara di lantai
atau postal, sedangkan ayam yang dipelihara dalam kandang baterai jarang
terkena cacing Ascaridia galii. Lalat biasanya menjadi perantara pindahnya secara
mekanis telur cacing ini, yaitu apabila pada lalat tersebut dimakan oleh ayam
maka telurnya ikut masuk dalam saluran pencernaan ayam (Nugroho, 1983).
A.1 Morfologi Ascaridia galii
Cacing jantan mempunyai panjang 50 – 76 mm, cacing betina mempunyai
panjang 72 – 116 mm. Cacing ini mempunyai tiga bibir. Telurnya tidak
bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin, berukuran 73 – 92 x
45 – 57 mikron (Soekardono, dkk, 1991)
A.2 Daur Hidup
Daur hidup ascaridia pada ayam berlangsung selama 35 hari. Telur cacing
akan keluar lewat tinja ayam dan menjadi mudigah (mencapai stadium larva) pada
alas kandang. Telur cacing di alas kandang menjadi infektif (bertunas) dalam
waktu 5 hari. Panas optimum tunas adalah 32 - 34 C sewaktu ayam sedang⁰ ⁰
makan, telur infektif tertelan dan menetas di dalam perut. Larva cacing melewati
usus dan pindah ke selaput lendir. Periode perpindahan mungkin terjadi antara 10
-17 hari dalam perkembangannya.
Dalam waktu 35 hari cacing dewasa dan mulai bertelur. Setelah cacing ini
menjadi dewasa akan meninggalkan selaput lendir dan tinggal di dalam lumen
usus. Ayam yang masih muda paling peka terhadap kerusakan yang disebabkan
oleh cacing ini (Akoso, 1993).
Suhu dapat mempengaruhi waktu kematian ascaridia galli. Suhu optimal
untuk tumbuh dan berkembang Ascaridia galli pada suhu 32 - 34 C, di⁰ ⁰ luar
kondisi tersebut akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan sehingga
waktu kematian cacing lebih cepat (Akoso, 1993).
PH dan kelembaban juga dapat mempengaruhi waktu kematian Ascaridia
galli. PH untuk tumbuh dan berkembang Ascaridia galli pada kondisi basa, antara
7,6 – 8,6. Diluar kondisi tersebut akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sehingga dapat mengakibat kematian cacing (Akoso, 1993).
B. Pepaya (Carica papaya)
B.1 Klasifikasi Pepaya
Daun pepaya (Carica papaya) adalah tanaman buah berupa herba dari
famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, nahkan
kawasan sekitar Meksiko dan Kosta Rika. Tanaman pepaya banyak ditanam
orang, baik di daerah tropis maupun subtropis, di daerah-daerah dataran basah dan
kering, atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl.).
Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi tinggi. Di Indonesia
pepaya memiliki beberapa sebutan daerah :
a. Sumatra
Aceh : Rente
Gayo : Pertek
Balak : Pastela
Karo : Embelik
Balak Toba : Botik
Nias : Bala
Mentawai : Sikailo
Palembang : Kates
Minangkabau : Kalikih
Lampung : Gedang
b. Jawa
Sunda : Gedang
Jawa Tengah : Kates
Madura : Kates
c. Bali : Gedang
d. Kalimantan
Banjar : Kustela
Dayak Busang : Buah medung
Dayak Kenya : Buah dong
e. Nusa Tenggara
Sasak : Kates
Bima : Kampaya
Sumbawa : Kala jawa
Flores : Padu
f. Sulawesi
Gorontalo : Papaya
Buol : Papaya
Baree : Kaliki
Manado : Papaya
Makassar : Unti jawa
Bugis : Kaliki riaure
g. Maluku
Buru : Papai
Halmahera : Papaya
Ambon : Papaya
Seram : Palaki
Tidore : Kapaya
Ternate : Tapaya
h. Irian
Sarmi : Ihwarwerah
Windesi : Siberiani
(Tim Karya Tani Mandiri, 2012).
B.2 Morfologi Pepaya
Habitus : Perdu dan tinggi ± 10 m.
Batang : Tidak berkayu, silindris, berongga, dan berwarna putih kotor.
Daun : Tunggal, bulat, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi,
diameter 25-75 cm, pertulangan menjari, panjang tangkai 25-100 cm , dan
berwarna hijau.
Bunga : Tunggal, berbentuk bintang, terletak di ketiak daun, berkelamin
satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai,
kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek atau duduk dan berwarna kuning,
mahkota berbentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, dan berwarna
putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima,
bertangkai duduk, bakal buah beruang satu, dan berwarna putih kekuningan.
Buah : Buni, bulat memanjang, berdaging dan ketika masih muda
berwarna hijau, setelah tua berwarna jingga.
Biji : Bulat atau bulat panjang dan kecil, bagian luar dibungkus selaput
yang berisi cairan, dan ketika masih muda berwarna putih, setelah tua berwarna
hitam.
Akar : Tunggang, bercabang, bulat, dan berwarna putih kekuningan.
(Tim Karya Tani Mandiri, 2012).
B.3 Taksonomia Pepaya
Diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Cistales
Ordo : Violales
Famili (suku) : Caricaceae
Genus (marga) : Carica
Spesies (jenis) : Carica papaya L
(Tim Karya Tani Mandiri, 2012)
B.4 Kandungan dan Manfaat Pepaya
Daun, akar, dan kulit batang pepaya mengandung alkaloida, saponin, dan
tlavonoida. Di samping itu, daun dan akar juga mengandung politenol dan bijinya
mengandung saponin. (Tim Karya Tani Mandiri, 2012).
Kandungan Kimia :
Daun : Enzym papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid,
karposid dan saponin, sakarosa, dekstrosa, levulosa.
Buah : Beta-karotene, pectin, d-galaktosa, I-arabinosa, papain,
papayotimin papain, fitokinase.
Biji : Glucoside cacirin, karpain.
Getah : Papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase.
Kegunaan
Akar : cacing kremi, tidak datang haid, batu ginjal, sakit ginjal, sakit kandung
kemih, encok, digigit ular berbisa.
Biji : cacing gelang, gangguan pencernaan, pembesaran hati limpa, abortivum,
penyakit kulit.
Buah matang : pencernaan terganggu, sakit maag, tidak nafsu makan, sariawan,
sembelit.
Buah mengkal : sembelit, kencing sedikit, ASI sedikit, tidak datang haid,
gangguan lambung, pembesaran hati dan limpa, penyakit kulit, menghaluskan
kulit, kena racun singkong.
Daun : cacing kremi atau cacing gelang, demam, malaria, biri-biri, disentri amuba,
ASI tidak lancar, menghilangkan sakit, kaki gajah, perut mulas, tidak nafsu
makan, masuk angin.
Getah pepaya muda : luka bakar, jerawat, kutil, ekzema.
(Wijayakusuma. Dkk, 1997).
Senyawa lain yang terdapat pada daun pepaya adalah flavonoida.
Flavonoida adalah senyawa metabolik sekunder alami disintesis oleh tumbuhan
dan senyawa asam amino aromatik fenil alanin dan tirosin. Pada umumnya
flavonoida terikat dengan senyawa gula melalui ikatan glikosidik. Kemudian
ikatan terhidrolisa, sehingga dibebaskan senyawa gula dan flavon aglikon bebas.
Flavonoida berfungsi sebagai antioksidan dan antihemolisis dalam mencegah
penggumpalan darah saat terjadi luka (Suyatno, 2005).
Komponen lain yaitu steroid saponin. Saponin yang terdapat dalam daun
pepaya ini, terdiri dari sebuah nukleus steroid (C27) dengan molekul-molekul
karbohidrat. Saponin bentuk hidrolisisnya menghasilkan aglycones yang dikenal
dengan nama saraponin. Tipe saponin ini mempunyai aktivitas anti jamur.
Saponin juga menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga menyebabkan
hambatan aktivitas otot polos cacing. Oleh sebab itu daun pepaya dikatakan dapat
membunuh cacing (Singh, 2002).
C. Mekanisme kerja obat antihelmintik
Mekanisme kerja obat antihelmintik sebagai berikut :
a. Menyebabkan paralisis saraf
Dengan memperkuat peranan GABA yang merupakan perantara pada proses
transmisi sinyal di saraf perifer.
b. Menghambat sekresi asetilkolinesterase
Penghambatan sekresi enzim asetilkolinesterase menyebabkan blokade respon
otot cacing terhadap asetil kolin sehingga menurunkan aktivitas otot cacing
menjadi paralisis spastik yang akhirnya mengakibatkan kematian cacing.
c. Menghancurkan cacing
Dengan cara mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing, sehingga
isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi
kehancuran cacing.
d. Menghambat proses pembentukan energi
Dengan menghambat pengambilan glukosa sehingga terjadi pengosongan
(deplesi) glikogen pada cacing dan menghambat fosforilasi anaerobik ADP yang
merupakan proses pembentukan energi pada cacing, sehingga cacing akan mati.
e. Menyebabkan sterilisasi telur cacing
Dengan cara menyebabkan kerusakan struktur subseluler sehingga terjadi
sterilisasi telur cacing. (Ganiswara, 2005).
D. Mekanisme kerja Daun pepaya terhadap Ascaridia galli
Mekanisme kerja antihelmintik pada daun pepaya dikarenakan adanya
senyawa saponin yang menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga
menyebabkan paralisis otot polos cacing Ascaridia galli dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan kematian cacing Ascaridia galli (Aliadi, dkk, 1996).
E. KERANGKA TEORI
Konsentrasi ekstrak Daun Pepaya
Alkaloid
Senyawa saponin
Flavonoid
Menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase
Paralisis spastik otot polos
Waktu kematian
cacing
Suhu PHKelembaban
Sebagai antioksidan dan antihemolisis
Memecah protein dan bersifat proteiolitik
F. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teori diatas maka didapatkan kerangka konsep sebagai
berikut :
G. HIPOTESIS
Ada pengaruh pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) terhadap
waktu kematian Ascaridia galli.
Variabel bebas
Konsentrasi ekstrak daun pepaya
Variabel tergantung
Waktu kematian Ascaridia galli
Variabel pengganggu yang dikendalikan
Suhu PH Kelembaban
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian
Yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah : “post test control group design”
Kriteria Inklusi : Cacing Ascaridia galli
Suhu kamar (27o C)
PH netral = 7
Kriteria Ekslusi : Cacing mati dalam eksperimen
Jenis kelamin cacing jantan dan betina
Jenis Data
Jenis data yang digunakan merupakan data primer
B. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
B.1 Variabel Penelitian
B.1.1 Variabel bebas.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak
daun pepaya dengan kadar 12,5%, 25%, 50%, 100%.
B.1.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah waktu terjadinya kematian semua
cacing.
B.1.3 Variabel pengganggu
Variabel pengganggu penelitian ini adalah suhu, PH, kelembaban. Untuk itu
dilakukan penyamaan kondisi dengan suhu kamar (270C) dan PH netral sehingga
kemungkinan variabel-variable tersebut tidak mempengaruhi penelitian.
B.2 Definisi Operasional
B.2.1 Ekstrak daun pepaya adalah preparat pekat dari daun pepaya yang
diperoleh melalui ekstraksi menggunakan etanol 95% dengan alat ekstraktor.
Ascaridia galli adalah cacing gelang dari famili Ascaridoidea yang terdapat di
usus halus ayam.
B.2.2 Konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% adalah kadar akhir ekstrak setelah
ditambahkan larutan NaCl 0,9%.
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi penelitian adalah Ascaridia galli yang dikeluarkan dari tubuh hospes
(ayam).
2. Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria yaitu : cacing dalam
keadaan hidup.
Sampel penelitian yang diperlukan berjumlah 60 ekor cacing Ascaridia galli yang
dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Tiap kelompok terdiri dari 12 ekor cacing
yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah sampel masing-masing 4 ekor
cacing.
Sesuai rumus Federer :
( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15
( 5-1 ) ( n-1 ) ≥ 15
5n-5-n+1 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75
n ≥ 5
Keterangan : t = jumlah kelompok uji
n = jumlah hewan uji untuk setiap kelompok
D. ALAT DAN BAHAN
Alat
a. Cawan petri
b. sarung tangan
c. jarum pentul
d. pipet ukur
e. pinset
f. pengaduk
g. stopwatch
h. gelas ukur
Bahan
Ascaridia galli hidup
Daun pepaya (Carica papaya)
Larutan garam fisiologis 0,9%
Aquadest
E. CARA PENELITIAN
E.1 Rancangan penelitian dan cara pengamatan
Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan subyek uji Ascaridia
galli. Sampel penelitian yang diperlukan berjumlah 60 ekor cacing Ascaridia galli,
yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Tiap
kelompok terdiri dari 12 ekor cacing yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan
jumlah sampel masing-masing 4 ekor cacing. Kelompok I, II, III, IV adalah
kelompok yang mendapatkan perlakuan yaitu ekstrak daun pepaya dengan
konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, 100% dalam cawan kemudian diisi cacing
Ascaridia galli. Konsentrasi ekstrak daun pepaya ditentukan dengan penelitian
terdahulu. Kelompok V adalah kelompok kontrol, dimana Ascaridia galli
mendapat perlakuan dengan pemberian garam fisiologis 0,9%. Waktu terjadinya
kematian cacing Ascaridia galli pada tiap perlakuan diamati tiap 15 menit.
E.2 Cara pembuatan ekstrak daun pepaya
Cara pembuatanya adalah sebagai berikut :
1. Sebanyak 700 gram daun pepaya diopen, lalu dihaluskan atau diblender.
2. Lakukan ekstraksi dengan alat soklet menggunakan etanol 95% selama 10 kali
putaran (3-4 jam) hingga diperoleh cairan ekstrak sebagai hasil penyaringan
sempurna.
3. Cairan ekstrak dipekatkan dengan destilasi dengan suhu 75-800C, sehingga
didapatkan ekstrak kental daun pepaya dengan konsentrasi 100%.
E.3 Cara memperoleh konsentrasi ekstrak daun pepaya
Dari hasil ekstraksi daun pepaya diatas didapatkan 100 cc eksrtak kental.
1. Volume ekstrak kental daun pepaya dengan konsentrasi 100% diambil 50 cc dari
hasil ekstraksi diatas.
2. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 50% diambil dari 50 cc ekstrak
daun pepaya konsentrasi 100% + 50 cc NaCl.
3. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25% diambil dari 50 cc ekstrak
daun pepaya dengan konsentrasi 50% + 50 cc NaCl.
4. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 12,5 % diambil dari 50 cc
ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25% + 50 cc NaCl.
E.4 Cara memperoleh cacing
Cacing diambil dengan pinset dari usus halus ayam yang baru dipotong lalu
dimasukan ke dalam toples berisi NaCl 0,9%.
E.5 Jalannya penelitian
Cacing diambil secara acak kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang
berisi ekstrak daun pepaya dalam berbagai konsentrasi.
1. Kelompok perlakuan
Kelompok I : 4 ekor cacing dimasukkan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya
dengan konsentrasi 12,5%.
Kelompok II : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya dengan
konsentrasi 25%.
Kelompok III : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya
dengan konsentrasi 50%.
Kelompok IV : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya
dengan konsentrasi 100%.
2. Kelompok kontrol
Kelompok V : 4 ekor cacing dimasukan dalam larutan NaCl 0,9%.
Untuk percobaan yang kedua dan ketiga masing-masing kelompok diberi 4 ekor
cacing.
F. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Laboratorim Parasitologi BLK (Balai Laboratorium
Kesehatan) Semarang. Waktu pelaksanaan penelitian bulan Juli-Agustus tahun
2013
G. ANALISA HASIL
Data yang sudah diperoleh disusun dalam bentuk tabel, kemudian data
tersebut dianalisa kenormalitasannya dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov, lalu jika distribusi data normal dan uji homogenitas di katakan varians
data homogen, maka dilanjutkan uji one way anova dan diteruskan dengan post
hoc test dengan menggunakan perangkat lunak di alat elektronik.
Daftar Pustaka
1. Akoso, B.T ., 1993, Manual Kesehatan Unggas, Kanisius, Yogyakarta, hal, 119-121.
2. Aliadi, dkk, 1996, Tanaman Obat Pilihan, Sidowayah, Jakarta.
3. Anonim, 1994, Kamus Kedokteran Dorland, edisi 26, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hal 65, 117, 593, 670, 1637.
4. Beriajaya, Murdiyati., T.B., dan Adiwinata., G., 1997, Pengaruh Biji dan Getah Pepaya terhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro, Majalah Parasitologi Indonesia,10(2), Jakarta, 72-73.
5. Departemen Kesehatan, R.I. Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan , 2005, Askariasishttp://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?abjad=A&id=2005111810220104830524&count=9&page=1Diakses tanggal 28 Mei 2013.
6. Ganiswara, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 FK-UI, Cetakan ke-1, Gaya Baru, Jakarta, hal 523-536.
7. Kustoro, 2007, Kembali Ke Alam Untuk Pengobatan Dan Pemeliharaan Kesehatan http// Kustoro.Wordpress.com/2007/06/kembali-ke alam- penngobatan- dan pemeliharaan kesehatanDi akses tgl 13 Juni 2007.
8. Kuswinarti, 1993, Penelitian In Vitro Terhadap Beberapa Tanaman yang Dikenal Sebagai Obat Cacing (Antemintik), Majalah Kedokteran Bandung volume 25 no.3, Bandung, 100-103.
9. Nugroho, 1983, Penyakit Ayam Di Indonesia, edisi 1, Eka Offset, Semarang.
10. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R., 1993, Penyakit Infeksi Tropis Pada Anak, EGC, Jakarta, hal 217-223.
11. Singh, A.P., 2002, A Treatise on Phytochemistry. www.chemistry.sofware.com.
12. Soedarto, 1992, Penyakit-penyakit Infeksi di Indonesia, Widya Medika, Jakarta, hal 15-19.
13. Soekardono, S., Partosoedjono, S., 1991, Parasit-parasit Ayam, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 24-27.
14. Sumanta, H., Hakimi, M., Tjokrosonto, S., 2002, Berita Kedokteran Masyarakat, XVIII (I), PPKK Fakultas Kedokteran Universitas Gajahmada, 20.
15. Suyatno, G., Dilahude, H., Pribadi, W., 1996, Parasitologi Kedokteran, Edisi ke-2, FKUI, Jakarta, hal 7-11.
16. Tim Karya Tani Mandiri, 2012, Pedoman Bertanam Pepaya, Edisi 1, CV Nuasa Aulia, Bandung, hal 1-17.
17. Tjokronegoro, A., Baziad, A, 1993, Etik Penelitian Obat Tradisional, FKUI, Jakarta, hal vii-35.
18. Wijayakusuma, H., dkk, 1997, Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia, Edisi ke-3, Pustaka Kartini, Jakarta, hal 102-105.
19. Widoyono, 2011, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya, Edisi ke-2, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 178.