bab i baru siap proposal bab ii point point

28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit kecacingan masih sangat tinggi terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini sebagai penyebab banyaknya penderita kesakitan di seluruh dunia (Sumanta dkk, 2002). Penyakit cacingan yang ditularkan melalui tanah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi cacingan dari hasil survey di 10 provinsi (Lampung, Bali, Kalbar, NTB, Sulsel, Jateng, Jatim, Sumbar, Bengkulu dan Sumut) tahun 2002-2003 dengan sasaran anak sekolah dasar sangat bervariasi antara 4,8% sampai 83% dengan prevalensi tertinggi di propinsi Nusa Tenggara Barat (Depkes, 2005). Obat-obat anti cacing sintetik belum dimanfaatkan secara maksimal oleh golongan masyarakat tertentu antara lain masyarakat pedesaan ataupun masyarakat kota yang tinggal di daerah kumuh dan termasuk golongan ekonomi bawah, karena mungkin harganya yang relatif mahal bagi mereka. Obat sintetik ini mempunyai kekurangan, karena adanya infeksi cacing yang dapat berlangsung sepanjang tahun. Pemakaian obat anti cacing atau antihelmintik yang berulang inilah yang menjadi

Upload: rama-itachi

Post on 30-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

metpen

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit kecacingan masih sangat tinggi terutama di daerah tropis dan

subtropis. Penyakit ini sebagai penyebab banyaknya penderita kesakitan di

seluruh dunia (Sumanta dkk, 2002). Penyakit cacingan yang ditularkan melalui

tanah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi

cacingan dari hasil survey di 10 provinsi (Lampung, Bali, Kalbar, NTB, Sulsel,

Jateng, Jatim, Sumbar, Bengkulu dan Sumut) tahun 2002-2003 dengan sasaran

anak sekolah dasar sangat bervariasi antara 4,8% sampai 83% dengan prevalensi

tertinggi di propinsi Nusa Tenggara Barat (Depkes, 2005).

Obat-obat anti cacing sintetik belum dimanfaatkan secara maksimal oleh

golongan masyarakat tertentu antara lain masyarakat pedesaan ataupun

masyarakat kota yang tinggal di daerah kumuh dan termasuk golongan ekonomi

bawah, karena mungkin harganya yang relatif mahal bagi mereka. Obat sintetik

ini mempunyai kekurangan, karena adanya infeksi cacing yang dapat berlangsung

sepanjang tahun. Pemakaian obat anti cacing atau antihelmintik yang berulang

inilah yang menjadi penyebab resistensi cacing terhadap obat sintetis, dan

menimbulkan residu obat dalam jaringan tubuh (Beriajaya dkk, 1997).

Penggunaan obat tradisional lebih digemari dan disukai masyarakat, karena

penggunaannya relatif lebih aman, murah, mudah didapat dan memiliki efek

samping yang minimal (Kustoro, 2007)

Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di

antara penyakit cacing lainnya. Penyakit ini menginfeksi lebih dari 1 miliar orang.

Tingginya prevalensi ini karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur

yang mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif (Widoyono.

2011)

Page 2: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Banyak obat-obat cacing ( antihelmintik sintesis) yang tersedia dan dijual

bebas diapotik-apotik antara lain yang berisi Mebendazole, Pyrantel pamoat,

Piperazin sitrat atau kombinasi Oxantel pamoat dan Pyrantel pamoat. Namun

cara pengobatan dengan obat tradisional juga bayak dipakai di seluruh dunia baik

Negara maju maupun Negara berkembang (Tjokronegoro, dkk, 1993). Beberapa

tanaman obat yang digunakan untuk antihelmintik seperti biji pinang (Areca

cathecu L), biji pepaya dan daun pepaya (Carica papaya), bawang putih (Allium

sativum L), buah ceguk (Quisqualis indica), buah pace (Morinda citrifolla L)

(Kumalasari, 2004)

Kegunaan daun pepaya untuk mengobati cacing keremi, demam, malaria,

biri-biri, disentri amuba, ASI tidak lancar, menghilangkan sakit, kaki gajah

(Elephantiasis), kejengkolan, perut mulas, tidak nafsu makan, kanker, masuk

angin (Wijayakusama H,dkk, 1997).

Maka berdasarkan uraian tersebut diatas perlu adanya penelitian untuk

menguji antihelmintik pada daun pepaya (Carica papaya). Menurut epidemiologi

peneliti terdahulu disebutkan bahwa akar (Carica papaya) telah terbukti sebagai

antihelmintik terhadap cacing kremi. Karena belum pernah dilakukan penelitian

terhadap cacing gelang maka penulis akan melakukan penelitian ekstrak daun

pepaya sebagai antihelmintik terhadap cacing gelang. Akan tetapi untuk mendapat

ascaris yang menyerang manusia, hidup diluar tubuh hospesnya sangatlah tidak

mudah, sebab cacing ini jika telah keluar dari tubuh manusia akan mati. Oleh

sebab itu pengujian dilakukan pada spesies lain yang masiih satu famili dan

mempunyai struktur tubuh yang sama, yaitu Ascaridia galli yang hidup di usus

halus ayam. Sehingga yang diharapkan hasilnya berlaku juga untuk mengobati

Askariasis pada manusia.

Dalam penelitian ini dipakai konsentrasi 100% ; 50% ; 25% ; 12,5% dari

ekstrak daun pepaya (Carica papaya) karena penelitian pendahuluan konsentrasi

di bawah 12,5% waktu kematian cacing terlalu lama (Kumalasari, 2004)

Page 3: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas maka penulis merumuskan masalah :

Apakah konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya) mempunyai

pengaruh terhadap waktu kematian Ascaridia galli secara in vitro ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica Papaya)

terhadap waktu kematian Ascaridia galli secara in vitro.

2. Tujuan Khusus

a. Mencari waktu paling cepat dari berbagai konsentrasi ekstrak daun

pepaya (Carica papaya) untuk mematikan Ascaridia galli secara in vitro.

b. Mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak daun pepaya (Carica

papaya) dapat mematikan Ascaridia galli paling optimal.

D. MANFAAT PENELITIAN

Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai

pihak anatara lain :

1. Teoritis

a. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan teknologi dan seni bagi

mahasiswa Kedokteran pada umumnya tentang obat sintetik yang

diperoleh dalam bangku kuliah.

b. Bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut

Page 4: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

2. Praktik

a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan kegunaan

daun pepaya (Carica papaya) sebagai tanaman obat, khususnya

pengobatan terhadap Ascaris

Page 5: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ascaridia galli

Ascaridia galli adalah parasit cacing yang paling banyak dijumpai pada

peternakan unggas (ayam). Ascaridia galli merupakan cacing dari family yang

sama dengan Ascaris lumbricoides yaitu family Ascaridoidea (Anonim, 1994).

Ascariasis pada ayam banyak terjadi pada ayam yang dipelihara di lantai

atau postal, sedangkan ayam yang dipelihara dalam kandang baterai jarang

terkena cacing Ascaridia galii. Lalat biasanya menjadi perantara pindahnya secara

mekanis telur cacing ini, yaitu apabila pada lalat tersebut dimakan oleh ayam

maka telurnya ikut masuk dalam saluran pencernaan ayam (Nugroho, 1983).

A.1 Morfologi Ascaridia galii

Cacing jantan mempunyai panjang 50 – 76 mm, cacing betina mempunyai

panjang 72 – 116 mm. Cacing ini mempunyai tiga bibir. Telurnya tidak

bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin, berukuran 73 – 92 x

45 – 57 mikron (Soekardono, dkk, 1991)

A.2 Daur Hidup

Daur hidup ascaridia pada ayam berlangsung selama 35 hari. Telur cacing

akan keluar lewat tinja ayam dan menjadi mudigah (mencapai stadium larva) pada

alas kandang. Telur cacing di alas kandang menjadi infektif (bertunas) dalam

waktu 5 hari. Panas optimum tunas adalah 32 - 34 C sewaktu ayam sedang⁰ ⁰

makan, telur infektif tertelan dan menetas di dalam perut. Larva cacing melewati

usus dan pindah ke selaput lendir. Periode perpindahan mungkin terjadi antara 10

-17 hari dalam perkembangannya.

Dalam waktu 35 hari cacing dewasa dan mulai bertelur. Setelah cacing ini

menjadi dewasa akan meninggalkan selaput lendir dan tinggal di dalam lumen

Page 6: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

usus. Ayam yang masih muda paling peka terhadap kerusakan yang disebabkan

oleh cacing ini (Akoso, 1993).

Suhu dapat mempengaruhi waktu kematian ascaridia galli. Suhu optimal

untuk tumbuh dan berkembang Ascaridia galli pada suhu 32 - 34 C, di⁰ ⁰ luar

kondisi tersebut akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan sehingga

waktu kematian cacing lebih cepat (Akoso, 1993).

PH dan kelembaban juga dapat mempengaruhi waktu kematian Ascaridia

galli. PH untuk tumbuh dan berkembang Ascaridia galli pada kondisi basa, antara

7,6 – 8,6. Diluar kondisi tersebut akan menghambat pertumbuhan dan

perkembangan sehingga dapat mengakibat kematian cacing (Akoso, 1993).

B. Pepaya (Carica papaya)

B.1 Klasifikasi Pepaya

Daun pepaya (Carica papaya) adalah tanaman buah berupa herba dari

famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, nahkan

kawasan sekitar Meksiko dan Kosta Rika. Tanaman pepaya banyak ditanam

orang, baik di daerah tropis maupun subtropis, di daerah-daerah dataran basah dan

kering, atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl.).

Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi tinggi. Di Indonesia

pepaya memiliki beberapa sebutan daerah :

a. Sumatra

Aceh : Rente

Gayo : Pertek

Balak : Pastela

Karo : Embelik

Balak Toba : Botik

Nias : Bala

Page 7: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Mentawai : Sikailo

Palembang : Kates

Minangkabau : Kalikih

Lampung : Gedang

b. Jawa

Sunda : Gedang

Jawa Tengah : Kates

Madura : Kates

c. Bali : Gedang

d. Kalimantan

Banjar : Kustela

Dayak Busang : Buah medung

Dayak Kenya : Buah dong

e. Nusa Tenggara

Sasak : Kates

Bima : Kampaya

Sumbawa : Kala jawa

Flores : Padu

f. Sulawesi

Gorontalo : Papaya

Buol : Papaya

Page 8: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Baree : Kaliki

Manado : Papaya

Makassar : Unti jawa

Bugis : Kaliki riaure

g. Maluku

Buru : Papai

Halmahera : Papaya

Ambon : Papaya

Seram : Palaki

Tidore : Kapaya

Ternate : Tapaya

h. Irian

Sarmi : Ihwarwerah

Windesi : Siberiani

(Tim Karya Tani Mandiri, 2012).

B.2 Morfologi Pepaya

Habitus : Perdu dan tinggi ± 10 m.

Batang : Tidak berkayu, silindris, berongga, dan berwarna putih kotor.

Daun : Tunggal, bulat, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi,

diameter 25-75 cm, pertulangan menjari, panjang tangkai 25-100 cm , dan

berwarna hijau.

Page 9: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Bunga : Tunggal, berbentuk bintang, terletak di ketiak daun, berkelamin

satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai,

kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek atau duduk dan berwarna kuning,

mahkota berbentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, dan berwarna

putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima,

bertangkai duduk, bakal buah beruang satu, dan berwarna putih kekuningan.

Buah : Buni, bulat memanjang, berdaging dan ketika masih muda

berwarna hijau, setelah tua berwarna jingga.

Biji : Bulat atau bulat panjang dan kecil, bagian luar dibungkus selaput

yang berisi cairan, dan ketika masih muda berwarna putih, setelah tua berwarna

hitam.

Akar : Tunggang, bercabang, bulat, dan berwarna putih kekuningan.

(Tim Karya Tani Mandiri, 2012).

B.3 Taksonomia Pepaya

Diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Cistales

Ordo : Violales

Famili (suku) : Caricaceae

Genus (marga) : Carica

Spesies (jenis) : Carica papaya L

(Tim Karya Tani Mandiri, 2012)

Page 10: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

B.4 Kandungan dan Manfaat Pepaya

Daun, akar, dan kulit batang pepaya mengandung alkaloida, saponin, dan

tlavonoida. Di samping itu, daun dan akar juga mengandung politenol dan bijinya

mengandung saponin. (Tim Karya Tani Mandiri, 2012).

Kandungan Kimia :

Daun : Enzym papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid,

karposid dan saponin, sakarosa, dekstrosa, levulosa.

Buah : Beta-karotene, pectin, d-galaktosa, I-arabinosa, papain,

papayotimin papain, fitokinase.

Biji : Glucoside cacirin, karpain.

Getah : Papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase.

Kegunaan

Akar : cacing kremi, tidak datang haid, batu ginjal, sakit ginjal, sakit kandung

kemih, encok, digigit ular berbisa.

Biji : cacing gelang, gangguan pencernaan, pembesaran hati limpa, abortivum,

penyakit kulit.

Buah matang : pencernaan terganggu, sakit maag, tidak nafsu makan, sariawan,

sembelit.

Buah mengkal : sembelit, kencing sedikit, ASI sedikit, tidak datang haid,

gangguan lambung, pembesaran hati dan limpa, penyakit kulit, menghaluskan

kulit, kena racun singkong.

Daun : cacing kremi atau cacing gelang, demam, malaria, biri-biri, disentri amuba,

ASI tidak lancar, menghilangkan sakit, kaki gajah, perut mulas, tidak nafsu

makan, masuk angin.

Getah pepaya muda : luka bakar, jerawat, kutil, ekzema.

Page 11: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

(Wijayakusuma. Dkk, 1997).

Senyawa lain yang terdapat pada daun pepaya adalah flavonoida.

Flavonoida adalah senyawa metabolik sekunder alami disintesis oleh tumbuhan

dan senyawa asam amino aromatik fenil alanin dan tirosin. Pada umumnya

flavonoida terikat dengan senyawa gula melalui ikatan glikosidik. Kemudian

ikatan terhidrolisa, sehingga dibebaskan senyawa gula dan flavon aglikon bebas.

Flavonoida berfungsi sebagai antioksidan dan antihemolisis dalam mencegah

penggumpalan darah saat terjadi luka (Suyatno, 2005).

Komponen lain yaitu steroid saponin. Saponin yang terdapat dalam daun

pepaya ini, terdiri dari sebuah nukleus steroid (C27) dengan molekul-molekul

karbohidrat. Saponin bentuk hidrolisisnya menghasilkan aglycones yang dikenal

dengan nama saraponin. Tipe saponin ini mempunyai aktivitas anti jamur.

Saponin juga menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga menyebabkan

hambatan aktivitas otot polos cacing. Oleh sebab itu daun pepaya dikatakan dapat

membunuh cacing (Singh, 2002).

C. Mekanisme kerja obat antihelmintik

Mekanisme kerja obat antihelmintik sebagai berikut :

a. Menyebabkan paralisis saraf

Dengan memperkuat peranan GABA yang merupakan perantara pada proses

transmisi sinyal di saraf perifer.

b. Menghambat sekresi asetilkolinesterase

Penghambatan sekresi enzim asetilkolinesterase menyebabkan blokade respon

otot cacing terhadap asetil kolin sehingga menurunkan aktivitas otot cacing

menjadi paralisis spastik yang akhirnya mengakibatkan kematian cacing.

c. Menghancurkan cacing

Page 12: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Dengan cara mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing, sehingga

isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi

kehancuran cacing.

d. Menghambat proses pembentukan energi

Dengan menghambat pengambilan glukosa sehingga terjadi pengosongan

(deplesi) glikogen pada cacing dan menghambat fosforilasi anaerobik ADP yang

merupakan proses pembentukan energi pada cacing, sehingga cacing akan mati.

e. Menyebabkan sterilisasi telur cacing

Dengan cara menyebabkan kerusakan struktur subseluler sehingga terjadi

sterilisasi telur cacing. (Ganiswara, 2005).

D. Mekanisme kerja Daun pepaya terhadap Ascaridia galli

Mekanisme kerja antihelmintik pada daun pepaya dikarenakan adanya

senyawa saponin yang menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga

menyebabkan paralisis otot polos cacing Ascaridia galli dan pada akhirnya dapat

mengakibatkan kematian cacing Ascaridia galli (Aliadi, dkk, 1996).

Page 13: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

E. KERANGKA TEORI

Konsentrasi ekstrak Daun Pepaya

Alkaloid

Senyawa saponin

Flavonoid

Menghambat kerja enzim

asetilkolinesterase

Paralisis spastik otot polos

Waktu kematian

cacing

Suhu PHKelembaban

Sebagai antioksidan dan antihemolisis

Memecah protein dan bersifat proteiolitik

Page 14: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

F. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka teori diatas maka didapatkan kerangka konsep sebagai

berikut :

G. HIPOTESIS

Ada pengaruh pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) terhadap

waktu kematian Ascaridia galli.

Variabel bebas

Konsentrasi ekstrak daun pepaya

Variabel tergantung

Waktu kematian Ascaridia galli

Variabel pengganggu yang dikendalikan

Suhu PH Kelembaban

Page 15: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian

Yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah : “post test control group design”

Kriteria Inklusi : Cacing Ascaridia galli

Suhu kamar (27o C)

PH netral = 7

Kriteria Ekslusi : Cacing mati dalam eksperimen

Jenis kelamin cacing jantan dan betina

Jenis Data

Jenis data yang digunakan merupakan data primer

B. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

B.1 Variabel Penelitian

B.1.1 Variabel bebas.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak

daun pepaya dengan kadar 12,5%, 25%, 50%, 100%.

B.1.2 Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah waktu terjadinya kematian semua

cacing.

B.1.3 Variabel pengganggu

Variabel pengganggu penelitian ini adalah suhu, PH, kelembaban. Untuk itu

dilakukan penyamaan kondisi dengan suhu kamar (270C) dan PH netral sehingga

kemungkinan variabel-variable tersebut tidak mempengaruhi penelitian.

B.2 Definisi Operasional

Page 16: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

B.2.1 Ekstrak daun pepaya adalah preparat pekat dari daun pepaya yang

diperoleh melalui ekstraksi menggunakan etanol 95% dengan alat ekstraktor.

Ascaridia galli adalah cacing gelang dari famili Ascaridoidea yang terdapat di

usus halus ayam.

B.2.2 Konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% adalah kadar akhir ekstrak setelah

ditambahkan larutan NaCl 0,9%.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi penelitian adalah Ascaridia galli yang dikeluarkan dari tubuh hospes

(ayam).

2. Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria yaitu : cacing dalam

keadaan hidup.

Sampel penelitian yang diperlukan berjumlah 60 ekor cacing Ascaridia galli yang

dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Tiap kelompok terdiri dari 12 ekor cacing

yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah sampel masing-masing 4 ekor

cacing.

Sesuai rumus Federer :

( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

( 5-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

5n-5-n+1 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75

n ≥ 5

Keterangan : t = jumlah kelompok uji

n = jumlah hewan uji untuk setiap kelompok

D. ALAT DAN BAHAN

Alat

a. Cawan petri

b. sarung tangan

Page 17: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

c. jarum pentul

d. pipet ukur

e. pinset

f. pengaduk

g. stopwatch

h. gelas ukur

Bahan

Ascaridia galli hidup

Daun pepaya (Carica papaya)

Larutan garam fisiologis 0,9%

Aquadest

E. CARA PENELITIAN

E.1 Rancangan penelitian dan cara pengamatan

Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan subyek uji Ascaridia

galli. Sampel penelitian yang diperlukan berjumlah 60 ekor cacing Ascaridia galli,

yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Tiap

kelompok terdiri dari 12 ekor cacing yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan

jumlah sampel masing-masing 4 ekor cacing. Kelompok I, II, III, IV adalah

kelompok yang mendapatkan perlakuan yaitu ekstrak daun pepaya dengan

konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, 100% dalam cawan kemudian diisi cacing

Ascaridia galli. Konsentrasi ekstrak daun pepaya ditentukan dengan penelitian

terdahulu. Kelompok V adalah kelompok kontrol, dimana Ascaridia galli

mendapat perlakuan dengan pemberian garam fisiologis 0,9%. Waktu terjadinya

kematian cacing Ascaridia galli pada tiap perlakuan diamati tiap 15 menit.

E.2 Cara pembuatan ekstrak daun pepaya

Cara pembuatanya adalah sebagai berikut :

Page 18: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

1. Sebanyak 700 gram daun pepaya diopen, lalu dihaluskan atau diblender.

2. Lakukan ekstraksi dengan alat soklet menggunakan etanol 95% selama 10 kali

putaran (3-4 jam) hingga diperoleh cairan ekstrak sebagai hasil penyaringan

sempurna.

3. Cairan ekstrak dipekatkan dengan destilasi dengan suhu 75-800C, sehingga

didapatkan ekstrak kental daun pepaya dengan konsentrasi 100%.

E.3 Cara memperoleh konsentrasi ekstrak daun pepaya

Dari hasil ekstraksi daun pepaya diatas didapatkan 100 cc eksrtak kental.

1. Volume ekstrak kental daun pepaya dengan konsentrasi 100% diambil 50 cc dari

hasil ekstraksi diatas.

2. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 50% diambil dari 50 cc ekstrak

daun pepaya konsentrasi 100% + 50 cc NaCl.

3. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25% diambil dari 50 cc ekstrak

daun pepaya dengan konsentrasi 50% + 50 cc NaCl.

4. Volume ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 12,5 % diambil dari 50 cc

ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25% + 50 cc NaCl.

E.4 Cara memperoleh cacing

Cacing diambil dengan pinset dari usus halus ayam yang baru dipotong lalu

dimasukan ke dalam toples berisi NaCl 0,9%.

E.5 Jalannya penelitian

Cacing diambil secara acak kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang

berisi ekstrak daun pepaya dalam berbagai konsentrasi.

1. Kelompok perlakuan

Kelompok I : 4 ekor cacing dimasukkan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya

dengan konsentrasi 12,5%.

Kelompok II : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya dengan

konsentrasi 25%.

Page 19: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Kelompok III : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya

dengan konsentrasi 50%.

Kelompok IV : 4 ekor cacing dimasukan dalam 15 cc ekstrak daun pepaya

dengan konsentrasi 100%.

2. Kelompok kontrol

Kelompok V : 4 ekor cacing dimasukan dalam larutan NaCl 0,9%.

Untuk percobaan yang kedua dan ketiga masing-masing kelompok diberi 4 ekor

cacing.

F. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Laboratorim Parasitologi BLK (Balai Laboratorium

Kesehatan) Semarang. Waktu pelaksanaan penelitian bulan Juli-Agustus tahun

2013

G. ANALISA HASIL

Data yang sudah diperoleh disusun dalam bentuk tabel, kemudian data

tersebut dianalisa kenormalitasannya dengan menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov, lalu jika distribusi data normal dan uji homogenitas di katakan varians

data homogen, maka dilanjutkan uji one way anova dan diteruskan dengan post

hoc test dengan menggunakan perangkat lunak di alat elektronik.

Page 20: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

Daftar Pustaka

1. Akoso, B.T ., 1993, Manual Kesehatan Unggas, Kanisius, Yogyakarta, hal, 119-121.

2. Aliadi, dkk, 1996, Tanaman Obat Pilihan, Sidowayah, Jakarta.

3. Anonim, 1994, Kamus Kedokteran Dorland, edisi 26, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hal 65, 117, 593, 670, 1637.

4. Beriajaya, Murdiyati., T.B., dan Adiwinata., G., 1997, Pengaruh Biji dan Getah Pepaya terhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro, Majalah Parasitologi Indonesia,10(2), Jakarta, 72-73.

5. Departemen Kesehatan, R.I. Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan , 2005, Askariasishttp://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?abjad=A&id=2005111810220104830524&count=9&page=1Diakses tanggal 28 Mei 2013.

6. Ganiswara, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 FK-UI, Cetakan ke-1, Gaya Baru, Jakarta, hal 523-536.

7. Kustoro, 2007, Kembali Ke Alam Untuk Pengobatan Dan Pemeliharaan Kesehatan http// Kustoro.Wordpress.com/2007/06/kembali-ke alam- penngobatan- dan pemeliharaan kesehatanDi akses tgl 13 Juni 2007.

8. Kuswinarti, 1993, Penelitian In Vitro Terhadap Beberapa Tanaman yang Dikenal Sebagai Obat Cacing (Antemintik), Majalah Kedokteran Bandung volume 25 no.3, Bandung, 100-103.

9. Nugroho, 1983, Penyakit Ayam Di Indonesia, edisi 1, Eka Offset, Semarang.

10. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R., 1993, Penyakit Infeksi Tropis Pada Anak, EGC, Jakarta, hal 217-223.

11. Singh, A.P., 2002, A Treatise on Phytochemistry. www.chemistry.sofware.com.

Page 21: Bab i Baru Siap Proposal Bab II Point Point

12. Soedarto, 1992, Penyakit-penyakit Infeksi di Indonesia, Widya Medika, Jakarta, hal 15-19.

13. Soekardono, S., Partosoedjono, S., 1991, Parasit-parasit Ayam, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 24-27.

14. Sumanta, H., Hakimi, M., Tjokrosonto, S., 2002, Berita Kedokteran Masyarakat, XVIII (I), PPKK Fakultas Kedokteran Universitas Gajahmada, 20.

15. Suyatno, G., Dilahude, H., Pribadi, W., 1996, Parasitologi Kedokteran, Edisi ke-2, FKUI, Jakarta, hal 7-11.

16. Tim Karya Tani Mandiri, 2012, Pedoman Bertanam Pepaya, Edisi 1, CV Nuasa Aulia, Bandung, hal 1-17.

17. Tjokronegoro, A., Baziad, A, 1993, Etik Penelitian Obat Tradisional, FKUI, Jakarta, hal vii-35.

18. Wijayakusuma, H., dkk, 1997, Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia, Edisi ke-3, Pustaka Kartini, Jakarta, hal 102-105.

19. Widoyono, 2011, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya, Edisi ke-2, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 178.