bab ii yanyan (siap)

42
LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Klasifikasi Jalan II.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas: 1. Jalan Arteri 2. Jalan Kolektor 3. Jalan Lokal Jalan Arteriadalah: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan Kolektor adalah: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi Perancangan Struktur Perencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar 6

Upload: cortney-johnson

Post on 19-Feb-2015

98 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

landasan teori perancang struktur jalan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Klasifikasi Jalan

II.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan

Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas:

1. Jalan Arteri

2. Jalan Kolektor

3. Jalan Lokal

Jalan Arteriadalah: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri

perjalanan jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara efisien.

Jalan Kolektor adalah: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi

dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan

jumlah jalan masuk dibatasi

Jalan Lokal adalah: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk

tidak dibatasi.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

6

Page 2: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan

Klasifikasi jalan menurut kelas jalan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut kelas jalan

Fungsi KelasMuatan Sumbu Terberat

MST(ton)

Arteri

I

II

III A

>10

10

8

KolektorIII A

III B8

II.1.3 Klasifikasi menurut medan jalan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar

kemiringan medan yang diukur tegak lurus dari kontur. Klasifikasi jalan

menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik jalan dapat dilihat dalam

tabel berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi menurut kelas jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

1 Datar D <3

2 Bukit B 3 – 25

3 Gunung G >25

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

7

Page 3: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.2 Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih

sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan

kendaraan–kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi

cuaca yang cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping

jalan yang berarti.

Tabel 2.3 Kecepatan Rencana (Vr) sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan

II.3 Bagian – Bagian Jalan

II.3.1 Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)

a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di

kedua sisi jalan

b. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan

c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan

II.3.2 Daerah Milik Jalan (DAMIJA)

Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang

sama dengan (DAMAJA) ditambah ambang pengaman konstruksi jalan

dengan tinggi 5m dankedalaman 1,5m.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

8

Page 4: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.3.3 Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)

Ruang sepanjang jalan di luar DAMIJA yang dibatasi oleh tinggi

dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan:

a. Jalan Arteri minimum 20 meter

b. Jalan Kolektor minimum 15 meter

c. Jalan Lokal minimum 10 meter

Gambar 2.1 DAMAJA, DAMIJAdan DAWASJA di lingkungan jalan antar kota

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

9

Page 5: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.4 Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal yaitu bentuk proyeksi sumbu jalan pada bidang

horizontal. Alinyemen horizontal sering juga dikenal dengan nama situasi

jalan atau trase jalan. Alinyemen horizontal terdiri dari bagian lurus dan

bagian lengkung. Bagian lengkung tersebut bisa terdiri dari lengkung

peralihan dan 3 jenis tikungan yaitu:

Lingkaran (Full Circle = F-C)

Spiral-Lingkaran-Spiral (Spiral- Circle- Spiral = S-C-S)

Spiral-Spiral (S-S)

II.4.1 Gaya Sentrifugal

Yaitu apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap (v)

pada suatu bidang datar atau bidang miring dengan lintasan yang berbentuk

lengkung yang menyerupai bentuk lingkaran. Pada kendaraan tersebut

berkerja gaya sentrifugal (F) dan kecepatan (v). Gaya sentrifugal dapat

mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya, berarah tegak

lurus terhadap arah kecepatan(v).

Gaya sentrifugal (F)= m.a

Dimana :

M= massa = G/g

G= berat kendaraan

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

10

Page 6: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

g = gaya gravitasi bumi

a = percepatan sentrifugal = V² /R

V = kecepatan kendaraan dan

R= jari –jari lengkung lintasan

Dengan demikian gaya sentrifugal dapat ditulis sebagai berikut :

F = G . V² / g.R

II.4.2 Lengkung Peralihan

Secara garis besar lengkung peralihan didefinisikan sebagai suatu

lengkung yang dibuat berdasarkan peralihan dari R = tak terhingga, sampai

ketikungan yang berbentuk busur lingkaran R = Rc.

II.4.3 Diagram Super Elevasi

Diagram super elevasi atau diagram kemiringan melintang

menggambarkan suatu pencapaian super elevasi yang dimulai dari lereng

yang normal kesuper elevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan

diagram tersebut maka dapatlah ditentukan suatu bentuk penampang

melintang pada titik –titik pada lengkung horizontal yang telah direncanakan.

Diagram super elevasi ini didesain berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai

garis nol. Dimana elevasi pada tepi perkerasan diberi tanda positif atau

negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan. Dimana dijelaskan tanda positif

yakni untuk elevasi ditepi perkerasan yang sedikit lebih tinggi dari sumbu

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

11

Page 7: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

jalan, sedangkan tanda negatif untuk elevasi tepi perkerasan yang letaknya

lebih rendah dari sumbu jalan.

II.4.4 Panjang Bagian Lurus

Panjang maksimum bagian lurus harus dapat ditempuh dalam waktu ≤

2,5 menit (Sesuai Vr), dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat

dari kelelahan.

Tabel 2.4 Panjang bagian Lurus Maksimum

II.4.5 Bentuk Lengkung Horizontal

a. Jari - Jari Tikungan Minimum

Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu

kemiringanmelintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e).

Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan

arah melintangjalan antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang

menimbulkan gaya gesekan melintang. Perbandingan gaya gesekan

melintang dengan gayanormal disebut koefisien gesekan melintang (f).

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

12

Page 8: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Rumus penghitungan lengkung horizontal:

Keterangan: Rd: Jari-jari lengkung (m)

Dd: Derajat lengkung (o)

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu

dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien

gesekan maksimum.

Keterangan: Rmin: Jari-jari tikungan minimum (m)

Vr: Kecepatan kendaraan rencana (km/jam)

emaks: Superelevasi maksimum (%)

fmaks: Koefisien gesekan melintang maksimum

Dd: Derajat lengkung (°)

Dmaks: Derajat maksimum

Untuk perhitungan, digunakan emaks = 10 % sesuai tabel.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

13

Page 9: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Tabel 2.5 Panjang jari-jari minimum (dibulatkan) untuk emaks = 10%

VR

(km/jam)120 100 90 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15

Untuk kecepatan rencana:

< 80 km/jam berlakufmaks= - 0,00065 V + 0,192

80 – 112 km/jam berlaku fmaks= - 0,00125 V + 0,24

b. Lengkung Peralihan (Ls)

Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan

jenis S-C-S. Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan diambil nilai yang terbesar dari tiga

persamaan di bawah ini:

1. Berdasar waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk melintasi

lengkungperalihan, maka panjang lengkung:

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus

ModifikasiShortt:

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

14

Page 10: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

4. Sedangkan Rumus Bina Marga

Keterangan:

- T = Waktu tempuh = 3 detik

- Rd = Jari-jari busur lingkaran (m)

- C = Perubahan percepatan 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det2

- re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan,

sebagaiberikut:

Untuk Vr ≤ 70 km/jam Untuk Vr ≥ 80 km/jam

remaks = 0,035 m/m/det re mak = 0,025 m/m/det

e = Superelevasi

em = Superelevasi Maksimum

en = Superelevasi Normal

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

15

Page 11: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

c. Jenis Tikungan dan Diagram Superelevasi

1. Bentuk busur lingkaran Full Circle (F-C)

Gambar 2.2 Lengkung Full Circle

Keterangan :

- = Sudut Tikungan

- O = Titik Pusat Tikungan

- TC = Tangen to Circle

- CT = Circle to Tangen

- Rd = Jari-jari busur lingkaran

- Tt = Panjang tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC)

- Lc = Panjang Busur Lingkaran

- Ec = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

16

Page 12: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

FC (Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian

suatulingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari) yang

besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan

superelevasi yang besar.

Tabel 2.6 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

Tc = Rc tan ½

Ec = Tc tan ¼

Lc = 2πRc / 360o

2. Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

Gambar 2.3 Lengkung Spiral-Circle-Spiral

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

17

Page 13: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Keterangan:

- Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik ST ke SC

- Ys = Jarak tegak lurus ketitik SC pada lengkung

- Ls = Panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST

- Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)

- Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST

- TS = Titik dari tangen ke spiral

- SC = Titik dari spiral ke lingkaran

- Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran

- θs = Sudut lengkung spiral

- Rd = Jari-jari lingkaran

- p = Pergeseran tangen terhadap spiral

- k = Absis dari p pada garis tangen spiral

Rumus-rumus yang digunakan:

- θs = Ls x3602x Rd x2 π

- Δc = ΔPI – (2 x θs)

- Xs = Ls x (1 - Ls2

40 x Rd2)

- Ys = Ls2

6 x Rd

- P = Ys – Rd x ( 1 – cos θs )

- K = Xs – Rd x sin θs

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

18

Page 14: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

- Et = Rd+ p

cos(∆2

) – Rr

- Tt = ( Rd + p ) x tan ( ½ PI ) + K

- Lc = ∆c x π x Rd180

- Ltot = Lc + (2 x Ls)

Jika P yang dihitung dengan rumus di bawah, maka ketentuan tikungan yang

digunakan bentuk S-C-S.

Untuk Ls = 1,0 m maka p = p’ dan k = k’

Untuk Ls = Ls maka P = p’ x Ls dan k = k’ x Ls

3. Tikungan Spiral-Spiral (S-S)

Tikungan yang disertai lengkung peralihan.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

19

Page 15: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Gambar 2.4 Lengkung Spiral –Spiral

Untuk bentuk spiral-spiral berlaku rumus sebagai berikut:

- Lc = 0 dan θs = ½ PI

- Ltot = 2 x Ls

Untuk menentukan θs rumus sama dengan lengkung peralihan.

- Lc = ∆c x π x Rd

90

P, K, Ts, dan Es rumus sama dengan lengkung peralihan.

II.4.6 Jarak Pandang Henti

Jarak pandangan henti merupakan hal penting bagi keamanan dan

kenyamanan mengemudi. Semakin besar jaraknya semakin baik. Untuk jarak

minimumnya dapat menggunakan perumusan sebagai berikut :

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

20

Page 16: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

D = V x T / 3,6 + ( V / 3,6 )2 / 2 g f

Dimana :

- D = jarak pandangan henti minimum (m)

- V = kecepatan laju, kecepatan rencana (km/jam)

- T = waktu tanggap (2,5 detik)

- g = kecepatan gravitasi (9,8 m / detik2)

- f = koefisien gesekan membujur (0,3 sampai 0,4)

Tabel 2.7 Jarak pandang henti (Jh) minimum

II.4.7 Ruang Bebas Samping

Pada tikungan yang mempunyai panjang jarak pandang tertentu, maka

tikungan itu perlu mempunyai lebar pandangan bebas (ruang bebas

samping) yang sesuai. Jika ruang bebas samping tidak tersedia di lokasi

jalan, maka jalan perlu diperlebar.

Rumus : E = D2 / 8R

Keterangan:

- E = Ruang bebas samping (m)

- D = Jarak pandangan (m)

- R = Jari-jari tikungan pada sumbu lajur sebelah dalam (m)

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

21

Page 17: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Gambar 2.5 Jarak pandangan pada lengkung horizontal

II.4.8 Pelebaran Perkerasan

Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam, agar

kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah

disediakan.

Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

22

Page 18: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Gambar 2.6 Pelebaran perkerasan pada tikungan

Rumus-rumus yang digunakan:

- B = n (b’ + c) + (n + 1) Td + Z

- b’ = b + b”

- b” = Rd2 -√Rd2+ p2

- Td = √Rd2+A(2 p+A) – Rd

- ε = B – W

Keterangan:

- B = Lebar perkerasan pada tikungan

- n = Jumlah jalur lalu lintas

- b = Lebar lintasan truk pada jalur lurus

- b’ = Lebar lintasan truk pada tikungan

- p = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

23

Page 19: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

- A = Tonjolan depan sampai bumper

- W = Lebar perkerasan

- Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan

- Z = Lebar tambahan akibat kelelahan pengamudi

- c = Kebebasan samping

- ε = Pelebaran perkerasan

- Rd = Jari-jari rencana

II.4.9 Control Overlapping

Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan sampai

terjadi Over Lapping. Karena kalau hal ini terjadi maka tikungan tersebut

menjadi tidak aman untuk digunakan sesuai kecepatan rencana. Syarat

supaya tidak terjadi Over Lapping: λn > 3detik × Vr.

Dimana:

- λn = Daerah tangen (meter)

- Vr = Kecepatan rencana

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

24

Page 20: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Gambar 2.7 Control Overlapping

Vr = 40 km/jam = 11,11 m/det.

Syarat over lapping a’ ≥ a, dimana a = 3 x V detik = 3 x 11,11 =33,33 m

Bila:

- d1 = d A-1 – TS 1 ≥ 33,33 m (aman)

- d2 = ST1 – Jembatan 1 ≥ 33,33 m (aman)

- d3 = Jembatan 1- TS 2 ≥ 33,33 m (aman)

- d4 = ST 2 – Jembatan 2 ≥ 33,33 m (aman)

- d5 = Jembatan 2 – TS 3 ≥ 33,33 m (aman)

- d6 = ST 3 – TS 4 ≥ 33,33 m (aman)

- d7 = ST 4 – B ≥ 33,33 m (aman)

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

25

Page 21: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.5 Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal yaitu perpotongan antara bidang vertikal dengan

bidang permukaan perkerasan jalan yang melalui sumbu jalan untuk 2 (dua)

jalur, dan 2 (dua) arah. Kadang alinyemen vertikal juga sering disebut

sebagai penampang memanjang jalan. Dalam merencanakan alinyemen

vertikal dapat juga dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang

tersedia yang mungkin dipengaruhi oleh faktor keadaan tanah, keadaan

lokasi atau tempat, fungsi jalan, kelandaian yang masih memungkinkan,

muka air banjir, dan muka air tanah.

Dalam merencanakan alinyemen vertikal, kita mengenal beberapa macam

istilah diantaranya:

- Kelandaian pada alinyemen vertikal

- Lengkung vertikal

- Lengkung vertikal cembung

- Lengkung vertikal cekung

II.5.1 Kelandaian pada alinyemen vertikal

a. Landai Maksimum

Pada landai maksimum, ± 25% kelandaiannya mulai memberikan

pengaruh pada laju kendaraan mobil yang dikendarai (mobil penumpang),

walau tidak hanya seberapa jika dibandingkan dengan gerakan kendaraan

truk dari kelandaian ini bisa kita lihat dari berkurangnya kecepatan

kendaraan jalan.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

26

Page 22: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Panjang maksimum landai yang masih masih dapat di terima tanpa

mengakibatkan gangguan jalannyaarus lalu lintas yang berart,atau biasa di

sebut dengan istilah panjang kritis landai, adalah panjang yang

mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum sebesar 25 km/jam.

Oleh karena itu untuk membatasi perlambatan suatu kendaraan

khususnya truk pada arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum

untuk kecepatan tertentu. Untuk mengetahui apakah landai maksimum untuk

kecepatan rencana tertentu sudah kita tetapkan apa belum, maka kita bisa

menetapkannya dengan menggunakan tabel bina marga (luar kota), dan

tabel standar kelandaian AASHO guna untuk membatasi kelandaian

maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar, perbukitan atau

pegunungan.

Tabel 2.8 Kelandaian Maksimum yang diijinkan

b. Landai Minimum

Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu

dibuatkelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran

samping, karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk

mengalirkan air kesamping.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

27

Page 23: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

c. Panjang kritis suatu kelandaian

Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian

maksimum agarpengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh

Vr.

Tabel 2.9 Panjang Kritis (m)

II.5.2 Lengkung Vertikal

Dimana suatu lengkung yang dipergunakan untuk pergantian dari

suatu kelandaian yang lainnya dinamakan lengkung vertikal. Adapun

lengkung vertical yang digunakan adalah lengkung para bola sederhana.

II.5.3 Lengkung vertikal Cembung

Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent

berada di atas permukaan jalan.

Gambar 2.8 Lengkung Vertikal Cembung

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

28

Page 24: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

- PLV = Titik awal lengkung parabola

- PV1 = Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2

- g = Kemiringan tangen : (+) naik, (-) turun

- A = Perbedaan aljabar landai (g1 – g2 ) %

- EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) meter

- Jh = Jarak pandang

- 1 h = Tinggi mata pengaruh

- 2 h = Tinggi halangan

Panjang lengkung vertical cembung berdasarkan pada jarak pandang henti

yaitu dengan rumus :

Lvs = D2 ( i1 – i2 ) / 398

Dimana :

- Lvs : panjang minimum lengkung vertical cembung (m)

- D : jarak pandang henti (m)

- ( i1 – i2 ) : perbedaan aljabar untuk kelandaian i1 dan i2 (%)

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

29

Page 25: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.5.4 Lengkung Vertikal Cekung

Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent

berada di bawahpermukaan jalan.

Gambar 2.9 Lengkung Vertikal Cekung

Keterangan:

- PLV = Titik awal lengkung parabola

- PV1 = Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2

- g = Kemiringan tangen : (+) naik, (-) turun

- A = Perbedaan aljabar landai (g1 – g2) %

- EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) meter

- Lv = Panjang lengkung vertikal

- V = Kecepatan rencana ( km/jam)

Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan pada jarak pandangan

henti yaitu dengan rumus:

LVS = V2 ( i1 – i2 ) / 360

Dimana:

- LVS = panjang minimum lengkung vertikal cembung (m)

- D = jarak pandangan henti (m)

- (i1-i2) = perbedaan aljabar untuk kelandaian i1 dan i2 (%)

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

30

Page 26: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur disini untuk jalan

baru denganMetoda Analisa Komponen, yaitu dengan metoda analisa

komponen SKBI – 2.3.26.1987.

Gambar 2.10 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur

Adapun untuk perhitungannya perlu pemahaman Istilah-istilah sebagai

berikut:

II.6.1 Lalu Lintas

1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR)

Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan

pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

median atau masingmasing arah pada jalan dengan median.

- Lalu lintas harian rata-rata permulaan (LHRP)

- Lalu lintas harian rata-rata akhir (LHRA)

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

31

Page 27: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

2. Rumus-rumus Lintas ekivalen

- Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

- Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

- Lintas Ekivalen Tengah (LET)

- Lintas Ekivalen Rencana (LER)

Dimana:

- i1 = Pertumbuhan lalu lintas masa konstruksi

- i2 = Pertumbuhan lulu lintas masa layanan

- J = jenis kendaraan

- n1 = masa konstruksi

- n2 = umur rencana

- C = koefisien distribusi kendaraan

- E = angka ekivalen beban sumbu kendaraan

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

32

Page 28: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.6.2 Koefisien Distribusi Kendaraan

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat

yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:

Tabel 2.10 Koefisien Distribusi Kendaraan

*) Berat total < 5 ton, misalnya: Mobil Penumpang, Pick Up, Mobil Hantaran.

**) Berat total ≥ 5 ton, misalnya: Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer.

II.6.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap

kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut:

Tabel 2.11 Angka Ekivalen (E) Sumbu Kendaraan

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

33

Page 29: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

34

Page 30: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.6.4 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT dan CBR)

Gambar 2.11 Korelasi DDT dan CBR

Catatan: Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri

diperoleh nilai DDT.

II.6.5 Faktor Regional (FR)

Faktor regional bisa juga juga disebut faktor koreksi sehubungan

denganperbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara

lain keadaanlapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

35

Page 31: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

pembebanan daya dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam

penentuan tebal perkerasan ini Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk

alinyemen (Kelandaian dan Tikungan)

Tabel 2.12 Persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim

II.6.6 Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan/ kehalusan

serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi

lalu – lintas yang lewat.

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut:

- IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak

beratsehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.

- IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan

tidakterputus ).

- IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang mantap

- IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan

baik.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

36

Page 32: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Tabel 2.13 Indeks permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/ kehalusan serta

kekokohan) pada awal umur rencana menurut tabel di bawah ini:

Tabel 2.14 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

II.6.7 Koefisien kekuatan relative (a)

Koefisien kekuatan relative (a) masing-masing bahan dan kegunaan

sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai

nilai Marshall Test(untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk (bahan yang

distabilisasikan dengansemen atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis

pondasi atau pondasi bawah).

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

37

Page 33: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

Tabel 2.15 Koefisien Kekuatan Relatif

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

38

Page 34: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.6.8 Batas – batas minimum tebal perkerasan

1. Lapis permukaan

Tabel 2.16 Tebal lapisan permukaan

2. Lapis pondasi atas

Tabel 2.17 Lapis Pondasi Atas

*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi

bawah digunakan material berbutir kasar.

3. Lapis Pondasi Bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah

10 cm

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

39

Page 35: BAB II Yanyan (Siap)

LANDASAN TEORI

II.6.9 Analisa Komponen Perkerasan

Penghitungan ini didistribusikan pada kekuatan relatif masing-masing

lapisan perkerasan jangka tertentu (umur rencana) dimana penetuan tebal

perkerasan dinyatakan oleh Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

Rumus:

ITP = a1D1 x a2D2 x a3D3

D1, D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

Angka 1,2,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan

pondasi bawah.

Perancangan StrukturPerencanaan Jalan Kelas III Pada Daerah Datar

40