makalah siap
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema
merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata
ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit.
Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis
atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang
menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau
Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan
inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak
merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi
pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti
daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe
berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis
seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan
ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah
ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-
anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan
dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea
terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale
kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan
untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang
juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang
berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu
sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor
genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan
derajat penyakit.
1
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat
makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan
Dermatitis Seborrhea”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep penyakit pada klien dengan Dermatitis Seborrhea?
b. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Dermatitis
Seborrhea?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan
khususnya di mata kuliah keperawatan Sistem Integumen dengan bahan ajar
konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Dermatitis Seborrhea.
2. Tujuan Khusus :
Untuk memahami konsep dasar penyakit seperti :
a. Anatomi Fisiologi Kulit.
b. Definisi dari Dermatitis Seborrhea.
c. Etiologi Dermatitis Seborrhea.
d. Epidemiologi Dermatitis Seborrhea.
e. Patofisiologi Dermatitis Seborrhea.
f. Manifestasi Klinis Dermatitis Seborrhea.
g. Pemeriksaan Penunjang Dermatitis Seborrhea.
h. Penatalaksanaan Dermatitis Seborrhea.
i. Komplikasi Dermatitis Seborrhea.
j. Pencegahan Dermatitis Seborrhea.
k. Prognosis Dermatitis Seborrhea.
l. Konsep Asuhan Keperawatan pada klien Dermatitis Seborrhea.
2
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat dapat
menambah wawasan dan informasi dalam penanganan pasien dengan
dermatitis seborea dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan dermatitis seborea secara tepat dan benar, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang
membungkus otot-otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh
dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri, kehilangan
panas, dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-
pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ adneksa
kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik.
Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat
jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit
terdiri dari tiga lapisan: pidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis
merupakan bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu
stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di bawah
pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang
tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-
pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit
yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah
dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit,
isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambungan
dengan selaput lendir yang melapisi rongga – rongga dan lubang – lubang
masuk. Kulit yang di dalamnya terdapat ujung saraf peraba mempunyai
banyak fungsi antara lain membantu mengatur suhu dan mengendalikan
hilangnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan ekskretori,
sekretori, dan absorsi.
4
Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu epidermis (kutikula) dan
dermis (korium). Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas
sejumlah bagian sel yang tersusun atas dua lapis yang jelas tampak, selapis
lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Sedangkan dermis (korium)
tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan
dermis tersusun papil – papil kecil yang berisi ranting – ranting pemuluh
darah kapiler.
Pelengkap kulit meliputi rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus yang
dianggap seagai tambahan pada kulit. Rambut dan kuku adalah sel apidermis
yang berubah. Rambut tubuh dan folikel rambut merupakan lekukan jeluk di
dalam epidermis. Kuku adalah kulit yang telah berubah.
Fungsi kulit yaitu sebagai organ pengatur panas. Suhu tubuh
seseorang adalah tetap, meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
dipertahankan karena penyesuaian antara panas yang hilang dan panas yang
dihasilkan diatur oleh pusat pengatus panas. Pusat ini segera menyadari bila
ada perubahan pada panas tubuh, karena suhu darah yang mengalir melalui
medula oblongata.
Fungsi kulit sebagai indra peraba. Rasa sentuhan yang disebabkan
rangsangan pada ujung saraf di dalam kulit berbeda-beda menurut ujung saraf
yang dirangsang. Di dalam kulit terdapat tempat-tempat tertentu yaitu tempat
perabaan misalnya sensitif atau peka terhadap dingin, panas, dan rasa sakit.
Kulit sebagai tempat penyimpanan. Kulit dan jaringan dibawahnya
bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan adiposa di bawah kulit
yang merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh.
5
2.2 Definisi
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan
kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik
dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya
akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso
labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada
dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema,
serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan
dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-
tempat seboroik.
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan
superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan
eksaserbasi.
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea.
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah
terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena.
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan
kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit
bersisik, paling sering mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat
mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut,
lengan dan lipat paha.
Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea
(kalenjar lemak) yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang
telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial,
bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas (daerah presternum,
daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak,
pelipatan bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan
pelipatan pantat).
6
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini
terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam
tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang
seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua
bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja,
terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi
menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi
menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul dermatitis
seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara
tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses
inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang
berada di atas kulit yang kemerahan.
2.3 Epidemiologi
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena
adanya aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis
seboroik dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada
dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40
tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada
suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis
kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak
laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada
setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun.
Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
7
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat
terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit
Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan
yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga
beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini
sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering
terjadi dan sering lebih parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan
pada musim panas.
2.4 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang
rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan
dermatitis yang menyerang daerah-daerah yang mengandung banyak glandula
sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari
sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila
dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya
dipertimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas.
Ada bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi
penyebabnya belum diketahui.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula
sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu
berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan
pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya
mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua.
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
8
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara
kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk
memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang
telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi
imun.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik,
pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien
dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala
yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah
seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan
punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan
reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam
epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T
dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk
mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek
bagus dengan pemberian anti jamur.
Beberapa faktor misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit
nutrisi, dan faktor neurogenik sangat berhubungan dengan keadaan ini.
Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini
muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah
puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan
setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah
kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak
bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan
keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa
pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan
dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada
9
pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan
pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis
seboroik yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan.
Infeksi Pityrosporum ovale.
Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus.
Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal.
Kelainan neurotransmiter (misal : pada penyakit parkinson).
Respon emosional terhadap stres atau kelelahan.
Proliferasi epidermal yang menyimpang.
Diet yang abnormal.
Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik).
Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban).
Imunodefisiensi.
Faktor prediposisi lainnya dari dermatitis seboroik:
Stres
Kelelahan
Cuaca dingin
Kulit berminyak
Jarang mencuci rambut
Pemakaian losyen yang mengandung alkohol
Penyakit kulit (misalnya jerawat)
Obesitas (kegemukan).
10
2.5 Patofisiologi
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari
dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti.
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak
berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak
selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan
dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik,
kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan
komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian
kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale
berkaitan dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit
maupun produk-produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan
yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila
Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat
mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun
alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan
Candida albicans pada lesi-lesi kulit .
Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik,
menjelaskan mengapa penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan
sitostatik. Selain itu, dermatitis seboroik sering berkaitan dengan kelainan-
kelainan neurologik seperti penyakit parkinson pasca ensefalitis, epilepsi,
trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis, polimielits, siringomielia, dan
kuadriplegia. Kelainan pada sistem neurologik menyebabkan abnormalitas
pada neurotransmitter dan bermanifestasi sebagai gangguan fungsi kelenjar
sebum.Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat yang dapat
menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis seboroik,
sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson, juga lesi
kulit dengan dermatitis seboroik.
11
12
2.6 Manifestasi Klinis
Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang
mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya
simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit
kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat
pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang
telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah
presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra
mamae, dan anogenital.
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada
lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit
yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea
(misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra
mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe
dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih
umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papul-
papul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan
skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai
bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis).
Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang
menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi.
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai
scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada
saat stres atau kekurangan tidur.
13
b. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak
pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan
gatal pada bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada
umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing
dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning.
Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke
empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-
lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang
bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general.
Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi,
dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan
defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering
disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga
apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem
imunnya.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:
1) Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan
warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-
kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis
steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan
sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien
mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien
berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering
kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga
menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan
kemudian gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga.
Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik.
Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap .
14
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga
sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa
menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang
ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi
akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi
infeksi bakterial.
2) Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain
terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi
blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut,
seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering
dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya.
Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.
3) Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama,
umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk
makula eritema yang pada permukaannya ada skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk
seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo,
kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi
sekunder.
Berdasarkan bentuknya, dermatitis seborrhea dibagi menjadi 2, yaitu
sebagai berikut.
1) Bentuk Berminyak, manifestasinya adalah tampak basah dan mengkilap
dengan atau tanpa deskuamasi dan eritema, dan pustula atau
papulopustula kecil-kecil yang menyerupai jerawat pada tubuh.
2) Bentuk Kering, manifestasinya terdiri dari deskuamasi kulit kepala
dengan sisik yang halus dan berbentuk serbuk dalam jumlah yang
banyak, umumnya disebut ketombe (dundruff).
15
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat
ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis.
b. Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan
penyakit sejenis. Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam
skuama krusta pada sisi ostia follicular.
c. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
d. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
e. Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni meningkatnya kadar kolesterol, trigliserida
dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan
wax ester.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan serborrhea atau dermatitis seboroik dapat meliputi:
a. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan
keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan
pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi
eritema dan gatal dengan steroid topikal.
b. Khusus
1. Sistemik
Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
Vitamin B kompleks.
Kortikosteroid oral
Antibiotik seperti penisilin.
Preparat azol
Isotretinoin selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk
mengontrol penyakitnya.
Narrow band UVB (TL-01)
16
2. Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff
kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya
fluocinolone, topikal steroid solution.
3. Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca
oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat
efektif bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.
Penatalaksaan untuk penyakit ini masih belum diketahui, namun
berikut ini beberapa contoh penatalaksanaan pada pasien dengan dermatitis
seborrhea:
1. Dewasa.
Bisa digunakan sampo yang mengandung seng pirition, selenium
sulfida, asam salisilat dan belerang atau ter. Sampo digunakan setiap
hari sampai ketombenya terkendali, selanjutnya sampo cukup
digunakan 2 kali/minggu. Pengobatan seringkali harus dilanjutkan
selama berbulan-bulan. Jika setelah pengobatan dihentikan dermatitis
kembali kambuh, maka sampo tersebut bisa kembali digunakan.
Lotion yang mengandung corticosteroid juga bisa dioleskan pada kulit
kepala atau bagian tubuh lainnya. Pada wajah digunakan lotion yang
hanya mengandung corticosteroid 1%. Pemakaian corticosteroid harus
secara hati-hati, karena penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan penipisan kulit dan gangguan lainnya.
Jika corticosteroid tidak dapat mengatasi ruam, kadang digunakan
krim ketoconazole.
2. Anak-anak
Untuk ruam bersisik tebal di kulit kepala, bisa dioleskan minyak
mineral yang mengandung asam salisilat secara perlahan dengan
menggunakan sikat gigi yang lembut pada malam hari. Selama sisik
masih ada, kulit kepala juga dicuci dengan sampo setiap hari; setelah
sisiknya menghilang cukup dicuci 2 kali/minggu.
17
3. Bayi.
Kulit kepala dicuci dengan sampo bayi yang lembut dan diolesi
dengan krim hydrocortisone.
Selama ada sisik, kulit kepala dicuci setiap hari dengan sampo yang
lembut; setelah sisik menghilang cukup dicuci 2 kali/minggu.
Berikut penatalaksanaan berdasarkan lokasi dermatitis seborrhea.
1) Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggot
Banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara
efektif dengan memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan
shampo anti ketombe yang mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1
– 2 persen pyrithione zinc. Alternatif lain shampo ketoconazole dapat
dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala dan daerah jenggot
selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing dapat
dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit
dapat dikendalikan frekuensi memakan shampo dapat dikurangi menjadi
dua kali seminggu atau seperlunya. Solusio topical terbinafin 1% efektif
untuk terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala.
Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama dapat
dihilangkan dengan memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun
pada kulit kepala dan dibersihkan dengan deterjen seperti dishwashing
liquid atau shampoo tar beberapa jam setelahnya.
Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan
moistening kulit kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid
0,01% dalam minyak pada malam hari diikuti dengan shampo pada pagi
harinya. Terapi ini dilakukan sampai dengan peradangan bersih, kemudian
frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai tiga kali seminggu. Solusio
kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua kali sehari di
tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema
hilang. Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu sampai tiga minggu
sampai gatal dan eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi jika
diperlukan. Pemeliharaan dengan shampo anti ketombe dapat secara
18
adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai steroid topikal poten dengan
hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan atrofi dan
telangiectasi pada kulit.
Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut “cradle cap”. Dapat
mengenai kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas
tetapi kelainan ini dapat sembuh secara spontan 6 – 12 bulan dan tidak
kambuh sampai dengan pubertas. Terapinya dapat dengan memakai shampo
antiketombe. Jika skuama mencakup daerah luas pada kepala, skuama dapat
dilembutkan dengan minyak yang disikan ke sikat rambut bayi kemudian
dibilas.
2) Penatalaksanaan pada wajah
Daerah pada wajah yang terkena dapat sering di cuci dengan shampo
yang efektif untuk seborik. Alternatif lain dapat dipakai kream
ketokonazone 2%, diberikan 1-2 kali. Hidrokortison 1% sering kali
diberikan 1-2 kali dan akan menghasilkan proses resolusi eritema dan gatal.
Losion Sodium sulfacetamide 10% juga efektif sebagai agen topikal untuk
dermatitis seboroik.
3) Penatalaksaan pada tubuh
Dapat diterapi dengan zinc atau shampo yang mengandung tar batu
bara atau dengan dicuci dengan sabun yang mengandung zinc. Sebagai
tambahan dapat dipakai krim ketokonazole 2% dan atau krim kortikosteroid,
losion atau solusion yang dipakai 1-2 kali sehari. Benzoil peroksida dapat
dipakai untuk dermatitis seboroik pada tubuh. Pasien harus membilas secara
menyeluruh setelah pemakaian zat tersebut.
4) Penatalaksanaan dermatitis seboroik berat
Pada pasien dengan dermatitis seboroik berat yang tidak responsif
dengan terapi topikal yang biasa dapat di terapi dengan isotretionoin.
Isotretinoin dapat menginduksi pengecilan glandula sebasea sampai dengan
90% dengan mengurangi produksi sebum. Isotretinoin juga dapat dipakai
19
sebagai anti inflamasi. Terapi dengan isotretinoin 0,1 – 0,3 mg/ kg BB/ hari
dapat memperbaiki dermatitis seboroiknya. Kemudian dosis pemeliharaan
5-10 mg/hari efektif untuk beberapa tahun. Akan tetapi isotretinoin
memiliki efek samping serius, yaitu teratogenik, hiperlipidemia,
neutropenia, anemia dan hepatitis.
Efek samping mukokutaneus mencakup khelitis, xerosis,
konjungtivitis, uretritis dan kehilangan rambut. Penggunaan jangka panjang
berhubungan dengan perkembangan diffuse idiopathic skeletal hyperostosis
(DISH).
Pendekatan lain pada pasien yang sulit dengan mencoba berbagai
macam kombinasi yang berbeda dari obat-obat yang biasa dipakai: shampo
anti ketombe, anti jamur dan steroid topikal. Jika ini gagal dapat dipakai
steroid topikal poten jangka pendek . Pilihan terapinya mencakup steroid
kelas III non fluorinate seperti mometasone furoate (Elocon) atau
menggunakan steroid ekstra poten kelas I atau steroid topikal kelas II seperti
clobetasol propionate (Temovate) atau fluocinonude (Lidex). Steroid topikal
kelas III harus dipakai lebih dulu, tetapi jika masih tidak resposif dapat
menggunakan kelas I. Obat tersebut dapat diberikan satu sampai dua kali
sehari, bahkan untuk wajah, tetapi harus dihentikan setelah dua minggu
sebab terjadinya peningkatan efek samping. Jika pasien respon sebelum dua
minggu, obat harus di stop sesegera mungkin.
Sebagian besar kortikosteroid tersedia sebagai solusio, losion, kream
dan ointment. Penggunaan vehikulum ini tergantung pasien dan lokasi
terapi. Losion dan kream sering digunakan pada wajah dan tubuh sedangkan
solusio dan ounment sering digunakan pada kulit kepala. Umumnya
pemakaian solusio kulit kepala lebih dipilih pada orang kulit putih dan asia,
untuk orang kulit hitam mungkin terlalu kering, ointment merupakan pilihan
yang lebih baik.
20
2.9 Komplikasi
a. Eritrodermi
Eritrodermi ini merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritema hamper seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama.
b. Rambut Rontok
Penyebab rambut rontok ini karena infeksi jamur pada kulit kepala. Ini
semacam kurap yang membuat kulit kepala tampak bersisik.
2.10 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan
handuk.
2. Hindari sabun yang beraroma.
3. Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya.
4. Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi.
5. Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas.
6. Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang.
7. Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila
bisa ditemukan
8. Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat
digunakan sesering mungkin.
9. Menggunakan moisturiser atau bath oil untuk mandi.
10. Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau
memperparah eksema, misalnya:
a) Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut.
b) Bahan seperti wol aau pelapis cat seat.
c) Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik.
d) Kontak dengan bulu hewan.
11. Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
21
Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:
Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk.
Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak.
Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas sebelumnya)
sebelum tidur.
Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur.
Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi gatal
di malam hari.
Selalu memotong pendek kuku anak.
Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat
digunakan untuk membantu anak tidur.
2.11 Prognosis
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat
sembuh sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat
timbul kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila
terkena dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak, bukan berarti memiliki
indikasi akan terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat nanti.
22
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DERMATITIS SEBORRHEA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
A. Identitas
Mengkaji identitas pasien bertujuan untuk mengetahui nama, umur ,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
tanggal MRS, dan penanggung biaya.
B. Keluhan Utama
Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah kulit
kepala tampak basah dan mengkilap, kulit kepala tampak bersisik yang
halus dan berbentuk serbuk dalam jumlah yang banyak atau biasa disebut
dengan ketombe/ dandruft. Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi
para ahli. Sebagian mengganggap dandruft adalah bentuk dermatitis
seboroik ringan tetapi sebagian berpendapat lain.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti pasien
mengeluhkan terdapat kulit kepala tampak basah dan mengkilap, kulit
kepala tampak bersisik yang halus dan berbentuk serbuk dalam jumlah yang
banyak atau biasa disebut dengan ketombe/ dandruft.
B. Riwayat Kesehatan Keluarga
Harus diketahui apakah pasien pernah mengalami kulit kepala tampak
basah dan mengkilap, kulit kepala tampak bersisik yang halus dan berbentuk
serbuk dalam jumlah yang banyak atau biasa disebut dengan ketombe/
dandruft.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
dermatitis seborrhea.
23
3.2 Pemeriksaan Fisik
Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang
berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai
berminyak kekuningan, umumnya tidak disertai rasa gatal.
Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar,
tebal, krusta keras. Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik
dapat menyebar ke kulit dahi, belakang leher dan belakang telinga.
Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti
kulit kepala, dahi, alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga.
Perluasan ke daerah submental dapat terjadi.
3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1) Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat
ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis.
2) Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan
penyakit sejenis. Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama
krusta pada sisi ostia follicular.
3) Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4) Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
5) Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni meningkatnya kadar kolesterol, trigliserida
dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax
ester.
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peradangan kulit (lesi)
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan peradangan kulit
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi kulit
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
asma,bronchial,rhinitis alergik
24
3.5 Intervensi
NO Dx Keperawatan NIC NOC1. Kerusakan integritas kulit
Definisi : Perubahan/gangguan epidermis dan dermis.
Batasan Karakteristik: Kerusakan lapisan kulit
(dermis) Gangguan permukan
kulit (epidermis) Invaksi struktur tubuh
NIC: Tissue integriti : skin and
mucous membranes Hemodyalisis akses
Kriteria Hasil: Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan (sensasi,elastisitas,temperature,hidrasi,pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelmbaban kulit dan perawatan alami
NOC:Pressure management- Anjurkan pasien untuk
menggunkan pakaian yang longgar
- Hindari keritan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. Gangguan citra tubuh
Difinisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri fisik individu
Batasan karakteristik: perilaku mengenali
tubuh individu perilaku menghindari
individu perilaku memantau
tubuh individu respon nonverbal
terhadap perubahan aktual pada tubuh (mis;penampilan, struktur,fungsi)
respom nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
NIC: Body image Self esteem
Kriteria Hasil: Body image positif Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi tubuh
Mempertahankan interaksi sosial
NOC:Body image enhancement- Kaji secara verbal dan
non verbal respon klien terhadap tubuhnya
- Mobitor frekuensi mengkritik dirinya
- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
- Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
- Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
3. Nyeri AkutDefinisi:Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
NIC: Pain level Pain control comfort level
NOCPain management- Lakukan pengkajian
nyeri secara
25
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan seemikian rupa (internatoinal association for thr study of pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik: Perubahan selera makan Perubahan tekanan darah Perubahan frekuwensi
jantung Perubahan frekuwensi
pernapasan
Kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenai nyeri Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalam nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang keidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kurangi faktor presipitas nyeri
4. Resiko infeksiDefinisi :Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
NIC: Immune status Knowledge: infection
control Risk control
Kriteria Hasil: Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
NOC:Infection control (kontrol infeksi)- Bersihkan lngkungan
seyelah dipakai pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap
26
Menunukkan perilaku hidup sehat
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Tingkatkan intake nutrisi- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Ajarkan cara menghindari infeksi
5 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan asma, bronchial, rhinitis alergik.
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
Batasan Karakteristik: Peubahan pedalaman
pernafasan Mengambil posisi tiga
titik Bradipneu Penurunan tekanan
ekspiasirasi Penurunan ventilasi
semenit Penurunan kapasitas
vital Dipneu Peningkatan diameter
anterior-posterior Pernafasan cuping
hidung Ortopneu Fase ekspirasi
memanjang Pernafasan bibir Takipneu Penggunaan otot
aksesorius untuk bernafas
NOC Respiratoy Status :
Ventilation Respiatori Status :
Airway Patency Vital Sign Status
Kriteria hasil Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu
Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Airway Management Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventiasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisoterapi dada
bila perlu Keluarkan secret dengan
batuk atau suction Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Gunakan bronkodilator bila perlu
Beri pelembab udara basah NaCl lembab
Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen terapi Bersihkan hidung, mulut
dan secret trakea Pertahkan jalan nafas
yang paten
27
Faktor yang berhubungan: Ansietas Posisi tubuh Deformitas tulang Deformitas dinding dada Keletihan Hiperventilasi Sindrom hiperventilasi Gangguan hipoventilasi Gangguan
muskuloskeletal Kerusakan neurologis Imaturitas neurologis Disfungsi neuromukular Obesitas NyeriKeletihan otot pernafasan cedera medula spinalis
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi
pasien Onservasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi Monitor adanya
kecemasan pasienn terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring Monitor TD, Nadi, Suhu,
RR Catat adanya fluktuasi
TD Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
Auskultasi Td pada kedua lengan dan bandingkan hasinya
Monitor TD, nasi, Suhu, dan RR saat sebelum dan sesudah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suara paru Monitor adanya cishing
triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
28
3.6 Implementasi
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
tindakan meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
Tujuan utama mencangkup berkurangnya ketombe atau dandruff dan
memberikan terapi yang contohnya fluocinolone, topikal steroid solution.
3.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
Evaluasi yang diharapkan dari rencana tindakan atau imtervensi yang
dilakukan:
a. Pasien dapat merasa nyaman.
b. Kerusakan integritas kulit dapat diatasi.
c. Tidak ditemukan tanda infeksi.
d. Gangguan citra tubuh dapat diatasi.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan
kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik
dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya
akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso
labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada
dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema,
serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan
dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin
saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau
peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit
yang kemerahan.
4.2 Saran
Penderita dermatitis seborrhea harus diberitahu bahwa penyakit
berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari factor pencetus
seperti stress emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C.. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suarnie.2012. Seborrhea Dermatitis Seboroik
http://matematikakuadrat.blogspot.com/2012/10/seborrhea-dermatitis-
seboroik.html/. Diakses pada Jum’at, 10 Oktober 2014 pukul 10.38 WIB.
I Putu Juniartha Semara Putra. 2012. Asuhan Keperawatan pada
Pasien Dermatitis Seborea.
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/15/asuhan-keperawatan-
pada-pasien-dermatitis-seborea/. Diakses pada Jum’at, 10 Oktober 2014
pukul 10.47 WIB.
Anonim.2008. Dermatitis Seboroik pada Anak
http://www.medicinestuffs.com/2008/12/dematitis-seboroik-pada-anak-
seborrheic.html/. Diakses pada Jum’at, 10 Oktober 2014 pukul 10.44 WIB.
Fajruc. 2013.deramtitis seboroik
http://fajrucmedicine.blogspot.com/2013/02/dermatitis-seboroik.html/.
Diakses pada Jum’at, 10 Oktober 2014 pukul 10.52 WIB.
31