makalah siap

27
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi dunia akan minyak dan lemak nabati pada tahun 2006 sampai 2007 sudah mencapai 123 juta ton dan diprediksi akan mencapai 142 juta ton pada tahun 2010. Dari produksi sebesar ini 45.5 juta ton berasal dari minyak kelapa sawit, dimana sebesar 23.3. juta ton atau sekitar 46% berasal dari indonesia. Kelapa sawit dikenal dengan produk utama berupa minyak sawit mentah (CPO) yang kini menjadi komoditas primadona sektor perkebunan (Maulida). Salah satu produk yang dapat diturunkan dari minyak sawit adalah emulsifier yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada berbagai produk makanan. pengemulsi adalah suatu bahan dengan karakteristik khusus yang dapat menyatukan air dengan minyak. Hampir semua produk yang menggunakan campuran air dan minyak menggunakan bahan ini, seperti margarine, mayonnise, obat-obatan dan kosmetik. Monoasilgliserol (monogliserida) dikenal luas sebagai emulsifier pada industri pangan, farmasi, dan kosmetik. Monogliserida dapat diproduksi dari minyak salah satunya minyak sawit. Emulsifier hampir seluruhnya merupakan bahan impor , hal ini membuat

Upload: anis-suhariati

Post on 19-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah siap

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produksi dunia akan minyak dan lemak nabati pada tahun 2006 sampai

2007 sudah mencapai 123 juta ton dan diprediksi akan mencapai 142 juta ton pada

tahun 2010. Dari produksi sebesar ini 45.5 juta ton berasal dari minyak kelapa

sawit, dimana sebesar 23.3. juta ton atau sekitar 46% berasal dari indonesia.

Kelapa sawit dikenal dengan produk utama berupa minyak sawit mentah (CPO)

yang kini menjadi komoditas primadona sektor perkebunan (Maulida).

Salah satu produk yang dapat diturunkan dari minyak sawit adalah

emulsifier yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada berbagai produk

makanan. pengemulsi adalah suatu bahan dengan karakteristik khusus yang dapat

menyatukan air dengan minyak. Hampir semua produk yang menggunakan

campuran air dan minyak menggunakan bahan ini, seperti margarine, mayonnise,

obat-obatan dan kosmetik.

Monoasilgliserol (monogliserida) dikenal luas sebagai emulsifier pada

industri pangan, farmasi, dan kosmetik. Monogliserida dapat diproduksi dari

minyak salah satunya minyak sawit. Emulsifier hampir seluruhnya merupakan

bahan impor , hal ini membuat pasar komoditi emulsifier maupun teknologinya

mempunyai prospek ekonomi dalam jangka dekat.

Produksi monoasilgliserol (monogliserida) dapat dilakukan dengan

hidrolisis, esterifikasi gliserol dengan asam lemak, dan gliserolisis. Proses

produksi monogliserida biasanya menggunakan suhu dan tekanan tinggi dengan

penambahan katalis kimia atau menggunakan katalis enzim. Pada skala industry

metode yang banyak digunakan untuk produksi monogliserida adalah gliserolisis.

Produksi monogliserida dengan konsentrasi tinggi dapat dilakukan dengan

menggunakan distilasi molekular. Proses ini akan memisahkan monogliserida dari

trigliserida yang tidak bereaksi, digliserida, dan gliserol yang terbentuk.

Page 2: makalah siap

1.2. Rumusan Masalah

Monoasilgliserol (monogliserida) dikenal luas sebagai emulsifier yang

banyak digunakan pada industri pangan, farmasi, dan kosmetik. Namun

sayangnya emulsifier dari monoasilgliserol (monogliserida) ini hampir seluruhnya

merupakan bahan impor yang belum diproduksi di Indonesia. Monogliserida

dapat diproduksi dari minyak salah satunya minyak sawit sehingga hal ini

membuat pasar komoditi emulsifier maupun teknologinya mempunyai prospek

ekonomi dalam jangka dekat.

Page 3: makalah siap

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq)merupakan tanaman

berkeping satu dari famili palmae. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak nabati yang sangat penting, yang dewasa ini terdapat

disepanjang daerah tropis, terutama kawasan antara 100 lintang utara dan 100

lintang selatan, yang mempunyai suhu rata-rata 24 - 260C dengan fluktuasi suhu

kurang dari 100C dan curah hujan optimal pada 2000 – 3000 mm. (Setyamidjaya,

1991).

Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian besar yaitu bagian sabut atau

mesocarp dan bagian tempurung atau kernel.Jenis asam lemak yang terkendung

dalam minyak pada kedua bagian tersebut cenderung berbeda. Minyak bagian

mesocarp lebih dominan asam lemak palmitat dan oleat sedangkan bagian kernel

lebih dominan asam lemak laurat. Buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar

1. Pengolahan bagian sabut dari buah kelapa sawit akan menghasilkan Crude

Palm Oil(CPO) yang jika diolah lebih lanjut akan menghasilkan minyak Refined

Bleached Deodorized Palm Oil(RBDPO). Sedangkan pengolahan bagian kernel

akan menghasilkan Palm Kernel Oil(PKO).

Perkebunanan kelapa sawit selain menghasilkan minyak kelapa sawit

mentah (CPO; Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (PKO; Palm Kernel Oil)

juga menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai

produk pangan (minyak goreng, margarin, dan shortening) dan oleokimia(fatty

acid, fatty alcohol,dan glycerine). Sedangkan untuk produk nonpangan yang

dikembangkan antara lain sabun dan kosmetika.

Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari buah (mesokarp)

tanaman kelapa sawit ( Elaeis guanensis JACQ). Saat ini produk utama dari

kelapa sawit yang banyak dimanfaatkan adalah minyaknya. Berdasarkan asalnya,

minyak kelapa sawit ini dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Crude Palm Oil (CPO)

dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO merupakan minyak yang didapatkan dari hasil

ekstraksi bagian sabut buah kelapa sawit. Hal ini berbeda dengan PKO dimana

Page 4: makalah siap

PKO didapatkan dari hasil ekstraksi inti buah kelapa sawit. Oleh karena berasal

dari sumber yang berbeda maka komposisi asam lemak penyusunnya pun

berbeda. CPO umumnya banyak mengandung asam palmitat dan asam oleat

sedangkan PKO ban yak sekali mengandung asam laurat, asam miristat, dan asam

oelat. Secara detail data mengenai komposisi asam lemak penyusun CPO dan

PKO dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi asam lemak penyusun CPO dan PKO

NO Asam lemak Minyak Kelapa Sawit(CPO), % mol

Minyak Inti Sawit(PKO), % mol

1 Kaprilat (8) - 3 – 42 Kaproat (6) - 3 – 73 Laurat (12) - 46 – 524 Miristat (14) 1.1 – 2.5 14-175 Palmitat (16) 40 – 46 65-96 Stearat (18) 3.6 – 4.7 1-2.57 Oleat (18:1) 39 – 45 13 – 198 Linoleat (18:2) 7 – 11 0.5 - 2

Asam lemak utama yang terdapat dalam minyak sawit adalah asam

palmitat dan asam oleat, sedangkan asam lemak yang jumlahnya paling sedikit

adalah asam palmitoleat dan asam linoleat. Komponen minor yang terdapat dalam

minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen yang membentuk warna oranye),

tokoferol dan tokotrienol (sebagai antioksidan), sterol, triterpenicdan alifatik

alkohol (Chin, 1979). Adanya karotenoid, tokoferol, dan tokoterienol

menyebabkan tingginya stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit

dibandingkan minyak nabati lainnya (Hui, 1996).

Minyak dan lemak dari sumber tertentu mempunyai ciri khas yang berbeda

dari sumber lainnya yang tergantung pada komposisi dan distribusi asam lemak

pada molekul trigliseridanya. Titik leleh suatu lemak atau minyak dipengaruhi

oleh sifat asam lemaknya, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan

dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap,

dan bentuk cis atau transpada asam lemak tidak jenuh. Semakin panjang rantai C,

titik lelehnya akan semakin tinggi, misalnya asam butirat (C14) memiliki titik

Page 5: makalah siap

leleh -7.90C sedangkan asam stearat (C18) memiliki titik leleh 64.6 0C. Titik leleh

menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap dikarenakan ikatan antar

molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat. Bentuk transpada asam lemak

mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan bentuk cis(Winarno, 2002).

Teknologi pengolahan minyak sawit kasar (CPO) terdiri dari berbagai

tahap yaitu tahap ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan lanjut menjadi bahan

pangan ataupun non pangan. Tahapan ekstraksi meliputi proses pengepresan

terhadap sabut kelapa sawit sehingga didapatkan minyak yang disebut crude palm

oil (CPO). CPO akan mengalami tahap pemurnian sebelum dapat dikonsumsi

sebagai minyak goreng atau produk turunan lainnya. Tahapan pemurnian terdiri

dari 4 tahapan proses yaitu pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan

deodorisasi menghasilkan RBDPO (Refined Bleached and Deodorized Palm Oil).

. Adapun hasil fraksinasi minyak RBDPO terdiri dari fraksi olein dan stearin.

Fraksi olein akan diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng dan fraksi stearin

akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarine.

Page 6: makalah siap

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1. Proses Produksi Monoasilgliserol

Proses produksi monoasilgliserol dapat dilakukan dengan hidrolisis parsial

minyak dan esterifikasi gliserol dengan asam lemak. Selain itu, juga akan dibahas

mengenai proses produksi monogliserida dengan gliserolisis.

3.1.1. Hidrolisis Parsial Minyak

Salah satu reaksi yang terjadi pada produk atau bahan pangan berlemak

adalah hidrolisis, yaitu proses pembentukan gliserol dan asam lemak bebas

melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan elemen air (Hartley, 1977).

Proses hidrolisis pada umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba.

Proses hidrolisis dapat berlangsung bila tersedia sumber nitrogen, garam mineral,

dan sejumlah air. Hidrolisis yang terjadi pada minyak atau lemak yang

mempunyai asam - asam lemak dengan rantai karbon panjang mengalami proses

yang lebih lambat (Djatmiko and Wijaya, 1984).

Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu proses splitting

menggunakan uap dengan suhu tinggi 250°C dan tekanan 50 atm, hidrolisis

menggunakan alkali dan hidrolisis secara enzimatis. Kedua proses yang pertama

memerlukan energi yang cukup besar, sedangkan proses yang terakhir

membutuhkan energi yang cukup rendah karena bekerja pada suhu 25 – 60°C dan

tekanan 1 atm (Herawan, 1993).

Biokatalis yang lazim digunakan dalam proses hidrolisis secara enzimatis

adalah lipase yang berasal dari mikroorganisme (Herawan, 1993). Selama

penyimpanan dan pengolahan, asam lemak bebas bertambah dan dapat

dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi (Winarno, 1997).

Proses hidrolisis terjadi secara bertahap dan merupakan reaksi yang

bersifat reversible (bolakbalik). Kesetimbangan dari reaksi hidrolisis dapat

tercapai, dan kondisi tersebut didasarkan pada konsentrasi senyawa yang terlibat.

Ada satu asumsi yang menyatakan bahwa minyak atau lemak yang mengalami

kerusakan, baik pada saat penanganan di kebun maupun pada saat penyimpanan,

Page 7: makalah siap

akan memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi dan memiliki kandungan

mono dan digliserida (M-DG) yang tinggi juga (Swern, 1979). Tahapan hidrolisis

trigliserida oleh lipase dapat dilihat pada Gambar 2.

Trigliserida + air lipase Digliserida + Asam lemak bebas

Digliserida + air lipase Monogliserida + Asam lemak bebas

Monogliserida + air lipase Gliserin + Asam lemak bebas

Trigliserida + 3 air lipase Gliserin + Asam lemak bebas

Lipase memiliki banyak keistimewaan diantaranya mampu

mentransformasikan air ke dalam substrat yang tidak larut dalam air. Produk

antara hasil hidrolisis mempunyai sifat sebagi zat aktif permukaan atau penurun

tegangan permukaan yang lebih baik bila dibandingkan dengan trigliserida

(Brockman, 1984).

3.1.2. Esterifikasi Gliserol dengan Asam Lemak

Esterifikasi langsung antara gliserol dengan asam lemak akan

menghasilkan monogliserida, digliserida, dan trigliserida dengan komposisi yang

berbeda. Komposisi produk yang dihasilkan tergantung dari perbandingan gliserol

dan asam lemak yang digunakan, jenis asam lemak, kondisi reaksi yang

digunakan dalam proses. Pada proses ini digliserida dan trigliserida merupakan

produk antara dalam pembuatan monogliserida. Formasi monogliserida hasil

reaksi gliserol dengan asam lemak dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 8: makalah siap

Esterifikasi yang merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol

untuk membentuk ester adalah reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari adisi

dan penyusunan kembali. Esterifikasi asam - asam lemak dengan gliserol telah

dikenal sejak 1844 dimana Pelouze dan Getis menggunakan asam butirat. Reaksi

esterifikasi kimia sederhana dapat dilakukan pada suhu tinggi tanpa menggunakan

katalis dan pada suhu yang lebih rendah dilakukan dengan katalis. Katalis asam

seperti benzene dan asam toluenasulfonat (toluenesulfonic acid) dianggap akan

memberi hasil paling cepat dengan mengeluarkan air yang terbentuk secara

Page 9: makalah siap

azeotrop. Kecepatan reaksi tergantung pada jenis asam dan alkohol yang

digunakan (Willis et al., 2002).

Produk ester yang dihasilkan selama esterifikasi tergantung pada

perbandingan asam dan alkohol. Produk kasar yang diperoleh merupakan

campuran dari asam-asam lemak dan gliserol yang tidak bereaksi, monogliserida,

digliserida (1,2 - dan 1,3-) dan trigliserida. Asam-asam lemak dapat dikeluarkan

dari campuran dengan penyabunan (saponification) dan gliserol dihilangkan

dengan pencucian dengan larutan garam atau air sehingga akan diperoleh

campuran monoasilgliserol, diasilgliserol dan trasilgliserol. Gros dan Feuge

melakukan esterifikasi asam laurat dengan gliserol. Katalis asam p-TSA pada

suhu 100°C dengan asetonitril sebagai zat azeotrop dan lama reaksi 6 jam

menghasilkan 70.8 %, monoasilgliserol. 29.0% diasilgliserol dan 0,2 %

triasilgliserol diperoleh dengan pemisahan kromatografi kolom (Sonntag, 1982).

Esterifikasi secara enzimatis juga dilakukan untuk menghasilkan 1,3

digliserida, Esterifikasi asam lemak stearat atau palmitat dengan gliserol

menggunakan katalis p-TSA dapat menghasilkan 1,3 - digliserida sebanyak 12 %

yang diperoleh dengan pemurnian secara kristalisasi. Digliserida akan mengalami

isomerisasi dalam pelarut inert atau dalam keadaan kering walaupun pada suhu

rendah, sehingga bila akan digunakan dalam suatu sintesa atau untuk penggunaan

biosintesa harus secepat mungkin setelah pembuatann ya.

Esterifikasi secara kimia antara asam dan gliserol, alkohol lainnya atau

gliserida parsial merupakan metode untuk memasukkan (Inkorporasi) asam-asam

lemak untuk membentuk trigliserida baru (Willis et al., 1998). Secara industry

esterifikasi kimia telah dilakukan untuk pembuatan trigliserida dan turunannya,

pewangi makanan (flavorings) dalam parfum (fragrances), plastisizerm dan

emulsifier.

3.1.3. Gliserolisis

Gliserolisis adalah transesterifikasi minyak (trigliserida) dengan gliserol

untuk menghasilkan monogliserida. Cheirshilp et al. (2007) menggambarkan

reaksi gliserolisis trigliserida dengan gliserol seperti pada Gambar 4. Salah satu

Page 10: makalah siap

faktor penting pada proses gliseroli sis adalah kelarutan atau kontak antara

trigliserida dan gliserol. Penambahan katalis berguna untuk mempercepat reaksi.

Katalis yang banyak digunakan adalah sodium hidroksida (NaOH).

3.2. Produksi Monogliserida Skala Industri

Pada skala industri, teknik yang banyak diterapkan adalah pembuatan

monogliserida dengan reaksi gliserolisis dengan bantuan katalis kimia. Proses

biasanya berlangsung secara batch. Produk akhir yang dihasilkan mengandung 30

– 50% monogliserida. Produk samping yang dihasilkan antara lain digliserida

yang dapat dimanfaatkan sebagai emulsifier juga, trigliserida yang tidak bereaksi

sebesar 10 persen, gliserol sisa 3 – 4 persen, dan asam lemak bebas 1 – 3 persen.

Sontagg (1982) menyebutkan bahwa monoasilgliserol skala industri di

proses melalui proses gliserolisis lemak dan minyak pada temperature tinggi (220

- 250 C) dengan menggunakan katalis alkali pada kondisi atmosfer nitrogen, dan⁰

kelebihan gliserol juga diperlukan.

Konsentrasi monogliserida yang lebih tinggi bias diperoleh dengan

peningkatan gliserol dan katalis yang digunakan. Proses ini akan meningkatkan

produksi monogliserida per batch karena minyak yang digunakan lebih sedikit

sehingga lebih ekonomis. Peningkatan konsentrasi monogliserida dilakukan

melalui proses pemurnian menggunakan kristalisasi dan distilasi molekular.

Produk yang dihasilkan akan memiliki kandungan monogliserida sebesar 70 – 90

persen.

3.3. Gliserolisis Dengan Proses Batch

Proses diawali dengan mencampur antara minyak dan gliserol dan

dilakukan pengadukan pada suhu 50°C dan tekanan 1 atmosfer. Campuran

minyak dan gliserol dialirkan ke reaktor melalui pompa. Selanjutnya dilakukan

penambahan katalis ke dalam reaktor sebesar 1,5% (b/b). Katalis yang bisa

digunakan adalah katalis basa seperti NaOH, dapat juga menggunakan katalis

enzim. Reaksi berlangsung selama 2 jam dengan suhu dalam reaktor 60°C. Proses

selanjutnya adalah kristalisasi secara bertahap untuk memisahkan trigliserida sisa

Page 11: makalah siap

Pembuatan monoasilgliserol juga dapat dilakukan dengan proses

transesterifikasi gliserol dan minyak pada reakor berpengaduk dengan katalis basa

KOH atau Ca(OH) 2. Temperatur yang digunakan sekitar 250 C untuk⁰

memperoleh kelarutan gliserol pada fase lemak dan reaksi cepa t. Nitrogen

digunakan sebagai gas inert untuk mencegah oksidasi dan jika menggunakan

katalis asam membentuk akrolein. Setelah mencapai kesetimbangan, katalis

dinetralkan dengan asam phosphate dan didinginkan dengan cepat untuk

mencegah reaksi balik (Noureddini et al., 1997).

Produk netralisasi diadsorbsi dengan clay. Produk dimurnikan melalui

pemisahan kelebihan gliserol dan dilakukan pencucian dengan air. Reaksi pilot

plant dapat dilakukan pada kondisi 240 C selama 25 menit dengan rasio molar⁰

gliserol /minyak 5:2. Komposisi produk 56% adalah monoasilgliserol, 36%

diasilgliserol dan 8% trigliserida (Noureddini et al., 1997). Monoasilgliserol

(MAG) sekarang ini diproduksi dalam skala indusri melalui proses gliserolisis

kontinyu pada lemak dan minyak pada temperature tinggi (220-250 C)⁰

menggunakan katalis basa pada kondisi atmosfer nitrogen (Sontagg, 1982),

Kelebihan gliserol diperlukan dan temperature reaksi lebih besar dari 220 C,⁰

produk dengan warna gelap dengan flavor yang kurang diinginkan. Demikian pula

yield MAG agak rendah yakni 30 -40% (McNeill et al. 1991). Chetpattananondh

et al. (2005) melakukan penelitian gliserolsisi pada stearin sawit menggunakan

gliserol kasar pada kondisi temperature reaksi 200 C molar rasio gliserol⁰

terhadap stearin 2.5 : 1 dan waktu rekasi 20 menit dengan yield MG 65.4%.

Cheirsilp et al. (2007) melakukan penelitian efek sinergisme konsentrasi

gliserol dan olein sawit. Dari hasil simulasi menunjukkan konsentrasi substrat

menghasilkan laju produk awal tinggi namun yield monoasilgliserol rendah. Yield

monoasilgliserol paling tinggi (100%) diperoleh pada konsentrasi olein sawit 2.39

mM dan konsentrasi gliserol lebih besar yaitu 19.14 mM.

Ternelli et al. (1996) melakukan penelitian gliserolisis minyak kedelai

dengan teknolo gi superkritikal CO2 untuk memperoleh MAG. Teknologi ini

dilakuakn pada autoclave berpengaduk pada 250 C, tekanan 20.7 MPa, rasio⁰

Page 12: makalah siap

gliserol/minyak 25 dan air 4% setelah 4 jam menghasilkan MAG maksimum

49.2%.

Sekarang ini sintesis MAG dengan proses enzimatis sedang dikembangkan

melalui proses hidrolisis selektif lipase spesifik 1,3 (Holmberg and Osterberg,

1988). Gliserolisis atau hidrolisis selektif pada lemak dan minyak menjadi MAG

sangat efektif (Bornscheuer and Yamane, 1994), hasil proses ini merupakan

campuran MAG dengan asam lemak yang berbeda dan 2 MAG yang rendah (Hess

et al. 1995). Yang menjadi permasalahan untuk aplikasi secara industrial adalah

harga enzim yang mahal, dan lipase digunakan dalam bentuk diimobilisasi agar

dapat digunakan kembali. Melalui imobilisasi enzim, hal ini tidak memungkinkan

untuk mengoperasikan proses enzimatis secara kontinyu. Imobilisasi enzim

dilakukan dengan pengikatan secara fisik ataupun kimiawi pada permukaan

seperti kalsium karbonat (CaCO3) (Rosu et al. 1997), celite (Bornacheuer and

Yamane, 1994), ion exchange resin (Stevenson et al. 1993) dan Accure (Brady et

al. 1988).

Sintesis MAG melalui esterifikasi gliserol terhadap asam lemak diperlukan

untuk menghindari pembentukan diasilgliserol (DAG) dan triasilglisero l (TAG).

McNeill and Yamane (1991) menyebutkan bahwa hasil MAG dalam sintesis

secara enzimatis meningkat dengan menurunnya temperature reaksi. Penelitian

Hee-Guk Byun et al. (2007) menunjukkan untuk memproduksi MAG mlaluii

esterifikasi gliserol pada asam lemak dari minyak sardine dengan katalis lipase

dipengaruhi oleh rasio mol gliserol dan asam lemak, jumlah enzim, pelarut

organic, dan tipe lipase yang digunakan. Hee-Guk Byun et al. (2007)

menyebutkan bahwa kondisi optimum untuk sintesis MAG menggunakan rasio

mol gliserol terhadap asam lemak 1:6, 100 mg/ml lipase dari pancreas porcine,

dan suhu 30 C dalam dioksan, dengan kandungan MAG yang diperoleh 68%⁰

(w/w) setelah 72 jam.

Page 13: makalah siap

3.4. Pemurnian Monogliserida

Pemurnian suatu bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

kristalisasi, destilasi, dan berdasarkan polaritas suatu bahan. Pada dasarnya

kristalisasi merupakan suatu teknik pemisahan bahan berdasarkan titik leleh

dimana tiap jenis bahan memiliki karakteristik titik leleh yang berbeda - beda

tergantung dari kedua faktor di atas. Proses kristalisasi dilakukan untuk beberapa

alasan seperti penghilangan komponen minor yang dapat merusak produk, dan

pemisahan menjadi beberapa komponen yang memiliki nilai lebih pada suatu

komponen tertentu. Kristalisasi yang dilakukan secara berulang akan

menghasilkan komponen atau fraksi yang lebih beragam untuk diaplikasikan ke

dalam berbagai produk. Pemisahan monoolein dari olein, triolein, dan gliserol

dapat dilakukan dengan kristalisasi bertahap. Adapun titik leleh olein 21.6 C⁰

(PORIM, 1989) monoolein 35 C dan gliserol 17.9 C (Kirk and Othmer, 1951)⁰ ⁰

Pemurnian monogliserida juga dapat dilakukan dengan pencampuran

bahan yang memiliki kepolaran yang sama. Menurut Winarno (1997), bila suatu

lemak didinginkan hilangnya panas akan memperlambat gerakan-gerakan molekul

dalam molekul sehingga jarak antara molekul -molekul lebih kecil. Kelarutan

minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam

lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar,

sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. Daya kelarutan

dari asam lemak biasanya lebih tingi dari komponen gliseridanya, dan dapat larut

dalam pelarut organik yang bersifat polar dan non polar. Semakin panjang rantai

karbon, maka minyak dan lemak tersebut semakin sukar larut. Minyak dan lemak

yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak

jenuh dengan panjang karbon yang sama. Asam lemak dengan derajat

kejenuhannya lebih tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan

derajat ketidakjenuhan rendah.

Pelarut heksan merupakan pelarut non polar sehingga dapat melarutkan

TAG dan ALB dengan sangat baik. Selain itu heksan memiliki bau yang tidak

tajam sehingga tidak mengganggu nilai organoleptik produk akhir yang

dihasilkan. Penambahan pelarut heksan diharapkan kandungan ALB dan TAG

Page 14: makalah siap

pada emulsifier akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan heksan merupakan

pelarut non polar dan TAG lebih bersifat non polar daripada MAG dan DAG,

sehingga TAG lebih larut dalam heksan dan terpisah dari MAG dan DAG.

Menurut Farmo et al. (1994), kelarutan suatu komponen di dalam sistem non-

aquoeus tergantung dari titik leleh dan karakteristik pel arutnya. Suatu zat dapat

larut dalam pelarut jika memepunyai nilai polaritas yang sama.

Page 15: makalah siap

DAFTAR PUSTAKA

Brockman, H. L. 1984. General Features of Lypolisis Reaction Schemes

Interfacial Structure and Experimental Aproachs. In B. Borgastrom and H. L.

Brockman (ed.) Lipase : 443-469. Ersevier, Amsterdam.

Bornscheuer UT, and Yamane T. (1994) Activity and stability of lipase in the

solid-phase glycerolysis of triolein. Enzyme Microb Technol 16:864–9.

Cheirsilp B. Kaewthong, W. and Kittikun, AH. 2007. Kinetic Study of

Glycerolysis of Palm Olein for Monoacylglycerol Production by Immobilize d

Lipase. Biochl Engineering Journal 35:71-80

Djatmiko, B. dan P. Wijaya. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak, I. Agroindustri

Press, Fateta, IPB Bogor.

Farmo, M.W., Erick J., Frank A.N. dan Norman O.V.S 1994. 1994. Bailey

Industrial Oil and Fat Products, John Willey and Sons, NY.

Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Plam. London: Longmann.

Herawan, T. 1993. Pembuatan Produk –Produk Oleokimia dari Minyak Sawit

Menggunakan Proses Enzimatis. Berita PPKS. 1(2), 85 -91.

Hess, R., Bornscheuer, U., Ca pewell, U. and Scheper, T. 1995. Lipase-catalyzed

Synthesis of Monostearylglycerol in Organic Solvents Microb Technol.

17:725-728

Holmberg K, and Osterberg E. (1988) Enzymatic preparation of monoglycerides

in microemulsion. JAOCS 65(9):1544–8.

Hui, Y.H. (ed.). 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley &

Sons, Inc., New York.

Kirk, R.E. dan D.F. Othmer, 1964. Encyclopedia of Chemical Technology Vol. 3.

The Interscience Encyclopedia Inc., NY.

McNeill GP and Yamane T. (1991) F urther improvements in the yield of

monoglycerides during enzymatic glycerolysis of fats and oils. JAOCS

68(1):6–10.

Noureddini, H., Medikonduru, V., Glycerolysis of Fats and Methyl Esters, J. Am.

Oil

Page 16: makalah siap

PORIM. 1989. Basic background Information on Palm Oil Malaysian palm Oil

Promotion Council. Kualalumpur.

Setyamidjaja, 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Jakarta.

Sonntag NOV. (1982) Glycerolysis of fats and methyl esters-status. JAOCS

59(10):795A– 802A

Ternelli F., King, JW and Listb, GR. 1996. Conversion of Ois to Monoglycerides

by Glycerolysis in Supercritical Carbon Dioxide Media. JAOCS, Vol 73:6.

Willis, W.M dan Marangoni, A.G. 2002. Enzymatic Interesterification. Dalam

Akoh, C C dan Min, D. B. Food Lipid. Chemistry, Nutrition and

Biotechnology. Marcell Dekker. NY.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Page 17: makalah siap

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN LEMAK DAN MINYAK

“POTENSI PEMANFAATAN MINYAK SAWIT SEBAGAI EMULSIFIER MONOASILGLISEROL”

Oleh:

Sayi Hatiningsih (101710101010)

Siti Ftriyah (101710101028)

Adi Purwanto (101710101029)

Fani Firdausi (101710101051)

Hamidatun Wafiroh (101710101109)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013