fistek siap

Upload: siska-dwi-carita

Post on 11-Jul-2015

273 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENINGKATKAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN PERLAKUAN AIR PANASTUGAS TERSTUKTUR FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

Oleh: Siska Dwi Carita A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2011

RINGKASAN

Kerusakan pascapanen dari mangga yang diolah minimalis membatasi perpasaran buah. Dampak perlakuan panas yang diterapkan ke fisik buah mangga Keitt, kualitas fisiologis dan biokimia dari mangga yang diolah minimalis telah diteliti. Mangga tersebut direndaman dalam air panas pada 46C atau 50C selama 30 atau 75 menit, didinginkan selama 15 menit, diolah minimalis dan disimpan dalam 6C hingga 9 hari. Analisis sensory, kekerasan, warna, keasaman, pH, total padatan terlarut (TSS), asam ascorbic, total karoten, dan tingkat respirasi kemudian diukur. Keuntungan secara global dari HWD(Hot Water Dipping) 50C/30 menit telah diobservasi. Perlakuan tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan kemampuan penerimaan buah mangga segar oleh konsumen selama 6 hari, warna kuningnya dinyatakan dengan nilai b* untuk 9 hari dan kekerasan untuk 3 hari dibandingkan dengan sampel kontrol. Terlebih lagi, HWD 50C/30 menit meningkatkan total kandungan karoten setelah 3 hari dibandingkan dengan sampel kontrol. Meskipun kandungan asam ascorbic menurun selama penyimpanan, HWD 50C/30 menit mengalami penurunan yang lebih sedikit daripada kondisi perlakuan panas lainnya. Pada akhirnya laju respirasi buah mangga yang diperlakukan dengan HWD 50C/30 menit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain dan dapat digunakan sebagai indikator masa penyimpanan produk. Studi ini mengambil HWD 50C/30 menit sebagai perlakuan panas paling optimal untuk meningkatkan kualitas dari mangga segar.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mangga (Mangifera Indica L.) adalah salah satu buah penting yang meliputi seluruh dunia dalam syarat produksi dan penerimaan konsumen (FAO STAT, 2005). Mangga, yang disebut juga raja buah tropis, mempunyai rasa yang unik dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Buah ini populer karena warna kulit yang menarik, daging buah yang empuk dan berair, dan wangi yang kuat. Selain itu, mangga juga memiliki nilai nutrisi tinggi terutama vitamin C dan vitamin A. Sayangnya, mangga tidak awet karena proses fisiologi yang hebat, laju pencongklatan (browning) yang cepat dan kerentanan terhadap infeksi mikroorganisme. Hal tersebut merupakan alasan utama penurunan nilai komersial buah mangga dan terbatasnya perkembangan indutri mangga. Banyak riset yang memfokuskan dalam penggunaan pelakuan pascapanen untuk meningkatkan masa simpan, misalnya dengan menambahkan antioksidan (asam ascorbic), agen pengeras (kalsium derivatives), dan pewadahan dalam atmosfer termodifikasi dengan mengurangi tingkat oksigen. Meskipun beberapa dari perlakuan ini diketahui efektif, terjadi peningkatan permintaan konsumen yang menginginkan penurunan penggunaan bahan kimia pada produk segar dan metode alternatif harus segera ditemukan. Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan perlakuan panas yang diterapkan dengan air panas, uap panas atau udara panas, telah meningkat dalam mengontrol serangga hama, pencegahan akar jamur, dan meningkatkan resistansi buah mangga dari chilling injury (Lurie, 1998). Perlakuan panas juga mencegah pematangan, pelunakan, dan

meningkatkan kualitas pascapanen. Hal ini telah diteliti dalam kasus beberapa buah lainnya seperti apel (Klein and Lurie, 1990), strawberi (Garcia et al., 1995; Civello et al., 1997), buah jeruk (Porat et al., 2000) dan mangga (Jacobi and Giles, 1997; Benitez et al., 2006). Perlakuan panas yang dilakukan pada buah habis petik

juga memperlihatkan penundaan pembusukan dan proses senescence. Sebagai contoh, pada apel segar, perlakuan panas dengan 38C selama 4 hari sebelum pengirisan mengurangi laju respirasi dan pelunakan dan meningkatkan masa simpan sekitar 50% dibandingkan buah apel yang tidak diberi perlakuan (Bai et al., 2004). Hal yang sama juga terjadi pada melon segar, memanaskan buah ini pada 50C selama 60 menit menurunkan laju respirasi dan kehilangan kelembaban dan meningkatkan rasa manis aromatik (Lamikanra et al., 2005). Akan tetapi, laporan dampak dari perlakuan panas pada fisiologi dan kualitas mangga segar sangat terbatas. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui proses fisiologi pascapanen mangga. 2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada proses fisiologi pascapanen buah mangga.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Mangga termasuk dalam genus Mangifera dari famili Anacardiaceae. Genus Mangifera mempunyai beberapa spesies buah yang dapat dimakan. Pada umumnya, pohon buah yang dikenal sebagai mangga termasuk dalam spesies Mangifera indica. Mangifera yang dapat dimakan lain pada umumnya mempunyai kualitas buah yang lebih rendah dan biasanya dikelompokkan dalam mangga liar. Mangga bisa beradaptasi pada iklim tropis dan subtropis. Jumlah penyebarannya sesuai dengan populasi manusia dan juga mangga berperan penting dalam diet dan masakan pada bermacam-macam kebudayaan berbeda. Terdapat lebih dari 1000 nama kultivar mangga di seluruh dunia. Mangga merupakan pohon yang biasa terdapat di kebun pada daerah beriklim tropis. Ketika matang, buah sebagai makanan penutup yang enak ini mempuyai kandungan vitamin A yang tinggi. Vitamin B1, B2, dan C pada buah mangga juga lebih banyak dibandingkan pada jeruk atau nanas. Buah mangga dapat dimakan langsung, atau diproses terlebih dahulu menjadi manisan atau selai. Buah mangga juga merupakan sember penting dari makanan burung, kelelawar, serangga dan mamalia. Buah mangga termasuk dalam buah klimaterik. Produksi CO2 dan produksi etilen dari buah mangga mengalami lonjakan produksi pada saat buah matang, sementara untuk buah non klimakterik tidak terjadi lonjakan produksi baik CO2 maupun etilen. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, maka penciri buah klimakterik mengikuti garis dengan fungsi kuadratik, sedangkan untuk buah non klimakterik memilki fungsi linier (Gambar 1). Secara praktis, perbedaan antara buah klimakterik dan buah non klimakterik adalah menyangkut perolehan buah matang yaitu kematangan buah klimakterik dapat diperoleh melalui pemeraman, sedangkan buah non klimakterik matang hanya dapat diperoleh di pohon atau tidak dapat diperam.

Gambar 1. Pola Produksi Etilen dari Buah Klimakterik dan Buah Non Klimakterik. Perubahan yang terjadi pada buah mangga pascapanen antara lain perubahan asam organik, gula terlarut, kekerasan buah, warna buah, dan kandungan air. Asam organik merupakan senyawa yang penting dalam proses respirasi dan unsur pokok rasa buah. Selama pematangan dan pemasakan, buah mangga mengalami kehilangan besar asam organik. Asam utama dalam buah mangga matang adalah sitrat, suksinat, malik dan asam tartarik; asam sitrat mempunyai konsentrasi yang paling tinggi dan asam tartarik yang paling rendah. Pada mangga kultivar Keitt asam organik utama adalah sitrat dan malik, tetapi terdapat pula asam tartarik, oksalik, dan a-ketoglutarik. Peningkatan gula terlarut merupakan sebagian perubahan besar selama pematangan buah mangga, dan rasa manis merupakan perubahan komposisi penting yang berhubungan dengan rasa buah mangga. Ketika kandungan pati meningkat pada kloroplas selama buah mangga berkembang, selama proses pematangan pati hampir terhidrolisis sempurna menjadi gula sederhana. Mangga matang mengandung hingga 10-20% total gula pada basis berat segar, bergantung pada jenis kultivar dan tingkat matang. Sukrosa menyumbangkan 57% dari total gula pada buah mangga Keitt yang matang, dengan fruktosa dan glukosa masing-masing 28% dan 15%. Kandungan sukrosa meningkat sebagai hasil dari hidrolisis pati karena peningkatan aktivitas amilase dalam buah. Kekerasan buah merupakan evalusi penting pada potensial pematangan buah untuk pengangkutan dan penyimpanan, dan sebagai karakteristik kualitas. Pelunakan buah dan dinding sel merupakan perubahan dasar yang berhubungan

dengan pemasakan buah. Perubahan tekstur buah disebabkan oleh perubahan dinding sel dan subtansi pektin pada lamela tengah. Pelunakan buah mangga dikenali dengan peningkatan daya larut dari pektin dinding sel. Pada umumnya, polisakarida larut air meningkat selama pemasakan, akan tetapi pektin larut air dan pektin larut alkali menurun pada buah mangga Keitt dan ammonium pektin larut oksalat meningkat selama buah mengalami pelunakan. Warna kulit mangga penting dalam penentuan persepsi dari keseluruhan kualitas dan dapat menjadi faktor utama untuk menentukan tingkat matang yang tepat untuk dipanen, diolah, dan konsumsi. Warna hijau yang semakin berkurang merupakan tanda yang jelas dari matangnya buah pada banyak kultivar mangga. Pada umumnya, wana hijau akan berkurang dan kulit buah akan berubah mengadi kekuning-kuningan hingga orange. Kehilangan air menyebabkan berkurangnya berat buah, menyebabkan buah layu, dan akan mengurangi kualitas buah dengan berkembangnya bercak buah dan pematangan yang tidak tepat. Air hilang dari buah mangga melalui stomata, lentisel, dan bukaan lainnya. Kelembaban relatif (RH) di dalam buah adalah 100% dan air akan hilang ketika RH pada lingkungan disekitar buah