laporan fistek my

94
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ” FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN ” Oleh: YANI FITRI 0811122026 Kelompok VI REKAN KERJA: AKEDA BOWO HANATASYA PUTRI AULIA SAPUTRA SRI ENDA WAHYUNI JUNIDEL YETRI YONALDO ROBI ALZUHRI PANJI ISKANDAR 0811122022 0811122024 0811122028 0811122028 0811122037 0811122042 0811122048 07THP... TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS 2010

Upload: risma-srikandi-pane

Post on 03-Jul-2015

4.445 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fistek My

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

” FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN ”

Oleh:

YANI FITRI

0811122026

Kelompok VI

REKAN KERJA:

AKEDA BOWOHANATASYA PUTRI

AULIA SAPUTRASRI ENDA WAHYUNI

JUNIDEL YETRIYONALDO

ROBI ALZUHRIPANJI ISKANDAR

0811122022081112202408111220280811122028081112203708111220420811122048

07THP...

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2010

BAB I

Page 2: Laporan Fistek My

PENDAHULUAN

Ilmu fisiologi pascapanen pada buah dan sayur merupakan suatu cabang ilmu fisiologi

tanaman hortikultura. Perkembangannya meningkat karena tingginya kerusakan, kesalahan

penanganan pada pemanenan,distribusi, pemasaran dan penyimpanan.

Pentingnya fisiologi dan teknologi pascapanen :

Perkembangan teknologi budaya tanaman hortikultura

Buah dan sayur merupakan bagian dari makanan sehari-hari, menunjang

kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura menjadi

penting

Buah dan sayur setelah panen masih melakukan respirasi

Produk-produk holtikultura mengalami sebuah proses yang sudah tidak lazim lagi kita

dengar. Proses tersebut adalah respirasi. Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan

organic (karbohidrat, protein, lemak) menjadi senyawa sederhana, yang prosesnya

meggunakan oksigen dan menghasilkan energi.

Perubahan yang terjadi selama respirasi :

Mempercepat senesen (stadia akhir perkembangan tanaman), karena cadangan

makanan telah habis diubah menjadi energi

Kehilangan nilai gizi makanan

Berkurangnya kualitas rasa

Kehilangan berat kering

Dalam proses ini juga akan dilepaskan energi dalam bentuk panas, yang jumlahnya

tergantung dari macam komoditi dan akan bertambah besar jika suhu penyimpanan makin

tinggi sampai sekitar 40 C.

Pada umumnya umur simpan dari berbagai komoditi berbanding terbalik dengan

adanya laju respirasi. Bahan yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi

yang tinggi. Contohnya : selada, bayam, kapri, jagung manis. Sedangkan yang memiliki laju

respirasi rendah : bawang, kentang, dan jenis umbi-umbian.

Page 3: Laporan Fistek My

Pada proses respirasi ini, umumnya buah mengakumulasi gula secara langsung dari

pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam

bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991).

Klimaterik suatu masa transisi suatu proses pertumbuhan menjadi senescene (pelayuan). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga buah menjadi matang dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, yang diawali dengan proses pembuatan etilen.

Ethylene (C2H4) adalah Senyawa organik tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang

dihasilkan oleh jaringan pada waktu-waktu tertentu,yang pada suhu kamar berbebntuk gas.

Etilen pertama ditemukan di AS th 1900 dari hasil pembakaran lampu minyak tanah.

Ethylene digolongkan sebagai hormon tanaman yg aktif dalam proses pematangan

dan bersifat mobil dalam jaringan tanaman. Pada tahun 1959 diketahui etilen juga berperan

mengatur pertumbuhan.

Ethylene dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai

hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan

senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses

pertumbuan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang,

menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas. Denny

dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.

Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat

dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat

tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.

Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Buah

klimaterik adalah buah-buahan yang melakukan respirasi naik turun. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah karbondioksida yang dihasilkan, pada saat mendekati puncak klimaterik tiba-tiba

produksi karbondioksida meningkat dan selanjutnya menurun lagi. Sedangkan pada buah non

klimaterik jumlah karbondioksida yang dihasilkan terus menurun secara perlahan sampai

pada saat “senescene”.

Proses senescene adalah proses pelayuan yang terjadi pada bahan hasil pertanian

setelah mencapai kondisi matang fisiologis. Senescene juga bisa diartikan sebagai stadia

Page 4: Laporan Fistek My

akhir dalam perkembangan organ tanaman yang pada pokoknya merupakan suatu tahap

normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran dan buah-buahan.

Pada proses ini, kloroplas pecah terfragmentasi, endoplasmic retikula terdegradasi,

dan sitolasma penuh dengan produk-produk hasil degradasi, tetapi mitokondria masih tetap

utuh. Kerusakan mitokondria pada taha-tahap selanjutnya menumbulakn penafsiran bahwa

suplai energy untuk keperluan metabolis sel berkurang dan akhirnya berhenti sehingga

menyebabkan terjadinya pelayuan.

Selain fisiologi buah dan sayur ada pula fisiologi ikan. Ikan merupakan salah satu

bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, untuk mengkonsumsi ikan perlu

pengetahuan masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami

proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti

kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk

pertumbuhan mikrobia pembusuk.Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH,

oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana.

Fase rigor yang terjadi pada ikan yaitu :

Pre rigor

Rigor mortis

Post rigor

Jadi tujuan dari penanganan pasca panen sayur dan buah adalah :

Memperkecil tingkat kerusakan

Meningkatkan pendapatan petani dan pedagang

Efektifitas penggunaan sumber daya yang ada

Mutu komoditi memenuhi persyaratan eksport

Page 5: Laporan Fistek My

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 MELIHAT KECEPATAN LAJU RESPIRASI

Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan organic (karbohidrat, protein,

lemak) menjadi senyawa sederhana, yang prosesnya meggunakan oksigen dan menghasilkan

energi. ( http://id.wikipedia.org/wiki/respirasi )

Respirasi merupakan proses biologis untuk menghasilkan energi pada tanaman dan

hewan secara reaksi kimia dengan mengambil oksigen (O2) dari lingkungan dan

mengeluarkan karbondioksida (CO2).(Pantastico,1993).

Sebagian besar perubahan-perubahan fisikokimiawi yang terjadi dalam buah yang

sudah dipanen berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk di dalamnya respirasi.

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah dipanen.

Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme dan oleh karena itu

sering dianggap sebagai petunjuk laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur

simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai

bahan makanan. Besar kecilnya respirasi dapat dilihat dengan menentukan jumlah substrat

yang hilang, O2 yang di-serap dan CO2 yang dikeluar-kan, panas yang dihasilkan dan energi

yang timbul (Pantastico, 1993).

Reaksi yang terjadi pada proses respirasi yaitu:

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi

Pengukuran CO2 yang juga merupakan laju respirasi dapat digunakan sebagai salah

satu indikator terjadinya berbagai macam perubahan dan kemasakan ( Kays 1991). Hubungan

antara proses pertumbuhan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan sejalan. Hal ini disebabkan

karena laju respirasi berbanding lurus dengan jumlah produk CO2. Jumlah CO2 yang di-

hasilkan terus menurun sampai men-dekati proses kelayuan tiba-tiba produk CO2 meningkat,

kemudian turun lagi (Wills et al., 1981). Meningkatnya proses respirasi ternyata tergantung

pada beberapa hal diantaranya adalah jum-lah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya

sintesa protein dan RNA (Ribose Nucleic Acid). CO2 dapat mengatur biosintesa etilen tetapi

Page 6: Laporan Fistek My

masih melalui mekanisme yang belum diketahui disamping reaksi antagonis etilen (Mathoko,

1996). Penyebab lain fakor lain pem-bentuk etilen di antaranya adalah organ dan spesies

(Sister and Serek, 1997). Kecepatan resprasi pada buah meningkat dengan mening-katnya

suplai oksigen. Tetapi bila konsentrasi O2 lebih besar dari 20 persen respirasi hanya sedikit

ber-pengaruh,konsentrasi CO2 yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan buah

dengan cara menghambat proses respirasi (Muchtadi, 1991).

BIOKIMIA RESPIRASI

a. Metabolisme Aerob

Kebanyakan energi yang dibutuhkan oleh buah dan sayuran dipasok oleh respirasi

aerob, yang melibatkan pemecahan senyawa organik tertentu yang disimpan dalam

jaringan. Substrat respirasi adalah glukose, dan jika dioksidasi secara lengkap

reaksinya sebagai berikut:

C6Hl2O6 + 6O2. à 6CO2 + 6H2O + energy

Respirasi pada dasarnya adalah kebalikan fotosintesis yang memanfaatkan energi

matahari kemudian disimpan sebagai energi kimia, terutama dalam bentuk

karbohidrat yang mengandung glukose. Pemanfaatan glukose mencakup 2 reaksi yang

berturut-turut :

Glukose menjadi piruvat, melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas (EMP) yang

terjadi pada sitoplasma.

Piravat menjadi karbodioksida, melalui jalur TCA, yang terjadi pada

mitokondria.

(Pantastico, 1993).

b. Metabolisme Anaerob (Fermentasi)

Respirasi anaerob, yaitu mengubah glukose menjadi piruvat melalai jalur EMP. Tetapi

piruvat kemudian dimetabolisme menjadi asam laktat atau asetaldehid dan etanol

dalam proses yang dikenal sebagai fermentasi.

(Pantastico, 1993).

Page 7: Laporan Fistek My

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPIRASI

1. Faktor internal

Tingkat Perkembangan

Komposisi Kimia Jaringan

Ukuran Produk

Pelapisan Alami dan jenis jaringan

2. Faktor Eksternal

S u h u

Etilen

Ketersediaan Oksigen

Karbon Dioksida

Senyawa Pengatur Pertumbuhan

Luka Pada Buah

Perubahan yang terjadi selama respirasi yakni :

Mempercepat senesen (stadia akhir perkembangan tanaman), karena cadangan

makanan telah habis diubah menjadi energi

Kehilangan nilai gizi makanan

Berkurangnya kualitas rasa

Kehilangan berat kering

Dalam proses respirasi juga akan dilepaskan energy dalam bentuk panas, yang

jumlahnya tergantung dari macam komoditi dan akan bertambah besar jika suhu

penyimpanan makin tinggi sampai sekitar 40C.

Pada umumnya umur simpan dari berbagai komoditi berbanding terbalik dengan

adanya laju respirasi. Bahan yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi

yang tinggi. Contohnya : selada, bayam, kapri, jagung manis. Sedangkan yang memiliki laju

respirasi rendah : bawang, kentang, dan jenis umbi-umbian.

Page 8: Laporan Fistek My

Pada umumnya, pada proses respirasi ini buah mengakumulasi gula secara langsung

dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain

dalam bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991).

Salah satu produk holtikultura yang mengalami respirasi adalah pisang. Respirasi

pada pisang berbeda dengan produk holtikultura yang lainnya. Pertumbuhan buah pisang

ditunjukkan oleh perubahan panjang dan lingkar buah yang cepat. Selama pertumbuhan buah,

berat buah pisang secara individual terus meningkat. Pada saat masak, berat buah

dipertahankan selama 2-4 hari, kemudian mulai menurun bersamaan dengan perubahan

warna kulit pada saat mulai masak. Berat daging buah sangat rendah pada awal pertumbuhan

buah, sedang berat kulit buah sangat tinggi. Dengan semakin masak buah, berat daging buah

semakin meningkat, sedang berat kulit berangsur-angsur menurun (Lodth dan Pantastico,

1975). Penurunan ini mungkin karena adanya selulose dan hemiselulose di kulit yang

dikonversi ke pati selama penuaan buah. Konsentrasi pati pada daging buah meningkat

sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati

pada buah pisang yang belum masak 20-25% dari total berat segarnya dan sekitar 2-5% saja

yang mampu diubah menjadi gula dan sebagian dilepasdalam bentuk gas CO2 melalui proses

respirasi.

Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan reduksi

sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam dalam bentuk

glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat digunakan sebagai indeks

kimia kemasakan(Lodth dan Pantastico, 1975). Pada saat pemasakan buah terjadi

peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula, perombakan klorofil dan

senyawa lain sehingga buah menjadilunak (Quazi dan Freebairn, 1970; Krishnamoorthy,

1981). Dikatakan pula oleh Matto et al., 1975, bahwa pelunakan buah disebabkan juga oleh

degradasi protopektin tidak larut menjadi pektin yang larut atau oleh hidrolisis pati dan

hidrolisis lemak.

Page 9: Laporan Fistek My

Gambar Skema degradasi karbohidrat tersimpan.

Kecepatan laju respirasi buah akan meningkat dengan meningkatnya suhu, pada suhu

35C , laju respirasi ini akan meningkat tajam, walaupun pada suhu tersebut produksi etilen

terhenti (Krishnamoorthy, 1981). Selama pemasakan, pektin yang tidak larut air berkurang

dari 0,5% menjadi 0,2%, berat basah dari pektin yang larut air meningkat, kandungan

selulosa dan hemiselulosa menurun (Bennet et al, 1987; Quazi dan Freebairn, 1970). Peranan

mitokondria pada proses pemasakan buah penting dalam hal respirasi yang mampu

menyediakan energi ATP yang akan digunakan untuk membentuk UDP-glukose sebagai

penyedia substrat untuk sintesis sukrosa (Solomos dan Laties, 1983). Sebagaimana dijelaskan

oleh Anderson dan Beardall, 1991, sukrosa disintesis lewat UDP dan glukosa dalam sitosol.

Dari triosa fosfat akan membentuk fruktosa 1,6 difosfat dengan dikatalisis oleh enzim

aldolase yang kemudian oleh aktivitas fosfatase menghasilkan fruktosa 6P, yang akan

mengalami konfigurasi struktur molekul oleh enzim heksosa-isomerase dan glukosa-P mutase

menghasilkan glukosa-1P, lebih lanjut akan membentuk UDP-glukose dengan tersedianya

UTP dan dikatalisis oleh UDP glucose pirofosforilase. UDP glukosa akan bergabung dengan

fruktosa-6P yang telah terbentuk sebelumnya menghasilkan sukrose 6P yang dikatalisis oleh

Sucrose Phosphate Synthase (SPS). Sukrosa juga dapat dibentuk lewat pemecahan pati

(Anderson dan Beardall, 1991). Penggabungan karbon berlangsung di dalam jaringan

fotosintetik (kloroplas) dan dalam jaringan non fotosintetik (amiloplas). Keberadaan pati di

dalam jaringan tersebut tidak dalam periode yang panjang. Bila ekspor triosefosfat ke sitosol

tidak dapat diteruskan oleh asimilasi CO2, misal pada waktu malam, maka pati akan

dimobilisasikan dan diekspor. Umumnya produksi triose P dari pati ditimbulkan oleh suatu

kondisi di mana ratio ATP/ADP menurun yang biasanya terkait dengan rendahnya triose P

Page 10: Laporan Fistek My

dan meningkatnya konsentrasi Pi. Mobilisasi pati ke sukrose umumnya lewat “starch

phosphorilase” dan enzim lain. Katalisis oleh “starch phosphorilase” menghasilkan glukosa-

1P yang lebih lanjut akan diubahmenjadi glukosa 6P dan fruktosa 6P oleh enzim glukose P

mutase dan heksose isomerase. Dari glukose 1P juga akan dihasilkan UDP glukose oleh UDP

glukose pirofosforilase dengan terbentuknya UTP. UDP glukose akan bergabung dengan

fruktose 6P menghasilkan sukrose 6P yang dikatalisis oleh SPS. Namun suatu hal yang perlu

diperhatikan bahwa proses respirasi buahklimakterik ini meningkat hanya pada waktu awal

pemasakan (ripening) sampai mencapai puncak klimakterik yang selanjutnya segera diikuti

penurunan yang tajam sehingga tidak cukup energi ATP yang dihasilkan sampai buah mudah

terinvasi oleh mikroorganisme (Krishnamoorthy, 1981).

Penurunan respirasi ini pada gilirannya juga akan berpengaruh terhadap aktivitas SPS.

Pada proses pemasakan buah pisang akan terjadi aktivitas fisiologis, seperti meningkatnya

aktivitas respirasi pada awal, sebagaimana terjadi pada buah klimakterik. Demikian juga

terjadinya degradasi dinding sel, hidrolisis pati yang berakibat pada pelunakan

buah/perubahan tekstur. Perubahan tekstur buah menunjukkan bahwa selama proses

pemasakan buah pisang berlangsung pula peningkatan pelunakan buah, hanya saja yang

diperlakukan pada suhu dingin dapat lebih dihambat dibanding dengan yang diperlakukan

pada suhu kamar. Hal ini dapat dimaklumi bahwa proses degradasi enzimatis pada suhu yang

lebih tinggi (pada suhu kamar) akan lebih cepat daripada suhu dingin (13 C). Kemudian bila

dilihat dari kandungan pati buah, menunjukkan pola yang menurun selama proses pemasakan

buah, walaupun laju penurunan tersebut berbeda antara yang diperlakukan suhu kamar dan

suhu dingin. Penurunan kandungan pati ini menunjukkan adanya proses hidrolisis pati yang

sejalan dengan perubahan tekstur buah.

Page 11: Laporan Fistek My

II.2 PERUBAHAN PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA SETELAH KLIMATERIK

Klimaterik suatu masa transisi suatu proses pertumbuhan menjadi senescene (pelayuan).

Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga

buah menjadi matang dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, yang diawali dengan

proses pembuatan etilen.

Buah klimaterik adalah buah-buahan yang melakukan respirasi naik turun. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah karbondioksida yang dihasilkan, pada saat mendekati puncak

klimaterik tiba-tiba produksi karbondioksida meningkat dan selanjutnya menurun lagi.

Sedangkan pada buah non klimaterik jumlah karbondioksida yang dihasilkan terus menurun

secara perlahan sampai pada saat “senescene”.

Hubungan proses pertumbuhan dengan jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan

selama respirasi terlihat pada Gambar berikut :

Page 12: Laporan Fistek My

Kurva pembagian klimaterik

Contoh buah berdasarkan tingkah laku respirasinya :

Buah klimakterikBuah klimakterik Buah non klimakterikBuah non klimakterik

Apel Cherry

Apricot Mentimun

Apokad Anggur

Pisang Jeruk lemon

Blueberry Nanas

Buah kiwi Strawberry

Manggis Jeruk manis

Melon Tomat pohon

Papaya

Peach

Kesemek

Pulm

Tomat

Semangka

Page 13: Laporan Fistek My

Kerusakan Sayuran dan buah-buahan

Sejak dipanen, bahan pangan hasil hortikultura akan mengalami kerusakan.

Kerusakan pada bahan pangan ini berupa penyimpangan dari keadaan normal. Ditinjau dari

penyebab kerusakan, dibedakan beberapa jenis kerusakan bahan pangan yaitu:

Kerusakan mikrobiologis

Kerusakan mekanis

Kerusakan fisik

Kerusakan biologis

Kerusakan kimia

Adapun faktor-faktor penyebab kerusakan pada sayuran dan buah-buahan dibedakan

sebagai berikut:

Bakteri, kapang dan khamir yang mengkontiminasi bahan pangan

Enzim yang dapat berasal dari mikroba atau dari bahan pangan itu sendiri

Serangga, parasit dan tikus

Pemanasan dan pendinginan

Kadar air

Udara dan oksigen

Sinar/cahaya

Waktu

Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi

lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor

dan faktor lainnya). Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang

optimum untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan

karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen (aerobik/anaero-

bik), beberapa vitamin dan sebagainya.

Kehilangan mutu dan kerusakan fisik pangan setelah klimaterik disebabkan oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

Page 14: Laporan Fistek My

pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk

memproduksi toksin didalam pangan

katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang

dikatalisis enzim indigenus

reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan

penyimpanan

kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan)

Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat

terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk

susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah

dan sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan

(desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip pengawetan

pangan ada tiga, yaitu:

Mencegah atau memperlambat kerusakan microbial

Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan

hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan

cara:

o mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)

o mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi

o menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan

penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau

penggunaan pengawet kimia

o membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.

Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolysis) bahan pangan

dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses

blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia.

Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya

suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan

apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan,

Page 15: Laporan Fistek My

dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu

pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau panjang.

Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya

penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah, pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan

panas dan ringan, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi

rendah, fermentasi, radiasi, dan kombinasinya.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah

masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah

terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah

kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim

alami dan masuknya mikroorganisme.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi

enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk.

Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan

oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya.

Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan

menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.

Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C.

Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi,

sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi

menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.

Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen

(penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab

kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan)

yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan reaksi

pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen.

Penggunaan pengawet dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga

merupakan cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan

SO2 menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama proses

fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. Pemaparan pangan dengan

radiasi elektromagnetik bisa merusak atau menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim

enzim alami tanpa perubahan nyata pada kualitas produk.

Page 16: Laporan Fistek My

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan jangka panjang adalah

pemanasan pada suhu tinggi (100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan,

pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu

tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi,

dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan

jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan

oleh mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan

mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat dan asam propionat

juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara selektif.

Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi

padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik

didalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju

reaksi kimia maupun enzimatis.

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah

berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat

pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi

kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan

biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai

contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan jangka pendek

dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan (pasteurisasi), pengemasan dan

penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan

dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan

suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan \ wadah (container) dan

kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya

rekontaminasi selama penyimpanan.

II.3 PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA PADA PROSES SENESSENCE

Page 17: Laporan Fistek My

Proses senescene adalah proses pelayuan yang terjadi pada bahan hasil pertanian setelah

mencapai kondisi matang fisiologis. Senescene juga bisa diartikan sebagai stadia akhir dalam

perkembangan organ tanaman yang pada pokoknya merupakan suatu tahap normal yang

selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran dan buah-buahan.

Hormone-hormon yang terlibat dalam proses senescene antara lain :

Auxin

Auksin adalah satu hormone tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan

perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Hasil penemuan Kogl dan

Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan bahwa Indole Acetic Acid

(IAA) adalah suatu auxin.

Kejadian di alam

stimulasi auxin pada pertumbuhan celeoptile ataupun pucuk suatu tanaman,

merupakan suatu hal yang dapat dibuktikan. Praktek yang mudah dalam

pembuktian kebenaran diatas dapat dilakukan dengan Bioassay method yaitu

dengan the straight growth tets dan curvature test.

Metabolism auxin

konsentrasi auxin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Struktur molekul dan aktivitas auxin

Menurut Koeffli, Thimann dan went (1966), aktivitas auxsin ditentukan oleh :

a. adanya struktur cincin yang tidak jenuh

b. adanya rantai keasaman (acid chain)

c. pemisahan karboksil grup (-COOH) dari struktur cincin.

d. Adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai

keasaman.

Arti auxin terhadap fisiologi tanaman

Auxin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan

terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap :

a. Pengembangan sel

b. Phototropisme

c. Geotropisme

d. Apical dominasi

Page 18: Laporan Fistek My

e. Pertumbuhan akar (root initiation)

f. Parthenocarpy

g. Abisission

h. Pembentukan callus (callus formation

i. Respirasi

Gibberelin

Hormon ini menghambat pematangan, dan menangguhkan terjadinya senescene.

Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh

Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi

(1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi

pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan

penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan

"Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan

GA3.Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial

Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam

Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh

kelompok peneliti itu sehingga populer sampai sekarang.

Sitokinin

Hormon sitokinin dapat menghambat terjadinya senescene. Semakin tinggi konsentsi

sitokinin sintesis yang diberikan, maka semakin banyak kandungan klorofil yang

tertinggal dalam kubis. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang diberikan, maka

daun kol tersebut akan tetap segar, akan berarti proses senescene dihambat. Cytokinin

adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang ditemukan pada tanaman. Zat pengatur

tumbuh ini mempunyai peranan dalam proses pembelahan sel (cell division).

Cytokinin pertama kali ditemukan dalam kultur jaringan di Laboratories of Skoog and

Strong University of Wisconsin. Material yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah batang tembakau yang ditumbuhkan pada medium sintesis. Menurut Miller et

al (1955, 1956), senyawa yang aktif adalah kinetin (6-furfuryl amino purine). Hasil

penelitian menunjukan bahwa purine adenin sangat efektif.

Asam absisat

Peranan asam absisat dalam proses senescene belum jelas. Tetapi pemberian asam

absisat pada buah-buahan yang telah dipetik dari pohonnya akan mempercepat proses

penuaan produk hasil pertanian

Page 19: Laporan Fistek My

Konsep Mengenai Senescene

Untuk mengetahui prinsip terjadinya senescere, dilakukan percobaan menggunakan

hormon sitokinin. Apabila sehelai daun yang masih hijau diteteskan hormon sitokinin, maka

setelh beberapa hari, bagian daun yang telah diberi sitokinin tersebut akan tetap hijau,

sedangkan bagian lainnya telah mulai menguning. Apabila daun tersebut dianalisis, maka

ternyata bagian daun yang mendapat perlakuan dengan sitokinin mengandung kadar

karbohidrat, asam amino dan ion-ion anorganik, yang jumlahnya relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan bagian yang lain. Nampaknya asam - asam amino ditarik dari bagian

lain kebagian yang ditetesi dengan sitokinin, karena pada bagian lain tesebut tidak ditemukan

adanya asam amino.

Perubahan kimia yang terjadi selama Senescene

Karbohidrat

Karbohidrat terbentuk melalui proses fotosistesa di simpan pada sel-sel penyimpan

dalam bentuk tepung .zat tepung akan berubah menjadi surkosa dan gula-gula reduksi

(glukosa fruktosa) melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim tertentu

ketika hasil tanaman berada pada penyimpanan.

Asam amino dan protein

Protein yang pada pematangan berkaitan dengan proses respirasi yang mana

pencegahan sintesis protein dapat menghambat proses klimaterik. Asam-asam amino

metionin atau betalanin mungkin merupakan prekursor etilen dalam jaringan sayuran

dan buah-buahan, asam-asam amino penting dalam permatangan buah.

Lemak

Lemak berperanan besar dalam hal tesktur, serta pembentukan flavor dan pigmen

sayuran/buah. Lipid netral (trigliserida, digliserida, sterol, ester sterol, asam lemak

bebas dan hidrokarbon) terdapat dalam jumlah relatif besar dalam buah tomat muda.

Lipid netral ini menurun kadarnya selama pematangan (pembentukan pigmen), tetapi

meningkat lagi pada tingkat kematangan penuh. Persentase asam linoleat (Cl 8 : 2)

clan asam oleat (Cl 8 : 1) menurun selama pembentukan pigmen pada buah tomat.

Pada buah mangga teriadi peningkatan kandungan total lipid dan asam-asam lemak

selama pematangan. Asam-asam lemak utama yang terdapat dalam buah mangga

adalah palmitat, stearat, oleat, linolenat dan linoleat. Selama pematangan buah

Page 20: Laporan Fistek My

mangga, asam-asam lemak tidak jenuh lebih meningkat jumlahnya dibandingkan

dengan asam-asam lemak jenuh. Kandungan lipid dalam sebagian besar buah-buahan

(kecuali apokat) umumnya rendah, dan mungkin tidak akan meningkat selama

pematangan misal adpokat.

Kandungan lemak yang terdapat dalam buah akan menurun perlahan selama proses

senescene terjadi.

Pigmen

Pigmen yang terkait dalam proses senescene ini adalah pigmen klorofil, antosianin,

dan karotenoid.

Untuk sebagian besar buah-buahan, tanda pertama kematangan adalah menghilangnya

warna hijau. Kandungan klorofil selama pematangan buah menurun perlahan.

Umumnya sejumlah tertentu pigmen hijau ini tetap ada dalam buah, terutama dalam

jaringan internal.

Proses biokimia dari degradasi klorofil belum jelas diketahui. Beberapa peneliti

melaporkan adanya aktivitas maksimum enzim klorofilase dalam buah apel dan

pisang pada saat klimakterik. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa

klorofilase bertanggung jawab terhadap degradasi klorofil (menghilangnya warna

hijau). Akan tetapi tidak terhadap aktivitas klorofilase yang terdeteksi selama

pematangan buah tomat, sedangkan kandungan klorofilnya seara cepat menurun.

Aksi hidrolisis dari klorofilase yang akan memotong klorofil menjadi fitol dan bagian

forfirin yaitu klorofilid, tidak akan menyebabkan perubahan warna hijau.

Skema degradasi klorofil pada buah

Page 21: Laporan Fistek My

Sintesis Pigmen Karotenoid dan Flavonoid :

Pigmen karotenoid dalam tanaman terutama adalah beta-karoten dan turunannya

Sintesis karotenoid yang drastis terjadi selama langkah terakhir proses pematangan

buah.

Beberapa peneliti menduga bahwa produk yang dibebaskan dari degradasi klorofil

dapat digunakan untuk sintesis karotenoid.

Sintesis karotenoid dapat dihambat oleh perlakuan dengan gibberellate atau

dipercepat dengan penggunaan asam askorbat atau asam absisat.

Sintesis karoten tidak tergantung pada suhu, tetapi sintesis dan degradasi likopen

dipengaruhi oleh suhu.

Suhu antara 60 – 70 0F adalah optimum untuk sintesis likopen, tetapi suhu diatas 85 0F

dapat mengahambat pembentukan likopen pada buah tomat.

Bila buah tomat dipanen sewaktu masih hijau, perubahan warnanya dapat diatur

dengan menyimpannya pada suhu yang berbeda:

pada suhu 10 0C atau lebih rendah, warna tomat akan tetap hijau.

pada suhu antara 10 – 29 0C warnanya akan merah atau merah jingga,

pada suhu lebih tinggi dari 29 0C warnanya akan sangat jingga, karena pada

keadaan ini tidak ada sintesis likopen dan hanya ada pembentukan karoten.

Page 22: Laporan Fistek My

II.4 PERANAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH KLIMATERIK

Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat

lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan

mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah

buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang

masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu

antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene

dalam pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan

buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-

buahan.

Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah

tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak lanjut

mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak. Sejak saat

itu Ethylene (C2 H2) dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.

Ethylene (C2H4) adalah Senyawa organik tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap

yang dihasilkan oleh jaringan pada waktu-waktu tertentu,yang pada suhu kamar berbebntuk

gas. Etilen pertama ditemukan di AS th 1900 dari hasil pembakaran lampu minyak tanah.

Ethylene digolongkan sebagai hormon tanaman yg aktif dalam proses pematangan

dan bersifat mobil dalam jaringan tanaman. Pada tahun 1959 diketahui etilen juga berperan

mengatur pertumbuhan. Ethylene dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi

persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam jaringan

tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula

dalam proses pertumbuan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi

umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan

nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun

dan akar.

Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat

dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat

tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan. Proses pematangan buah

didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan

sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi

Page 23: Laporan Fistek My

serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya

respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein

dan RNA. Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas

selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan

bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya.

Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses

sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena

perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna

kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat

karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna

pada buah tomat.

Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah

membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang setelah

11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan etilen 10 ppm selama 24 jam

buah adpokat tersebut akan matang dalam waktu 6 hari. Aplikasi C2H2 (Ethylene) pada buah-

buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi

respirasinya. Ethylene tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik,

sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi.

Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan Ethylene baik pada

buah pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik

hanya sedikit. Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari

sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam

membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian

ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan

permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan dapat masuk. Dengan

perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara

substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.

Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan

(phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai hormon karena telah

memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam

jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene

berpengaruh pula dalam proses pertumbuan dan perkembangan tanaman antara lain

Page 24: Laporan Fistek My

mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission,

menginduksi pembungaan nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene

dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.

Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat

dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat

tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.

Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).

Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana

selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis

ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan,

meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena

adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam

keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya.

Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses

sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena

perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna

kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat

karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna

pada buah tomat.

Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut

menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada

adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain

enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose.

Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan

kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah.

Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis,

penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan

masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah.

Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine,

gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan ethylene,

tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat menghilangkan

Page 25: Laporan Fistek My

perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda

penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym penyusun/pembentuk

karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan.

Ethylene sebagai hormon pematangan

Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah

membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang setelah

11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan ethylene 10 ppm selama 24

jam buah adpokat tersebut akan matang dalam waktu 6 hari.

Aplikasi C2H2 (Ethylene) pada buah-buahan klimakterik, makin besar konsentrasi

C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Ethylene tersebut bekerja

paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap post

klimakerik tidak merubah laju respirasi.

Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada

buah pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik

hanya sedikit.

Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene

merangsang pemasakan klimakerik. Sedangkan menurut Winarno (1979) dikatakan bahwa

uah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene

dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk percobaannya adalah

jeruk. Di samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene

beberapa kali akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.

Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan

kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan mangga

sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa

protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45

jam. Perlakuan dengan C2H2 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan

warna yang menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala

kematangan yang khas.

Page 26: Laporan Fistek My

Ethylene dan Permeablitas Membran

Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel

terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam

membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian

ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan

permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan dapat masuk. Dengan

perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara

substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.

Ethylene dan Aktiitas ATP-ase

Ethylene mempunai peranan dalam merangsang aktiitas ATP-ase dalam penyediaan

energi yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzym yang diperlukan

dalam pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun reaksinya adalah sebagai

berikut:

ATP -------------------------à ADP + P ----------------------------à Energi

ATP-ase

Ethylene sebagai “Genetic Derepression”

Pada reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang pertama

adalah “Gene repression” yang menghambat jalannya reaksi yang berantai untuk dapat

berlangsung terus. Yang kedua adalah “Gene Derepression” yaitu faktor yang dapat

menghilangkan hambatan tersebut sehingga reaksi dapat berlangsun.

Selain itu ethylene mempengaruhi proses-proses yang terjadi dalam tanaman

termasuk dalam buah, melalui perubahan pada RNA dan hasilya adalah perubahan dalam

sintesis protein yang diatur RNA sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami perubahan

pula.

Interaksi Ethylene dengan Auxin

Di dalam tanaman ethylene mengadakan interaksi dengan hormon auxin. Apabila

konsentrasi auxin meningkat maka produksi ethylenpun akan meningkat pula. Peranan auxin

Page 27: Laporan Fistek My

dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan ethylene, tetapi apabila

konsentrasinya ethylene cukup tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya sintesis dan

aktifitas auxin.

Produksi dan Aktifitas Ethylene

Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh

adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis

pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat mempercepat

pematangannya.

Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah

Peach yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan

ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut

pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.

Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun

suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak

terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan

oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat

memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.

Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu,

misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi

tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun

pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel

adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.

Biosintesa Ethylene

Sintesa etilen didalam sel

umumnya terjadi pada sitoplasma

Pada buah tomat sintesa etilen terjadi pada mitochondria pada saat warna berubah

dari hijau menjadi kuning. Pada tomat terdapat inhibitor etilen (orthodihydric

phenole (phenolic) yg jumlahnya menurun selama pematangan.

Senyawa yang diperlukan dalam sintesa etilen

Page 28: Laporan Fistek My

beberapa percobaan menggunakan senyawa organik (glukosa, alanin,

glisin,aspartat,atau glutamat yg mengandung isotop C14)

Percobaan dilanjutkan dengan sistem pengontrolan yg ketat menggunakan

molekul glukosa dengan satu karbon isotop

Hasil yang diperoleh : C1, C2, C5 dan C6 lebih aktif dalam sintesa etilen

daripada C3 dan C4, pada alanin C3 dan C4 lebih efisien dalam sintesa etilen

Perubahan glukosa menjadi etilen selalu melalui asam piruvat dengan bantuan Co-

enzim A.

Peranan ethylene dalam pematangan

Pada tanaman hortikultura, etilen seringkali merugikan (meningkatkan laju senesen

dan mengurangi masa simpan) dan kadangkala menguntungkan (meningkatkan

kualitas buah dan sayuran melalui percepatan dan penyeragaman ripening

(pemasakan) sebelum dipasarkan).

Hipotesis Pematangan

Hipotesis pertama pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya

proses pelayuan dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini

menjadi pelopor dari kegiatan hidrolisis substrat oleh enzim-enzim yang

terdapat didalam sel. Selama proses hidrolisis tersebut terjadi pemecahan

klorofil, pati, pektin, tanin dan sebagainya. Dari hasil pemecahan tersebut akan

terbentuk bahan-bahan seperti etilen, pigmer, senyawa pembentuk flavor,

energi dan mungkin polipeptida.

Hipotesis kedua pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses

penguraian substrat, dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk

mensintes mzim-enzim spesifik yang antara lain akan digunakan dalam proses

pelayuan.

Pengaruh etilen pada system tanaman lainnya.

• Pada system cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengkerutan, menghambat

kecepatan pertumbuhan, mempercepat menguningnya daun dan menyebabkan

kelayuan.

• Pada sistem akar etilen dapat menyebabkan terpilinnya akar, menghambat kecepatan

pertumbuhan, memperbanyak tumbuhnya rambut-rambut akar dan dapat

menyebabkan terjadinya kelayuan.

Page 29: Laporan Fistek My

• Pada system umbi, etilen dapat menghambat pertumbuhan atau mempercepat matinya

tunas.

• Pada sistem bunga, etilen dapat mempercepat proses pemekaran akan tetapi kuncup

yang telah mekar tersebut akan cepat mengalami pelayuan, misalnya pada bunga

mawar. Pada bunga anggrek, etilen menyebabkan warna bunga menjadi pucat,

sedangkan pada bunga anyelir dapat menyebabkan tidak mekarnya kuncup bunga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas etilen.

• Aktivitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang penyimpanan

buah. Contoh pada buah apel yang disimpan pada suhu 3 0C, penggunaan etilen

dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang nyata baik pada proses

pematangan maupun respirasinya.

• Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 0C, buah tidak memproduksi etilen. Suhu

optimum untuk produksi dan aktivitas etilen pada buah tomat dan apel adalah 32 0C,

sedangkan pada buah-buahan lainnya lebih rendah.

• Pembentukan etilen dapat dirangsang adanya kerusakan mekanis dan infeksi,

misalnya memarnya buah karena jatuh atau memar dan lecet selama pengangkutan

buah

• Penggunaan sinar radio- aktif dapat merangsang pembentukan etilen. Contoh pada

buah peach yang disinari dengan sinar gamma sebesar 600 krad dapat mempercepat

pembentukkan etilen, apabila diberikan pada saat pra- klimakterik. Akan tetapi

apabila diberikan pada saat klimakterik penggunaan sinar radiasi ini dapat

menghambat produksi etilen.

Penggunaan ethylene dalam teknologi pascapanen

a. Sifat-fisik etilen

• Ketampakan : tidak berwarna, gas hidrokarbon

mudah menguap, beraroma manis

mudah diditeksi

• Berat molekul : 28,05

• Titik didih pada 760 mm Hg : -103,70C

• Titik didih pada 300 mm Hg : -1180C

b. Sifat toksikologi

Page 30: Laporan Fistek My

Gas etilen memiliki sifat yang mudah melemaskan (anaesthesis) dan beraroma manis

(asphyxient). Pada konsentrasi tinggi yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran

dan mungkin juga kematian karena asphyxiathion (mati lemas karena kekurangan

oksigen dalam darah). Apabila etilen dalam bentuk cairan, maka bila terkena kulit

atau mata akan manyebabkan luka bakar.

c. Status FDA

Penggunaan gas etilen untuk merangsang pemasakan buah dan sayuran diatur oleh

FDA-Regulation. Penggunaan etilen dibebaskan dari persyaratan toleransi terhadap

residu apabila digunakan sebagai zat tumbuh tanaman sebelum atau sesudah panenan.

d. Sifat explosive (mudah meledak)

Page 31: Laporan Fistek My

II.5 PENGARUH SUHU TERHADAP UMUR SIMPAN IKAN

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat,

untuk mengkonsumsi ikan perlu pengetahuan masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan

pangan yang cepat mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan

karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang

sangat sesuai untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk.Adapun kondisi lingkungan tersebut

seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana.

(Hadiwiyoto,1993).

Kandungan protein ikan sangat tinggi dibandingkan dengan protein hewan lainnya,

dengan asam amino esesnsial sempurna, karena hampir semua asam amino esensial terdapat

pada daging ikan (Pigott dan Tucker, 1990 ). Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging,

yaitu protein sarkoplasma, miofibrillar dan protein pengikat (stroma), protein pembentuk atau

pembentuk enzim, koenzim dan hormon (Hadiwiyoto, 1993).

Salah satu contoh ikan yang sering kita konsumsi adalah ikan tongkol.

Keracunan dapat timbul setelah beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan ikan

tongkol. Gejalanya antara lain adalah rasa gatal atau terbakar di sekitar mulut, bibir bengkak,

wajah kemerahan, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala, jantung berdebar, pusing, atau

bentol-bentol merah di badan. Gejala ini biasanya membaik sendiri dalam beberapa jam, atau

bahkan beberapa hari. Pada kasus yang berat kadang-kadang diperlukan pemberian obat

antihistamin atau obat dan tindakan medis lainnya.

Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu kamar,

maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi dan jika ikan

tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh

kontaminasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae,

Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan

tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning) karena ikan jenis ini

mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan

enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat

pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan

yang tidak bersih.

Page 32: Laporan Fistek My

Kasus-kasus keracunan akibat mengkonsumsi ikan masih sering terjadi. Untuk itu

upaya penanganan ikan selama penyimpanan dengan penerapan teknologi tepat guna berupa

penyiangan isi perut dan insang serta penyimpanan pada suhu rendah perlu dilakukan.

Peningkatan keamanan ikan (Auxis tharzard, Lac) dengan penerapan teknologi tepat

guna ditinjau dari mutu kimiawi, mikrobiologis dan organoleptik yang terbaik diperoleh pada

perlakuan penyiangan dan suhu penyimpanan 0C, kemudian berturut-turut diikuti oleh tanpa

penyiangan dan suhu penyimpanan 0C, penyiangan dan suhu penyimpanan 15C, tanpa

penyiangan dan suhu penyimpanan 15C, penyiangan dan suhu penyimpanan 30C serta

tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 30C

Temuan baru adalah penyiangan dan tanpa penyiangan dengan suhu penyimpanan 0C

mampu memperpanjang waktu simpan dan aman untuk dikonsumsi sampai hari ke 10,

dibandingkan dengan penyiangan dan suhu penyimpanan 15C sampai di bawah 6 hari,

berikutnya tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 15C di bawah 4 hari, kemudian

penyiangan dan tanpa penyiangan dengan suhu penyimpanan 30C hanya aman sampai di

bawah 1 hari.

Ikan memiliki kandungan protin sangat tinggi dibandingkan dengan protein hewan

lainnya, dengan asam amino esesnsial sempurna, karena hampir semua asam amino esensial

terdapat pada daging ikan (Pigott dan Tucker, 1990 ). Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam

daging, yaitu protein sarkoplasma, miofibrillar dan protein pengikat (stroma), protein

pembentuk atau pembentuk enzim, koenzim dan hormon (Hadiwiyoto, 1993).

Jebsen (1983) membagi protein ikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1) kelompok yang

terdiri dari tropomiosin, aktin, miosin dan aktomiosin yang terdapat kira-kira 65 % dari total

protein dan larut dalam natrium klorida netral dengan kekuatan ion lebih tinggi dari (0,50), 2)

terdiri dari globin, miosin dan mioglobin yang terkandung sekitar 25 sampai 30 persen dari

total protein yang diekstrak dengan larutan netral dengan kekuatan ion lebih rendah (0,15) ,

3) meliputi stroma protein yang terdapat kira-kira 3 persen dari protein ikan. Kelompok

protein ini tidak dapat larut dalam larutan garam netral, asam encer atau alkali.

Suzuki (1981) menyatakan protein miofibrilar bersifat sedikit larut dalam air pada pH

netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrilar adalah protein yang

membentuk miofibril yang terdiri dari protein structural (aktin, miosin dan aktomiosin) dan

protein regulasi (troponin, tropomiosin dan aktinin). Protein miofibrilar merupakan bagian

terbesar dari protein ikan, yaitu sekitar 66 – 77 % dari total protein ikan.

Page 33: Laporan Fistek My

Pada proses pengolahan daging protein miofibrilar memegang peranan penting dalam

struktur yang menentukan karakteristik produk yang diinginkan adalah miosin, Miosin

adalah merupakan protein berserabut besar dengan berat molekul 500.000 dan terdapat

sekitar 43 % dari total miofibrilar dalam jaringan otot (Xiong, 2000 yang diacu Nakai, 2000).

Pada daging yang mengalami rigor mortis aktin akan berikatan dengan miosin

membentuk aktomiosin. Aktin akan terekstrak bersama-sama dengan miosin dengan adanya

garam dan polifosfat.

Kolagen adalah salah satu protein stroma (jaringan pengikat) yang tersusun dari asam-

asam amino penyusun protein kecuali triptofan, sistin dan sistein (Hadiwiyoto, 1993). Stanley

(1999) menyatakan bahwa merupakan serabut protein yang sangat penting dalam tekstur

daging yang tersusun dari asam amino glisin (30%), proline dan hydroproline (25%).

McCormick yang diacu Kinsman et al (1994) menyatakan bahwa kolagen adalah

2 – 6 % berat kering otot, tergantung jenis otot dan umur.

Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan, umur dan

jumlah daging merah serta kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya dengan

kandungan protein dan kandungan air, pada ikan yang kandungan lemaknya rendah

umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar. (Suzuki,1991).

Berdasarkan kandungan lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu : ikan

dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%) terdapat pada kerang, cod, lobster, bawal,

gabus, ikan dengan kandungan lemak sedang (2 – 5 %) terdapat pada rajungan,oyster,udang,

ikan mas, lemuru, salmon dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (4 – 5%) terdapat pada

hering, mackerel, salmon, tuna, sepat, tawes dan nila.(Winarno,1993).

Ikan banyak mengandung asam lemak bebas berantai karbon lebih dari 18. Asam

lemak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap atau asam lemak tak jenuh (PUFA) dari

pada mamalia. Keseluruhan asam lemak yang terdapat pada daging ikan kurang lebih 25

macam. Jumlah asam lemak jenuh 17 – 21% dan asam lemak tidak jenuh 79 – 83 % dari

seluruh asam lemak yang terdapat pada daging ikan.Asam lemak tidak jenuh mempunyai

ikatan rangkap α 1-6 (Hadiwiyoto, 1993).

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen yang terdapat

dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril.Glikogen terdapat dalam jumlah jumlah

terbanyak dari karbohidrat yang terdapat pada daging ikan yaitu 0,05 – 0,085 %. Disamping

itu terdapat jauga glukosa (0,038 %), asam laktat (0,005 – 0,43 %) dan berbagai senyawa

antara dalam metabolism karbohidrat (Hadiwiyoto, 1993).

Page 34: Laporan Fistek My

Lebih lanjut Hadiwiyoto (1993) menjelaskan bahwa hasil antara proses glikolisa juga

terdapat dalam daging ikan,yaitu : asam fruktosafosfor, asam fosfogliserat dan asam piruvat.

Selain itu masih terdapat sejumlah kecil monosakarida dari golongan pentosa yaitu ribosa dan

deoksiribosa yang merupakan hasil pemecahan asam asam nukleat. Kedua monosakarida ini

dapat membentuk protein-protein kompleks.

Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan

dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan

pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap

kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik

aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi

tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun

terhambat bahkan terhenti. suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas

yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu

kamar.

Menurut Muchtadi (1997) setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk

berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari

suhu optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu rendah di atas suhu

pembekuan dan di bawah 15C efektif dalam mengurangi laju metabolisme. Suhu seperti ini

diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek. Setiap penurunan suhu 8C

menyebabkan laju metabolisme akan berkurang setengahnya.

Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -2C sampai 10C diharapkan dapat

memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat

memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga

mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.

Selama pendinginan dan pembekuan akan terjadi perubahan-perubahan sifat pada

ikan Perubahan tersebut meliputi perubahan sifat kimiawi, sifat fisikiawi dan perubahan

organoleptik. Pada pendinginan tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dibandingkan

pada proses pembekuan, karena terbentuknya kristal es yang terjadi di dalam jaringan daging

ikan (Hadiwiyoto,1983).

Menurut Fennema et al (1973) dan Ilyas (1972) selama penyimpanan beku produk

perikanan akan kehilangan air, terjadi oksidasi , perubahan warna dan rasa, serta terjadi

“drip”, yaitu cairan bening yang merembes keluar sewaktu produk dilelehkan. Proses

pembekuan cenderung menyebabkan susunan mutu makanan berubah dan perubahan ini akan

langsung berakibat pada susunan proteinnya (Connell, 1968).

Page 35: Laporan Fistek My

Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan yang terjadi adalah denaturasi

protein, perubahan dalam sistem garam, protein dan air selama pembekuan dan perubahan

dalam sistem aktomiosin.

Menurut Suzuki (1981) ada beberapa teori, yang menjelaskan mekanisme denaturasi

protein akibat pembekuan yaitu :

1) meningkatnya konsentrasi garam di dalam sel-sel otot akibat perubahan air menjadi

kristal-kristal es,

2) hilangnya molekul air dari ruang menyebabkan molekul menjadi lebih dekat satu

sama lain dan membentuk berbagai ikatan silang yang menimbulkan agregasi dan

3) terjadinya auto-oksidasi, pengaruh protein larut air, reaksi dengan lemak dan reaksi

dengan formaldehida yang terbentuk dari trimetilamin (TMA). Denaturasi atau

degradasi protein yang disebabkan oleh penyimpanan beku yang dipercepat dengan

adanya penggilingan dan pencincangan. Degradasi enzimatis dari trimetilaminoksida

(TMAO) menjadi dimetilamin (DMA) dan formaldehida dapat menyebabkan

beberapa kerusakan tekstural, kerusakan ini disebabkan oleh karena adanya

formaldehida yang berikatan dengan protein (Gratham, 1981).

Menurut Kamallan (1988) selama penyimpanan beku elastisitas/kekenyalan produk

akan menurun. Hal ini disebabkan adanya pelepasan sejumlah cairan dari dalam produk

selama thawing, sehingga keteguhan gel menjadi berkurang akibat terbentukya pori-pori pada

produk. Pada suhu beku peningkatan asam tiobarbiturat hanya mencapai 0,25 mg

malonaldehid/kg sampai pada minggu ke- 10 (70 hari) , dan aroma nugget masih beraroma

ikan. Hal ini terjadi karena penyimpanan pada suhu beku dapat menghambat reaksi oksidasi

lemak (Syartiwidya, 2003).

Fennema et al. (1973) dan Ilyas (1972) menyatakan bahwa selama penyimpanan beku

produk perikanan akan terjadi perubahan warna dan rasa. Proses mincing dan proses

penghancuran produk yang dihasilkan berwarna lebih gelap. Semakin lama penyimpanan

warna akan semakin gelap (Winarno, 1993).

FAO (1977 dalam Ilyas, 1993) dalam Code of Practice for Frozen Fish menyarankan

agar produk ikan beku disimpan pada suhu yang tepat sesuai menurut jenis ikan, tipe produk

dan lamanya waktu penyimpanan yang diinginkan. Bagi produk beku yang digudangkan

sebagai bahan mentah bagi pengolahan selanjutnya dianjurkan menyimpan dalam gudang

beku pada -18C atau atau lebih rendah.

Page 36: Laporan Fistek My

Lebih jauh International Institut of Refrigeration, Paris dalam Ilyas (1993)

menyarankanmeninjau kembali waktu simpan dengan usia simpan praktis, jangka waktu

produk masih baik untuk konsumsi dan pengolahan selanjutnya : bagi ikan berlemak 4 bulan

pada suhu -18C, 8 bulan pada suhu -25C dan 24 bulan pada suhu -30C. suhu

penyimpanan beku bagi produk tuna yang akan dimanfaatkan untuk sashimi, dianjurkan pada

suhu -50C hingga -60C.

Page 37: Laporan Fistek My

BAB III

ALAT, BAHAN DAN METODA

III.1 MELIHAT KECEPATAN LAJU RESPIRASI

ALAT

Toples besar dan kecil

Selang

Termometer

BAHAN

Selada

Toge

Buncis

Pisang

Jeruk

Air kapur

METODA

Sediakan 2 toples kecil dan besar yang 1 berisi air kapur dan yang 1 berisi sayur

Amati perubahan air kapur setiap 2 hari sekali selama 1 minggu

Amati wadah sayur terhadap :Adanya molekul air

SuhuPerubahan fisik seperti kesegaran dan warna

Buat kesimpulan dari apa yang terjadi

Page 38: Laporan Fistek My

III.2 MELIHAT KECEPATAN LAJU REAKSI

ALAT

Panci

Timbangan analitik

Alat pengukur kekerasan

pisau

BAHAN

Pisang kepok, ambon

Mangga

Kuni

Alpukat

METODA

III.3 PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA SETELAH KLIMATERIK

ALAT

Refraktometer

Timbangan

Erlenmeyer

Pipet

Labu ukur

BAHAN

amati keadaan buah sebelum pemeraman yg meliputi : tekstur, warna, difusi air dan keadaan buah apakah terapung, melayang dan tenggelam dalam air

amati keadaan buah setelah diperam 2 hari, pengamatannya sama dengan diatas

amati keadaan buah setelah di peram 2hari dan simpan 2 hari di ruangan

bandingkan dan buat kesimpulan

Page 39: Laporan Fistek My

Mangga harum manis

Kuni

Pisang kepok, ambon

METODA

III.4 PERANAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH KLIMATERIK

ALAT

Wadah pemeraman

BAHAN

Karbit

Pisang kepok

Pisang ambon

Pisang rajo sarai

Apel

lakukan pengamatan terhadap warna,berat, tekstur dan kadar gula

pengamatan dilakukan 2 hari sekali selama buah busuk

cara penentuan kadar gula :1. timbang 5 gr bahan n masukkan ke labu ukur 250 ml

2. encerkan dg aquades sampai tanda batas n saring ke erlenmeyer3. pipet k dlm erlenmeyer 5 ml dan tambahkan 25ml reagen luff dan 20ml aquades

4. panaskan selama 10 menit pd air mendidih5. dinginkan pd air mengalir dan tambahkan 20ml KI dan 25ml H2SO4

tambahkan 3 tetes kanji 1 %

titrasi dg larutan tio 0,1 N sampai berwarna putih susu

hitung volume tio yg terpakai dan hitung kadar gula

Page 40: Laporan Fistek My

METODA

III.5 PENGARUH SUHU TERHADAP UMUR SIMPAN IKAN

ALAT

Wadah penyimpanan

Lemari es

BAHAN

Ikan segar : nila, lele, tawas

Ikan laut : Udang, tongkol, cumi-cumi

METODA

buah diperam dg karbit

amati perubahan warna dan tekstur setiap 2 hari sekali

hitung kadar pati

ikan disimpan pada suhu ruang, pendingin dan

lemari es

pengamatan dilakukan setiap hari selama 4 hari

amati bau,aroma dan penampakan

amati ikan di dalam air apakah terapung,

melayang dan tenggelam

Page 41: Laporan Fistek My

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kelomp

ok

Yang

diamati

Hari ke-2 Hari he-4 Hari ke-6

Toples 1 Toples 2 Toples

1

Toples 2 Toples 1 Toples

2

1

Uap air Ada Ada Ada Ada molekul - -

Suhu 28º C 28º C 28º C 28º C - -

Kesegar

an

segar Kapur

bercamp

ur

layu Kapur

mengendap

- -

Warna Warna

kekuning

an

Jernih Kuning

berjamu

r

Jernih - -

2

Suhu 26º C 26º C 25º C 25º C 25º C 25º C

Uap air Ada Ada Ada Ada ada ada

Kesegar

an

segar Kapur

bercamp

ur

Layu Kapur

mengendap

layu Mengen

dap

Warna Hijau Putih kuning Jernih kuning jernih

3

Suhu 26º C 26º C 26,5º C 26,5º C - -

Uap air Ada - Ada - ada -

Kesegar

an

segar Bercamp

ur

Layu Mengendap Layu Mengen

dap

Warna Hijau Putih mengun

ing

Jernih kuning jernih

4

Suhu 26º C 26º C 26º C 26º C - -

Uap air Ada Tdk ada Ada Ada Ada Ada

Kesegar segar - layu Kapur Busuk, Mengen

Page 42: Laporan Fistek My

an mengendap berjamur dap

Warna Hijau Putih kuning Jernih kuning Jernih

5

Suhu 25º C 25º C 25º C 25º C - -

Uap air Ada Ada ada Ada Ada Ada

Kesegar

an

segar Kapur

bercamp

ur

layu Mengendap busuk Mengen

dap

Warna Hijau Putih kuning Jernih Hitam Jernih

6

Suhu 26º C 26º C 26º C 26º C 26º C 26º C

Uap air Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak

Kesegar

an

Sayur

mulai

layu

layu Busuk

Warna Hijau

bercak

kuning

Putih Batangn

ya hijau

tapi

daunnya

kuning

Putih, tapi air

kapur udah

mulai

mengental dan

ada endapan

Kuning Putih,

air

kapur

membe

ku

7

Suhu 26º C 26º C 26º C 26º C 26º C 26º C

Uap air Ada,

sedikit

- Ada,

banyak

- Ada,

banyak

-

Kesegaran Segar - Agak layu Layu

Warna Hijau Putih Hijau

kekuning-

kuningan

Putih Kuning Putih

Page 43: Laporan Fistek My

PEMBAHASAN

Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan organic (karbohidrat, protein,

lemak) menjadi senyawa sederhana, yang prosesnya meggunakan oksigen dan menghasilkan

energi.

Dalam respirasi ini terjadi beberapa fase, yaitu :

Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana

Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat

Perubahan aerobic dari piruvat dan asam-asam organic lain menjadi karbondioksida,

air, dan energy.

Laju dari proses respirasi dalam produk holtikultura akan menentukan daya tahan dari

produk tersebut, baik buah-buahan ataupun sayuran. Laju respirasi dijadikan sebagai penanda

atau cirri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal ini

berhubungan dengan daya simpan produk holtikultura setelah panen.

Perubahan yang terjadi selama proses respirasi pada sayur dan buah :

Mempercepat senesen (stadia akhir perkembangan tanaman), karena cadangan

makanan telah habis diubah menjadi energi

Kehilangan nilai gizi makanan

Berkurangnya kualitas rasa

Kehilangan berat kering

Dalam proses respirasi juga akan dilepaskan energy dalam bentuk panas, yang

jumlahnya tergantung dari macam komoditi dan akan bertambah besar jika suhu

penyimpanan makin tinggi sampai sekitar 40C.

Pada umumnya umur simpan dari berbagai komoditi berbanding terbalik dengan

adanya laju respirasi. Bahan yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi

yang tinggi. Contohnya : selada, bayam, kapri, jagung manis. Sedangkan yang memiliki laju

respirasi rendah : bawang, kentang, dan jenis umbi-umbian.

Page 44: Laporan Fistek My

Dari data yang didapatkan oleh tiap kelompok dengan perlakuan yang sama dengan bahan

yang berbeda maka pola respirasinya berbeda pula.

Hal ini terlihat dari :

ada atau tidaknya molekul air pada saat diamati.

Lamanya waktu yang digunakan untuk sencenence

Konsentrasi kapur yang digunakan

Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat dilihat adanya molekul air yang terdapat

pada toples yang berisi sayur atau buah dan pada toples yang berisi air kapur. Adanya

molekul air ini menunjukkan bahwa telah terjadinya proses respirasi. Proses respirasi ini

dipengaruhi oleh suhu.

IV.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kelompok 1

Tekstur atau kekerasannya keras

Warna merah pekat, sedikit lunak

Kelompok 2

Tekstur atau kekerasannya keras

Kelompok 3

Hari k-0

• tekstur keras,

• warnanya hijau

• aroma tidak ada

hari k-1

• keras

• agak kuning

hari k-2

• tekstur lunak

• warna kuning

Page 45: Laporan Fistek My

• aroma harum

kelompok 4

hari ke -1 tekstur keras dan warna hijau

hari ke-2 tidak melakukan pengamatan

hari ke 4 tekstur lunak dan warna agak menguning

kelompok 5

hari ke 1

tekstur keras

warna hijau

difusi air 10 gr

hari ke 2

tekstur agak lunak

warna masih hijau

hari ke 4

tekstur lunak

warna menguning

kelompok 6

hari ke- 1

tekstur keras dan permukaannya licin

warna hijau

berat utuh 185 gr

berat setelah direndam 195 gr

difusi air 10 gr

hari ke- 2

teksur agak lunak

warna hijau bercak kuning

hari ke- 4

tektur ada yang keras, sebagian ada yang lunak

warna hijau bercak kuning

Page 46: Laporan Fistek My

kelompok 7

teksturnya licin dan keras

warna merah hati

difudi air 0,7 gr

PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan, didapat beberapa macam perubahan fisik yang terjadi sebelum dan setelah pemeraman, yaitu :

Warna buah

Sebelum dilakukan pemeraman, warna kulit buah umumnya berwarna hijau. Namun

setelah dilakukan proses pemeraman selama 3 hari dengan menggunakan karbit,dan

didiamkan selam 2 hari di ruangan, timbullah warna kuning pada kulit buah.

Perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning ini menunjukkan bahwa

adanya perubahan yang terjadi selama pematangan/pemasakan pada buah-buahan

berdaging.

Perubahan warna adalah salah satu bentuk perubahan komposisi pada buah, warna ini disebabkan karena kandungan klorofil selama pematangan buah menurun secara perlahan, yang disebut juga degradasi klorofil. Degradasi klorofil terjadi karena adanya aktifitas maximum enzim klorofilase, yang diiringi dengan pembentukan pigmen karotenoid. Pigmen inilah yang menyebabkan timbulnya warna kuning pada buah.

Kekerasan (tekstur)

Buah-buahan yang masih muda memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan buah-buahan yang sudah matang. Buah yang sudah matang, teksturnya menjadi lunak. Pelunakan adalah perubahan komposisi senyawa pectin. Pelunakan buah terjadi karena :

a. Pemecahan protopektin yang tidak larut menjadi pectin yang larut

b. Adanya hidrolisis pati atau lemak

c. Sintesis lignin dalam beberapa buah atau sayuran

Berat buah

Percobaan ini membuktikan bahwa terjadinya pengurangan berat buah selama proses pematangan. Pengurangan berat fisik ini terjadi karena adanya peristiwa respirasi selama proses pematangan, yang mengeluarkan energy, karbondioksida, dan air. Proses respirasi yang terjadi secara terus menerus, akan menyebabkan kadar air yang terkandung dalam buah menjadi berkurang dan buah menjadi lebih ringan.

Page 47: Laporan Fistek My

Aroma buah

Buah-buahan yang sudah matang, akan mengeluarkan aroma yang lebih harum dibandingkan dengan buah-buahan yang masih muda.

Keadaan buah dalam air

Buah yang masih muda maupun buah yang sudah matang akan terapung jika dimasukkan ke dalam air. Hal ini disebabkan karena kadar air dalam buah rendah.Defusi air yang didapatkan pada buah apel yaitu 10 gr.

Perubahan-perubahan lain yang terjadi

Pematangan biji

Perubahan dalam laju produksi etilen

Perubahan laju respirasi

Pertumbuhan lilin pada kulit

Perubahan flavor, seperti timbulnya rasa manis.

IV.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

KELOMPOK PENGAMATAN KETERANGAN

Kelompok I Warna buah

Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Pengenceran

Warna stlh di tetes thio

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

Hijau

21,5 ml

23,8 ml

50

Putih susu

Licin

5 gr

Lunak

Kelompok II Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

-

-

Putih susu

Licin

5 gr

Lunak

Kelompok III Volume thio (ml) 22,2 ml

Page 48: Laporan Fistek My

Blanko (ml)

Pengenceran

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

23,8 ml

50

-

-

5 gr

Keras

Kelompok IV Volume thio (ml)

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

19,5 ml

Kuning

Licin

5 gr

Lunak

Kelompok V Volume thio (ml)

Pengenceran

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

19,5 ml

50

-

licin

5 gr

Keras

Kelompok VI Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

Kadar gula

21,5 ml

23,8 ml

Hijau bercak kuning

Licin, bulat panjang,

5 gr

Lunak

..........

Kelompok VII Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Refraktometer

Warna

Penampakan luar

Berat sampel

Tekstur

-

-

-

Hijau

Licin

5 gr

Lunak

Perhitungan kelompok kami ( kelompok 6 ):

Page 49: Laporan Fistek My

ml thio = 21,5 ml

ml blanko = 23,8 ml

normalitas thio = 0,1

pengenceran 50

D = (ml blanko – ml tio) x N tio

0,1

= (23,8 – 21,5) x 0,1

0,1

= 2,3

Kadar gula = D x pengenceran x 100%

1000 x berat sampel

= 2,3 x 50 x 100%

1000 x 5

= 2,3 %

Page 50: Laporan Fistek My

PEMBAHASAN

Proses senescene adalah proses pelayuan yang terjadi pada bahan hasil pertanian

setelah mencapai kondisi matang fisiologis. Senescene juga bisa diartikan sebagai stadia

akhir dalam perkembangan organ tanaman yang pada pokoknya merupakan suatu tahap

normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran dan buah-buahan.

Proses perubahan warna produk pertanian merupakan proses yang berlangsung

menuju ke arah masaknya produk tersebut. Pada proses ini terjadi perombakan klorofil, yang

menyebabkan munculnya beberapa warna yang menadakan masaknya buah,antara lain :

merah tua, merah jambu, dan kuning.

Perubahan yang terjadi pada buah secara umum adalah perubahan struktunya.

Perubahan tekstur pada buah dipengaruhi dari senyawa pectin yang terdapat dalam buah.

Buah yang masih muda mempunyai kandungan pectin yang tinggi. Pectin ini merupakan

bagian dari senyawa karbohidrat yang akan dirombak menjadi senyawa lain, hingga

menyebabkan tekstur buah dari keras menjadi lunak.

Dalam proses senescene, perubahan yang terjadi tidak hanya perubahan fisik. Tetapi

terjadi juga perubahan kimia. Perubahan kimia yang sering terjadi adalah perubahan kadar

gula. Kadar gula yang tinggi diperoleh pada saat buah matang optimal, yang terjadi

perombakan karbohidrat menjadi sukrosa, dan gula-gula reduksi (gulkosa dan fruktosa)

secara maksimal. Perombakan karbohidrat ini juga dipengaruhi oleh factor eksternal seperti ;

waktu, temperature, dan tingkat psikologis buah selain aktivitas enzim.

Pada pematangan buah-buahan, perubahan-perubahan fisik dan kimia yang terjadi

meliputi :

Turgor sel yang berperan pada pelunakan atau pengempukan buah dengan

menurunnya protopektorin dan meningkatnya pectin.

Karbohidrat, yang tingkat perubahannya dibedakan menjadi buah-buahan dengan

kadar pati tinggi dan rendah.

Gula-gula sederhana yang meliputi glukosa, fruktosa, dan sukrosa.

Protein, yang pada pematangan berkaitan dengan proses respirasi yang mana

pencegahan sintesis protein dapat menghambat proses klimaterik

Pigmen, terutama pigmen klorofil, antosianin, dan karotenoid

Page 51: Laporan Fistek My

IV.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

KELOMPOK/BAHAN PENGAMATAN KETERANGAN

Kelompok I Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Tekstur

4,4

9,4

3,86 %

Hijau kekuningan

Kuning

Keras – agak lunak

Kelompok II Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Tekstur

-

-

-

Hijau

Kuning kehitaman

Keras,bergetah – sangat lunak

Kelompok III/Pisang ambon Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Tekstur

20,3

23,8

6,69 %

Kuning

Kuning sebahagian hiaju

Kuning kecoklatan

Lunak – lunak dan hamper

membusuk

Kelompok IV Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

8,1

9,4

0,9 %

-

Hijau kekuningan, ada bercak

coklat

Kuning,ada yang busuk

Kuning kecoklatan (bagian

Page 52: Laporan Fistek My

Hari ke-6

Tekstur

atas), kuning basus (bawah)

Agak lunak – lunak - lunak

sekali

Kelompok V Volume thio (ml)

Blanko(ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Tekstur

9,4

8,7

6,08 %

Hijau

Warna hijau pekat,ada bintik

kuning

Hijau kekuningan

Keras – lunak

Kelompok VI/ mangga Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Tekstur

18,7

19,4

7,34 %

Hijau pekat, berbintik kuning

Hijau kekuningan

Keras – lunak

Kelompok VII Volume thio (ml)

Blanko (ml)

Kadar pati

Warna

Hari ke-1

Hari ke-3

Hari ke-6

Tekstur

20,3

23,8

6,52 %

Hijau

Hijau dan sedikit kuning

Kuning kehijauan

Keras – lunak – sangat lunak

Page 53: Laporan Fistek My

Perhitungan kelompok 6 :

Volume tio 18,7 ml

Blanko 19,4 ml

Normalitas 0,1

Pengenceran 25

Berat sampel 4,25 gr = 4250 mg

D = ( ml blanko – ml tio ) x N tio

0,1

= (19,4 – 18,7 ) x 0,1

0,1

= 0,7

y = 18,7 x 0,7 x 2,6

= 34,034

Kadar pati = y x pengenceran x 0,95 x 100%

Berat sampel

= 34,034 x 25 x 0,95 x 100%

= 80830,75

4250

= 19,019 %

Page 54: Laporan Fistek My

PEMBAHASAN

Etilen adalah senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh, pada suhu ruang bebrbentuk

gas, dihasilkan oleh jaringan hidup dan menyebabkan perubahan penting pada pertumbuhan

dan pematangan produk pertanian.

Dalam praktikum ini, kami menggunakan dua jenis etilen. Yaitu dengan

menguunakan kulit buah yang masak dan menggunakan karbit. Berdasarkan penggunaan

kedua etilen ini, etilen pada kulit buah yang masak lebih cepat menyebabkan perubahan

warna pada buah, daripada etilen yang ada pada karbit.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi aktivitas etilen, yaitu :

• Suhu

Pada suhu yang tinggi dari 35C buah tidak akan memproduksi etilen.

• Pembentukan etilen dapat dirangsang dengan adanya kerusakan mekanis dan infeksi.

• Penggunaan sinar radio aktif.

Etilen juga dapat menginaktifkan preparat penghambat yang secara parsial telah

dimurnikan dengan enzim katalase dan peroksidase.

Pengguanaan etilen ini tidak hanya menguntungkan saja. Etilen juga berdampak

kurang baik, seperti ; etilen dapat meningkatkan laju senescene dan mengurangi masa

simpan.

Page 55: Laporan Fistek My

IV.5 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Pada Suhu Ruang

Page 56: Laporan Fistek My

Pengamatan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4

Kelompok I

Mata

Tekstur

Kulit

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Cerah

Kaku

Licin

amis

merah

tenggelam

Tidak melakukan

pengamatan

Pucat

Agak lunak

Pucat, berlendir

Busuk

Putih

Terpung

Tidak melakukan

pengamatan lagi

Kelompok II

Mata

Tekstur

Insang

Aroma

Warna sisik

Keadaan

dalam air

Cerah

Elastis

Merah pekat

Khas ikan

Kuning cerah

Tenggelam

Buram

-

-

Bau busuk

Kuning pucat

Terapung

-

Sangat lunak

-

Sangat busuk

Sangat pucat

Terapung

Tidak melakukan

pengamatan lagi

Kelompok III

Tekstur

Aroma

Keadaan

dalam air

T idak

melakukan

pengamatan

Keras

Amis menyengat

Terapung

Semakin keras

Sedikit berbau

Terapung

Tidak melakukan

pengamatan

Kelompok IV

Mata

Tekstur

Kulit

Tubuh

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Menyalang

Lunak

Licin

Kaku/Diam

Masih segar

Bagus

Tenggelam

Menyalang

Lunak

Sedikit berlendir

Kaku/Diam

Agak bau

Bagus

Tenggelam

Tidak melayang

Lunak

Banyak lendir

Agak rusak

Bau

Tidak bagus

Terapung

Tidak melakukan

pengamatan lagi

Kelompok V

Tekstur

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Halus/

lunak,licin

Amis

Bagus / segar

Tenggelam

Sedikit kasar

Masih amis

Bagus / segar

Tenggelam

Mulai kasar

Sedikit amis

Tidak bagus

Tenggelam

Tidak melakukan

pengamatan lagi

Kelompok VI / ikan tongkol

Mata

Tekstur

Aroma

Bening

-

Amis, bau khas

Buram

Lembek

Agak bau

Buram

Keras,kaku

Bau busuk tajam

Tidak melakukan

pengamatan lagi

Page 57: Laporan Fistek My

Pada Lemari Es Bagian Bawah

Pengamatan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4

Kelompok I

Tekstur

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Keras

Amis

Merah

tenggelam

Keras

Amis

Merah keputihan

tenggelam

Lunak

Amis

Pucat

Melayang

Lunak

amis, busuk

pucat

melayang

Kelompok II

Tekstur

Kulit

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Keras

Berlendir

Amis

Merah

tenggelam

Keras

Berlendir

Amis

Merah keputihan

tenggelam

Lunak

Berlendir

Amis

Pucat

Melayang

Lunak

berlendir

amis, busuk

pucat

melayang

Kelompok III

Tekstur

Kulit

Aroma

Keadaan

dalam air

Keras

Berlendir

Amis

tenggelam

Keras

Berlendir

Amis

tenggelam

Lunak

Berlendir

Amis

Melayang

Lunak

berlendir

amis, busuk

melayang

Kelompok IV

Tekstur

Kulit

Aroma

Keadaan

dalam air

Keras

Berlendir

Amis

tenggelam

Keras

Berlendir

Amis

tenggelam

Lunak

Berlendir

Amis

Melayang

Lunak

berlendir

amis, busuk

melayang

Kelompok V

Aroma

Tekstur

Keadaan

dalam air

Amis

Kaku

tenggelam

Tidak amis

Segar dan kaku

tenggelam

Tidak amis

Segar

Tenggelam

Tidak busuk

Pucat

tenggelam

Kelompok VI/ ikan Tongkol

Page 58: Laporan Fistek My

Mata

Insang

Tekstur

Aroma

Penampilan

Keadaan

dalam air

Bening

Merah segar

Agak lunak

Amis, khas ikan

Segar, cerah

Tenggelam

Sedikit merah

Merah pucat

Agak lunak

Amis

Agak kusam

Tenggelam

Merah

Merah pucat

Lunak

Amis

Bertambah kusam

Tenggelam

Merah

Merah pucat

Lunak

Amis

kusam

Tenggelam

Kelompok VII

Aroma

Warna

Keadaan

dalam air

Bening

Merah segar

Agak lunak

Amis, khas ikan

Segar, cerah

Tenggelam

Sedikit merah

Merah pucat

Agak lunak

Amis

Agak kusam

Tenggelam

Merah

Merah pucat

Lunak

Amis

Bertambah kusam

Tenggelam

Merah

Merah pucat

Lunak

Amis

kusam

Tengglam

Pada Lemari Es Bagian Freezer

Pengamatan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4

Kelompok I

Mata

Insang

Tekstur

Aroma

Penampilan

Keadaan dalam

air

Bening

Merah segar

Agak keras

Amis, khas ikan

Segar, cerah

Tenggelam

Sedikit merah

Merah

Keras

Amis, khas ikan

Segar, cerah

Tenggelam

Sedikit merah

Merah

Keras

Tidak berbau

Segar, cerah

Tenggelam

Merah

kecoklatan

Tambah keras

Tidak berbau

Segar, cerah

Tenggelam

Kelompok II

Mata

Tekstur

Kulit

Aroma

Bening

Merah segar

Agak keras

Amis, khas ikan

Sedikit merah

Merah

Keras

Amis, khas ikan

Sedikit merah

Merah

Keras

Tidak berbau

Merah

kecoklatan

Tambah keras

Tidak berbau

Page 59: Laporan Fistek My

Keadaan dalam

air

Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam

Kelompok III

Tekstur

Kulit

Aroma

Keadaan dalam

air

Keras

Berlendir sedikit

Amis

tenggelam

Keras

-

Amis

-

Lunak n pucat

Berlendir

Amis

Tenggelam

Lunak

Busuk

Busuk

Terapung

Kelompok IV

Tekstur

Kulit

Aroma

Keadaan dalam

air

Keras

-

Amis

Tenggelam

Keras

-

Amis

Tenggelam

Keras

-

Amis

tenggelam

Keras

-

Amis

Tenggelam

Kelompok V

Aroma

Tekstur

Tidak amis

Keras

-

-

--

Amis

Pucat

tenggelam

Kelompok VI / ikan Tongkol

Mata

Insang

Tekstur

Aroma

Penampilan

Keadaan dalam

air

Bening

Merah segar

Agak keras

Amis, khas ikan

Segar, cerah

Tenggelam

Tidak melakukan

pengamatan

karena hari

tersebut hari

minggu dan labor

tidak terbuka

Tidak melakukan

pengamatan

karena hari

tersebut hari

minggu dan labor

tidak terbuka

-

Merah

kecoklatan

Tambah keras

Tidak berbau

Segar, cerah

Tenggelam

Kelompok VII

Aroma

Kesegaran

Keadaan dalam

air

Khas ikan

Segar

tenggelam

Khas ikan

Segar

Tenggelam

Amis

Segar pucat

Tenggelam

Amis

Segar n pucat

Tenggelam

Page 60: Laporan Fistek My

PEMBAHASAN

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, terutama pada

suhu ruang. Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen-komponen gizi ikan

menjadi senyawa-senyawa yang menimbulkan bau busuk pada ikan. Hal ini dapat dibuktikan

pada pengamatan kali ini. Ikan yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat mengalami

perubahan daripada ikan yang disimpan pada lemari es. Peubahan yang terjadi seperti

perubahan aroma yang makin busuk, perubahan warna dan keadaan daging yang makin

rusak.

Salah satu penyebab kerusakan pada daging ikan ini adalah tingginya pH akhir

daging ikan, biasanya pH 6,6 sampai 6,6 karena rendahnya cadangna glikogen dalam

daging ikan.

Untuk menganisipasi kerusakan pada daging ikan ini, dilakukan penerapan

penyimpanan ikan pada suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan

pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah juga berguna untuk

menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa

atau karena pertumbuhan mikroba.

Pendinginan dan pembekuan ini mampu menghambat aktivitas enzim dan mikroba.

Setiap penurunan 8C menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme berkurang menjadi

kira-kira 1/2nya. Oleh karena itu, makin rendah suhu penyimpanan ikan, makin lama

juga kesegaran daging ikan dapat dipertahankan.

Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan

dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan

pembekuan.

Dari hasil pengamatan yang kami peroleh tersebut sesuai dengan literatur tentang

perbedaan ikan yang disimpan di ruangan terbuka, lemari pendingin dan freezer. Dan dari

hasil pengamatan kami kami bisa membedakan ikan segar dan ikan busuk yaitu :

Ikan segar.

Kelihatan warna cerah.

Sirip melekat kuat.

Mata jernih tidak terbenam dan berkerut.

Page 61: Laporan Fistek My

Daging keras, lentur dan bila ditekan dengan jari tidak berbekas.

Bau segar, pada kulit luar dan insang.

Sedikit lendir pada kulit.

Tubuh kaku.

Tenggelam dalam air

Ikan busuk

Warna pucat

Sirip tidak melekat kuat

Mata buram dan terbenam

Daging lunak

Bau amis dan busuk

Banyak lendir pada kulit dan ingsang

Terapung dalam air

Page 62: Laporan Fistek My

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan organic (karbohidrat, protein,

lemak) menjadi senyawa sederhana, yang prosesnya meggunakan oksigen dan

menghasilkan energi.

2. Faktor yang mempengaruhi respirasi adalah : S u h u

Etilen

Ketersediaan Oksigen

Karbon Dioksida

Senyawa Pengatur Pertumbuhan

Luka Pada Buah

3. Klimaterik adalah suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga buah

menjadi matang dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, yang diawali

dengan proses pembuatan etilen.

4. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi setelah klimaterik adalah :

a. Perubahan warna buah

b. Perubahan tekstur (kekerasan)

c. Perubahan berat buah

d. Keadaan buah dalam air

e. Perubahan aroma buah

5. Etilen adalah senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh, pada suhu ruang bebrbentuk

gas, dihasilkan oleh jaringan hidup dan menyebabkan perubahan penting pada

pertumbuhan dan pematangan produk pertanian.

6. Peranan etilen pada pematangan buah klimaterik adalah :

• Mempercepat terjadinya klimaterik.

Meningkatkan kualitas buah dan sayuran melalui percepatan dan penyeragaman

ripening (pemasakan) sebelum dipasarkan.

Etilen menyebabkan terjadinya klimakterik pada buah non klimakterik

Page 63: Laporan Fistek My

Pada system cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengkerutan,

menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat menguningnya daun dan

menyebabkan kelayuan.

7. Beberapa factor yang menyebabkan kerusakan pada daging ikan adalah :

Tingginya pH akhir daging ikan

Rendahnya cadangan gilkogen

Pertumbuhan mikroba

Degradasi enzimatis dari trimetilaminoksida (TMAO) menjadi dimetilamin

(DMA) dan formaldehida

Pendinginan yang tidak sempurna

8. Pengaruh berbagai alternative penyimpanan pada komoditi ikan antara lain :

Memperpanjang masa simpan ikan

Kesegaran ikan lebih tahan lama

Mematikan mikroba yang tumbuh pada daging ikan

Menurunkan aktivitas enzim yang menimbulkan kerusakan

SARAN

Dalam praktikum praktikan hendaknya mematuhi peraturan yang telah disepakati

bersama

Setiap praktikum praktikan hendaknya membawa bahan yang akan di praktikumkan

agar tidak terjadi gangguan dalam praktikum

Praktikan menyadari bahwa penulisan laporan akhir praktikum ini jauh dari

sempurna. Untuk itu, praktikan mohon kesediaan dari pembaca untuk memberikan

kritik serta sarannya demi memperbaiki ketidaksempurnaan penulisan laporan ini.

Atas kesediaan yang pembaca berikan, praktikan ucapkan terima kasih

Tolong hargai “ asisten “

Page 64: Laporan Fistek My

DAFTAR PUSTAKA

Anderson J. W & J. Beardall, 1991. Molecular Activities of Plant Cell An Introduction to

Plant Biochemistry, Oxford, Blackwell Scientific Publication : 384.

Bennet A. B., G. M. Smith and B.G. Nichols, 1987. Regulation of Climacteric Respiration

in Ripening Avocado, Plant Physiology 83 (IDR 983550.33) : 973-976.

Biale J. B and R. E. Young, 1981. Regulation and Ripening in Fruitretrospect and

Prospect, in J.Friend, M. J. C Rhodes, eds., Recent Advances in the Biochemistry of

Fruits and Vegetables, Academic Press New York : 199.

Krishnamoorthy H. N., 1981. Plant Growth Substances, Tata Mc Grow Hill Publishing

Company Timited, New Delhi : 214.

Lodth, S. B. and Er. B. Pastastico, 1975. Physicochemical Changes During Growth of

Storage Organs, in Er. B. Pastastico (ed). Post Harvest Physiology Handling and

Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing

Company Inc, Connecticut : 41-55.

Matto A. K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata, C . T. Phon, 1975.

Chemical Changes During Ripening and senescence, in Er. B. Pantastico (ed) Post

Harvest Physiology Handling and utilization of Tropical and Subtropical Fruits and

Vegetables.The Avi Publishing Company inc, Connecticut : 103-127.

Palmer J. K., 1971. the Banana in AC. Hulme (ed), the Biochemistry of Fruit and Their

Product,Volume 2 Academic Press New York : 65-105.

Quazi M. H. and H. T. Freebairn, 1970. The Influence of Ethylene, Oxygen and Carbon

Dioxide on the Ripening of Banana. Bot. Gaz. 131:5-14.

Solomos T. and G. G. Laties, 1976. Effect of Cyanide abd Ethylene on the Respiration of

Cyanide Sensitive and Cyanide Resistant Plant Tissue, Plant Physiology 58:47-50.

Sudarmadji S., B. Haryono, Suhardi, 1984. Prosedure Analisa untuk Bahan makanan dan

Pertanian, Libery Yogyakarta.