bab 2 landasan teori - library & knowledge...

65
BAB 2 LA NDASAN TEORI 2.1 Konsep Internet, Intranet, dan Ekstranet 2.1.1 Pengertian Internet Menurut Turban (2010, p49) internet adalah kumpulan dari orang orang yang menggunakan komputer secara berdiri sendiri namun terhubung antara satu sama lain melalui sebu ah lin gkun gan jaringan glob al. Menurut O’Brien (2005, p261) internet adalah jaringan komputer yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan, serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta pemakainya di lebih dari 200 negara. Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa internet adalah jaringan global yang terdiri atas komputer dan user -ny a y ang saling terhubung satu sama lain. 2.1.2 Pengertian Intranet Menurut Turban (2010, p49) intranet adalah jaringan perusahaan ataupun pemerintah yang menggunakan tools dalam internet, seperti web browser dan internet protoco l. Jaringan intranet ini akan digunakan perusahaan sebagai media komunikasi dan kolaborasi. Menurut O’Brien (2005, p265) intranet adalah jaringan seperti internet di dalam organisasi. Software penjelajah web memberikan akses mudah ke situs web internal yang dibuat oleh berbagai unit bisnis, tim, dan individu, serta sumber day a jarin gan dan ap likasi lainny a.

Upload: hoangliem

Post on 13-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

 

 

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Internet, Intranet, dan Ekstranet

2.1.1 Pengertian Internet

Menurut Turban (2010, p49) internet adalah kumpulan dari orang

orang yang menggunakan komputer secara berd iri sendiri namun terhubung

antara satu sama lain melalui sebuah lingkungan jar ingan global.

Menurut O’Brien (2005, p261) internet adalah jaringan komputer

yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan,

serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta

pemakainya di lebih dari 200 negara.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

internet adalah jar ingan global yang terdiri atas komputer dan user-nya yang

saling terhubung satu sama lain.

2.1.2 Pengertian Intranet

Menurut Turban (2010, p49) intranet adalah jaringan perusahaan

ataupun pemerintah yang menggunakan tools dalam internet, seperti web

browser dan internet protoco l. Jaringan intranet ini akan digunakan

perusahaan sebagai media komunikasi dan kolaborasi.

Menurut O’Brien (2005, p265) intranet adalah jaringan seperti

internet di dalam organisasi. So ftware penjelajah web memberikan akses

mudah ke situs web internal yang d ibuat oleh berbagai un it bisnis, tim, dan

individu, serta sumber daya jaringan dan ap likasi lainnya.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

9  

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

intranet adalah jaringan internal yang menggunakan tools dalam internet yang

diakses melalu i w eb browser dan dibuat serta digunakan oleh berbagai unit

bisnis ataupun individu dalam perusahaan.

2.1.3 Pengertian Ekstranet

Menurut Turban (2010, p49) ekstranet adalah jaringan yang

menggunakan internet untuk menghubungkan beberapa intranet secara aman.

Menurut O’Brien (2005, p268) ekstranet adalah jar ingan yang

menghubungkan sumber daya tertentu dari suatu perusahaan dengan

pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis lainnya, dengan menggunakan internet

atau jaringan p ribadi untuk menghubungkan intranet organisasi.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

ekstranet adalah jar ingan yang menghubungkan beberapa intranet melalui

internet.

2.2 Konsep e-Commerce dan e-Business

2.2.1 Pengertian e-Commerce

Menurut Simchi-Levi (2004, p57) e-commerce adalah kemampuan

untuk melakukan transaksi jual beli secara elektronik.

Menurut Turban (2010, p46) e-commerce adalah p roses membeli,

menjual, memindahkan, atau menukar produk, jasa, dan informasi melalui

jaringan komputer, yang biasanya berupa intranet ataupun internet.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-

commerce adalah kegiatan jual beli yang dilakukan secara digital melalui

jaringan komputer.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

10 

E-commerce dapat didefinisikan dari beberapa prespektif. Prespektif

tersebut antara lain :

• Proses bisnis

Dari perspektif p roses bisnis, e-commerce adalah melakukan bisnis secara

elektronik dengan mengimplementasikan p roses bisnis ke dalam jaringan

elektronik, yang menggantikan p roses pertukaran informasi secara

manual pada p roses bisnis menjadi secara elektronik.

• Jasa

Dari perspektif jasa, e-commerce adalah alat yang d igunakan o leh

pemerintah, perusahaan, pelanggan, dan manajemen untuk mengurangi

biaya namun tetap meningkatkan kualitas pelayanan pelanggan mereka

dan meningkatkan kecepatan penyampaian pelayanan.

• Pembelajaran

Dari perspektif pembelajaran, e-commerce memungkinkan kegiatan

pelatihan dan pendidikan online dilakukan di sekolah, un iversitas, dan

organisasi lain, termasuk dunia b isnis.

• Kolaborasi

Dari perspektif kolaborasi, e-commerce adalah rangka kerja untuk

kolaborasi dalam dan antara organ isasi.

• Komunitas

Dari perspektif komunitas, e-commerce menyediakan tempat untuk

berkumpul bagi anggota komunitas untuk belajar, bertransaksi, dan

berkolaborasi. Tipe komunitas yang paling populer saat ini adalah

jaringan sosial.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

11 

2.2.2 Pengertian e-Business

Menurut Simchi-Lev i (2004, p57) e-business adalah kumpulan dari

proses bisnis dan model bisnis yang dilakukan dengan menggunakan

teknologi internet dan berfokus pada peningkatan performa perusahaan.

Menurut Turban (2010, p47) e-business adalah definisi yang lebih

luas dari e-commerce yang melibatkan tidak hanya kegiatan jual beli barang

dan jasa, tetap i juga pelayanan pelanggan, berkerjasama dengan rekan bisnis

dan melakukan transaksi elektronik dalam organisasi.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-

business adalah definisi lebih luas dari e-commerce, yang meliputi kegitan

pelayanan pelanggan, ker ja sama dengan perusahaan rekanan, dan transaksi

elektronik lainnya melalui jaringan komputer.

E-business dapat memilik i beberapa bentuk, bergantung pada tingkat

digitalisasi (perubahan dar i manual ke digital) dari: (1) produk atau jasa, (2)

proses bisnis, dan (3) metode penyampaian. Bila ketiga dimensi tersebut

masih dilakukan secara manual, berarti kegiatan bisnis masih dilakukan

secara tradisional. Bila sebagian dar i ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan

secara digital, berarti kegiatan b isnisnya merupakan partial e-business. Bila

ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan secara elektronik, berarti bisnisnya

sudah dapat dikategorikan sebagai pure e-business.

E-business berdasarkan transaksi dan hubungan antar p ihak yang

terlibat dapat dikelompokkan menjadi:

• Business to business (B2B)

Model e-business dimana semua peserta yang berpartisipasi di dalamnya

terdiri dari organisasi ataupun unit bisnis.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

12 

• Business to customer (B2C)

Model e-business dimana perusahaan menjual kepada individu.

• Electronic tailing

Bisnis retail secara online, biasanya berupa B2C.

• Business to business to customer (B2B2C)

Model e-business dimana perusahaan menyediakan barang atau jasa

kepada perusahaan lain yang menyediakan p roduk dan jasa tersebut

kepada individu.

• Customer to business (C2B)

Model e-business dimana individu menggunakan internet untuk menjual

produk atau jasa mereka kepada perusahaan.

• Intrabusiness electronic commerce

Kategori e-business yang melibatkan semua kegiatan internal perusahaan,

termasuk pertukaran barang, jasa, dan informasi antara unit dalam

organisasi.

• Business to employee (B2E)

Model e-business dimana organisasi menyediakan p roduk, jasa, dan

informasi kepada pekerja mereka sendiri.

• Customer to customer (C2C)

Model e-business dimana seorang pelanggan melakukan penjualan

langsung kepada pelanggan lain.

• Collaborative commerce

Model e-business dimana individu ataupun kelompok berkomunikasi dan

berkolaborasi secara online.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

13 

• Electronic learning

Model e-business yang memungkinkan penyampaian informasi secara

online untuk tujuan pelatihan ataupun pendidikan.

• Electronic government

Model e-business dimana pemerintah menyediakan atau membeli barang,

jasa, atau informasi dari ataupun kepada perusahaan maupun individu.

2.3 Konsep Supply Chain

2.3.1 Pengertian Supply Chain

Menurut Kalakota (2001, p274) supply chain adalah serangkaian

proses yang terdiri dari pembuatan produk perusahaan dan pengir iman ke

pelanggan dengan melibatkan jaringan hubungan yang rumit antara

perusahaan dan rekannya untuk menyediakan bahan baku, memproduksi

produk, dan menyampaikannya ke pelanggan.

Menurut Pujawan (2005, p5) supply chain adalah jaringan yang terdiri

dari beberapa perusahaan yang secara bersama sama berkerja untuk

mencip takan dan menghantarkan suatu p roduk ke tangan pemakai akhir.

Perusahaan tersebut biasanya terdiri dar i supplier, pabrik, distributor, toko

atau ritel, serta perusahaan perusahaan pendukung lainnya, seperti perusahaan

jasa logistik.

Menurut Turban (2010, p278) supply chain adalah aliran material,

informasi, uang, dan jasa dari supplier bahan baku, ke pabrik, ke gudang,

sampai ke pelanggan akhir.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

14 

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

supply chain adalah jaringan perusahaan yang saling berkerja sama dan

terdiri dari aliran material, informasi, uang, dan jasa dari supplier,

perusahaan, sampai ke pelanggan akhir.

2.3.2 Pembagian Supply Chain

Menurut Turban, (2010, p288) secara umum supply chain dapat

dibagi menjad i tiga bagian utama :

1. Upstream supply chain

Bagian upstream dari supply cha in terdiri dari aktivitas yang melibatkan

perusahaan dengan pemasoknya (dapat berupa perusahaan manufaktur,

maupun jasa). Kegiatan utama dalam supply chain bagian upstream

adalah procurement yang merupakan proses dimana perusahaan

melakukan kegiatan kegiatan dengan tujuan untuk medapatkan akses

terhadap sumber daya (dapat berupa p roduk, keterampilan, kemampuan,

fasilitas) yang diperlukan perusahaan untuk melakukan proses bisnis

utama mereka.

2. Internal supply cha in

Bagian internal dari supply chain melibatkan semua p roses internal yang

dilakukan untuk mengubah input dari supplier menjadi output yang

dihasilkan perusahaan. Aktivitas internal utama ini juga dikenal dengan

istilah value chain, yang merupakan penghubung antara pelanggan (B2C)

dan pemasok (B2B) yang dalam hubungannya mengubah p roduk dan jasa

yang didapatkan dari supplier menjadi produk dan jasa yang memiliki

nilai bagi pelanggan.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

15 

3. Downstream supply chain

Bagian downstream dari supply chain melibatkan semua aktivitas yang

bertujuan untuk menyampaikan p roduk akhir perusahaan ke

pelanggannya. Perhatian utama dalam bagian downstream dar i supply

chain dipusatkan pada kegiatan distribusi, peny impanan atau

pergudangan, transportasi, dan layanan pasca penjualan.

2.3.3 Decoupling Point dalam Supply Chain

Keputusan sampai di mana aktivitas p roduksi dapat dilakukan tanpa

menunggu permintaan yang pasti dari pelanggan merupakan keputusan yang

sangat penting bagi suatu supply chain dan akan secara langsung berpengaruh

terhadap kemampuannya untuk mencip takan efisiensi fisik maupun

kecepatannya untuk merespon pasar.

Menurut Pujawan (2005, p37) titik temu sampai di mana suatu

kegiatan bisa dilakukan atas dasar ramalan (tanpa harus menunggu

permintaan dari pelanggan) dan dari mana kegiatan harus ditunggu sampai

ada permintaan yang pasti dinamakan decoupling point (DP). Istilah lain dari

decoupling po int adalah order penetration po int (OPP).

Pengaturan dan cara pengelolaan supply chain akan berbeda

tergantung dari decoupling point p roduknya. Walaupun secara tradisional

istilah decoupling point digunakan untuk suatu sistem produksi, namun

konsep ini juga sangat relevan dalam konteks yang lebih luas, yaitu supply

chain management.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

16 

2.3.4 Tipe Supply Chain Berdasarkan Decoupling Point

Walaupun istilah decoupling poin t merupakan istilah yang jarang

digunakan untuk suatu sistem produksi, analogi yang sangat mirip bisa kita

gunakan untuk memahami order penetration point pada supply chain. Secara

umum, terdapat empat macam posisi decoupling point (DP) pada supply

chain : (Pujawan, p39, 2005)

1. Make-to-stock (MTS)

MTS adalah sistem dimana DP berada pada p roses terkhir, yaitu pada

pengiriman ke pelanggan. Produk akhir d ibuat berdasarkan ramalan.

Hanya kegiatan pengiriman yang dilakukan setelah ada pesanan dari

pelanggan. Bagi supply chain tipe ini efisiensi fisik menjad i fokus dalam

pengelolaannya. MTS cocok untuk produk yang var iasinya sedikit dan

ketidakpastian permintaannya relatif rendah. Aspek kunci dalam

mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan M TS adalah

penentuan berapa persediaan p roduk akhir yang harus disimpan dan

bagaimana mekanisme pengir iman p roduk jadi ke suatu lokasi pemasaran.

Keseimbangan antara tingkat layanan pelanggan dan banyaknya

persediaan produk juga menjadi hal penting yang harus d itentukan pada

supply chain yang beroperasi dengan sistem MTS.

2. Assemble-to-order (ATO)

ATO adalah sistem dimana hanya kegiatan perakitan yang menunggu

pesanan dari pelanggan, sedangkan kegiatan fabrikasi komponen

dilakukan atas dasar ramalan. ATO cocok diterapkan pada sistem yang

memproduksi banyak variasi produk dengan kesamaan anatra komponen

dari tiap p roduk yang cukup tinggi. Jad i, DP ditempatkan setelah proses

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

17 

fabrikasi atau d iawal p roses perakitan yang berarti bahwa persediaan akan

disimpan dalam bentuk komponen siap rakit. Aspek kunci dalam

mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan ATO adalah

lamanya p roses perakitan setelah ada pesanan dari pelanggan dan jumlah

variasi p roduk yang dapat ditawarkan ke pelanggan. Kecepatan

perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan oleh

lead time perakitan.

3. Make-to-order (M TO)

MTO adalah sistem dimana kegiatan fabrikasi tidak bisa dikerjakan tanpa

menunggu pesanan dar i pelanggan karena setiap pesanan memiliki

variabilitas yang tinggi dan berbeda beda. Untuk mengatasi masalah

variabilitas ini perusahaan harus memproduksi pesanan pelanggan setelah

pelanggan melakukan pesanan. Usaha perusahaan untuk meny iapkan

produk sebelum adanya pesanan dari pelanggan dianggap memilik i biaya

yang mahal dan resiko yang tinggi. Aspek kunci dalam mengelola supply

chain yang beroperasi pada lingkungan MTO adalah kecepatan

perusahaan dalam menerima, menterjemahkan, dan memproses pesanan

dari pelanggan sehingga p roduksi dapat berjalan secepat mungkin.

4. Engineer- to-order (ETO)

ETO adalah sistem dimana perancangan p roduk baru dilakukan setelah

ada pesanan dari pelanggan. Model ini cocok digunakan bila tiap

pelanggan memerlukan p roduk dengan rancangan yang spesifik.

Rancangan spesifik ini nantinya akan berimplikasi pada kebutuhan

material dan urutan p roses yang berbeda untuk tiap produk. Aspek kunci

dalam mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan ETO

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

18 

adalah kesepakatan waktu dan rancangan p roduksi antara perusahaan dan

pelanggan serta fleksibilitas dari bagian produksi dan perancangan untuk

dapat menyerap permintaan dari pelanggan yang berbeda beda.

Pada kenyataannya, masih banyak perusahaan yang memproduksi

produk dengan fokus operasi yang berbeda beda. Di sebuah perusahaan

mungk in ada sebagian sistem produksi yang memproduksi p roduk produk

yang relatif standar dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi produk

produk dengan banyak variasi. Pada situasi ini, kegiatan kegiatan supply

chain akan memiliki fokus yang berbeda dan manajer harus bisa

membedakan bagaimana pengelolaan masing masing sistem produksi

tersebut.

2.4 Konsep Supply Chain Management

2.4.1 Pengertian Supply Chain Management

Menurut Kalakota (2001, p275) supply chain management adalah

koordinasi aliran material, informasi, dan keuangan antara semua perusahaan

yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis.

Menurut Turban (2010, p289) supply chain management adalah

proses kompleks yang membutuhkan koordianasi dari berbagai kegiatan agar

pengiriman barang dan jasa dar i supplier ke pelanggan dilakukan secara

efektif dan efisien bagi semua pihak yang terlibat.

Menurut Council of Logistic Management (Pujawan, 2005, p7) supply

chain management adalah koordinasi fungsi bisnis tradisional dalam

perusahaan dan di dalam supply chain secara sistematis dan strategis dengan

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

19 

tujuan untuk meningkatkan performa jangka panjang dari tiap perusahaan

yang berpartisipasi dan performa supply chain secara keseluruhan.

Menurut Simchi-Levi (2004, p2) supply chain management adalah

sekelompok pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier,

produsen, gudang, dan toko secara ef isien agar produk dapat dip roduksi dan

didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada

waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya sistem secara keseluruhan

sekaligus mencapai service level yang diinginkan.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

supply chain management adalah proses kompleks yang mengkoordinasi

berbagai kegiatan dalam jaringan supply cha in untuk meningkatkan performa

pihak p ihak yang terlibat dalam supply chain secara keseluruhan

2.4.2 Arus dalam Supply Chain Management

Menurut Kalakota (2001, p275) terdapat tiga aliran utama dalam

supply chain management :

1. Aliran Material

Aliran material melibatkan p roduk fisik yang mengalir dari supplier ke

pelanggan, dan juga arus balik material, seperti produk retur, produk

rusak, dan produk daur ulang.

2. Aliran informasi

Aliran informasi melibatkan peramalan permintaan, pengiriman pesanan

pelanggan, dan status pengiriman barang.

3. Aliran keuangan

Aliran keuangan melibatkan informasi kartu kredit, jadwal pembayaran,

penagihan, dan lainnya.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

20 

2.4.3 Proses dalam Supply Chain Management

Menurut Chopra (2007, p15) dalam supply chain terdapat 3 proses

utama yang saling berhubungan, yaitu :

1. Customer Relationship Management (CRM)

Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara

perusahaan dan pelanggannya. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan

permintaan pelanggan dan memfasilitasi penempatan dan pelacakan

pesanan.

2. Internal supply cha in management (SCM )

Proses ini terdiri dari semua p roses yang ada di dalam internal

perusahaan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi pesanan yang berasal

dari proses CRM dalam waktu yang sesingkat mungkin dan dengan biaya

yang seminimal mungkin.

3. Supplier relationship management (SRM )

Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara

perusahaan dan pemasoknya. Proses ini bertujuan untuk mengelo la dan

mengatur sumber bahan baku untuk jasa dan produk perusahaan.

2.4.4 Strategi Supply Chain Management

Menurut Pujawan (2005, p29) strategi supply chain management

adalah kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang supply cha in yang

mencip takan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan

kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain tersebut.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

21 

Menurut Simchi-Levi (2004, p42) strategi dalam supply chain

management dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori :

1. Push-based supply chain

Di dalam push-based supply chain keputusan p roduksi dan distribusi

didasarkan pada peramalan jangka panjang. Produsen b iasanya akan

mendasarkan peramalan mereka pada permintaan dari distributor mereka.

Di dalam push-based supply chain kita biasanya akan menemukan biaya

transportasi yang tinggi, tingkat persediaan yang tinggi, dan biaya

produksi yang besar. Berdasarkan karakteristik di atas, push-based supply

chain cocok untuk diterapkan terhadap p roduk make-to-stock.

2. Pull-based supply chain

Di dalam pull-based supply chain produksi dan distribusi dip icu oleh

adanya permintaan dari pelanggan, jadi p rosesnya dikoordinasi dengan

permintaan pelanggan yang ada, bukan dengan menggunakan peramalan.

Bahkan, dalam pull system murni perusahaan tidak memiliki persediaan

sama sekali dan hanya merespon pada permintaan pelanggan. Proses ini

akan dimungk inkan dengan adanya mekanisme transfer informasi yang

cepat antara anggota dalam supply chain mengenai permintaan pelanggan.

Di dalam pull-based supply chain kita biasanya menemukan tingkat

persediaan yang minim, koordinasi yang baik, dan biaya yang lebih

rendah. Berdasarkan karakteristik di atas, pull-based supply chain cocok

untuk diterapkan terhadap produk make-to-order.

3. Push-pull supply cha in

Push-pull supply cha in merupakan kombinasi antara push-based supply

chain dengan pull-based supply cha in. Di dalam push-pull supply chain

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

22 

beberapa bagian dalam supply chain dilakukan dengan cara push-supply

chain dan sisanya dilakukan dengan cara pu ll-supply chain. B erdasarkan

karakteristik di atas, push-pull supply chain cocok untuk diterapkan

terhadap perusahaan dengan p roduk make-to-order dan make-to-stock.

Strategi push memiliki tingkat ketidakpastian yang lebih rendah.

Untuk itu, fokus utama dari strategi push adalah minimalisasi biaya. Strategi

push memiliki karakteristik ketidakpastian permintaan yang rendah, skala

ekonomis dalam produksi, dan lead time yang lama. Strategi pull memiliki

tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi. Untuk itu, fokus utama dari strategi

pull adalah service level. Service level yang tinggi akan dapat dicapai dengan

supply chain yang fleksibel dan responsif. Strategi pull memiliki karakteristik

ketidakpastian permintaan yang tinggi dan siklus yang singkat.

2.4.5 Tujuan Supply Chain Management

Menurut Turban (2010, p289) supply chain management bertujuan

untuk meminimalkan persediaan, mengoptimalkan produksi, meminimalkan

waktu produksi, mengop timalkan distribusi dan logistik, mempercepat proses

pemenuhan pesanan, dan pengurangan biaya yang berhubungan dengan

aktivitas aktivitas tersebut secara umum.

Menurut Simchi-Levi (2004, p3) supply chain management bertujuan

untuk mencip takan efektifitas dan efisiensi biaya di dalam sistem secara

keseluruhan, yang meliputi minimalisasi biaya transportasi dan distribusi

persediaan bahan baku, barang setengah jad i, dan barang jadi secara

keseluruhan. Untuk itu, penekanan yang dilakukan bukan hanya terhadap

fasilitas tunggal saja, tetapi terhadap seluruh fasilitas yang ada dalam supply

chain sebagai sebuah sistem.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

23 

2.4.6 Tantangan dalam Supply Chain Management

Mengelola supply chain bukanlah hal yang mudah. Ber ikut ini adalah

beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola supply chain

(Pujawan, 2005, p19):

1. Kompleksitas struktur supply chain

Suatu supply chain biasanya melibatkan banyak pihak yang ada di dalam

maupun di luar perusahaan. Pihak pihak tersebut sering kali memiliki

kepentingan yang berbeda beda, sehingga sering terjadi pertentangan

antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan, konf lik

kepentingan ini sering terjadi antara bagian yang berbeda. Di dalam

supply chain konf lik kepentingan ini sering terjadi antara perusahaan

yang terlibat. Selain itu, kompleksitas sebuah supply chain juga

dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara satu

perusahaan dengan perusahaan lain.

2. Ketidakpastian

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu

supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri

terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan

sering mencip takan pengaman di sepanjang supply chain dalam bentuk

safety stock, safety time, kapasitas p roduksi, dan kapasitas transportasi. Di

sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi.

Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi

dimana ketidakpastian cukup tinggi.

Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian

pada supply chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Ketidakpastian

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

24 

permintaan yang tidak dikelo la dengan baik bila dibiarkan terus akan semakin

membesar. Akibatnya ketidakpastian permintaan kecil yang terjadi di hilir

akan semakin membesar saat sampai di hulu. Peningkatan ketidakpastian

permintaan dari hilir ke hulu pada supply chain inilah yang dinamakan

dengan bullwh ip effect.

Ketidakpastian kedua adalah ketidakpastian supplier, yang dapat

berupa harga barang, kualitas barang, lead time, dan lainnya. Ketidakpastian

ketiga adalah ketidakpastian internal yang dapat berupa kerusakan mesin,

kekurangan tenga kerja, dan lainnya. Tingkat ketidakpastian yang ada di tiap

perusahaan selalu bersumber pada tiga hal di atas dan selalu berbeda

tingkatannya pada masing masing perusahaan.

Sedangkan menurut Simch i-Levi (2004, p3) tantangan dalam

mengelola supply chain adalah :

1. Merancang dan mengoperasikan supply chain agar biaya sistem secara

keseluruhan menjadi min imal dan service level sistem secara keseluruhan

dapat dikelola dengan baik. Usaha yang diperlukan untuk memin imalkan

biaya dan mengoptimalkan service level semak in berat bila semakin

banyak fasilitas yang dilibatkan di dalam sistem.

2. Ketidakpastian adalah hal yang umum di dalam semua supply chain.

Permintaan pelanggan tidak pernah dapat dipastikan melalui peramalan,

waktu pengiriman tidak pernah sama, mesin dapat mengalami kerusakan.

Supply chain perlu dirancang untuk meminimalkan sebanyak mungkin

ketidakpastian dan mengelola ketidakpastian yang ada dengan cara yang

seefisien mungkin.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

25 

2.4.7 Penggerak Supply Chain Management

Menurut Chopra dan Meindl (2004, p44) ada empat faktor utama yang

menjad i penggerak utama SCM dan penentu performa dari SCM, yaitu :

1. Fasilitas (Chopra dan Meindl, 2004, p48)

Fasilitas adalah lokasi f isik di sepanjang jaringan supply chain yang

menjad i tempat untuk perakitan, peny impanan, ataupun p roduksi.

Fasilitas yang ada dikelompokkan menjadi fasilitas produksi dan fasilitas

penyimpanan. Beberapa komponen fasilitas yang harus dipertimbangkan

antara lain :

• Peranan, fungsi utama dar i fasilitas p roduksi, baik fokus kepada

produk (1 p roduk) maupun fungsional (banyak produk). Fasilitas

persediaan, apakah hanya merupakan cross-docking ataupun

merupakan tempat penyimpanan.

• Lokasi, terpusat bila ingin meraih economic of scale, dan

terdesentralisasi bila ingin meraih respon yang cepat untuk pelanggan.

• Kapasitas, berapa jumlah kapasitas yang tepat untuk memenuhi

permintaan pelanggan.

2. Persediaan (Chopra dan M eindl, 2004, p50)

Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan

bahan jadi. Persediaan timbul karena adanya perbedaan antara penawaran

dan permintaan. Beberapa komponen persediaan yang harus

dipertimbangkan antara lain :

• Cycle inventory, jumlah rata rata persediaan yang diperlukan untuk

memenuh i permintaan selama menunggu pengir iman dari pemasok.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

26 

• Safety inventory, persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang

berlebih.

• Seasonal inventory, persediaan untuk mengantisipasi variasi

permintaan musiman.

• Sourcing, proses bisnis yang diperlukan untuk mendapatkan barang

ataupun jasa yang diperlukan perusahaan. Perusahaan dalam supply

chain dapat memperoleh keuntungan kompetitif dengan memilih dan

menjalin hubungan erat dengan supplier terp ilih melalui kontrak

jangka panjang. (Ho Ha dan Krishnan, 2008, p1303)

• Terdapat tiga tipe sourcing yang ada (Yu, Zeng, dan Zhao, 2009,

p790), yaitu (1) Sole Sourcing, di industri hanya terdapat 1 supplier.

(2) Single Sourcing, di industri terdapat banyak supplier, tetap i

perusahaan memilih untuk menjalin kontrak pengadaan barang hanya

dari 1 supplier. Manfaatnya terjalin hubungan yang baik,

penghematan biaya karena skala ekonomis, dan komitmen tinggi dari

supplier. (3) Multiple Sourcing, di industri terdapat banyak supplier

dan perusahaan memilih untuk membeli bahan baku dari beberapa

supplier. Manfaatnya perusahaan memiliki daya tawar menawar yang

kuat.

3. Transportasi (Chopra dan Meindl, 2004, p53)

Transportasi berfungsi untuk memindahkan produk antara tahap satu ke

tahap lain di sepanjang supply chain. Beberapa komponen transportasi

yang harus dipertimbangkan antara lain:

• Pemilihan rute, jalur mana yang harus dilewati dalam melakukan

pemindahan barang.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

27 

• Jenis transportasi, apakah melalui udara, truk, kereta, ataupun

perairan.

4. Informasi (Chopra dan M eindl, 2004, p56 )

Informasi adalah penghubung antara berbagai tahapan tahapan yang ada

di dalam supply chain. Beberapa komponen informasi yang harus

dipertimbangkan antara lain:

• Push versus pull, menyesuaikan dengan p roses yang ada di supply

chain, informasi untuk p roses push umumnya berupa perencanan

kebutuhan bahan baku dari rencana p roduksi, sementara untuk proses

pull umumnya berupa permintaan aktual yang diinformasikan dengan

cepat.

• Koordinasi dan pembagian informasi, bagaimana cara informasi dapat

dikelola agar koord inasi di sepanjang supply chain menjadi baik.

• Peramalan dan perencanaan agregat, melakukan peramalan akan

keadaan di masa depan, dan melakukan perencanaan dar i peramalan

yang dibuat.

• Manajemen harga dan pendapatan, menentukan tingkat harga yang

sesuai dengan keadaan yang ada.

• Teknologi pendukung, menentukan penerapan teknologi yang

mendukung aliran dan pengelolaan informasi di sepanjang supply

chain.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

28 

2.5 Konsep e-Supply Chain Management

2.5.1 Pengertian e-Supply Chain Management

Menurut Turban (2010, p289) e-supply chain management adalah

penggunaan teknologi secara kolaboratif untuk meningkatkan operasi

aktivitas supply chain dan juga aktivitas dalam supply chain management.

Menurut Ross (2003, p18) e-supply chain management adalah f ilosofi

manajemen strategis dan taktis yang bertujuan untuk menghubungkan secara

kolektif kapasitas produksi dan sumberdaya yang ada dalam jaringan supply

chain dengan mengap likasikan teknologi internet untuk menemukan solusi

inovatif dan sinkronisasi kemampuan supply chain dalam menyediakan nilai

yang unik bagi pelanggan.

Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-

supply chain management adalah penggunaan teknologi dan internet secara

kolaboratif untuk menyediakan solusi inovatif dan sinkronisasi kemampuan

supply chain dalam menyediakan nilai bagi pelanggan.

2.5.2 Karakteristik dari e-Supply Chain Management

Menurut Ross (2003, p19) e-supply chain management memiliki

beberapa karakteristik, antara lain:

1. E-supply chain management memberikan gambaran baru tentang fungsi

dari informasi di dalam supply chain. Internet memungkinkan perusahaan

untuk mengumpulkan, melacak, dan memantau informasi dar i berbagai

sumber dalam supply chain kapanpun perusahaan membutuhkannya

melalui cara yang efektif.

2. E-supply chain management memungkinkan perusahaan untuk

membentuk relasi dengan rekanan bisnis perusahaan dalam supply chain

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

29 

yang member ikan keunggulan kompetitif. E-supply chain management

memungkinkan perusahaan untuk melakukan integrasi dengan p ihak

pihak yang terlibat dalam supply chain dan membuat keseluruhan supply

chain saling berkerja sama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara

efektif dan efisien.

3. E-supply cha in management memungkinkan sinkronisasi antara p ihak

yang terlibat dalam supply chain sehingga pertukaran informasi secara

elektronik men jadi lebih cepat dan tepat.

2.5.3 Kunci Sukses e-Supply Chain Management

Kesuksesan e-supply chain management bergantung pada beberapa

hal berikut (Turban, King, Mckay , 2010, p290) :

1. Kemampuan semua rekanan perusahaan dalam supply chain untuk

memandang kolaborasi mereka sebagai sebuah aset strategis. Integrasi

yang tinggi dan kepercayaan antara berbagai p ihak dalam supply chain

akan menghasilkan kecepatan dan penurunan biaya.

2. Strategi supply chain yang jelas. Hal ini meliputi pemahaman terhadap

kekuatan dan kelemahan yang ada, penetapan rencana pengembangan,

dan penetapan tujuan lintas organisasi dalam supply chain. Komitmen

dari eksekutif juga merupakan hal yang penting dan harus ditunjukkan

dalam alokasi sumber daya yang sesuai dan penetapan prioritas yang

beralasan.

3. Keterbukaan terhadap informasi antara semua p ihak dalam supply chain.

Informasi mengenai persediaan, permintaan p roduk, kapasitas p roduksi,

pengkoordinasian aliran p roduk, waktu pengiriman, dan informasi relevan

lainnya harus dapat diakses semua p ihak dalam supply chain setiap saat.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

30 

Oleh karena itu, informasi harus dikelola secara baik, dengan aturan yang

ketat, disip lin, dan pengawasan berkelanjutan.

4. Kecepatan, biaya, kualitas, dan pelayanan pelanggan. Ini adalah ukuran

yang dapat digunakan untuk mengukur performa supply chain.

Perusahaan harus mampu mengukur dan menetapkan tingkat yang

diinginkan dari tiap ukuran yang disebutkan di atas. Tingkat target yang

ditetapkan juga harus dapat dicapai dan menarik bagi rekanan bisnis.

5. Mengintegrasikan supply chain dengan lebih baik. E-supply chain

management akan diuntungkan dengan integrasi yang erat antara semua

pihak yang terlibat dalam supply chain.

2.5.4 Preliminary Steps

Menurut Ross (2003, p131) dalam mencapai penentuan keputusan

strategi e-supply chain management (e-SCM ), ada 5 tahap yang dapat diikuti:

Tahap 1: Energize the Organization

Mempersiapkan perusahaan terhadap e-SCM memerlukan usaha dari

manajemen puncak untuk memimpin perubahan dan usaha untuk

mengintegrasikan semua p ihak yang terlibat untuk berpartisipasi dalam

tekonologi e-SCM .

Manajemen puncak harus mendapatkan pendidikan tentang dasar dari

supply chain management dan e-business. Setelah itu mereka harus mampu

bertindak sebagai pemimpin untuk mengadopsi perubahan. M ereka juga

harus memastikan bahwa supply chain yang ada dapat disesuaikan dengan

teknologi e-business yang diterapkan. Partisipasi aktif dari semua pihak yang

dipengaruhi dapat diperoleh dengan menun jukkan manfaat dari perubahan

yang dilakukan oleh teknologi terhadap aktivitas yang mereka lakukan.

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

31 

Tahap 2: Enterprise Vision

Langkah berikutnya yang perlu dilakukan dalam membangun strategi

e-SCM yang efektif adalah mengetahui dan mensukseskan visi dari

perusahaan. Untuk mencapai visinya, perusahaan perlu mengetahui tingkat

kompetitif dari bisnis yang dilakukan. Tahap ini mendefinisikan kompetensi

kompetitif yang ada pada infrastruktur saat ini dan yang ada pada jaringan

supply chain dalam usaha perusahaan untuk mencapai visi yang ada.

Tahap 3: Supply Chain Value Assessment

Keputusan untuk mengimplementasikan teknologi harus didasarkan

pada pemahaman mendalam mengenai p roses bisnis mana yang dapat

dikembangkan menjadi e-business. Salah satu cara untuk mencocokkan

inisiatif penerapan teknologi, proses bisnis, dan visi strategis adalah dengan

menggunakan supply chain value assessment (SCVA).

Tujuan dari SCVA adalah untuk menentukan dan memprioritaskan

inisiatif e-business mana yang perlu diambil agar dapat menghasilkan

manfaat maksimal bagi perusahan dan anggota lainnya dalam supply chain.

Step 4: Opportunity Identification

Setelah SC VA dilakukan, akan timbul beberapa p ilihan inisiatif yang

mungk in untuk dilakukan dan peluang apa saja yang dimiliki o leh

perusahaan. Setelah dip rioritaskan, tahap ini akan menentukan tipe

implementasi strategi e-SCM seperti apa yang dapat dilakukan, peluang

kompetitif yang ditimbulkan, dan perkiraan biaya yang ditimbulkan.

Step 5: Strategy Decision

Sekarang eksekutif perusahaan dapat berfokus pada inisiatif dan

pemanfaatan peluang yang dip ilih. Keputusan yang dibuat harus berfokus

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

32 

pada manfaat yang diharapkan. Tidak peduli inisiatif yang dipilih berfokus

untuk melakukan otomatisasi, mengintegrasikan p roses, mengurangi biaya,

memperlancar arus informasi, ataupun merancang ulang proses bisnis dan

pembentukan nilai bagi pelanggan. Hal yang terpenting adalah eksekutif

perlu memahami bahwa teknologi itu sendiri tidak dapat mencapai apa apa.

Tujuan utama dari inisiatif e-SCM adalah memanfaatkan kekuatan bersama

antara anggota dalam supply cha in untuk meningkatkan keuntungan dalam

pasar ataupun menyadari cara baru untuk mencip takan nilai bagi pelanggan.

2.6 Five Forces Po tter

Menurut Potter (2011, p106) untuk mengetahui lingkungan kompetitif

dalam suatu industri dapat dilihat dari lima kekuatan utama yang ada :

1. Ancaman persaingan dari perusahaan yang telah ada

Persaingan antara perusahaan yang telah ada merupakan kekuatan utama

dalam persaingan. Sesuatu yang dilakukan perusahaan hanya berarti bila

aktivitas yang mereka lakukan itu dapat member ikan keunggu lan

kompetitif terhadap pesaing mereka.

Beberapa hal yang menyebabkan persaingan yang tinggi antara

perusahaan adalah :

- Jumlah perusahaan pesaing yang banyak

- Perusahaan yang ada memiliki kemampuan yang sama

- Penurunan permintaan ataupun harga produk

- Perusahaan pesaing memilik i produk yang mirip

- Perusahaan memiliki biaya tetap yang tinggi

- Pelanggan dapat berp indah ke merek lain dengan mudah

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

33 

2. Ancaman persaingan dari perusahaan baru

Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke industri, maka

persaingan dalam industri tersebut cenderung akan meningkat. Beberapa

hambatan bagi perusahaan baru untuk dapat memasuki industri tertentu

antara lain : penguasaan terhadap teknologi, kurangnya pengalaman,

loyalitas pelanggan yang tinggi, kebutuhan modal yang tinggi,

terbatasnya akses terhadap bahan baku, pembatasan oleh peraturan

pemerintah, adanya hak paten, dan hambatan yang dibuat oleh perusahan

yang telah ada sebelumnya. Perusahaan yang telah ada akan

mengidentifikasi ancaman pemain baru, mengawasi pemain baru, dan

melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengantisipasi ancaman dari

pemain baru. Tindakan yang biasa dilakukan oleh perusahaan yang telah

ada antara lain : menurunkan harga, meningkatkan pelayanan,

menambahkan fitur baru, ataupun menawarkan pendanaan khusus.

3. Ancaman persaingan dari produk substitusi

Dalam berbagai industri, banyak perusahaan yang menghadap i kompetisi

dengan perusahaan dari industri lain yang memproduksi p roduk substitusi

dari p roduk perusahaan tesebut, contohnya p roduk pembungkus makanan

dari kertas dan dari styrofoam. Persaingan dari p roduk substitusi semakin

meningkat saat harga produk pesaing menjadi lebih murah dan switching

cost pelanggan men jadi menurun. Kekuatan kompetitif dari produk

substitusi dapat dinilai dar i pangsa pasar produk tersebut dan kemampuan

perusahaan untuk meningkatkan kapasitasnya serta melakukan penetrasi

pasar.

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

34 

4. Ancaman dari daya tawar menawar supplier

Daya tawar menawar supplier dapat mempengaruhi tingkat persaingan

dalam suatu industri, khususnya ketika terdapat sedikit supplier, hanya

ada sedikit substitusi dari bahan baku, atau switching cost untuk bahan

baku yang tinggi. Untuk mengatasi kekuatan persaingan dari daya tawar

menawar supplier, banyak perusahaan yang melakukan kerjasama dengan

supplier dengan tujuan untuk :

- Menurunkan biaya persediaan dan logistik

- Mempercepat proses penyediaan barang

- Meningkatkan kualitas dari bahan baku yang diperoleh dan

menurunkan tingkat kerusakan barang

- Meminimalkan biaya bagi perusahaan dan supplier-nya.

5. Ancaman dari daya tawar menawar konsumen

Ancaman persaingan dari daya tawar menawar konsumen meningkat

ketika jumlah pembeli sedik it dan pembeli membeli dalam jumlah besar.

Hal ini dapat membuat perusahan dalam industri bersaing semakin ketat

untuk memperebutkan pelanggan. Beberapa kondisi yang dapat

meningkatkan daya tawar menawar konsumen antara lain :

- Ketika konsumen dapat berp indah ke merek lain ataupun ke produk

substitusi dengan mudah

- Ketika konsumen merupakan konsumen yang penting bagi perusahaan

- Ketika perusahaan menghadap i permintaan konsumen yang menurun

- Ketika konsumen memiliki informasi yang lengkap mengenai p roduk,

harga, dan biaya perusahaan

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

35 

- Ketika konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan apakah

mereka perlu membeli produk tersebut dan kapan mereka harus

membelinya.

2.7 Value Chain Analysis

Menurut Ward and Peppard (2002, p244) agar sebuah perusahaan

dapat mengidentifikasi implikasi e-business terhadap bisnis mereka dalam

cakupan peluang dan ancaman secara umum, perusahaan perlu melakukan

analisis value cha in.

Menurut Michael Potter setiap perusahaan memilki sekelompok

aktivitas yang dilakukan untuk merancang, memproduksi, memasarkan,

mengirimkan, dan mendukung produk dan jasa yang mereka tawarkan.

Semua aktivitas ini dapat digambarkan dalam value chain. Value chain hanya

dapat dimengerti dalam konteks unit bisnis tersebut.

Analisis value chain bertujuan untuk membedakan apa yang

dilakukan perusahaan dengan bagaimana perusahaan melakukannya. Setiap

aktivitas dalam perusahaan dilakukan untuk menambah nilai dalam produk

dan jasa yang d iberikan kepada pelanggan ataupun memastikan aktivitas yang

menambah nilai bagi pelanggan dapat dilakukan dengan baik. Value chain

membedakan aktivitas bisnis dalam perusahaan menjad i dua bagian :

1. Aktivitas utama

Aktivitas utama adalah aktivitas yang memungkinkan perusahaan untuk

memenuh i perannya dalam industri dan memuaskan pelanggannya.

Semua aktivitas yang termasuk ke dalam aktivitas utama harus dilakukan

dengan baik dan harus dihubungkan antara satu dengan lainnya secara

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

36 

efektif agar performa bisnis secara keseluruhan dapat dioptimalkan.

Keberhasilan aktivitas utama dapat dinilai dari tingkat kepuasan

pelanggan yang didapatkan perusahaan.

2. Aktivitas pendukung

Aktivitas pendukung adalah aktivitas yang dibutuhkan untuk

mengendalikan dan mengembangkan bisnis dari waktu ke waktu dan

dapat menambahkan nilai secara tidak langsung. Keberhasilan aktivitas

pendukung dapat dinilai dari keberhasilan aktivitas utama.

Dalam model value chain-nya, Potter menyesuaikan struktur aktivitas

perusahaan berdasarkan struktur aktivitas yang ada pada perusahaan

manufaktur secara umum. Untuk itu, Potter membagi aktivitas utama menjadi

lima bagian, yang berawal dari supplier dan berakhir di pelanggan. Lima

bagian yang ada dalam aktivitas utama adalah :

1. Inbound logistic

Merupakan p roses untuk mendapatkan, menerima, meny impan, dan

meramalkan input utama yang d iperlukan perusahaan dalam jumlah dan

kualitas yang tepat. Hal ini dapat berupa perekrutan staff, pembelian

material, memperoleh jasa, serta berurusan dengan perusahaan kontraktor

ataupun pengadaan peralatan.

2. Operations

Mengubah input menjadi p roduk ataupun jasa yang diperlukan oleh

pelanggan. Hal in i meliputi pengumpulan sumber daya dan bahan baku

yang diperlukan untuk membuat sebuah produk ataupun melakukan

pelayanan jasa.

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

37 

3. Outbound logistic

Mendistribusikan produk ke pelanggan, baik secara langsung maupun

melalui jalur distribusi agar pelanggan dapat mengakses dan membeli

produk perusahaan dengan mudah.

4. Sales and marketing

Menyediakan cara agar pelanggan dapat menyadari tentang keberadaan

produk dan jasa perusahaan dan mengetahui cara bagaimana agar mereka

dapat memperoleh produk dan jasa tersebut.

5. Services

Menambahkan nilai bagi pelanggan dengan memastikan mereka

mendapatkan nilai dan keuntungan maksimum dar i produk yang mereka

beli. Hal ini dapat berupa garansi dan informasi manual.

Setelah melakukan analisis value cha in perusahaan dapat mengetahui:

1. Informasi yang mengalir dalam industri serta seberapa penting

informasi tersebut bagi fungsional industri dan bagi kesuksesan

perusahaan. Hal ini dicapai dengan menentukan kapan dan dimana

informasi tersebut dapat diakses, siapa pemiliknya, cara

mendapatkannya, dan penggunaannya untuk keuntungan perusahaan.

2. Informasi apa saja yang dapat dipertukarkan dengan pelanggan dan

supplier di sepanjang suppy chain untuk meningkatkan performa

bisnis ataupun meningkatkan performa bersama dengan berbagi

manfaat dari informasi tersebut.

3. Seberapa efektif informasi mengalir dalam proses utama dan

penggunannya dalam perusahaan :

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

38 

- Dalam tiap aktivitas untuk meningkatkan performa perusahaan.

- Dalam penghubung antara aktivitas untuk mengurangi biaya dan

memanfaatkan peluang yang ada.

- Dalam membantu aktivitas pendukung agar tidak menjadi

penghambat dalam mendukung aktivitas utama.

Gambar 2.1 Contoh value chain perusahaan manufaktur Sumber : Ward and Peppard (2002, p265)

2.8 Konsep Make-to-Order dan Make-to-Stock

Strategi pada p roses manufaktur berbeda dengan strategi pada proses

jasa. Pada perusahaan manufaktur perusahaan harus mempertimbangkan

tentang persediaan. Tiga pendekatan umum untuk proses produksi dan

persediaan adalah : (Krajewski, 2007, p125)

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

39 

1. Strategi Make-to-Order (MTO)

Strategi make-to-order merupakan strategi yang d igunakan o leh

perusahaan manufaktur yang membuat produk setelah adanya pesanan

dari pelanggan.

2. Strategi Assemble-to-Order (ATO)

Strategi assemble-to-order merupakan strategi yang d igunakan o leh

perusahaan dengan p roduk yang memiliki banyak komponen dan baru

dirakit menjadi satu setelah ada pesanan dar i pelanggan.

3. Strategi Make-to-Stock (MTS)

Strategi make-to-stock merupakan strategi yang digunakan oleh

perusahaan dimana perusahaan memiliki persediaan barang jadi dan

kemudian mengir imkan barang jadi dengan segera setelah adanya

pesanan dari pelanggan.

Untuk memahami konsep make-to-order dan make-to-stock,

diperlukan pemahaman tentang konsep persediaan dan produksi terlebih

dahulu.

2.8.1 Konsep Persediaan

2.8.1.1 Pengertian Persediaan

Persediaan adalah sejumlah p roduk yang d isimpan perusahaan untuk

memfasilitasi kegiatan produksi ataupun memenuhi kebutuhan pelanggan.

Tipe persediaan yang ada pada perusahaan pada umumnya terdiri dari

tiga macam, yaitu: (Heizer, 2011, p501)

1. Bahan mentah

Bahan mentah adalah bahan yang sudah dibeli perusahaan, tap i belum

dimasukkan ke dalam proses produksi.

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

40 

2. Produk setengah jadi

Produk setengah jadi adalah p roduk yang sudah memasuki proses

produksi, bukan termasuk bahan mentah, tap i belum juga termasuk

produk jadi.

3. Produk jadi

Produk jadi adalah p roduk akhir yang sudah selesai diproduksi dan siap

untuk dijual ke pelanggan.

2.8.1.2 Biaya dalam Persediaan

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p105) pada umumnya

struktur biaya dari persediaan terdiri dari:

1. Biaya pembelian

Biaya pembelian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli

barang. Dalam teori persediaan, pada umumnya komponen biaya

pembelian tidak dimasukkan dalam perhitungan total biaya sistem

persediaan. Hal in i karena diasumsikan bahwa harga barang per-unit tidak

dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli. Jadi, komponen biaya

pembelian untuk periode waktu tertentu adalah konstan.

2. Biaya pengadaan

Biaya pengadaan terbagi men jadi dua jen is, yaitu :

• Biaya pemesanan / ordering cost

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk

mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya penentuan

supplier, biaya pembuatan pesanan, biaya pengiriman, biaya

penerimaan, dan seterusnya. Biaya pemesanan diasumsikan konstan

untuk setiap kali pemesanan.

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

41 

• Biaya pembuatan / setup cost

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam

mempersiapkan p roduksi suatu barang. Biaya ini meliputi biaya

penyusunan peralatan produksi, mempersiapkan mesin,

mempersiapkan gambaran kerja, dan seterusnya.

3. Biaya peny impanan

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat

menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya memiliki persediaan, biaya

operasional gudang, biaya kerusakan atau penyusutan, biaya kadaluwarsa,

biaya asuransi, dan biaya administrasi.

4. Biaya kekurangan persediaan

Biaya kekurangan persediaan adalah semua kerugian yang d iderita

perusahaan karena kekurangan persediaan, contohnya adalah kerugian

karena jadwal produksi yang terganggu, kehilangan kesempatan menjual,

sampai kehilangan pelanggan. B iaya kekurangan persediaan dapat

dihitung dari kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, waktu yang diperlukan

untuk memenuhi pesanan, dan biaya pengadaan tak terduga.

Dalam perhitungan, biaya persediaan termasuk sulit untuk

diperhitungkan. Untuk itu, biaya persediaan dapat diperoleh dengan perkiraan

yang didasarkan pada catatan data historis perusahaaan. (Schroeder, 1993,

p585)

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

42 

2.8.2 Konsep Produksi

2.8.2.1 Pengertian Produksi

Aktivitas produksi adalah bagian dari fungsi perusahaan yang

bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi p roduk jadi

yang dapat dijual. (Nasution, 2003, p1).

Kegiatan p roduksi terdiri dari tiga fungsi utama. Ketiga fungsi utama tersebut

adalah :

• Proses produksi

Merupakan metode dan teknik yang d igunakan dalam mengolah bahan

baku menjadi bahan jadi.

• Perencanaan p roduksi

Merupakan tindakan antisipasi p roduksi untuk masa mendatang, b iasanya

dibuat dalam periode waktu tertentu.

• Pengendalian p roduksi

Tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan yang d irencanakan telah

dilakukan sesuai dengan target yang telah d itetapkan.

2.8.2.2 Biaya dalam Produksi

Dalam melakukan p roses p roduksi, biasanya biaya dikelompokkan

menjad i dua kelompok, yaitu : (Sritomo, 2003, p204)

1. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang berkaitan dengan pengoperasian fasilitas

produksi dalam suatu periode tertentu dimana biaya tersebut relatif

tetap/konstan selama aktivitas p roduksi berlangsung tanpa dipengaruhi

oleh jumlah atau volume p roduksi yang dihasilkan. Biaya ini dapat berupa

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

43 

biaya depresiasi, pajak, asuransi, sewa gudang dan alat, maupun overhead

cost lainnya.

Setup cost yang merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya

volume produksi juga merupakan bagian dar i biaya tetap. Setup cost dapat

berupa biaya administrasi p roduksi, biaya untuk menyiapkan p roduksi

(pembersihan area p roduksi, pengaturan mesin, persiapan peralatan, dan

persiapan bahan baku, penjadwalan, dan lainnya)

2. Biaya variabel

Biaya variabel adalah b iaya yang besarnya bergantung atau bervar iasi

terhadap jumlah/volume p roduksi. Biaya ini dapat berupa biaya langsung

seperti biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku ataupun biaya tidak

langsung seperti operasional mesin dan listrik.

2.8.3 Konsep EOQ, ROP, dan Safety Stock

Perusahaan selalu berusaha untuk meminimalkan biaya persediaan

perusahaan, menentukan berapa banyak kuantitas yang perlu dipesan, dan

kapan pemesanan harus dilakukan. Metode yang paling banyak digunakan

untuk mengelola biaya persediaan perusahaan dan untuk mengetahui

kuantitas yang perlu dipesan adalah model EOQ (Economic Order Quantity).

Model EOQ adalah suatu model teknik pengendalian persediaan yang

memin imalkan biaya pemesanan dan peny impanan. EOQ banyak digunakan

karena EOQ merupakan model yang robust, model ini mampu member ikan

jawaban yang memuaskan dengan sedikit perubahan bila terjadi variasi di

biaya pemesanan, biaya peny impanan, dan permintaan. (Heizer, 2011, p507)

Model EOQ memilik i beberapa asumsi dalam perhitungan, asumsi

tersebut antara lain :

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

44 

1. Permintaan atas p roduk tersebut diketahui.

2. Lead time (waktu antara pemesanan barang ke supplier sampai barang

diterima oleh perusahaan) diketahui.

3. Barang yang dipesan diterima sekaligus seluruhnya.

4. Tidak ada diskon kuantitas.

5. Biaya variabel terdiri dar i biaya pemesanan dan biaya peny impanan.

6. Stockout / kekosongan persediaan saat memenuhi permintaan pelanggan

dapat dihindari bila semua pemesanan dilakukan pada saat dan jumlah

yang tepat.

Jumlah pemesanan optimum tiap pesanan (EOQ) dapat dihitung

dengan menggunakan rumus :

EOQ : economic order quantity

D : permintaan tahunan terhadap p roduk

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier

H : biaya penyimpanan per unit per tahun

Jumlah pesanan yang perlu dilakukan kemudian dapat dihitung

dengan menggunakan rumus :

N : jumlah pemesanan yang perlu dilakukan ke supplier

D : permintaan tahunan terhadap p roduk

EOQ : economic order quantity

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

45 

Dari hasil perhitungan EOQ dan jumlah pemesanan, jumlah total

biaya persediaan dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya pemesanan dan

biaya peny impanan. Perhitungan in i dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

TC : total biaya persediaan

EOQ : economic order quantity

D : permintaan tahunan terhadap p roduk

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier

H : biaya penyimpanan per unit per tahun

Sedangkan untuk menjawab pertanyaan kapan perusahaan harus

memesan persediaan, dapat dijawab dengan keputusan reorder point (ROP).

Keputusan ROP akan dipengaruhi oleh service level yang diinginkan

perusahaan. Service level mencerminkan tingkat pemenuhan pesanan

pelanggan yang d iinginkan perusahaan. Untuk mencapai service level yang

diinginkan, perusahaan akan menetapkan safety stock yang merupakan

persediaan pengaman untuk melindungi perusahaan dari keadaan stockout

(keadaan d imana persediaan perusahaan tidak mencukup i untuk memenuhi

permintaan dari pelanggan). Perh itungan ROP memiliki asumsi bahwa

permintaan sifatnya bervariasi dan lead time sifatnya konstan.

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

46 

ROP dan safety stock dapat dihitung dengan menggunakan rumus

(Heizer, 2011, p522) :

Z : Z score dari service level, d idapatkan dari tabel normal

δdLT : standar deviasi permintaan selama lead time (δd x √lead time)

δd : Standar deviasi permintaan

ROP : reorder point

SS : safety stock

Bila perusahaan memilki safety stock, maka tingkat persediaan rata

rata perusahaan akan berubah karena ada tambahan persediaan dar i safety

stock yang dimiliki perusahaan. Safety stock akan membuat biaya persediaan

perusahaan menjadi bertambah. Biaya total persediaan perusahaan yang

memiliki safety stock dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

TC : total biaya persediaan

EOQ : economic order quantity

D : permintaan tahunan terhadap p roduk

SS : safety stock

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier

H : biaya penyimpanan per unit per tahun

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

47 

2.8.4 Karakteristik Make-to-Order dan Make-to-Stock

Menurut Sipper dan Bulfin (1997, p321) MTS diterapkan oleh

perusahaan yang memproduksi barangnya dalam kelompok jumlah (ba tch)

tertentu dan memiliki persediaan yang didominasi oleh barang jadi.

Perusahaan meny impan persediaan barang jadi untuk memenuhi permintaan

penjualan di masa depan. Perusahaan mendapatkan keuntungan dari

meningkatnya kecepatan perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan,

namun kecepatan ini harus ditukar dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan

untuk menyimpan persediaan. Karena perusahaan melakukan p roduksi

sebelum permintaan diketahui dengan pasti, biasanya perusahaan perlu

melakukan peramalan dan menyesuaikan jumlah p roduk yang harus mereka

produksi dengan nilai yang mereka dapat dari peramalan. MTS biasanya

diterapkan oleh perusahaan dengan p roduk yang standar dan memiliki

peramalan yang baik. Di dalam MTS, aktivitas yang berjalan di sepanjang

supply chain antara supplier (upstream), perusahaan, dan pelanggan

(downstream) akan terus terjadi tanpa perduli apa yang terjadi dengan

lingkungan downstream, karena aktivitas dilakukan berdasarkan perencanaan.

Sementara itu, MTO diterapkan oleh perusahaan yang tidak memiliki

persediaan. Perusahaan hanya akan memulai produksi ketika perusahaan

mendapatkan pesanan dari pelanggan. Lingkungan MTO biasanya melibatkan

produk dengan banyak variasi dan jumlah kebutuhan pelanggan sulit untuk

dipastikan. Di dalam MTO, tidak ada aktivitas yang ber jalan di sepanjang

supply chain antara supplier (upstream), perusahaan, dan pelanggan

(downstream) sampai ada permintaan (informasi) dari aktivitas downstream

pelanggan.

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

48 

Gambar 2.2 Aliran dalam MTO dan MTS Sumber : Sipper dan Bulfin (1997, p322) Menurut Schroeder (2000, p60) p roses MTO dimulai saat ada pesanan

dari pelanggan. Setelah pesanan diterima, desain p roduksi harus segera

diselesaikan dan pemesanan bahan baku untuk p roduksi harus segera

dilakukan. Ketika bahan baku yang diperlukan untuk p roduksi telah tersedia,

produksi dapat segera dimulai. Bila sudah selesai, p roduk jadi akan

dikirimkan kepada pelanggan. Siklus MTO selesai saat pelanggan melunasi

semua tanggung jawab pembayarannya kepada perusahaan. Dalam proses

MTO, setiap pesanan tunggal dari pelanggan dapat diidentifikasi dalam

proses produksi. Karena proses produksi baru dimulai setelah ada pesanan

dari pelanggan, jadi p roses p roduksi harus dapat dihubungkan dengan

pelanggan.

Sementara itu, proses MTS memiliki proses yang sama sekali berbeda

dengan proses MTO. Proses MTS dimulai saat perusahaan menentukan untuk

memproduksi produk tertentu untuk mengantisipasi permintaan yang timbul

dari pelanggan di masa depan. Hal in i dilakukan agar perusahaan dapat

memenuh i pesanan pelanggan dengan cepat saat pelanggan melakukan

pesanan di masa depan. Ketika pesanan pelanggan terjadi, perusahaan akan

memenuh i pesanan pelanggan dengan persediaan barang yang ada. Bila

barang tidak tersedia di persediaan, perusahaan dapat melakukan p roduksi

kembali (back order) atau perusahaan terpaksa harus kehilangan pesanan dari

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

49 

pelanggan. Dalam proses MTS, setiap pesanan tunggal dari pelanggan tidak

akan dapat diidentifikasi dalam proses p roduksi. Proses p roduksi hanya

menggambarkan harapan perusahaan terhadap jumlah permintaan pelanggan

yang akan muncul di masa depan dalam periode tertentu.

Beberapa karakteristik utama dari MTS dan MTO dapat dilihat dari

tabel berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik MTS dan MTO Karakteristik MTS MTO Produk Ditentukan oleh perusahaan Ditentukan oleh pelanggan

Variasi rendah Variasi tinggi M urah M ahal

Tujuan M enyeimbangkan persediaan, kapasitas, dan servis

M engelola tenggang waktu pengiriman dan kapasitas

Masalah utama dalam operasional

Peramalan Deadline pesanan Perencanaan Produksi Waktu yang diperlukan

untuk memenuhi pesanan Kontrol Persediaan Sumber : Schroeder (2000, p60)

2.8.5 Pertimbangan Make-to-Order dan Make-to-Stock

Secara umum tujuan akhir dar i suatu perusahaan adalah untuk

memperoleh keuntungan serta tercapainya kelanjutan dan pengembangan

usaha. Untuk itu, perusahaan harus berusaha terus menerus melakukan

kegiatannya secara efektif dan efisien, begitu juga dengan pengelolaan

kegiatan persediaan dan produksi. Kegiatan p roduksi dan persediaan harus

dirancang sedemikian rupa agar dapat meminimalkan biaya yang perlu

dikeluarkan persediaan dan memenuhi permintaan pelanggan dengan baik.

Selain biaya, menurut beberapa sumber literatur, ada berbagai komponen

yang akan mempengaruhi keputusan MTO/MTS.

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

50 

Menurut Schroeder (2000, p60) kunci utama dalam M TO adalah

waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah produk yang dipesan oleh

pelanggan. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi sebuah p roduk akan

mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan

secara tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan perusahaan

kepada pelanggan sebelumnya.

Sementara itu, kunci utama dalam M TS adalah jumlah pesanan yang

dapat dipenuhi perusahaan dengan tingkat persediaan yang dimiliki

perusahaan. Istilah ini lebih d ikenal dengan sevice level yang dapat berkisar

antara 90% - 99%, sesuai dengan target perusahaan. Hal lain yang menjadi

pertimbangan dalam MTS adalah lama waktu yang diperlukan untuk mengisi

ulang persediaan dan tingkat penggunaan kapsitas. Jadi, MTS memusatkan

pada service level, efisiensi pengisian kembali persediaan, dan penggunaan

kapasitas produksi sementara M TO memusatkan pada kemampuan

perusahaan untuk memenuhi pesanan pelanggan dengan tepat waktu.

Menurut Wanke dan Zinn (2004, p472) ada dua variabel utama yang

menentukan keputusan MTO atau MTS, kedua variabel tersebut adalah waktu

pengiriman dan koefisien variansi. Waktu pengiriman menunjukkan waktu

yang diperlukan dari pemesanan sampai pesanan dikirimkan. Koefisien

variansi menunjukkan rasio antar standar deviasi penjualan dengan

persediaan rata rata. Ketika nilai koefisien variansi tinggi dan waktu

pengiriman lama, maka perusahaan akan memilih M TO, begitu juga

sebaliknya.

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p5) bila produk yang

dihasilkan memilik i jumlah yang kecil, variasi yang besar dan d idasarkan atas

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

51 

pesanan, maka produk harus dip roduksi secara MTO. Produksi M TO hanya

akan dilakukan bila perusahaan menerima order terhadap p roduk tersebut.

Pada kasus M TO ada kemungkinan pelanggan bersed ia menunggu hingga

produk selesai dip roduksi.

Menurut Rajagopalan (2002, p241) dalam membuat keputusan

MTO/MTS, ada faktor faktor selain tingkat permintaan terhadap produk itu

sendiri yang perlu mendapat perhatian. Faktor faktor tersebut antara lain

waktu persiapan (setup) produksi, waktu pemrosesan p roduksi, dan biaya

persediaan. Hal in i disebakan karena keputusan MTO/M TS akan

berhubungan dengan persediaan dan kegiatan p roduksi, yang terdiri dari

elemen elemen seperti kapasitas, biaya p roduksi, dan waktu p roduksi dan

memungkinkan terjadinya pertukaran kepentingan diantara elemen elemen

tersebut dimana satu elemen dikorbankan untuk mendapatkan keuntungan

dari elemen lain. Contoh dari kasus diatas adalah keputusan MTO untuk

sebuah produk dapat mengurangi persediaan p roduk tersebut, namun dapat

mempengaruhi safety stock produk MTS dan mempengaruh i penggunaan

kapasitas p roduksi karena adanya penyesuaian p roduksi dengan keperluan

produksi MTO yang dilakukan setiap adanya pesanan pelanggan.

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dalam MTO dan MTS:

Tabel 2.2 Pertimbangan dalam M TO dan MTS Pertimbangan

Sumber

Waktu Variasi Biaya Kapasitas

Schroeder √ √ √ √ Wanke & Zinn √ √ Arman Hakim Nasution

√ √

Rajagopalan √ √ √ √

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

52 

2.8.6 Alat Bantu Keputusan Make-to-Order dan Make-to-Stock

Berdasarkan pada beberapa pendapat tentang pertimbangan dalam

MTO dan MTS, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang

mempengaruhi keputusan MTO/MTS, yaitu: (1) waktu, terutama waktu yang

diperlukan untuk memenuhi pesanan pelanggan (2) variasi p roduk dan

permintaan pelanggan (3) biaya persediaan dan b iaya p roduksi dan (4) tingkat

kapastitas yang dimilik i perusahaan.

Pertimbangan pertimbangan yang ada tersebut sesuai dengan beberapa

alat bantu keputusan MTO dan MTS secara kualitatif yang dituturkan oleh

Van Donk et al. (2005, p1163), yaitu : pertimbangan pelayanan (waktu),

pertimbangan permintaan (variasi), pertimbangan ekonomis (biaya), dan

pertimbangan kapasitas. Hasil dari perhitungan pertimbangan pertimbangan

yang ada nantinya akan membantu dalam penentuan keputusan MTO/MTS.

1. Pertimbangan Pelayanan

Petimbangan pelayanan menggambarkan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi pesanan pelanggan dar i segi waktu. Istilah yang sering

dipergunakan dalam pertimbangan waktu adalah waktu deadline pelanggan

dan waktu produksi. Waktu deadline pelanggan merupakan waktu maksimum

untuk pemenuhan pesanan yang dapat diterima oleh pelanggan. Waktu ini

dapat diperoleh dari catatan transaksi perusahaan dengan pelanggan.

Sementara waktu p roduksi dapat diperoleh dari catatan p roses p roduksi

ataupun perkiraan dari bagian p roduksi. Menurut Rajagopalan (2002, p243)

total waktu p roduksi juga dapat didefinisikan sebagai total waktu yang

diperlukan perusahaan untuk melakukan setup p roduksi ditambah dengan

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

53 

waktu yang diperlukan untuk mengubah p roduk dari bahan baku menjadi

produk jadi.

Bila perusahaan memiliki waktu produksi yang leb ih lama dari pada

waktu yang tersedia dari dead line pelanggan, maka perusahaan harus

memenuh i pesanan dari persediaan yang telah ada secara MTS. Namun, bila

perusahaan mampu menyelesaikan p roduksi p roduk yang dipesan pelanggan

sebelum waktu deadline yang disepakati dengan pelanggan, perusahaan dapat

memilih untuk memproduksi produk secara MTO ataupun MTS. Untuk kasus

ini, analisis selanjutnya terhadap pertimbangan lain yang ada perlu untuk

dilakukan.

2. Pertimbangan Permintaan

Pertimbangan permintaan memasukkan pertimbangan terhadap

ketidakpastian jumlah kuantitas permintaan dari berbagai produk yang

dip roduksi perusahaan. Variansi dari permintaan pelanggan akan

menunjukkan kestabilan pola permintaan pelanggan terhadap produk

perusahaan. Variansi dari permintaan dapat dinyatakan dalam nilai koef isien

variansi penjualan, yang didapatkan dari hasil bagi antara standar deviasi

penjualan dengan rata rata penjualan. Perhitungan tersebut dapat ditulis

sebagai ber ikut :

CoV penjualan = standar deviasi penjualan / rata rata penjualan

CoV : koef isien dari variansi penjualan.

Dalam perhitungannya, Van Donk menghubungkan koefisien var iansi

penjualan dengan nilai rata rata penjualan p roduk tersebut dalam bentuk

sebuah grafik. Grafik tersebut nantinya akan dibagi menjadi empat daerah,

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

54 

yaitu (a) p roduk dengan volume penjualan yang tinggi dan var iansi besar, (b)

produk dengan volume penjualan tinggi dan var iansi kecil, (c) p roduk dengan

volume penjualan rendah dan variansi besar, dan (d) p roduk dengan volume

penjualan rendah dan variansi kecil. Produk dengan vo lume yang tinggi dan

variasi yang kecil adalah kandidat untuk MTS, p roduk dengan volume rendah

dan variasi yang tinggi adalah kandidat untuk MTO, sementara produk

dengan volume dan variasi yang tinggi dapat dip roduksi secara MTS. Namun,

dalam melakukan perhitungannya, p roses ini cukup sulit dilakukan, karena

memer lukan pertimbangan subjektif dari pihak penjualan dan p roduksi untuk

menentukan batas antara volume yang tinggi, volume yang rendah, var iansi

yang tinggi, dan variansi yang rendah.

Gambar 2.3 Contoh grafik hubungan antara CoV dan Permintaan rata rata Sumber : Van Donk et al. (2005, p1168)

Page 48: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

55 

Selain Van Donk, Wanke dan Zinn (2004, p470) juga menggunakan

CoV dalam pertimbangan MTO/MTS. Perbedaannya adalah Wanke dan Zinn

memasangkan CoV dengan lead time pengiriman (waktu dari saat pesanan

pelanggan dilakukan sampai pesanan pelanggan dikir imkan, dalam satuan

hari). Hubungannya adalah sebagai ber ikut : semakin tinggi nilai koef isien

variansi dari penjualan, maka resiko perusahaan dalam meny impan

persediaan juga semakin besar. Bila perusahaan memiliki koefisien var iansi

penjualan yang tinggi perusahaan akan memilih MTO, dan bila perusahaan

memiliki koefisien variansi penjualan yang rendah, perusahaan akan memilih

MTS. Sedangkan untuk lead time pengiriman, bila perusahaan memiliki lead

time pengiriman yang tinggi, perusahaan akan melakukan MTO, dan bila

perusahaan memiliki lead time pengir iman yang rendah, perusahaan akan

melakukan M TS. Hubungan antara variansi, lead time pengiriman, dan

keputusan MTO/M TS digambarkan sebagai ber ikut :

Gambar 2.4 Contoh graf ik hubungan antara CoV dan lead time pengir iman Sumber : Wanke dan Zinn (2004, p472)

Wanke dan Zinn memutuskan bila perusahaan memilik i koef isien

variansi yang tinggi (diatas 0.9) maka perusahaan akan melakukan MTO

tanpa mempertimbangkan lead time pengiriman. B ila perusahaan memiliki

lead time pengiriman yang tinggi (diatas 18 hari) maka perusahaan akan

Page 49: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

56 

melakukan M TS tanpa mempertimbangkan n ilai dar i koef isien variansi.

Angka tersebut diperoleh dari analisis yang mereka lakukan terhadap 26

perusahaan dari 6 industri yang berbeda. Garis yang menghubungkan nilai

batas koefisien variansi tinggi dan nilai batas lead time pengiriman tinggi

akan membagi daerah grafik menjadi bagian M TO/MTS sesuai dengan nilai

masing masing variabel pada perusahaan.

3. Pertimbangan Ekonomis (Biaya)

Dalam pertimbangan ekonomis, akan d ilakukan perbandingan antara

total biaya yang diperlukan bila perusahaan memutuskan M TO atau MTS

untuk sebuah produk, setelah perhitungan selesai, perusahaan akan memilih

biaya yang paling rendah diantara keduanya. Asumsi yang digunakan dalam

melakukan perhitungan in i adalah sebagai berikut :

• Permintaan tahunan untuk sebuah produk adalah D unit/tahun yang

berasal dar i pesanan sejumlah N pesanan dari pelanggan selama setahun.

• Ada biaya tetap yang dinyatakan dalam rupiah/pesanan untuk

mepersiapkan produksi (setup cost)

• Biaya yang diperlukan untuk p roduksi diketahui dan dinyatakan dalam

rup iah/unit produk.

• Dalam kasus MTS, pesanan ke supplier akan dilakukan sebesar jumlah

EOQ, yaitu Q unit. Untuk melindungi perusahaan dari kehab isan stock ,

perusahaan juga akan memilik i persedian penyangga / safety stock .

• Dalam MTO, jumlah barang yang diproses adalah sejumlah barang yang

dipesan pelanggan dengan asumsi sebesar D/N unit dan dalam kasus MTS

sebesar Q unit. Beberapa pesanan MTO dapat digabungkan menjadi satu

pada saat p roduksi, namun hal ini tidak dilakukan karena dengan adanya

Page 50: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

57 

variasi yang besar dan deadline pelanggan, penggabungan dapat

menimbulkan waktu p roduksi yang panjang dan semakin bervariasi.

• Perusahaan akan memiliki b iaya penyimpanan yang dinyatakan sebagai

rup iah/unit/tahun.

• Total biaya untuk MTO adalah biaya pemesanan bahan baku dan biaya

produksi. Biaya persediaan tidak diperhitungkan karena MTO tidak

memiliki persediaan.

• Total biaya untuk MTS adalah sebesar b iaya pemesanan bahan baku,

biaya p roduksi, dan biaya peny impanan persediaan. Semua parameter

yang diperlukan dalam perhitungan dapat didapat dari catatan perusahaan

tentang produksi dan penjualan.

Asumsi ini sesuai dengan Rajagopalan (2002, p243) yang menyatakan

bahwa, dalam memperhitungkan biaya untuk strategi persediaan dan p roduksi

MTO/MTS, ada beberapa asumsi yang dapat dibuat, yaitu : dalam MTO

perusahaan tidak memiliki persediaan produk. Ketika pemesanan terjadi,

pembelian bahan baku dan p roduksi akan dilakukan sesuai dengan jumlah

produk yang dipesan oleh pelanggan. Sedangkan dalam MTS perusahaan

memiliki persediaan p roduk dalam tingkat tertentu, dan pada saat persediaan

produk turun sampai level tertentu, perusahaan akan melakukan p roduksi

produk sejumlah p roduk yang telah berkurang.

4. Pertimbangan Kapasitas

Setelah pertimbangan waktu, variasi, dan ekonomis selesai, solusi

awal untuk MTO dan MTS akan didapatkan. Tetap i, sampai saat ini

perhitungan dilakukan tanpa memperhitungkan interaksi antara produk

produk tersebut dengan kapasitas perusahaan. Untuk memastikan kapasitas

Page 51: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

58 

produksi cukup untuk keputusan MTO dan MTS yang telah ada, akan

dilakukan perhitungan kebutuhan kapasitas untuk masing masing alternatif.

Untuk MTS, hasilnya didapatkan dengan mengalikan waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan satu batch p roduksi dengan jumlah batch yang ada,

sementara untuk MTO, hasilnya didapatkan dengan mengalikan waktu rata

rata yang diperlukan untuk menyelesaikan satu pesanan dengan jumlah

pesanan pelanggan yang ada.

Bila kapasitas yang diperlukan melebih i jumlah kapasitas yang

tersedia, solusi sementara yang ada akan diubah dengan mengganti keputusan

produk tertentu dari MTO ke MTS atau sebaliknya agar menghasilkan

penambahan biaya yang paling minimal. Jika semua perubahan yang

memungkinkan telah dilakukan, tetapi solusi yang mencukup i belum dapat

ditemukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kapasitas yang tersedia di

perusahaan memang belum memadai. Perusahaan dapat memutuskan untuk

menambah kapasitas ataupun menghentikan penjualan p roduk dengan volume

dan variasi yang rendah.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Heizer. M enurut Heizer (2011,

p314) kapasitas adalah nilai total dari keseluruhan jumlah unit yang dapat

ditampung, diterima, disimpan, ataupun dip roduksi oleh sebuah fasilitas

dalam periode tertentu. Kapasitas biasanya dinyatakan dalam jumlah unit

yang dapat dip roduksi dalam satu satuan waktu. Untuk menghitung

kebutuhan kapasitas yang diperlukan, perusahaan memer lukan beberapa

informasi, antara lain tingkat perkiraan permintaan, waktu yang diperlukan

untuk memproduksi sebuah produk, dan jumlah waktu yang tersedia untuk

melakukan produksi.

Page 52: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

59 

Analisis tentang kebutuhan kapasitas diperlukan untuk mengetahui

apakah pengaruh yang d itimbulkan oleh perkiraan permintaan yang akan

datang terhadap kapasitas yang telah ada. Hasil in i akan menghasilkan

keputusan perlu tidaknya dilakukan perubahan terhadap kapasitas yang telah

ada, baik melalui penambahan maupun pengurangan kapasitas.

Stevenson juga mengemukakan hal yang sama tentang kapasitas.

Menurut Stevenson (2009, p186) dalam melakukan perubahan terhadap

supply chain perusahaan, perusahaan perlu mempertimbangkan kembali

kapasitas yang mereka miliki. Perusahaan perlu melakukan pemeriksaan akan

kemampuan kapasitas perusahaan dalam menghadapi perubahan yang

dilakukan. Kapasitas yang tidak mencukup i akan membuat perusahaan tidak

mampu memenuh i permintaan pelanggannya, sementara kapasitas yang

berlebihan akan membuat perusahaan membebankan biaya tetap yang lebih

besar kepada hasil produksi.

2.9 Analisis dan Perancangan Sistem

Analisis sistem menurut Whitten (2004, p186) adalah teknik

penyelesaian masalah yang memecah sistem menjadi komponen komponen

penyusunnya dengan tujuan untuk mempelajari seberapa baik komponen

komponen tersebut berkerja dan apa hubungannya antara satu dengan yang

lainnya dalam menyelesaikan tugas tertentu.

Perancangan sistem menurut Whitten (2004, p186) adalah teknik

penyelesaian masalah yang menyusun kembali komponen komponen dari

sistem menjadi sistem tunggal dengan harapan akan menimbulkan sistem

Page 53: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

60 

yang lebih baik. Hal in i dapat melibatkan penambahan, pengurangan, dan

perubahan komponen dari sistem yang telah ada.

Pengembangan sistem biasanya disebabkan oleh adanya masalah

(sistuasi yang tidak diinginkan yang membuat perusahaan tidak dapat

mecapai v isi, misi, dan tujuannya), peluang (kesempatan untuk meningkatkan

performa perusahaan) dan perintah/direktif (ketentuan baru yang dibuat oleh

pemerintah, manajemen, ataupun faktor eksternal lainnya).

2.10 Object Oriented Analysis and Design

Menurut Mathiassen, et al (2000, p3) Object Oriented Analysis and

Design menggunakan ob ject dan class sebagai konsep kuncinya dalam

menganalisa dan merancang sistem. Object d igunakan untuk menggambarkan

dan memahami sebuah sistem. Object didefinisikan sebagai sebuah entitas

yang memiliki identitas, state, dan behavior. Class didefinisikan sebagai

sekelompok object dengan struktur, pola behavior, dan atribut yang sama.

Mengacu pada Mathiassen et al. (2000, p14) terdapat empat aktivitas utama

dalam OOAD, yaitu problem domain analysis, application domain analysis,

architectural design, dan component design.

Page 54: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

61 

Gambar 2.5 Aktivitas utama dalam OOA&D Sumber : Mathiassen et al (2000, pp15)

2.10.1 System Choice and System Definition

Menurut Mathiassen, et al (2000, p25) ada tiga subaktivitas yang

dijadikan dasar dalam melakukan system cho ice, yaitu :

1. Fokus pada tantangan

Aktivitas ini merupakan penerapan dari prinsip memahami situasi.

Pemahaman pengembang tentang situasi dari pengguna harus banyak dan

mendalam. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memahami situasi

adalah rich picture. Rich picture adalah sketsa informal yang

menggambarkan pemahaman pembuat sketsa tentang situasi yang ada.

2. Menghasilkan dan mengevaluasi ide design

Aktivitas ini merupakan penerapan dari p rinsip penciptaan ide baru. Ide yang

diciptakan menjelaskan sebagian dar i solusi terkomputerisasi yang dirangkum

dalam satu atau leb ih system definition.

Page 55: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

62 

3. Membuat dan memilih system definition

Aktivitas ini merupakan penerapan dari prinsip definisikan sistem alternatif.

Tujuan aktivitas ini adalah memilih sistem yang akan dikembangkan. Sistem

yang dipilih harus dapat disampaikan tanpa perbedaan interp retasi ataupun

kemungkinan lainnya. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah system

definition, yaitu deskripsi singkat dan jelas dari sistem yang terkomputerisasi

dalam natural language. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mengembangkan system definition adalah dengan menggunakan FACTOR

criterion, yang terdir i dari :

• Functiona lity : Fungsi sistem yang mendukung pekerjaan dari application

domain.

• Applica tion domain : Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi,

dan mengendalikan problem domain.

• Conditions : Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.

• Technology : Teknologi yang akan digunakan oleh sistem dalam

operasionalnya dan teknologi yang digunakan untuk mengembangkan

sistem.

• Objects : Objects utama dalam problem domain.

• Responsibility : Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam

hubungannya dengan konteks.

2.10.2 Problem Domain Analysis

Problem domain analysis bertujuan untuk mengidentifikasi dan

memodelkan problem domain yang merupakan bagian dari konteks yang

dikelola, dimonitor, dan d ikontrol oleh sistem. Sedangkan model itu sendiri

adalah deskripsi dari classes, objects, structures, dan behavior dalam problem

Page 56: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

63 

domain. Titik awal untuk melakukan problem domain analysis adalah system

definition yang telah ditentukan sebelumnya (M athiassen et al., 2000, pp45-

48).

Gambar 2.6 Aktivitas dalam problem domain Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)

Ada tiga aktifitas utama dalam problem domain analysis, yaitu :

• Classes

Menurut Mathiassen et al. (2000, pp49-50) class adalah deskripsi dari

sekumpulan object yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan

attributes. Tujuan dar i aktifitas ini adalah untuk menentukan objects dan

events yang ada dari problem domain. Object adalah entitas yang

memiliki iden tity, state, dan behavior. Sementara event adalah peristiwa

instan yang melibatkan satu atau leb ih ob ject. Langkah awal dari aktifitas

ini adalah menentukan calon class dan event yang memungkinkan,

kemudian dari kandidat yang ada akan dipilih yang paling sesuai dengan

konteks sistem. Hasil akhir dari p roses ini adalah event table yang terdiri

dari classes, event, dan hubungan yang dijalankannya. (Mathiassen et al.,

2000, pp53-55)

Page 57: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

64 

• Structure

Menurut M athiassen et al. (2000, p69-70) structure bertujuan untuk

menjelaskan hubungan struktural antara classes dan objects yang ada di

problem domain. Dengan menggunakan event table yang telah dibuat

sebelumnya, aktifitas ini akan menghasilkan sebuah class diagram

lengkap dengan classes dan structures yang memberikan gambaran

tentang problem domain.

Menurut M athiassen et al. (2000, p69) class structure dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Generalization : Super class yang menjelaskan properti yang umum

dari sekelompok sub classes.

Gambar 2.7 Struktur Generalization Sumber : Mathiassen et al (2000, p73)

2. Cluster : Sekumpulan classes yang saling berhubungan.

Gambar 2.8 Struktur cluster Sumber : Mathiassen et al (2000, p75)

Page 58: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

65 

Sedangkan object structure d ibagi menjadi :

1. Aggregation : superior ob ject (the whole) yang terdiri dari beberapa

objects (the parts).

Gambar 2.9 Struktur aggregation Sumber : Mathiassen et al (2000, p76)

2. Association : hubungan yang memiliki arti antara beberapa objects.

Gambar 2.10 Struktur association Sumber : Mathiassen et al (2000, p77)

• Behavior

Menurut Mathiassen et al. (2000, p89-90) behavior bertujuan untuk

memodelkan dinamika dari problem domain. Pada tahap ini kita akan

menambahkan defin isi class yang ada di class diagram dengan

menambahkan deskripsi dari behavioral pattern dan atribut bagi tiap

class. Hasil dari kegiatan ini dapat dinyatakan dalam bentuk statechart

diagram.

Behavioral pattern adalah deskripsi dari semua event trace yang

memungkinkan bagi semua object dalam class. Event trace adalah urutan

event yang melibatkan sebuah object. Attribut adalah properti deskriptif

dari class atau event.

Page 59: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

66 

2.10.3 Application Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000, pp115-117) application domain

adalah organisasi yang mengatur, memonitor, dan mengkontrol sebuah

problem domain. Aktifitas ini bertujuan untuk menentukan kebutuhan untuk

function dan interface sistem. Aktifitas ini dapat dilakukan dengan

mengamati pekerjaan yang dilakukan pengguna ataupun dengan mengamati

kegiatan bisnis yang ada.

Teradapat tiga aktifitas utama dalam application domain analysis. Ketiga

aktifitas utama yang ada adalah :

• Usage

Menurut Mathiassen et al. (2000, p119) usage bertujuan untuk

menentukan bagaimana actors berinteraksi dengan sistem. Actor adalah

abstraksi dari pengguna ataupun sistem lain yang berinteraksi dengan

sistem utama. Hubungan antara actor dan sistem akan digambarkan

dalam sebuah use case diagram yang merupakan pola interaksi antara

sistem dan actors dalam app lica tion domain.

Gambar 2.11 Notasi use case diagram Sumber : Mathiassen et al (2000, p343)

Page 60: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

67 

Menurut Schneider dan Winters (2001, pp27-29) setiap use case

mempunyai penjelasan detail mengenai apa yang dilakukan dalam

pencapaian fungsi fungsinya:

- Precondition, yaitu kondisi sistem sebelum use case dimulai.

- Postcondition, yaitu kondisi sistem setelah use case dilakukan.

- Flow of events, yaitu serangkaian tahap kegiatan di dalam use case. Di

dalam flow of events terdapat basic path (ketika semua berjalan baik),

dan alternative path (menunjukkan adanya p ilihan di luar basic path).

• Function

Menurut Mathiassen et al. (2000, p137-138) Functions adalah fasilitas

untuk membuat sebuah model menjad i berguna bagi actors. Function

bertujuan untuk menentukan kemampuan sistem dalam memproses

informasi. Hasil dari aktifitas ini adalah function list yang terdiri dari

spesifkasi complex function. Menurut jenisnya, function terbagi menjadi

empat, yaitu :

1. Update, diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan

perubahan di model’s state

2. Signal, diaktifkan oleh perubahan pada model’s state dan

menghasilkan sebuah reaksi di konteks.

3. Read, diaktifkan oleh kebutuhan informasi dar i pekerjaan actor dan

menghasilkan tampilan sistem terhadap model yang berhubungan.

4. Compute, diaktifkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor

yang membutuhkan perhitungan dan menghasilkan tampilan hasil

perhitungan.

Page 61: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

68 

• Interface

Menurut Mathiassen (2000, p151) interface adalah fasilitas yang

membuat model dar i sistem dan fungsinya tersedia bagi semua actors.

Aktifitas ini menggunakan use case, class diagram, dan function list

untuk menghasilkan elemen elemen dari in terface. Interface dibagi

menjad i dua, yaitu:

1. User Interface, yang merupakan penghubung antara sistem utama dan

user.

2. System Interface, yang merupakan penghubung antara sistem utama

dengan sistem lain.

Untuk mendeskripsikan user interface, dapat digunakan window

diagram yang menggambarkan elemen elemen in terface yang ada,

sequence diagram, yang merupakan gambaran dari tahap tahap

interaksi individu dan hubungannya dengan window yang

bersangkutan, dan navigation diagram yang men jelaskan dinamika

user interface secara keseluruhan.

Gambar 2.12 Notasi sequence diagram Sumber : Mathiassen et al (2000, p340)

Page 62: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

69 

2.10.4 Architectural Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p173) architectural design

dilakukan untuk penstrukturan sistem yang terkomputerisasi berdasarkan

bagian bagiannya sesuai dengan design criteria. Proses ini akan

menghasilkan struktur untuk komponen komponen sistem dan proses

prosesnya.

2.10.5 Component Design

Menurut M athiassen et al. (2000, p231) component design bertujuan

untuk menentukan implementasi dari kebutuhan kebutuhan ke dalam

architectural framework . Component design menggunakan architectural

specification dan system requiremen ts untuk menghasilkan spesifikasi dari

komponen komponen yang saling berhubungan.

Page 63: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

70 

2.11 Kerangka Berpik ir dan Kerja

Kerangka berp ikir dan ker ja dalam proses penulisan skripsi ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.13 Kerangka berp ikir dan kerja mengembangkan e-scm

Page 64: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

71 

Kerangka berp ikir dan kerja yang dibuat melewati tahap tahap sebagai

berikut:

1. Energize the organization

Tahap ini mengidentifikasi p ihak pihak dalam struktur organisasi perusahaan

yang memiliki peranan dalam SCM perusahaan dan akan terpengaruh bila

ada perubahan di dalam SCM perusahaan.

2. Enterprise vision

Tahap ini mengidentifikasi visi perusahaan. Untuk mencapai visinya,

perusahaan perlu mengetahui keadaan lingkungan industri, pelanggan, dan

pesaingnya. Karena itu digunakan metode 5 forces Potter untuk

mengetahuinya.

3. Supply chain value assessment

Tahap ini menggunakan value chain analysis untuk mengidentifikasi dan

menggambarkan p roses p roses penting dalam perusahaan yang menghasilkan

nilai bagi perusahaan dan pelanggannya.

4. Opportunity Identification

Pada tahap ini d ilakukan analisis terhadap berbagai pertimbangan dalam

penentuan keputusan MTO/MTS bagi p roduk produk perusahaan sehingga

strategi SCM (Push / Pull / Push-pull System) yang tepat untuk perusahaan

dapat ditentukan.

5. Strategy Decision

Berdasarkan analisis terhadap beberapa pertimbangan yang dilakukan

sebelumnya, akan ditentukan strategi yang akan digunakan untuk mendukung

kegiatan dan keberhasilan perusahaan.

Page 65: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan

72 

6. Perancangan OOA&D

Pada tahap ini, dilakukan penyesuaian strategi yang telah ditentukan ke dalam

rancangan kerja sistem yang akan dibangun dengan menggunakan metode

analisis problem domain yang berbasis Object Oriented Analysis and Design

(OOA&D).

7. Perancangan tampilan layar

Pada tahap ini dilakukan perancangan tampilan layar yang sesuai dengan

hasil rancangan sistem dari p roses OOA&D.

8. Pembuatan program

Pada tahap ini program akan dibangun dengan menggunakan bahasa

pemrograman ASP dan database MySQL yang fitur dan rancangan tampilan

layarnya mengacu pada hasil perancangan sistem dari p roses OOA&D.