bina nusantara | library & knowledge...

35
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori Pada bab ini akan menjelaskan tentang beberapa teori yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini yang digunakan sebagai landasan. Di bawah ini adalah pemaparan teori-teori tersebut. 2.1.1 Pengembangan Kapasitas Menurut Keban (2000:7), pengembangan kapasitas adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Sedangkan menurut Morison (2001:42) melihat pengembangan kapasitas sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian gerakan, perubahan multi level dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada. Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan “Capacity building is a process that increases the ability of persons, organisations or system to meet its stated purposes and objectives”. Dari pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, 7

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

28

27

BAB 2LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

Pada bab ini akan menjelaskan tentang beberapa teori yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini yang digunakan sebagai landasan. Di bawah ini adalah pemaparan teori-teori tersebut.

2.1.1Pengembangan Kapasitas

Menurut Keban (2000:7), pengembangan kapasitas adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Sedangkan menurut Morison (2001:42) melihat pengembangan kapasitas sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian gerakan, perubahan multi level dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada.

Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan “Capacity building is a process that increases the ability of persons, organisations or system to meet its stated purposes and objectives”. Dari pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Soeprapto (2006:11), tentang pengertian pengembangan kapasitas yaitu:

1. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses.

2. Pengembangan kapasitas adalah proses pembelajaran multi-tingkatan meliputi individu, kelompok, organisasi, dan sistem.

3. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap.

4. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning, dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses pembelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus menerus beradaptasi atas perubahan.

Menurut Gandara (2008:9), bahwa pengembangan kapasitas adalah sebuah proses untuk meningkatkan individu, kelompok, organisasi, komunitas dan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan.

Berdasarkan pemaparan mengenai definisi dari beberapa ahli tentang pengembangan kapasitas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan kapasitas secara umum merupakan suatu proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi serta sistem untuk memperkuat kemampuan diri, kelompok dan organisasi sehingga mampu mempertahankan diri atau profesinya ditengah perubahan yang terjadi secara terus menerus.

2.1.1.1Metode Pengembangan Kapasitas

Pengembangan kapasitas memiliki aktifitas tersendiri yang memungkinkan terjadinya pengembangan kapasitas pada sebuah sistem, organisasi, atau individu, dimana ada aktifitas tersebut terdiri atas beberapa fase umum. Adapun fase tersebut menurut Gandara (2008:18) adalah:

1. Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu: (1). Identifikasi kebutuhan untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu mengenali alasan-alasan dan kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas. (2). Menentukan tujuan-tujuan. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu melakukan konsultasi dengan stakeholder utama untuk mengidentifikasi isu utama pengembangan kapasitas (3). Memberikan tanggung jawab. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu menetapkan penanggung jawab kegiatan pengembangan kapasitas, misalnya membentuk tim teknis atau satuan kerja (4). Merancang proses pengembangan kapasitas. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu menentukan metodologi pemetaan sesuai permasalahan yang muncul dan membuat penjadwalan kegiatan tentang proses pemetaan dan tahapan perumusan berikutnya tentang rencana tindak pengembangan kapasitas. (5). Pengalokasian sumber daya. Kegiatan utamanya adalah mengidentifikasi pendanaan kegiatan proses pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber daya dengan membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang dibutuhkan dan dapat disetujui oleh pihak berwenang.

2. Fase Analisis. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu: (1). Mengidentifikasi permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya berupa melakukan pemeriksaan terhadap masalah untuk penyelidikan lebih lanjut. (2). Analisis terhadap proses dalam hal ini kegiatan utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan kapasitas dengan proses sistem kinerja, organisasi dan individu. (3). Analisis organisasi dalam hal ini kegiatan utamanya berupa memilih organisasi untuk diselidiki lebih dalam (pemetaan organisasional). (4). Memetakan GAP dalam kapasitas dalam hal ini kegiatan utamanya adalah berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal dengan kenyataannya. (5). Menyimpulkan kebutuhan-kebutuhan pengembangan kapasitas yang mendesak dalam hal ini kegiatan utamanya adalah berupa menyimpulkan temuan-temuan dan mengumpulkan usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan kapasitas.

3. Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat 3 langkah kerja yaitu: (1). Perencanaan tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan konsep rencana tindakan pengembangan kapasitas. (2). Membuat rencana jangka menengah, kegiatan utamanya berupa pertemuan-pertemuan konsultatif. (3). Menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya berupa menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapan-tahapan implementasinya.

4. Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu: (1). Pemrograman, kegitan utamanya berupa mengalokasikan sumber daya yang dimiliki saat ini. (2). Perencanaan proyek pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa merumuskan kebijakan implementasi pengembangan kapasitas. (3). Penyeleksian penyedia jasa layanan pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa mengidentifikasi layanan dan produk luar terkait kebutuhan implementasi pengembangan kapasitas yang akan dikerjanakan. (4). Implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang ada dan jadwal yang tersedia. (5). monitoring proses, kegiatan utamanya berupa melakukan monitoring terhadap aktifitas-aktifitas pengembangan kapasitas.

5. Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat 2 langkah kerja yaitu: (1). Evaluasi dampak, kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian pengembangan kapasitas, seperti peningkatan kinerja. (2). Merencanakan ulang rencana tindak pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya adalah melakukan analisa terhadap temuan monitoring proses dan evaluasi dampak dalam konteks kebutuhan perencanaan ulang pengembangan kapasitas.

2.1.1.2Tingkatan  Pengembangan Kapasitas

Menurut Soeprapto (2010) upaya pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam berbagai tingkatan yaitu sebagaimana diilustrasikan melalui gambar berikut:

Sumber: Soeprapto (2010)

Gambar 2.1 Tingkatan Pengembangan Kapasitas

Dari gambar tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada 3 (tiga) tingkatan-tingkatan, yaitu:

1. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu.

2. Tingkatan institusional atau keseluruhan satuan, contoh struktur organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi, prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan dan  jaringan organisasi.

3. Tingkatan individual, contohnya ketrampilan individu dan persyaratan-persyaratan, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi.

2.1.2Pemberdayaan Karyawan

Robbins (2006:19) memberikan pengertian pemberdayaan sebagai penempatan pekerja yang bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan. Sedangkan menurut Goetsch dan Davis (2006:230), pemberdayaan tidak berarti hanya melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara memberikan mereka suara yang sebenarnya. Melibatkan karyawan dalam membuat keputusan berhubungan dengan pekerjaan mereka adalah prinsip dari manajemen yang baik. Dengan total kualitas manajemen, prinsip ini bahkan lebih diutamakan. Karyawan dilibatkan tidak hanya dalam membuat keputusan tetapi juga dalam proses pemikiran kreatif yang mengawali pengambilan keputusan.

Menurut Cook dan Macaulay yang dikutip Wibowo (2008:112), pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada filsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat mengunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organiasi.

Menurut Robert dan Greene dalam Damanik dan Pattiasina (2009:93), pemberdayaan adalah suatu proses bagaimana orang semakin cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagi kendali dan mempengaruhi peristiwa dan institusi yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan karyawan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan dan menciptakan kondisi saling percaya antar manajemen dan karyawan.

2.1.2.1Manfaat Pemberdayaan Karyawan

Konsep pemberdayaan lahir ketika kegiatan pendidikan dan pelatihan dirasa sudah tidak efektif lagi karena dinilai terlalu bersifat top down sehingga kurang mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi karyawan. Pemberdayaan adalah suatu cara pendekatan baru yang bersifat bottom up karena menuntut karyawan lebih kreatif dan inovatif secara mandiri dengan dukungan langsung dari pemberi wewenang.

Menurut Wibowo (2008:116) beberapa alasan perlunya pemberdayaan karyawan yaitu:

· Semakin intensifnya kompetisi sehingga organisasi perlu memberdayakan orang untuk melawan tantangan kompetisi.

· Inovasi teknologi berubah cepat sehingga organisasi perlu memberdayakan orang lain untuk menggunakan sebaik mungkin teknologi maju.

· Permintaan yang tetap atas kualitas yang tinggi dan nilai yang lebih baik menyebabkan organisasi perlu memperdayakan orang untuk menemukan cara inovatif guna memperbaiki produk dan jasa.

· Tumbuhnya masalah ekologi menuntut organisasinya perlu memberdayakan orang untuk melaksanakan kebijakan ekologi.

Seiring dengan era globalisasi yang tidak mungkin dihindari, perusahaan harus dapat mengikuti aturan atau bahkan harus mangimbangi adanya upaya berbagai perubahan yang diakibatkan golobalisasi sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja.

Menurut Wibowo (2008:117) manfaat adanya pemberdayaan yaitu meningkatkan percaya diri dalam melakukan sesuatu, yang pada waktu sebelumnya tidak pernah percaya mungkin dilakukan. Bagi organisasi, pemberdayaan akan meningkatkan kinerja organisasi dan individu dapat mengembangkan bakatnya secara penuh.

2.1.2.2Dimensi Pemberdayaan Karyawan

Menurut Thomas dan Velthouse, 1990 dalam Chasanah (2008) ditemukan empat dimensi umum yang dimiliki pemberdayaan, yaitu:

1. Meaning (Arti)

Meaning adalah nilai dari suatu tujuan kerja yang dinilai dalam kaitannya dengan tujuan atau standar individu yang bersangkutan. Arti mencakup suatu kesesuaian antara persyaratan dari suatu peran kerja dan keyakinan, nilai dan perilaku.

2. Competence (Kompetensi)

Competence mempunyai arti yang sama dengan self-efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kompetensi lebih memfokuskan pada kemampuan dalam melaksanakan peran kerja tertentu, bukan peran kerja secara umum atau sering disebut dengan self-esteem.

3. Self-determination (Penetuan diri)

Self-determination adalah perasaan invidu yang berkaitan dengan pilihan dalam mengawali dan mengatur dalam mebuat pilihan atau melakukan suatu pekerjaan. Penentuan diri merefleksikan otonomi dalam mengawali dan melaksanakan perilaku dan proses kerja, misalnya mengenai pembuatan keputusan tentang metode kerja, kecepatan dan usaha yang dilaksanakan.

4. Impact (Pengaruh)

Impact adalah suatu tingkatan yang mana individu dapat mempengaruhi hasil-hasil startegik, adminstratif dan operasional dari hasil kerja.

2.1.2.3Teknik Memberdayakan Karyawan

Teknik memberdayakan karyawan menurut Heizer dan Render (2009:311), ialah:

· Membina jaringan komunikasi yang melibatkan pekerja.

· Membentuk para penyelia yang bersikap terbuka dan mendukung.

· Memindahkan tanggung jawab dari manajer dan staf kepada para pekerja dibagian produksi.

· Membangun organisasi yang memiliki moral yang tinggi.

· Menciptakan struktur organisasi formal sebagai tim-tim dan lingkaran-lingkaran kualitas.

2.1.3Promosi Karyawan

Menurut Rivai (2004:211) promosi karyawan terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level.

Siagian (2005:169) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan promosi karyawan ialah apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula. Setiap karyawan mendambakan promosi karena dipandang sebagai penghargaan atas keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus sebagai pengakuan atas kemampuan dan potensi yang bersangkutan untuk menduduki posisi yang lebih tinggi dalam organisasi. Promosi karyawan dapat terjadi tidak hanya bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, akan tetapi juga bagi mereka yang pekerjaannya bersifat teknikal dan non manajerial.

Menurut Hasibuan (2007:121) promosi karyawan merupakan perpindahan yang memperbesar wewenang (authority) dan tanggung jawab (responbility) karyawan ke jabatan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi sehingga hak, status, dan penghasilan mereka semakin besar.

Dari definisi diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa promosi karyawan adalah perpindahan pekerjaan seseorang dari satu jabatan kejabatan yang lebih tinggi, wewenang dan tanggung jawab semakin besar, status serta pendapatan juga semakin tinggi. Hal mendasar yang membuat perusahaan melakukan promosi adalah untuk mengembangkan potensi karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

2.1.3.1 Tujuan Promosi Karyawan

Pada dasarya promosi karyawan diarahkan kepada peningkatan dari ketetapan dalam mencapai sasaran melalui pelaksanan promosi dimana para karyawan  tersebut memperoleh kepuasan kerja, mungkin seseorang karyawan untuk memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan yang akhimya akan dapat ditetapkan tujuan promosi. Menurut Hasibuan (2007:127) yaitu:

· Untuk memberikan pengakuan jabatan dan imbalan jasa kepada karyawan yang berprestasi kerja tinggi.

· Dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi, status sosial yang semakin tinggi dan penghasilan yang semakin besar.

· Untuk merangsang agar karyawan bergairah kerja, berdisiplin tinggi dan memperbesar produktivitas kerja.

· Untuk menjamin stabilitas kerja karyawan dengan direalisasikannya promosi jabatan kepada karyawan dengan dasar dan waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.

· Kesempatan promosi dapat menimbulkan keuntungan berantai (multiplier effect) dalam perusahan karena adanya lowongan berantai.

· Memberikan kesempatan pada karyawan untuk menembangkan kreatifitas dan inovasinya yang lebih baik demi keuntungan optimal perusahaan.

· Untuk menambah atau memperluas pengetahuan serta pengalaman kerja para karyawan dan ini merupakan daya dorong bagi karyawan lain.

· Untuk mengisi kekosongan jabatan karena pejabat berhenti. Agar jabatan tidak kosong maka dipromosikan karyawan lain.

· Karyawan yang dipromosikan kepada jabatan yang tepat, semangat kesenangan dan ketenangan dalam bekerja akan semakin meningkat sehingga produktivitasnya juga meningkat.

· Untuk mempermudah penarikan pelamaran, kesempatan promosi merupakan daya dorong serta perangsang bagi pelamar untuk memasukan lamarannya.

· Promosi akan memperbaiki status karyawan dari karyawan sementara menjadi karyawan tetap setelah lulus dari masa percobaan.

2.1.3.2 Bentuk - Bentuk Promosi Karyawan

Ada beberapa jenis promosi karyawan menurut Hasibuan (2007:112) yaitu:

· Promosi Tetap (perpormen promotion) yaitu kenaikan pangkat atau jabatan seseorang yang sudah pasti, artinya menurut ketentuan yang berlaku rutin, tetap dan tidak akan berubah lagi.

· Promosi Sementara (Tempolar promotion) yaitu sesesorang yang dinaikkan pangkat atau jabatan untuk sementara waktu, guna mengisi jabatan yang sedang kosong karena sesuatu sebab tetapi apabila jabatan telah diisi oleh pejabat tetap maka pejabat sementara akan diturunkan kembali kejabatan sebelumnya.

· Promosi Kering (Dry promotion) yaitu seorang yang pangkat atau jabatannya dinaikkan dan disertai dengan peningkatan bobot tugas, wewenang dan tanggung jawab tetap tidak disertai dengan naiknya upah atau gaji.

· Promosi Kecil (small secale promotion) yaitu promosi yang berupa pemindahan seseorang dari jabatan yang kurang berarti, artinya jabatan yang kurang meminta keterampilan kejabatan yang lebih berarti atau lebih penting karena dituntut untuk meminta keterampilan yang tinggi tetapi tidak disertai dengan kenaikan pangkat atau jabatan.                     

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa yaitu promosi tetap dilakukan apabila karyawan sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh perusahaan, promosi sementara dilakukan karena adanya kekosongan jabatan yang harus segera diisi, promosi kering dapat meningkatkan jabatan seseorang ke jabatan yang lebih tinggi tetapi gaji tidak naik dan promosi kecil, promosi yang dilakukan tanpa disertai kenaikan jabatan atau pangkat.

2.1.3.3  Dasar-Dasar Promosi Karyawan

Hasibuan (2007:122-124) menjelaskan  bahwa program promosi karyawan hendaknya memberikan informasi yang jelas, apa yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk mempromosikan seseorang karyawan dalam perusahaan tersebut. Hal ini penting supaya karyawan dapat mengetahui dan memperjuangkan nasibnya. Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karyawan adalah:

1. Pengalaman (senioritas)

Pengalaman (senioritas)  yaitu promosi yang didasarkan pada lamanya pengalaman kerja karyawan. Pertimbangan promosi adalah pengalaman kerja seseorang, orang yang terlama bekerja dalam perusahaan mendapat prioritas pertama dalam tindakan promosi. Kebaikannya adalah adanya penghargaan dan pengakuan bahwa pengalaman merupakan suatu guru yang berharga. Dengan pengalaman, seseorang akan dapat mengembangkan kemampuannya sehingga karyawan tetap betah bekerja pada perusahaan dengan harapan suatu waktu ia akan dipromosikan. Kelemahannya adalah seseorang karyawan yang kemampuannya sangat terbatas, tetapi karena sudah lama bekerja tetap dipromosikan. Dengan demikian, perusahaan akan dipimpin oleh seorang yang berkemampuan rendah, sehingga perkembangan dan kelangsungan perusahaan disangsikan.

2. Kecakapan (ability)

Kecakapan (ability)  yaitu seseorang akan dipromosikan berdasarkan   penilaian kecakapan. Pertimbangan promosi adalah kecakapan, orang yang cakap atau ahli mendapat prioritas pertama untuk dipromosikan. Kecakapan adalah total dari semua keahlian yang diperlukan untuk mencapai hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.

3. Kombinasi pengalaman dan kecakapan 

Kombinasi pengalaman dan kecakapan  yaitu promosi vang berdasarkan pada lamanya pengalaman dan kecakapan. Pertimbangan promosi adalah berdasarkan lamanya dinas, ijazah pendidikan formal yang dimiliki, dan hasil ujian kenaikan golongan. Jika seseorang lulus dalam ujian maka hasil ujian kenaikan dipromosikan.

2.1.4 Retensi Karyawan

Retensi karyawan didefinisikan oleh Mathis dan Jackson (2006:126) sebagai suatu bentuk upaya untuk mempertahankan karyawan, di mana hal tersebut telah menjadi persoalan utama dalam banyak organisasi karena beberapa alasan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), istilah retensi terkait dengan istilah perputaran karyawan yang berarti proses karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekruitmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada (Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012).

Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012) kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Maka, menjadi kehilangan yang sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang yang sangat terlatih. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut.

Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dalam pekerjaan organisasi. Sehingga perlu dikembangkan langkah-langkah yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya.

2.1.4.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan

Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2006:128) yang digambarkan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut:

Sumber: Mathis dan Jackson (2006:129)

Gambar 2.2 Faktor Penentu Retensi Karyawan

1. Komponen Organisasi

Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda memiliki tingkat retensi karyawan lebih tinggi. Strategi, peluang dan manajemen organisasional di mana organisasi memiliki perencanaan masa depan dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas juga berpengaruh terhadap tingginya angka retensi karyawan. Serta organisasi dengan karyawan yang merasa dikelola dengan baik dan memiliki kontinuitas dan keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka retensi karyawan yang lebih tinggi.

2. Peluang Karir Organisasi

Usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. Peluang untuk perkembangan pribadi memunculkan alasan mengapa individu mengambil pekerjaannya saat ini dan mengapa mereka bertahan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara berlanjut yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karir terhadap karyawan, serta perencanaan karir formal dalam suatu organisasi.

3. Penghargaan

Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan tunjangan. Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau keluar dari organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. Karyawan cenderung bertahan apabila memperoleh penghargaan yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.

4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan

Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan non-fisik), dan keseimbangan kerja atau kehidupan karyawan.

5. Hubungan Karyawan

Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan karyawan termasuk perlakuan adil atau tidak diskriminatif bagi setiap karyawan, dukungan yang berasal dari supervisor atau manajemen, serta hubungan karyawan dengan sesama rekan kerja.

2.1.4.2 Manajemen Retensi Karyawan

Agar dapat mengelola retensi karyawan dengan baik, penting bagi perusahaan untuk mengatur retensi para karyawan. Apabila kurang diperhatikan, retensi karyawan kemungkinan besar tidak berhasil. Menurut Mathis & Jackson (2006:136-143), proses manajemen retensi karyawan terdiri atas:

1) Pengukuran dan Penilaian Retensi Karyawan

Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analsis daripada kesan subjektif dari situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari:

· Analisis pengukuran perputaran

· Biaya perputaran

· Survei karyawan

· Wawancara keluar kerja

2) Intervensi Retensi Karyawan

Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu:

· Proses perekrutan dan seleksi

· Orientasi dan pelatihan

· Kompensasi dan tunjangan

· Perencanaan dan pengembangan karier

· Hubungan karyawan

3) Evaluasi dan Tindak Lanjut

Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan cara:

· Menelaah data perputaran secara tetap

· Memeriksa hasil intervensi

· Menyesuaikan usaha intervensi

2.1.4.3Strategi Retensi Karyawan

Torrington dalam Ati Cahayani (2005) mengatakan, ada 5 macam strategi retensi karyawan, yaitu kompensasi, pemenuhan harapan, induksi, praktik SDM yang memperhatikan keluarga karyawan, serta pelatihan dan pengembangan. Kelima hal itu tidak serta-merta bisa mempertahankan karyawan. Ada sejumlah hal lain yang perlu diperhatikan, terkait dengan strategi retensi karyawan.

Strategi retensi pertama adalah kompensasi. Kompensasi dimasukkan sebagai strategi retensi pertama, karena hal ini sering kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya menyebabkan ketiadaan loyalitas. Di dalam Teori Dua Faktor oleh Hertzberg, kompensasi adalah salah satu faktor higiene (Gibson et al, 2003:132 dalam Ati Cahayani 2005). Bila organisasi tidak bisa memenuhi faktor higiene, karyawan merasa tidak puas. Bila mereka merasa tidak puas, mereka mungkin tidak bekerja seperti seharusnya, dan pada akhirnya, kita sulit mengharapkan loyalitas mereka. Tetapi bila kompensasi yang diterima sudah sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka yang terjadi hanyalah pemeliharaan tingkat kepuasan, bukan kepuasan yang meningkat pesat. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa upah yang baik hanya bisa mempertahankan karyawan bila ada faktor lain yang juga membuat mereka senang. Contoh, selain mendapat upah yang baik, karyawan akan setia pada perusahaan bila mereka memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan serta diberi kesempatan untuk mewujudkan aktualitasi diri mereka. Berdasarkan informasi sejumlah informan, alasan mereka atau bawahan atau rekan kerja mereka keluar dari tempat kerja mereka sebagian besar lebih disebabkan oleh faktor lingkungan kerja dan ketiadaan harapan untuk promosi (dead-end carrier). Jadi, selain masalah kompensasi, perusahaan harus mampu untuk memenuhi harapan karyawan.

Karyawan masuk ke dalam organisasi dengan sejumlah harapan, antara lain harapan untuk mendapat promosi, harapan untuk bekerja dengan tenang, harapan untuk mendapat imbalan yang sesuai dengan tenaga yang telah dicurahkan. Pemenuhan harapan karyawan sebenarnya termasuk di dalam kontrak psikologis. Menurut Armstrong dalam Ati Cahayani (2005), dari sudut pandang karyawan, kontrak psikologis mencakup:

1. Kepercayaan terhadap manajemen organisasi untuk memenuhi janji mereka dalam menyampaikan kesepakatan;

2. Bagaimana mereka diperlakukan secara adil dan konsisten;

3. Cakupan untuk menunjukkan kompetensi;

4. Harapan karier dan peluang untuk mengembangkan keterampilan;

Keterlibatan dan pengaruh

Strategi ketiga adalah induksi. Induksi terkait dengan masa orientasi karyawan baru. Ada sejumlah tujuan induksi, yaitu membantu karyawan baru untuk menyesuaikan emosinya dengan tempat kerja baru, menjadi wadah untuk menyampaikan informasi dasar tentang organisasi, dan menyampaikan aspek kultural yang dimiliki perusahaan, seperti kebiasaan yang ada di perusahaan itu (Torrington et al., 2003:219 dalam Ati Cahayani, 2005).

Strategi retensi keempat adalah praktik SDM yang memerhatikan keluarga karyawan. Contoh, bila seorang karyawan yang sudah berkeluarga akan dipindah tugaskan, pihak perusahaan harus mempertimbangkan nasib keluarga inti karyawan tersebut. Satu solusi yang baik adalah, saat menugaskan karyawan yang sudah berkeluarga ke luar kota, pihak perusahaan harus memikirkan akomodasi bagi keluarga karyawan tersebut, setidaknya membantu mencarikan akomodasi bagi keluarga karyawan itu.

Strategi retensi kelima adalah dalam bidang pelatihan dan pengembangan karyawan. Penugasan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan yang tidak adil pun bisa mengurangi loyalitas karyawan. Perusahaan harus menyampaikan alasan yang masuk akal dan transparan saat akan mengirim karyawan mengikuti pelatihan dan pengembangan. Tanpa transparansi, akan timbul kecurigaan. Rasa curiga bisa memicu konflik, menghasilkan situasi kerja yang tidak sehat, dan pada akhirnya mengurangi loyalitas karyawan.

2.1.5Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu mengenai pengembangan kapasitas, pemberdayaan karyawan dan promosi karyawan terhadap retensi karyawan:

· Dalam penelitian yang dilakukan oleh Asiya Gul, Sajjad Akbar and Zeb Jan pada tahun 2012 yang berjudul Role of Capacity Development, Employee Empowerment and Promotion on Employee Retention in the banking sector of Pakistan mengkaji peran dan dampak dari pengembangan kapasitas, pemberdayaan karyawan dan promosi retensi karyawan. Ini adalah studi kuantitatif mengeksplorasi berbagai aspek dari area fokus di bawah diambil. Cukup terstruktur alat kuesioner telah digunakan dengan Cronbach Alpha Keandalan skor 0,872, ukuran sampel n= 74 dan Korelasi dan analisis regresi diterapkan untuk memeriksa hubungan dan kekuatan dari variabel-variabel penelitian melalui perangkat lunak yang dirancang dengan baik Statistic Package for Social Sciences (SPSS). sektor yang dipilih adalah sektor perbankan karena merupakan tulang punggung perekonomian dan pertumbuhan setiap negara.Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan bahwa pelatihan dan pemberdayaan karyawan memiliki peran penting untuk bermain dalam retensi karyawan. Data statistik menunjukkan bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan faktor yang paling penting dalam retensi karyawan. Perusahaan harus memberikan peluang pengembangan kapasitas bagi karyawan untuk mendapatkan pengetahuan bisnis baru dan aplikasi untuk organisasi pembangunan. Dalam sifat berubah dan dinamis lingkungan bisnis tenaga kerja manusia merupakan sumber keunggulan kompetitif. Jadi pelatihan dan pengembangan tidak hanya meningkatkan karyawan kemampuan tetapi juga meningkatkan kinerja organisasi.

· Penelitian yang dilakukan oleh Eric Ng Chee Hong, Lam Zheng Hao, Ramesh Kumar dan Charles Ramendran pada tahun 2012 yang berjudul An Effectiveness of Human Resource Management Pratices onEmployee Retention in Institute of Higher Learning: - A Regression Analysis. Dalam studi ini, peneliti bertujuan untuk mempelajari bagaimana karyawan menganggap pentingnya pemberdayaan mereka, ekuitas kompensasi, desain pekerjaan melalui pelatihan dan harapan terhadap manajemen kinerja yang efektif pada retensi mereka. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan probabilitas dikelola sendiri kuesioner non yang terdiri dari pertanyaan dengan 5 poin skala Likert dibagikan kepada sampel kami dari 278 orang. Dengan menggunakan analisis regresi ganda, ditemukan bahwa, pelatihan dan pengembangan, sistem penilaian kompensasi yang signifikan terhadap retensi karyawan kecuali pemberdayaan karyawan. basis pada hasil, pelatihan, kompensasi dan penilaian adalah pertimbangan mendasar, sedangkan pemberdayaan kurang mendasar untuk pertimbangan.

· Penelitian oleh Affan Aijaz dan S. Zulfikar Ali Shah pada tahun 2013 yang berjudul Impact of Employee Empowerment and Employee Branding on Employee Turnover Behavior. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak pemberdayaan karyawan dan branding karyawan pada karyawan perilaku turnover. peneliti menggunakan kuesioner tertutup dan sebagai instrumen penelitian untuk pengumpulan data primer dari sampel 100 karyawan yang bekerja di berbagai organisasi. Data yang diperoleh dari karyawan yang berbeda telah dianalisis melalui teknik statistik yang berbeda seperti deskriptif statistik, korelasi dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif yang signifikan dari pemberdayaan karyawan dan branding karyawan dengan perilaku turnover karyawan.

· Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rizwan, Jawwad Hassan Jaskani, Huzaifa Ameen, Saifal Hussain, Rana Umer Farooq dan Muhammad Omair pada tahun 2012 yang berjudul Antecedents of Employee Satisfaction and its impact on Job Turnover. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dan berapa banyak intensitas. Secara khusus, peneliti mengambil pemberdayaan karyawan, lingkungan kerja dan gaji dan promosi sebagai anteseden untuk melihat dampaknya terhadap kepuasan karyawan dan selanjutnya dampak kepuasan karyawan pada pergantian karyawan. kuesioner dikembangkan dalam rangka untuk mengumpulkan data untuk memahami tingkat kepuasan karyawan di berbagai organisasi. Sampling nyaman adalah digunakan untuk mengumpulkan data dan 150 kuesioner diisi dari karyawan organisasi swasta dan publik yang berbeda. Secara statistik, asosiasi pemberdayaan karyawan dan lingkungan kerja dengan kepuasan karyawan menunjukkan hasil yang signifikan, tetapi hubungan antara membayar dan promosi dan kepuasan karyawan agak signifikan. Selain itu, efek dari kepuasan karyawan pada omset niat karyawan juga signifikan. Penelitian ini akan membantu para manajer dan organisasi untuk lebih memahami tentang tingkat kepuasan karyawan dan bagaimana mereka dapat memotivasi karyawan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka secara efisien dan efektif.

· Penelitian yang dilakukan oleh Chandranshu Sinha pada tahun 2012 yang berjudul Factors Affecting Employee Retention: A Comparative Analysis of two Organizations from Heavy Engineering. Penelitian ini mengeksplorasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama strategi pengelolaan retensi dalam organisasi. Organisasi dipertimbangkan dari dua produsen rekayasa berat yang berbasis di India. Data itu dikumpulkan dari 100 karyawan yang memegang posisi manajerial menengah di dua organisasi. Cronbach alpha dari kuesioner ditemukan menjadi 0,823 dan korelasi pearson adalah 0,951 (p<0,001). Faktor analisis komponen strategi pengelolaan retensi menyebabkan ekstraksi dari 3 faktor masing-masing dari kedua organisasi. Faktor-faktor untuk EEPL adalah kompetensi dan berorientasi hubungan skolastik dan futuristik, berorientasi dan perkembangan berorientasi reward sedangkan untuk MBPL, faktor yang berorientasi hubungan, kompetensi dan skolastik berorientasi dan reward berorientasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor ini memiliki peran besar untuk bermain dalam membuat karyawan tinggal dan bagaimana pada aspek tingkat manajerial menengah yang berbeda dihargai ketika memutuskan pada strategi retensi dalam konteks yang serupa yaitu sektor.

2.2Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

2.3Hipotesis

Menurut Sugiono (2010:159) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang terkumpul.

Variabel:

X1: Pengembangan Kapasitas

X2: Pemberdayaan Karyawan

X3: Promosi Karyawan

Y: Retensi Karyawan

Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

Untuk T-1

Ha=Ada pengaruh yang signifikan pengembangan kapasitas terhadap retensi karyawan

Untuk T-2

Ha=Ada pengaruh yang signifikan pemberdayaan karyawan terhadap retensi karyawan

Untuk T-3

Ha=ada pengaruh yang signifikan promosi karyawan terhadap retensi karyawan

Untuk T-4

Ha=ada pengaruh yang signifikan antara pengembangan kapasitas, pemberdayaan karyawan dan promosi karyawan terhadap retensi karyawan

Peluang Karir :

Kontinuitas pelatihan

Pengembangan dan bimbingan

Perencanaan karir

Penghargaan :

Gaji dan tunjangan yang kompetitif

Perbedaan penghargaan kinerja

Pengakuan

Tunjangan dan bonus spesial

Komponen Organisasi :

Nilai dan budaya

Strategi dan peluang

Dikelola dengan baik dan terorientasi pada hasil

Kontinuitas dan keamanan kerja

Rancangan tugas dan pekerjaan :

Tanggung jawab dan otonomi kerja

Fleksibilitas kerja

Kondisi kerja

Kesinambungan kerja / kehidupan

Hubungan karyawan :

Perlakuan adil / tidak diskriminatif

Dukungan dari supervisor / manajemen

Hubungan rekan kerja

RETENSI KARYAWAN

PENGEMBANGAN KAPASITAS

PEMBERDAYAAN KARYAWAN

PROMOSI KARYAWAN

7