bab 1.docx
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah lama dikenal sejak zaman Babilonia dan
pada zaman Mesir kuno,namun hingga saat ini masih banyak aspek yang dipersoalkan
karena pembahasan tentang diagnosis, etiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
hingga pada aspek pencegahan masih belum tuntas. Angka kejadian penyakit ini tidak
sama di berbagai belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di Indonesia (Purnomo BB,
2011).
Pada tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit peringkat kedua di bagian
urologi di seluruh rumah rumah sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan
proporsi BSK 28,74% (AUA, 2007). BSK merupakan penyakit yang sering di klinik
urologi di Indonesia. Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data
yang dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di Indonesia adalah 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat
adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang.Faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan disekitarnya (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat
(batu infeksi), batu xantin, batu sistein, dan batu jenis lainnya. (Purnomo BB, 2011).
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar, dan
morfologinya.Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria,
baik hematuria terbuka (gross hematuria) yaitu hematuria yang dapat 1 dilihat kasat mata
dan konsentrasi darah yang larut dalam air kemih cukup besar atau mikroskopik.Selain
itu,bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan endapan urin bahkan
mungkin demam atau tanda sistemik lain. (Sjamsuhidajat R& Jong Wim de, 1997).
Blass Nier Overziecht atau disingkat dengan BNO (Blass = Buli-buli, Nier = Ginjal,
Overziecht = Penelitian) dan pielografi intravena / intravenous pyelography merupakan
salah satu pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan batu saluran
kemih karena dapat memperlihatkan ginjal dan ureter setelah bahan kontras diinjeksikan
melalui intavena. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui ginjal, ureter dan buli-buli.
Foto diambil dalam beberapa interval waktu untuk melihat pergerakan kontras tersebut.
BNO-IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk, dan struktur ginjal, ureter dan buli-
buli.BNO-IVP juga dapat melakukan evaluasi fungsi ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu
ureter, buli-buli, pembesaran prostat, trauma dan tumor (Faisal Muhammad, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian batu saluran kemih?
2. Apa etiologi batu saluran kemih?
3. Apa klasifikasi batu saluran kemih?
4. Bagaimana patofisiologi batu saluran kemih?
5. Apa gejala klinis batu saluran kemih?
6. Apa diagnosa banding batu saluran kemih?
7. Bagaimana pencegahan batu saluran kemih?
8. Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya batu?
9. Apa pemeriksaan diagnostik batu saluran kemih?
10. Bagaimana terapi dan penatalaksanaan batu saluran kemih?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah agar perawat atau pembaca dapat mengetahui dan
memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Batu Ureter pada
makalah ini.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian batu saluran kemih.
2. Untuk mengetahui etiologi batu saluran kemih.
3. Untuk mengetahui klasifikasi batu saluran kemih.
4. Untuk mengetahui patofisiologi batu saluran kemih.
5. Untuk mengetahui gejala klinis batu saluran kemih.
6. Untuk mengetahui diagnosa banding batu saluran kemih.
7. Untuk mengetahui pencegahan batu saluran kemih.
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya batu.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik batu saluran kemih.
10. Untuk mengetahu terapi dan penatalaksanaan batu saluran kemih.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mahasiswa, khususnya mahasiswa STIKES EKA HARAP agar dapat mengetahui tentang
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Batu Ureter ini sendiri.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ureter. Kondisi
adanya batu pada ureter memberikan gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan
berbagai masalah keperawatan pada pasien. (hal 190).
Batu ureter atau disebut juga batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit di mana
didapatkan batu di dalam saluran air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan
uretra anterior (RSU Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan
kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh
sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus
mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam
pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam,
hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002
hal: 1460).
2.2 Etiologi
2.2.1 Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 35-50
tahun, dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria)
2.2.2 Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah
air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin,
oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam),
kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak)
2.2.3 Gangguan aliran kencing (urine)
2.2.4 Infeksi saluran kemih
2.2.5 Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan)
(Nursalam, 2008 hal: 77).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi batu saluran kemih menurut Joyce M Black dalam buku Medical Surgical
Nursing, 2001 hal 822-824 dan Basuki B Purnomo, 2000 hal 64-66 adalah:
1. Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya terdiri dari
fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil disebut pasir atau
kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn” yang berada di pelvis dan
dapat masuk ke kaliks. Faktor penyebab terjadinya batu kalsium adalah:
a. Hypercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urin) biasanya disebabkan oleh
komponen:
1) Peningkatan resopsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroid
primer atau pada tumor paratiroid.
2) Peningkatan absorbs kalsium pada usus yang biasanya dinamakan susu-alkali
syndrome, sarcoidosis.
3) Gangguan kemampuan renal mereabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
4) Abnormalitas struktur biasanya pada daerah pelvikalises ginjal.
b. Hiperoksaluria: eksresi oksalat urine melebihi 45 gram perhari. Keadaan ini
banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis
menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan
yang kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, jeruk sitrun, sayuran berdaun
hijan banyak terutama bayam.
c. Hipositraturi: di dalam urin sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Karena sitrat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hal ini dapat terjadi karena penyakit asidosis tubuli
ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretic golongan thiazid dalam
jangka waktu yang lama.
d. Hipomagnesuri: magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
kalsium, karena didalam urin magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.
e. Terhadap Batu Kalsium Oksalat/fosfat
1) Dapat dengan modifikasi diet dan terapi obat-obatan.
2) Kurangi konsumsi soft drink. Karena soft drink yang mengandung asam fosfat
berhubungan dengan peningkatan 15% kekambuhan batu dalam 3 tahun.
Bagaimana mekanisme tak begitu jelas, tapi diduga sedikit kelebihan asam
akan meningkatkan ekresi kalsium dan asam urat.
3) Kurangi makan protein terutama protein hewani karena banyak mengandung
asam amino yang mengandung sulfur. Hasil metabolismenya akan
meningkatkan asam sulfur dan ini akan berpengaruh terhadap ekresi kalsium,
asam urat dan sitrat. Juga dianjurkan mengurangi konsumsi makanan yang
mengandung oksalat, seperti teh, kopi, bayam, dan lain-lain
4) Obat-obatan: Obat-obatan yang dapat digunakan yaitu thiazide, Alupurinol,
Pemberian Kalium sitrat, kalium bikarbonat, natrium bikarbonat serta jouice
orange sebagai alternatif untuk meningkatkan pH urin, dan Selulosa fosfat
akan mengikat kalsium dan eksresi di urin Diuretik.
Oksalat membentuk kristal dengan Kalsium. Hiperoksaluria terjadi karena:
a. Produksi dalam tubuh meningkat:
1) Karena menelan bahan-bahan yang mendorong terbentuknya oksalat,
misalnya vitamin C
2) Karena kekurangan vitamin B6 penyakit hiperoksaluria, adanya kelainan
mclabolisine sehingga produksi meningkat
b. Intake oksalat meningkat:
1) Alakan bahan oksalat yang berlebihan
2) Penyerapan oksalat yang berlebihan karena penyakit di USUS (enteric
hyperoxaluria)
3) Penyerapan Kalsium yang berlebihan atau diit rendah kalsfuni.
2. Batu struvit
Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan
merubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana ini
memudahkan garam-garam magnesium, ammonium fosfat, dan karbonat membentuk
batu magnesium ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman pemecah urea adalah
proteus spp, klabsiella, serratia, enterobakter, pseudomonas, dan stapillokokus.
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan
kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang
disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal. Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin
kristal batu struit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu
staghorn dan struit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari
ginjal’ hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.
Batu infeksi ini mula-mula terjadi karena supersaturasi dari magnesium ammonium
fosfat dan karbonatapatie. Supersaturasi ini terjadi karena adanya infeksi ginjal oleh
kuman Proteus yaitu kuman yang memecah/menguraikan ureum sehingga air ken-Lih
menjadi basa. Kuman-kuman lain yang juga memecah ureum: Klebsiella,
Pseudomonas, Providencia.
Pada batu struvit yang tidak dapat dibuang, maka diberikan Acetohydroxamidc acid
(AHA) untuk mencegah infeksi yang dapat mengarah terbentuknya batu.
3. Batu asam urat
Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah:
a. Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang banyak
mengandung purine, peminum alcohol.
b. Volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter perhari) atau dehidrasi.
c. Hiperurikosuri: kadar asam urat melebihi 850 mg/ 24jam. Asam urat yang
berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya batu kalsium
oksalat.
d. Sering terjadi karena pH urin yang rendah karena itu perlu diusahakan selain
mengatasi hiperurikosuria juga perlu alkalinisasi urin. Dalam hal ini dianjurkan
pemberian allopurinol dan Natrium Bikarbonat secukupnya.
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak mengandung
kalsium dalam bentuk murni sehingga tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi
mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu
asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk
membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan
sukar larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita.
Separuh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat
famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah
orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous
dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit.
Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
4. Batu sistin
Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara congetinal yang mewarisi
penghambat atosomonal. Batu sistin merupakan jenis yang timbul biasanya pada anak
kecil dan orang tua, jarang ditemukan pada usia dewasa.
Pemberian cairan yang banyak dan alkalinisasi urin. Namun sering tidak adekuat
untuk mencegah pembentukan batu sistin. Disamping pemberian minum yang cukup
banyak pemberian Penicillamine 0,25-1,5mg / hari akan mencegah kekambuhan dan
pH dibuat 8.
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak umum),
berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat
segi enam, sangat sukar larut dalam air. Bersifat Radioopak karena mengandung
sulfur.
Jika batu cystine tidak dapat dikontrol melalui minum banyak, maka Thiola dan
Cuprimine, akan membantu menurunkan jumlah cystine dalam urine.
5. Batu xanthine
Batu xanthine terjadi karena kondisi hederiter hal ini terjadi karena defisiensi oksidasi
xathine. bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa bersifat
sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
2.4 Patofisiologi
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises
dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5mm)
pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada
di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis
berupa hidronefrosis dan hidroureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi di ureter dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum
dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan
kaliekstatis pada kaliks yang bersangkutan.
Kondisi adanya batu pada ureter memberikan masalah keperawatan pada pasien
dengan adanya berbagai respons obstruksi, infeksi, dan peradangan (Hal 190).
2.5 Gejala Klinis
Keluhan
a. Nyeri pinggang (kemeng) pada sudut kostovetebral.
b. Nyeri kolik, dari pinggang menjalar ke depan dan ke arah genitalia disertai mual dan
muntah.
c. Hematuria, baik mikroskopik maupun makroskopik.
d. Disuria karena infeksi.
e. Demam disertai menggigil.
f. Retensi urine pada batu uretra atau leher buli-buli.
g. Dapat tanpa keluhan (“silent stone”).
(Nursalam, 2008 hal: 77).
2.6 Diagnosa Banding
2.6.1 Pieonefritis akut: nyeri sudut kosto-vertebral
2.6.2 Tumor Pielum atau kaliks: dapat menyebabkan sumbatan
2.6.3 Tuberkulosis ginjal: nyeri, hematuria, piuria steril
(Nursalam, 2008 hal: 78).
2.7 Pencegahan
2.7.1 Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat dicapai diuresis
1,5 liter/hari.
2.7.2 Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa
asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin)
2.7.3 Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.
(Nursalam, 2008 hal: 80).
2.8 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Batu
Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk
faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.
a. Herediter/ Keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya Asidosis
tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis
metabolik. Riwayat BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang dalam
satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan BSK antara lain:
1) Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D
sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria,
proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya
mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.
2) Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih
rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.
b. Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Hasil penelitian yang
dilakukan terhadap penderita BSK di RS DR Kariadi selama lima tahun (1989-
1993), frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan enam.
c. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki lebih sering
terjadi dibanding wanita 3:1. Khusus di Indonesia angka kejadian BSK yang
sesuangguhnya belum diketahui, tetapi diperkirakan paling tidak terdapat 170.000
kasus baru per tahun.
Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati.
Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya
kejadan batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti
geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
a. Geografi
Prevalensi BSK tinggi pada mereka yang tinggal di daerah pegunungan, bukit atau
daerah tropis. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden batu saluran kemih
di suatu tempat dengan tempat yang lain. Faktor geografi mewakili salah satu
aspek lingkungan seperti kebiasaan makan di suatu daerah, temperatur,
kelembaban yang sangat menentukan faktor intrinsik yang menjadi predisposisi
BSK.
b. Faktor Iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara langsung namun ditemukan
tingginya batu saluran kemih pada lingkungan bersuhu tinggi. Selama musim
panas banyak ditemukan BSK. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan
keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang
meningkat akan meningkatkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang
mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko terhadap BSK.
c. Jumlah air yang diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang
diminum dan kandungan mineral yang berada di dalam air minum tersebut.
Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor hidrasi. Pada orang dengan
dehidrasi kronik dan asupan cairan kurang memiliki risiko tinggi terkena BSK.
Dehidrasi kronik menaikkan gravitasi air kemih dan saturasi asam urat sehingga
terjadi penurunan pH air kemih.
Pengenceran air kemih dengan banyak minum menyebabkan peningkatan
koefisien ion aktif setara dengan proses kristalisasi air kemih. Banyaknya air yang
diminum akan mengurangi rata-rata umur kristal pembentuk batu saluran kemih
dan mengeluarkan komponen tersebut dalam air kemih.
d. Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu saluran kemih.
Diet berbagai makanan dan minuman mempengaruhi tinggi rendahnya jumlah air
kemih dan substansi pembentukan batu yang berefek signifikan dalam terjadinya
BSK. Bila dikonsumsi berlebihan maka kadar kalsium dalam air kemih akan naik,
pH air kemih turun, dan kadar sitrat air kemih juga turun. Diet yang dimodifikasi
terbukti dapat mengubah komposisi air kemih dan risiko pembentukan batu.
Kebutuhan protein untuk hidup normal per hari 600 mg/kg BB, bila berlebihan
maka risiko terbentuk batu saluran kemih akan meningkat. Protein hewani akan
menurunkan keasaman (pH) air kemih sehingga bersifat asam, maka protein
hewani tergolong “acid ash food”, Akibat reabsorbsi kalsium dalam tubulus
berkurang sehingga kadar kalsium air kemih naik. Selain itu hasil metabolisme
protein hewani akan menyebabkan kadar sitrat air kemih turun, kadar asam urat
dalam darah dan air kemih naik17. Konsumsi protein hewani berlebihan dapat
juga menimbulkan kenaikan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi,
maka berdasarkan hal tersebut diatas maka konsumsi protein hewani berlebihan
memudahkan timbulnya batu saluran kemih.
Karbohidrat tidak mempengaruhi terbentuknya batu kalsium oksalat, sebagian
besar buah adalah alkali ash food (Cranberry dan kismis). Alkasi ash food akan
menyebabkan pH air kemih naik sehingga timbul batu kalsium oksalat. Sayur
bayam, so, sawi, daun singkong menyebabkan hiperkalsiuria. Sayuran yang
mengandung oksalat sawi bayam, kedele, brokoli, asparagus, menyebabkan
hiperkalsiuria dan resorbsi kalsium sehingga menyebabkan hiperkalsium yang
dapat menimbulkan batu kalsium oksalat. Sebagian besar sayuran menyebabkan
pH air kemih naik (alkali ash food) sehingga menguntungkan, karena tidak
memicu terjadinya batu kalsium oksalat. Sayuran mengandung banyak serat yang
dapat mengurangi penyerapan kalsium dalam usus, sehingga mengurangi kadar
kalsium air kemih yang berakibat menurunkan terjadinya BSK. Pada orang
dengan konsumsi serat sedikit maka kemungkinan timbulnya batu kalsium oksalat
meningkat. Serat akan mengikat kalsium dalam usus sehingga yang diserap akan
berkurang dan menyebabkan kadar kalsium dalam air kemih berkurang. Sebagian
besar buah merupakan alkali ash food yang penting untuk mencegah timbulnya
batu saluran kemih. Hanya sedikit buah yang bersifat acid ash food seperti kismis
dan cranberi. Banyak buah yang mengandung sitrat terutama jeruk yang penting
sekali untuk mencegah timbulnya batu saluran kemih, karena sitrat merupakan
inhibitor yang paling kuat. Karena itu konsumsi buah akan memperkecil
kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Beberapa studi telah dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara tingginya asupan makanan dengan ekskresi kalsium
dalam air kemih. Pengaruh diet tinggi kalsium hanya 6% pada kenaikan kalsium
air kemih.
e. Jenis pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada pegawai administrasi dan orang-orang
yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya karena mengganggu proses
metabolisme tubuh.
f. Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Secara pasti mengapa
stres dapat menimbulkan batu saluran kemih belum dapat ditentukan secara pasti.
Tetapi, diketahui bahwa orang-orang yang stres dapat mengalami hipertensi, daya
tahan tubuh rendah, dan kekacauan metabolisme yang memungkinkan kenaikan
terjadinya BSK.
g. Olahraga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah raga dan
kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah terbukti BSK jarang
terjadi pada orang yang bekerja secara fisik dibanding orang yang bekerja di
kantor dengan banyak duduk.
h. Kegemukan (Obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak tubuh baik
diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Obesitas dapat ditentukan dengan
pengukuran antropometri seperti IMT, distribusi lemak tubuh/ persen leamk tubuh
melalui pengukurang tebal lemak bawah kulit. Dikatakan obese jika IMT ≥ 25
kg/m2. Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat yang idiopatik didapatkan
59,2% terkena kegemukan. Pada laki-laki yang berat badannya naik 15,9 kg dari
berat badan waktu umur 21 tahun mempunyai RR 1,39. Pada wanita yang berat
badannya naik 15,9 kg dari berat waktu berumur 18 tahun, RR 1,7. Hal ini
disebabkan pada orang yang gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat
dan kalsium naik.
i. Kebiasaan menahan buang air kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan
kuman pemecah urea sangat mudah menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu
dengan adanya stasis air kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal.
j. Tinggi rendahnya pH air kemih
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH air kemih ( pH
5,2 pada batu kalsium oksalat).
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
2.9.1 Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih dan kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serta
serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam (meningkatkan sistin dan batu asam
urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium
fosfat.
2.9.2 Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
2.9.3 Kultur urine: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus, klebsiela, pseudomonas).
2.9.4 Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein
dan elektrolit.
2.9.5 BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
2.9.6 Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
2.9.7 Hitung Darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
2.9.8 Sel darah merah : biasanya normal.
2.9.9 Hb, Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal).
2.9.10 Hormon paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
2.9.11 Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
2.9.12 IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal
atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis
bentuk kalkuli.
2.9.13 Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu dan efek obstruksi.
2.9.14 Stan CT: mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
2.9.15 USG Ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
2.10 Terapi Dan Penatalaksanaan
2.10.1 Non Farmakologi
1. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat
keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih.
3. Endourologi
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks
melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
b. Litotripsi: memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per
uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-
renoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
5. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
6. Bedah terbuka :
a. Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
2.10.2 Farmakologi
Obat-obatan dalam tindakan penatalaksanaan medis :
1. Analgesia untuk meredakan nyeri dan memberi kesempatan batu untuk keluar
sendiri.
2. Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida)au obat AINS (mis ketorolak
dan naproxen) dapat diberikan, bergantung pada intensitas nyeri.
3. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
4. Allopurinol untuk batu asam urat.
5. Renisillin untuk batu systin.
6. Pada batu struvit yang tidak dapat dibuang, maka diberikan Acetohydroxamidc
acid (AHA) untuk mencegah infeksi yang dapat mengarah terbentuknya batu.
7. Jika batu cystine tidak dapat dikontrol melalui minum banyak, maka Thiola dan
Cuprimine, akan membantu menurunkan jumlah cystine dalam urine.
8. Pemberian antibiotic dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah dikeluarkan, batu
ginjal dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau
menghambat pembentukan batu berikutnya. Preparat diuretic tiazida akan
mengurangi kandungan kalsium dalam urine dengan menurunkan ekskresi
kalsium dalam tubulus ginjal. Produksi asam urat dapat dikurangi dengan
pemberian alopurinal. Urine yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat.
(Chang, Esther, 2009 hal: 239).
2.10.3 Terapi Batu Saluran Kemih
Secara umum terapi batu saluran kemih adalah sebagai berikut:
1. Pengenceran air kemih
Terapi terpenting terhadap terbentuknya batu adalah pengenceran air kemih. Air
kemih akan encer apabila dalam waktu 24 jam jumlah air kemih antara 2-2,5 liter.
Tergantung dari suhu lingkungan dan aktivitas fisik. Biasanya minum antara 2-3
liter untuk mendapatkan volume tersebut. Pengenceran air kemih harus dilakukan
tanpa mengubah komposisi dari air kemih sehingga ditekankan untuk memilih
minuman dengan pertimbangan jumlah kalorinya:
a. Jumlah yang diminum 2,5-3 liter per hari dengan air kemih 2,5 liter per hari.
b. Air yang diminum harus terdistribusi sepanjang hari, minum 2 cangkir setiap 2
jam dan minum sebelum tidur dan setelah buang air kecil.
c. Jenis minuman yang sesuai fruit tea, herba tea, air mineral bergaram rendah.
d. Minuman yang kurang sesuai kopi, teh pahit, jus buah yang pekat.
e. Minuman yang tidak sesuai minuman yang beralkohol, cola, lemon.
2. Perubahan Pola makan
Kebiasaan diet yang tidak sesuai dapat meningkatkan risiko pembentukan batu. Diet
seharusnya terdiri dari bahan-bahan alami yang direkomendasikan adalah buah
segar, sayuran dan selada, lemak nabati dan susu rendah lemak. Sedangkan yang
dibatasi adalah daging, ikan, sosis sebesar 150 gr per hari, sedangkan yang dihindari
adalah lemak dan gula serta garam yang terlalu banyak.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis Fokus
Keluhan yang didapat dari pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar
batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan utama adalah nyeri pada pinggang.
Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ureter karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ureter.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke
bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh area kostovertebral, dan
keluhan gastointestinal seperti mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal
dan proksimitas anatomik ureter ke lambung, pankreas, dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri yang luarbiasa, akut,
dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa ingin berkemih, namun
hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif
bat. Keluhan ini disebut kolik ureteral.
Respons dari nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal, meliputi
keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang memberikan manifestasi penurunan
asupan nutrisi umum.
Pada pengkajian psikososial secara umum akan didapatkan adanya kecemasan
dan perlunya pemenuhan informasi, baik informasi tentang keperluan intervensi
selanjutnya dan informasi tentang praoperatif.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri
kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, nyeri ketuk pada daerah kosto-
vertebra, dan pada beberapa kasus bisa teraba ureter pada sisi sakit akibat
hidronefrosis.
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi urine
dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
3.1.3 Pengkajian Diagnostik
a. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
b. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea.
c. Pemeriksaan fungsi ureter untuk memonitor penurunan fungsi.
d. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah.
e. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai posisi,
besar, dan bentuk batu pada saluran kemih.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kolik berhubungan dengan aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal, nyeri
pascabedah.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, sering BAK, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entree luka pascabedah.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
efek sekunder dari nyeri kolik.
e. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan invasif diagnostik.
f. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan, tindakan diagnostik
invasif, ESWL, perencanaan pasien pulang.
3.3 Intervensi Keperawatan
Nyeri kolik b.d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal
saraf efek sekunder dari adanya batu pada ginjal, ureter
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Hasil:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1
(0-4).
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Ekspresi klien relaks.
Intervensi Keperawatan Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
- Istirahatkan klien
- Manajemen lingkungan tenang
dan batasi pengunjung
- Beri kompres hangat pada
pinggang
- Lakukan teknik stimulasi
perkutaneus
- Dekatkan orang terdekat
- Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam
- Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
- Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2
jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke jaringan.
- Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan menganjurkan
klien untuk beristirahat dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak penngunjung yang berada di
ruangan dan menjaga privasi klien
- Vasodilatasi dapat menurunkan spasme otot
dan kontraksi otot pinggang sehingga
menurunkan stimulus nyeri
- Salah satu metode distraksi untuk
menstimulasi pengeluaran endorfin-
enkefalin yang berguna sebagai analgetik
internal untuk memblok rasa nyeri
- Eksplorasi stimulus eksternal untuk
menurunkan stimulus nyeri
- Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder
- Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus eksternal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
Kolaborasi dengan dokter, pemberian
analgetik
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
akan berkurang
Kolaborasi pemberian antiemetik Menurunkan respons negatif gastrointestinal
sekunder dari nyeri kolik
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1
(0-4).
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Ekspresi klien relaks.
Intervensi Keperawatan Rasional
3.4 Implementasi Keperawatan
Nyeri kolik b.d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal
saraf efek sekunder dari adanya batu pada ginjal, ureter
1. Menjelaskan dan membantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
2. Melakukan manajemen nyeri keperawatan
3. Berkolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
4. Berkolaborasi pemberian antiemetik
Nyeri kolik b.d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal
saraf efek sekunder dari adanya batu pada ginjal, ureter
3.5 Evaluasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah ini, diharapkan perawat, mahasiswa calon
perawat atau para pembaca bisa mempelajari dan mengetahui Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Batu Ureter. Sehingga bisa menjadi acuan untuk pembelajaran
selanjutnya dalam keperawatan.