bab 1 ok 1.docx

48
BAB 1 PENDAHULUAN Leptin merupakan hormon terutama dihasilkan sel adiposit, terdiri dari 164 asam amino dengan berat molekul 16 kD (Singla et al,.2010; Kershaw & Flier, 2004). Leptin pertama kali ditemukan oleh Freidman dan kawan kawan yang mengklon gen ob pada tikus. Leptin berperan dalam pengaturan keseimbangan energi (Zang et al., 1994; Masuzaki et al., 1995; Leibel, 2008). Leptin mempunyai efek menghambat nafsu makan, dengan memberikan respons rasa kenyang. Kadar leptin sebanding dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Leptin telah dikenal sebagai hormon yang berperan dalam mengatur berat badan, pada penelitian akhir akhir ini diketahui bahwa leptin secara primer berperan dalam pengaturan homeostasis glukosa yang tidak tergantung pada aksinya terhadap asupan makanan, penggunaan energi atau berat badan. Leptin diekspresikan pada banyak jaringan di perifer melalui reseptornya. Reseptor leptin terdapat pada pankreas, hepar, otot rangka dan 1

Upload: desmalita-asmuni

Post on 16-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

Leptin merupakan hormon terutama dihasilkan sel adiposit, terdiri dari

164 asam amino dengan berat molekul 16 kD (Singla et al,.2010; Kershaw &

Flier, 2004). Leptin pertama kali ditemukan oleh Freidman dan kawan kawan

yang mengklon gen ob pada tikus. Leptin berperan dalam pengaturan

keseimbangan energi (Zang et al., 1994; Masuzaki et al., 1995; Leibel, 2008).

Leptin mempunyai efek menghambat nafsu makan, dengan memberikan

respons rasa kenyang. Kadar leptin sebanding dengan jumlah jaringan adiposa

dalam tubuh. Leptin telah dikenal sebagai hormon yang berperan dalam mengatur

berat badan, pada penelitian akhir akhir ini diketahui bahwa leptin secara primer

berperan dalam pengaturan homeostasis glukosa yang tidak tergantung pada

aksinya terhadap asupan makanan, penggunaan energi atau berat badan. Leptin

diekspresikan pada banyak jaringan di perifer melalui reseptornya. Reseptor

leptin terdapat pada pankreas, hepar, otot rangka dan jaringan adiposa, aksi leptin

secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam mengontrol homeostasis

glukosa (Denroche et al., 2012).

Berbagai penelitian membuktikan bahwa leptin dan insulin mempunyai

peranan penting di susunan saraf pusat (SSP) dan di perifer dalam mengontrol

homeostasis energi. Resistensi leptin diketahui berhubungan dengan resistensi

insulin melalui aksinya di sentral maupun di jaringan perifer. Resistensi leptin

akan menyebabkan obesitas dengan hiperfagia yang juga akan meningkatkan

kadar insulin (Singla et al., 2010).

1

Tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai leptin, peran leptin dalam

homeostasis energi, insulin, resistensi insulin, peran leptin pada resitensi insulin

dan pemeriksaan laboratorium leptin dan insulin.

2

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LEPTIN DAN RESISTENSI LEPTIN

2.1.1 Leptin

2.1.1.1 Sejarah dan Definisi

Leptin pertama kali ditemukan pada tahun 1994, oleh Friedman dan

kawan kawan yang berhasil mengklon gen ob pada tikus. Produk yang dihasilkan

gen ob ini disebut leptin. Leptin berasal dari kata leptos, bahasa Yunani yang

berarti kurus (Zang et al., 1994; Patani et al., 2012).

Leptin adalah produk protein dari gen ob yang dihasilkan terutama oleh

sel adiposit, memberikan pengaruh terhadap asupan makanan, pengeluaran energi,

berat badan dan fungsi neuroendokrin melalui targetnya pada sel saraf di

hipotalamus (Smith et al, 2000; Patani et al., 2012).

2.1.1.2 Struktur Leptin

Gambar 2.1 Molekul Leptin (Kline et al. 1997)

Leptin terdiri dari rantai heliks yang dihubungkan dengan loop. Loop AB,

BC, dan CD yang mempunyai tambahan heliks E. Secara umum panjang heliks

3

dan ikatan disulfida menunjukkan kemiripan dengan kelompok sitokin heliks

pendek (Kline et al. 1997; Zhang et al. 1997).).

Leptin manusia terdiri dari 164 asam amino dengan ikatan disulfida

tunggal, terletak di C-terminal akhir antara residu sistein 96 dan 146 (Patani et

al.,2012). Gen ob yang mengode leptin berlokasi pada kromosom 7 lengan

panjang pada posisi 31.3 (Genetic Home Reference, 2014).

2.1.1.3 Fisiologi Leptin

Kadar leptin dalam darah berfluktuasi mengikuti irama sirkadian, dengan

kadar terendah pada pagi hingga tengah hari dan kadar tertinggi setelah tengah

malam hingga dini hari. Karakteristik fluktuasi sekresi leptin serupa pada

individu kurus dan gemuk sedangkan volume leptin yang disekresikan lebih

besar pada orang gemuk (Schoeller et al,1997; Minocci, 2000; Radic et al.,2003).

Kadar leptin di sirkulasi secara langsung sebanding dengan jumlah lemak

tubuh dan berfluktuasi sesuai dengan asupan kalori. Kadar leptin basal lebih

tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki dan berkorelasi dengan

distribusi lemak tubuh serta indeks IMT (Radic et al.,2003; Leibel, 2008).

Produksi leptin lebih tinggi di lemak subkutan dibandingkan lemak viseral.

Puasa yang lama secara substansial mengurangi kadar leptin, sedangkan pada

keadaan kenyang jumlah leptin akan meningkat (Radic et al., 2003; Patani et

al.,2012). Peningkatan kadar leptin juga mengaktifkan hormon tiroid, hormon

pertumbuhan, axis gonad dan menekan aksis hipofisis-adrenal (Mantzoro, 1999).

Leptin, di sirkulasi dalam bentuk bebas dan terikat protein. Sebagian

besar leptin bersirkulasi dalam bentuk makromolekul terikat. Leptin dalam bentuk

terikat mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari pada leptin bebas. Leptin

4

dibersihkan dari sirkulasi dan dikeluarkan melalui ginjal (Sharma et al., 1997;

Mantzoro, 1999; Fruhbeck, 2006). Penelitian pada individu kurus dengan massa

jaringan adiposa yang relatif kecil, mayoritas leptin dalam bentuk terikat,

sedangkan pada orang gemuk terjadi peningkatan leptin bebas (Mantzoro, 1999;

Fruhbeck, 2006).

2.1.1.4 Peran Leptin dalam Metabolisme Energi

Leptin dapat bekerja di susunan saraf pusat dan di perifer dalam

mengontrol homeostasis glukosa. Kerja leptin di susunan saraf pusat adalah di

hipotalamus sedangkan diperifer leptin bekerja pada jaringan otot, hepar, pankreas

dan jaringan adiposit (Cedia et al., 2002)

Kerja leptin di susunan saraf pusat terutama pada area nukleus arkuatus,

hipotalamus lateral dan nukleus paraventrikular yang merupakan area utama

pengatur homeostasis energi. Leptin di susunan saraf pusat menstimulasi produksi

neuropeptida anoreksigenik antara lain proopiomelanocortin (POMC)/cocaine

and amphetamine related peptide (CART) dan mengurangi neuropeptida

oreksigenik antara lain neuropeptide Y (NPY)/agouti related protein (AgRP)

yang berlokasi di area tersebut (Sahu, 2004).

Kerja leptin di jaringan perifer melalui reseptor leptin yang diekspresikan

dijaringan tersebut, termasuk pankreas sebagai organ endokrin dan jaringan yang

sensitif terhadap insulin. Kerja leptin secara langsung di pankreas adalah

menghambat sekresi insulin dari sel beta dan glukagon dari sel alfa, sedangkan di

sel adiposa leptin menghambat sinyal dan kerja insulin. Penelitian secara invivo

mendapatkan efek antagonis leptin terhadap sensitifitas insulin di hepar. Efek

5

langsung leptin di otot rangka adalah menurunkan asupan glukosa dan

menstimulasi insulin dalam metabolisme glukosa (gambar 2.2) (Denroche et al.,

2012).

Gambar 2.2 Kerja Leptin Secara Langsung pada Jaringan yang Berperan dalam Homeostasis Glukosa (Denroche et al., 2012) AMPK= adenosine monophosphate-activated protein kinase; BAT= brown adipose tissue; cAMP = cyclic adenosine monophosphat; WAT = white adipose tissue

Peran leptin dalam mengatur keseimbangan energi dipengaruhi insulin

(Nelson & Cox, 2004). Leptin dilepaskan dari jaringan adiposit dan insulin

dilepaskan dari sel pankreas. Dua hormon ini beraksi pada sel anoreksigenik

untuk memicu pelepasan melanocytes stimulatting hormone (MSH), hal ini

mengaktifkan sinyal neuronal untuk mengurangi nafsu makan dan meningkatkan

metabolisme bahan bakar. Leptin dan insulin juga beraksi pada sel oreksigenik

6

untuk menghambat pelepasan NPY dan mengurangi sinyal nafsu makan yang

akan dikirim ke jaringan ( Nelson & Cox, 2004)

Beberapa penelitan membuktikan bahwa leptin secara invfitro

mengurangi fosforilasi glucose transporter 2 (GLUT2), transpor glukosa dan

kadar adenosine triphosphate (ATP) intraselular. Leptin mengaktivasi saluran

ATP-sensitive kalium (K+ATP) dan hiperpolarisasi sel beta sehingga menurunkan

kadar kalsium intraselular. Leptin juga memperlihatkan efek menekan cyclic

adenosin monophosphate (cAMP) yang akan mengaktivasi phosphodiesterase-3B

(PDE3B). Leptin juga menghambat protein kinase C (PKC), menghambat

asetilkolin dan glucagon-like peptide 1 (GLP-1). Leptin secara langsung menekan

insulin dengan menghambat glukosa dan penutupan saluran KATP, dan dengan

menghambat cAMP. Protein kinase C memerantarai sekresi insulin di sel beta

pankreas (Denroche et al., 2012)

2.1.2 Resistensi Leptin

Resistensi leptin merupakan keadaan berkurangnya atau tidak adanya

respons hormon dalam memberikan efek menghambat nafsu makan dan

mengontrol berat badan (Vaselli, 2012). Hal ini akan menyebabkan asupan energi

yang berlebihan sehingga keseimbangan energi terganggu. Resistensi leptin

ditemukan pada individu obesitas (Ramadhinara et al., 2008; Farooqi &

O’Rahilly, 2009; Myers, et al., 2012). Individu dengan obesitas mempunyai

kadar leptin yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu kurus (Manzoros et

al., (2011).

7

Terjadinya resistensi leptin disebabkan kegagalan leptin dalam menembus

sawar darah otak akibat adanya gangguan transpor leptin di susunan saraf pusat,

berkurangnya reseptor leptin pada sel target, defek pada reseptor (akibat proses

mutasi) sehingga leptin tidak dapat berikatan dengan reseptornya, dan adanya

polimorfisme reseptor yang akan mengubah ikatan dan transmisi sinyal pada

resptor leptin ( Pijl, 2007; Ramadhinara et al., 2008; Moon et al., 2013).

Faktor yang berperan dalam mekanisme terjadinya resistensi leptin antara

lain (Martin et al., 2008). :

- Mutasi genetik, adanya mutasi pada gen leptin maupun reseptor leptin

dapat menyebabkan sinyal yang ditimbulkan leptin tidak efektif

sehingga terjadi hiperleptinemia dan resistensi leptin. Penelitian pada

tikus diabetes dan tikus zucker yang mengalami disfungsi reseptor leptin

didapatkan adanya hiperleptinemia dan resistensi leptin. Kasus mutasi gen

ini jarang terjadi pada manusia tetapi faktor genetik ini diwariskan dan

berperan dalam terjadinya resistensi leptin

- self-regulation, seperti pada jalur sinyal biologis lain, leptin juga

mempunyai efek pengaturan tersendiri, adanya gangguan dalam sistem

pengaturan ini mengakibatkan penurunan ekspresi reseptor terhadap sinyal

leptin.

- Adanya hambatan pada akses leptin di sawar darah otak. Berdasarkan

penelitian didapatkan zat yang dapat menghalangi leptin dalam melintasi

sawar darah otak, antara lain kadar trigliserida yang tinggi dan (Banks et

al., 2004) dan peningkatan kadar C reactive protein (CRP) (Chen et

al,2006).

8

- Efek molekular yang akan menghambat leptin pada tingkat selular dan di

sirkulasi. Adanya induksi suppressor-of cytokine-signaling-3 (SOCS3)

intraselular yang berlebihan akan menghambat sinyal janus kinase/signal

transducer and activator of transcription (JAK/STAT) leptin.

Kelebihan asupan makanan akan mengakibatkan kelebihan energi,

peningkatan jaringan adiposa dan kadar leptin meningkat. Resistensi leptin di

sentral akan meningkatkan neuropeptida oreksigenik seperti NPY di

hipotalamus. Peningkatan neuropeptida ini meningkatkan rangsang parasimpatis

dan simpatis sehingga terjadi peningkatan produksi glukosa hepatik, peningkatan

produksi insulin, pengurangan produksi insulin-independent glucose dan

resistensi insulin di otot, serta pengurangan lipolisis di jaringan adiposa

(Ramadhinara et al., 2008; Farooqi & O’Rahilly, 2009; Myers, et al., 2012).

Fungsi leptin dalam mengatur keseimbangan energi (asupan dan

pengeluaran kalori) dimediasi terutama melalui jalur sinyal JAK/STAT. Ikatan

leptin dan reseptornya menghasilkan autofosforilasi JAK2, yang akan

memerantarai fosforilasi dan aktivasi STAT3 (Fruhbeck, 2006). Kaskade sinyal

yang diperantarai leptin ini akan dihambat oleh SOCS 3, yang merupakan

umpan balik negatif. Sinyal independen JAK/STAT menginduksi fosforilasi

phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), yang berperan dalam memerantarai kerja

insulin hipotalamus dan homeostasis glukosa. (Ramadhinara et al., 2008; Marino

et al., 2011).

9

Gambar 2.3 Mechanisme SOC3 dalam Menekan Efek Fisiologis Leptin (Ramadanira et al., 2008)

Suppressor-of cytokine-signaling-3 merupakan inhibitor utama sinyal

leptin yang diinduksi oleh jalur JAK2/STAT3. Kerja SOCS3 bertujuan untuk

menghambat fosforilasi dan aktivasi JAK2. Leptin secara khusus menginduksi

ekspresi messenger ribonucleic acid (mRNA) SOCS-3 di hipotalamus yang

mengekspresikan kadar long form reseptor leptin. Ekspresi SOCS-3 akan

menghambat reseptor leptin dalam transduksi sinyal. Aktivitas SOCS-3 yang

berlebihan pada leptin, merupakan mekanisme yang potensial untuk resistensi

leptin yang dapat menimbulkan obesitas (Bjorbæk et al., 1998).

10

2.2 INSULIN DAN RESISTENSI INSULIN

2.2.1. Insulin

Insulin merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel beta

pankreas. Insulin berfungsi menjaga homeostasis glukosa darah dengan cara

menurunkan kadar glukosa darah. Insulin bekerja dengan memerantarai uptake

glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Mayes &

Bender , 2003).

Struktur insulin terdiri dari rantai A dan rantai B, kedua rantai ini

dihubungkan dengan jembatan sulfida yang menghubungkan struktur heliks

terminal N-C dari rantai A dengan struktur heliks sentral dari rantai B. Insulin

mengandung 51 asam amino yang terbagi dalam rantai A terdiri dari 21 asam

amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Greenstein, 1994; Dadson &

Steiner, 1998).

2.2.1.1 Sintesis dan Pelepasan Insulin

Insulin disintesis oleh sel beta pankreas sebagai preproinsulin di

retikulum endoplasma. Preproinsulin akan diubah menjadi proinsulin dengan

bantuan enzim peptidase lalu disimpan dalam vesikel sekretori dan dikirim ke

badan golgi. Proinsulin akan bergabung dengan zink dan kalsium sehingga

menjadi bentuk heksamer yang tidak larut air di badan golgi. Enzim peptidase

juga akan merubah proinsulin menjadi insulin dan C-peptide dan akan dikeluarkan

melalui membran sel (Dadson & Steiner, 1998).

Peningkatan kadar glukosa setelah makan menginduksi sekresi insulin

pada tahap awal. Glukosa akan dibawa oleh GLUT 2 dan masuk ke dalam sel

11

beta pankreas. Glukosa di dalam sel beta pankreas akan difosforilasi menjadi

glukosa-6-fosfat (G6P) dengan bantuan enzim glukokinase dan ATP. Penutupan

saluran K+-ATP ini mengakibatkan depolarisasi membran plasma dan aktivasi

saluran kalsium yang menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraselular

yang memicu sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Soria et al., 2004).

Pelepasan insulin juga diinduksi oleh aktivasi fosfolipase dan protein

kinase C serta rangsangan dari aktivitas adenilat siklase dan protein kinase-A sel

beta. Mekanisme induksi sekresi insulin ini akan mengaktifkan hormon, seperti

vasoactive intestinal peptide (VIP), pituitary adenylate cyclase-activating

polypeptide (PACAP), GLP-1, dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide

(GIP), yang berperan dalam “fase kedua” sekresi insulin, yaitu pelepasan insulin

yang baru disintesis maupun insulin yang tersimpan dalam granula sekretorik

(Bratanova et al., 2002).

2.2.1.2 Reseptor Insulin

Reseptor insulin berada di membran sel, terdiri dari subunit glikoprotein 2

alfa dan 2 beta yang dihubungkan ikatan disulfida. Insulin berikatan dengan

subunit alfa di ekstraselular kemudian mengalami perubahan bentuk dengan

mengikat ATP pada subunit beta di intraselular. Ikatan ATP akan memicu

fosforilasi subunit beta melalui aktivitas enzim tirosin kinase. Fosforilasi tirosin

pada substrat intraselular/insuline receptor substrate (IRS), yang akan

mengaktivasi sinyal molekul lain dan berperan dalam kerja insulin di intraselular

(Kido et al., 2001).

Insuline receptor substrate merupakan substrat protein yang difosforilasi

oleh reseptor insulin. Insuline receptor substrate terdiri dari empat jenis IRS 1,

12

IRS 2, IRS 3 dan IRS 4. Insuline receptor substrate 1 merupakan IRS yang

terbanyak ditemukan di otot rangka, IRS2 ditemukan di hepar yang berfungsi

dalam aktivitas insulin dan pertumbuhan dari sel beta pankreas, IRS 3 ditemukan

pada jaringan adiposa, sel beta pankreas, dan hepar, sedangkan IRS 4 ditemukan

di timus, otak dan ginjal. Insuline receptor substrate yang telah terfosforilasi akan

mengikat src-homology-2 domain protein (SH2) spesifik, yang akan

memengaruhi beberapa enzim seperti PI3K dan phosphotyrosine phosphatase

(SHPTP2 ) (Withers & White, 2000; Kido et al.,2001).

Insuline receptor substrate 1 merupakan IRS yang mengalami fosforilasi

dan berhubungan langsung dengan PI3K segera setelah adanya stimulasi insulin

(Myers et al.,, 1992). Phosphatidylinositol-3-kinase akan mengakibatkan

translokasi protein GLUT, sintesis glikogen lipid dan protein, anti-lipolisis, serta

mengatur glukoneogenesis di hepar. Phosphatidylinositol-3-kinase bekerja

melalui serin dan threonin kinase seperti PKB, PKC dan phosphatidylinositol

dependent protein kinases 1 & 2 (PIPD 1&2) (Kasuga, 2006).

2.2.1.3 Mekanisme Kerja Insulin

Insulin berinteraksi dengan sel target melalui reseptor tirosin kinase yang

berfungsi memicu respons intrasel untuk memengaruhi jalur metabolisme.

Respons awal yang terjadi adalah translokasi GLUT dari aparatus golgi ke

membran plasma yang akan membawa glukosa masuk kedalam sel (Michael et

al.,2007).

Glucose transport unit 4 adalah transporter glukosa utama yang terdapat

pada sel otot dan sel lemak. Efek intraselular GLUT-4 dimulai dengan pengikatan

13

insulin pada bagian ekstraseluler dari reseptor insulin transmembran. Ikatan ini

mengaktifkan fosforilasi tirosin kinase pada bagian intraseluler dari reseptor,

aktivasi selanjutnya melaui PI3K yang diperlukan untuk stimulasi transpor

glukosa oleh insulin yang akan merangsang translokasi GLUT-4 ke membran

plasma (Sheperd et al, 1999).

Translokasi GLUT-4 di intraselular ke membran plasma dirangsang oleh

ekspresi bentuk aktif PKB atau isoform atipikal PKC. Translokasi GLUT-4 akan

mengangkut glukosa dari ekstrasel ke intrasel (Sheperd et al, 1999; Shulman,

2000)

2.2.2 Resistensi Insulin

Resistensi insulin berarti berkurangnya kemampuan insulin dalam

memberi efek biologik yang normal pada kadar gula darah tertentu, pada

keadaan ini dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar

glukosa darah yang normal (ADA, 2004). Resistensi insulin merupakan suatu

kondisi yang berhubungan dengan kegagalan organ target yang secara normal

merespons aktivitas hormon insulin (Savage, 2005).

2.2.21 Mekanisme Terjadinya Resistensi Insulin

Mekanisme terjadinya resistensi insulin dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain faktor inflamasi dan obesitas. Peningkatan produksi berbagai sitokin

proinflamasi akibat akumulasi jaringan lemak pada obesitas menyebabkan

keadaan inflamasi subakut pada obesitas. Ikatan molekul sitokin proinflamasi

dengan reseptor spesifiknya akan mengaktifkan jalur janus kinase dan inhibitor

κB kinase (IκβK). Selanjutnya keadaan ini akan mengaktifkan faktor trankripsi

14

nuclear factor κβ (NFκβ). Translokasi NFκβ ke dalam nucleus akan menginduksi

transkripsi berbagai macam mediator inflamasi yang mengarah pada keadaan

resistensi insulin (Hotamisligil, 2000).

Jalur janus kinase dan IKKβ/NFκβ juga dapat diaktivasi oleh ikatan dari

pattern recognition receptor (PRR) yang merupakan reseptor pada permukaan

membran dengan substansi dari luar sel. Pattern recognition receptor pada

membran sel ini antara lain adalah toll-like receptor (TLR) dan receptor for

advanced glycation end products (RAGE). Receptor for advanced glycation end

products akan berikatan dengan advanced glycation end products (AGE)

endogen yang merupakan subtansi nonenzimatik dan merupakan produk dari

metabolisme glukosa dan protein dengan laju turnover yang lambat (Shoelson,

et al., 2006).

Resistensi insulin juga dapat diinduksi oleh faktor yang berasal dari dalam

sel. Adanya stres intraselular seperti reactive oxygen species (ROS) atau reactive

nitrogen species (RNS), stres pada retikulum endoplasmikum, ceramide, dan

beragam isoform dari PKC. Beberapa faktor intrasel ini akan mengaktifkan jalur

janus kinase dan IKKβ/NFκβ yang akan menginduksi resistensi insulin pada sel

target (Shoelson, et al., 2006).

Faktor lain yang berperan dalam terjadinya resistensi insulin adalah

obesitas. Obesitas dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan

produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan

akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot. Mekanisme

induksi resistensi insulin oleh asam lemak ini terjadi akibat kompetisi asam lemak

dan glukosa dalam berikatan dengan reseptor insulin. Oksidasi asam lemak akan

15

menyebabkan peningkatan asetil koA pada mitokondria dan inaktivasi enzim

piruvat dehidrogenase. Mekanisme ini akan menginduksi peningkatan kadar sitrat

intraselular yang akan menghambat akumulasi fosfofruktokinase dan glukosa

phosphat yang menyebabkan akumulasi glukosa interselular dan mengurangi

uptake glukosa dari ekstrasel (Rothman et al., 1995; Misra, 2007)).

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa akumulasi asam lemak dan

metabolitnya di dalam sel akan menyebabkan aktivasi jalur serin/threonin kinase.

Aktivasi jalur ini menyebabkan fosforilasi pada gugus serin dari kompleks IRS,

sehingga fosforilasi dari gugus tironin seperti pada mekanisme kerja insulin yang

normal akan terhambat. Hambatan pada fosforilasi gugus tironin kompleks IRS

ini menyebabkan jalur PI3K tidak teraktivasi sehingga glukosa tetap berada di

ekstrasel (Savage et al., 2005; Shulman, 2000).

Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa yang dimediasi oleh

insulin di jaringan perifer menjadi berkurang dan akan menyebabkan kegagalan

fosforilasi kompleks IRS, penurunan translokasi GLUT4 dan penurunan oksidasi

glukosa sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan terjadi

hiperglikemia (Williams et al., 2002; Lee, 2006).

Sel beta pankreas pada tahap awal akan melakukan kompensasi untuk

merespons keadaan hiperglikemia dengan memproduksi insulin dalam jumlah

yang lebih besar sehingga terjadi hiperinsulinemia (Williams et al., 2002; Lee,

2006). Kegagalan sel beta dalam merespons kadar glukosa darah yang tinggi, akan

menyebabkan abnormalitas jalur transduksi sinyal insulin pada sel beta dan terjadi

resistensi insulin di sel beta pankreas. Hal ini akan mengaktivasi jalur caspase dan

peningkatan kadar ceramide yang menginduksi apoptosis sel beta, terjadi

16

kerusakan sel beta pankreas yang akan diikuti oleh berkurangnya massa sel beta.

Pengurangan massa sel beta pankreas ini akan menyebabkan sintesis insulin

berkurang dan menyebabkandiabetes melitus tipe 2 (Ten & MacLaren, 2004).

Resistensi insulin juga menyebabkan peningkatan lipolisis dan produksi

asam lemak bebas akibat berkurangnya inhibisi enzim lipase pada sel lemak.

Produksi asam lemak bebas ini akan ditransportasikan ke hati dan akan

menginduksi peningkatan produksi very low density lipoproteni (VLDL),

apolipoprotein B (apoB) dan sekresi trigliserida (McNeal & Wilson, 2008).

2.3 PERAN LEPTIN PADA RESISTENSI INSULIN

Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa leptin dan insulin

mempunyai peran penting di SSP dalam mengontrol homeostasis energi. Insulin

diskresikan dari endokrin pankreas dan berefek pada cadangan nutrisi di perifer.

Insulin juga memberikan sinyal afferen ke SSP yang menyebabkan efek inhibitor

jangka lama pada asupan energi. Reseptor leptin dan reseptor insulin

diekspresikan oleh sel otak yang memengaruhi asupan energi dan mengatur

neuropeptida secara langsung ke otak dan mengurangi asupan makanan.

Resistensi leptin menyebabkan obesitas, dengan hiperfagia yang persisten

sehingga kadar insulin juga akan meningkat (Singla et al.,2010).

Penelitian lain mendapatkan bahwa insulin memegang peranan secara

kronis dalam mengatur ekspresi gen leptin dan produksinya di white adipose

tissue (WAT). Keadaan hiperinsulinemia meningkatkan kadar leptin plasma dan

ekspresinya di WAT. Hal ini terbukti pada insulinoma yang menunjukkan

peningkatan leptin plasma, mRNA leptin serta kadar leptin plasma dan akan

kembali normal setelah insulinoma diatasi. Insulin nampaknya berpengaruh

17

langsung dengan kadar leptin di adiposit dengan meningkatkan sekresi leptin dan

ekspresi gen yang berhubungan dengan metabolisme dan transport glukosa

(Margetic, et al.,2002).

Insulin dan leptin merupakan sinyal adiposit yang beraksi di nukleus

arkuatus hipotalamus untuk menghambat ekspresi neuron NPY/AgRP yang

memacu anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan penggunaan

energi) dan menstimulasi ekspresi neuron POMC/CART yang memicu efek

katabolik (meningkatkan penggunaan energi). (Porte et al, 2002; Amitani et al.,

2013).

Gambar 2.4 Efek Leptin dan Insulin pada Individu Sensitif Leptin dan Resiten Leptin (Amitani et al., 2013)ARC=arcuate nucleus; LHA=lateral hypothalamic area; BBB=blood brain barrier

Leptin mempunyai efek terhadap kebiasaan makan, selera makan, aksis

insulin-glukosa, dan fungsi kognitif. Gambar 2.4 menjelaskan efek leptin dan

18

insulin pada individu sensitif leptin dan resisten leptin. Gambar A) pada individu

yang sensitif leptin, leptin akan menghambat biosintesis insulin dan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Sebaliknya insulin menstimulasi sekresi leptin dari

jaringan adiposa. Leptin menstimulasi glukoneogenesis di hepar dan sensitivitas

insulin di hepar melalui cabang nervus vagus di hepar. Leptin juga meningkatkan

uptake glukosa di otot, jantung dan lemak coklat melalui sistem nervus

simpatis.Gambar (B) pada keadan resistensi leptin (obesitas) permeabilitas sawar

darah otak akan menurun terhadap leptin karena diet yang tinggi lemak walaupun

kadar leptin di dalam serum meningkat. Kegagalan transport leptin melintasi

sawar darah otak merupakan salah satu penyebab resistensi leptin. Insufisiensi

sinyal leptin di hipotalamus (diinduksi oleh hiperleptinemia pada obesitas) akan

menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia, yang akan mengarah ke

diabetes melitus. (Amitani et al., 2013).

Peran leptin dan insulin dalam terjadinya resistensi insulin dan DM tipe 2

akibat adanya disregulasi aksis adipoinsular (gambar 2.5). Gambar (A) pada

keadaan normal, sekresi leptin dari jaringan adiposa akan membatasi seksresi

insulin dari sel beta pankreas untuk menyesuaikan homeostasis glukosa dan

menyimpannya menjadi cadangan lemak. gambar (B) pada keadaan leptin resisten

(obesitas) pengurangan sinyal leptin pada sel beta pankreas akan menyebabkan

hipersekresi kronik pada insulin, sehinggga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan

kadar insulin ini akan memicu resistensi insulin dan peningkatan biosintesis leptin

serta sekresinya dari jaringan adiposa yang akan menurunkan sensitivitas sinyal

leptin di pankreas dan meningkatkan resistensi leptin. Hipersekresi insulin kronik

19

oleh sel beta pankreas yang disebabkan penurunan inhibisi oleh leptin yang pada

akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel beta pancreas dan terjadi diabetes

melitus tipe 2 pada pasien obesitas ( Seufert, 2004).

Gambar 2.5 Disregulasi Aksis Adipoinsular dan Terjadinya Diabetes Tipe 2. ( Seufert, 2004).

Hubungan antara sinyal intraselular insulin dan leptin di duga melalui

enzim PI3K. Leptin berikatan dengan reseptornya, menyebabkan penggabungan

dengan enzim tirosin kinase, JAK-2 dengan domain di sitoplasma pada reseptor

leptin. Insulin berikatan dengan subunit alfa di ekstraselular yang akan

mengaktivasi tirosin kinase pada subunit beta di intraselular. Reseptor tirosin

kinase insulin akan mengatalisis protein IRS-2 yang berhubungan dengan PI3K,

Aktivasi enzim PI3K yang menurunkan transduksi sinyal pada jalur neuronal dan

mengakibatkan hambatan pada asupan makanan. Diduga bahwa aksi JAK-2

melalui mekanisme yang mirip dengan IRS-dependent dalam mengaktivasi

PI3K. Baik resptor leptin maupun reseptor insulin berinteraksi dengan sejumlah

20

jalur transduksi sinyal lain dapat memengaruhi asupan makanan dan berat badan

tetapi mekanismenya belum dapat dijelaskan (gambar 2.6) (Porte et al, 2002)

Gambar 2.6 Hipotesis Kaitan Antara Sinyal Intraselular Insulin dan Leptin Melalui Enzim Phosphotidylinositol 3-kinase (Porte et al, 2002)

Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa leptin menghambat ekspresi

gen insulin dan sekresi insulin (gambar 2.7) Di sel beta pankreas leptin

menginduksi aktivasi STAT3 dan STAT5 yang akan bermigrasi ke nukleus dan

menginduksi ekspresi SOC3. SOC3 merupakan inhibitor jalur JAK/STAT, di sel

beta ini akan menghambat ekspresi proinsulin (Marroqui et al.,2012).

Gambar 2.7 Efek Leptin di Sel Beta Pankreas (Marroqui et al.,2012)

21

Hubungan antara sinyal leptin dan jalur yang diinduksi insulin dijelaskan

pada gambar 2.8. Jalur PI3K/PDE3B)/cAMP. Aktivitas PI3K merupakan target

utama yang diatur oleh suatu ligan dengan spektrum yang luas, yang memerlukan

insulin sebagai suatu faktor khusus yang penting. Pada kenyataannya kebanyakan

aksi yang tergantung insulin memerlukan aktivasi PI3K, sehingga hal ini

merupakan kaitan antara jalur sinyal insulin dan leptin. Produk PI3K secara

khusus menstimulasi protein kinase seperti Akt/PKB dan PKC (Fruhbeck, 2006).

Gambar 2.8 Hubungan Antara Sinyal Leptin Dan Jalur Yang Diinduksi Insulin. Aktivasi Leptin (L) receptor (OB-Rb) melalui beberapa komponen dari kaskade sinyal insulin yang merekrut insulin receptor substrate (IRS), phosphatidylinositol4,5-bisphosphate (PIP2), Phosphatidylinositol3,4 trisphosphate (PIP3) (Fruhbeck, 2006).

Leptin dilaporkan berkaitan dengan insulin melalui beberapa

komponen.Ikatan insulin pada reseptornya merekrut IRS yang difosforilasi oleh

aktivitas intrinsik reseptor. Fosforilasi IRS meningkatkan afinitasnya dalam

mengikat sinyal molekul lain, sehingga akan memengaruhi tahap selanjutnya.

Protein IRS menyebabkan aktivasi PI3K melalui gabungannya dengan regulator

subunitnya p85, dan meningkatkan aktivitas katalisisnya. Stimulasi PI3K

mengaktivasi PIP3 yang dipengaruhi oleh serin/threonin kinase seperti PDK1

22

yang dapat mengaktivasi Akt, selanjutnya serin/threonin kinase berperan dalam

downregulasi sinyal. Di susunan saraf pusat PI3K-dependent mengaktivasi

PDE3B dan reduksi cAMP. Leptin juga menstimulasi IRS2-dimediasi oleh

aktivitas hipotalamik PI3K, yang menghambat PI3K pada leptin dan menginduksi

hiperpolarisasi neuron NPY/AgRP, sehingga akan menghambat efek

anoreksigenik dari leptin (Fruhbeck, 2006).

23

BAB 3PEMERIKSAAN LABORATORIUM

3.1 Pemeriksaan Leptin

Metode yang dapat dipakai untuk mengukur kadar leptin total serum

antara lain dengan metode Enzyme Linked Immuno Assay (ELISA)

sedangkan untuk mengukur kadar leptin bebas dan leptin terikat digunakan

metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

3.1.1 Praanalitik Pemeriksaan

Pengambilan sampel pada pagi hari atau awal sore dianggap cukup,

untuk pemeriksaan tunggal dengan siklus makan yang normal. Sampel

berupa serum, plasma dengan antikoagulan EDTA atau heparin.

Pengukuran kadar leptin masih dapat dilakukan pada sampel dengan kadar

hemoglobin serum/plasma sampai 1,0 mg/ml, kadar bilirubin sampai 170

µmol/l dan kadar trigliserida sampai 5,0 mmol/l.

Sampel serum atau plasma dapat disimpan pada suhu -70°C

selama beberapa tahun, suhu -20°C selama beberapa bulan, pencairan dan

pembekuan sampel secara berulang tidak dianjurkan.

3.1.2. Pemeriksaan Leptin dengan Metode Enzyme Linked Immuno Assay

3.1.2.1. Prinsip Pemeriksaan (Bio Vendor, 2014)

Terjadi ikatan anti gen dalam sampel dengan antibodi (polyconal

anti human leptin antibody) yang terdapat pada dinding well, dengan

penambahan konjugat dan substrat akan terjadi perubahan warna, sehingga

dapat dibaca oleh alat ELISA reader.

24

3.1.2.2 Alat dan Bahan

- Mikrotiter yang dilapisi antibodi

- Larutan konjugat

- Larutan standar

- Quality control high

- Quality control low

- Larutan bufer pengencer

- Larutan pencuci

- Larutan substrat

- Stop solution

- Deionized (distilled) water

- Tabung reaksi

- Gelas ukur

- Pipet ukur volume 10 µl -1000 µl dengan disposable tips

- Multichannel pipette ukuran 100 µl dengan disposable tips

- Kertas tisu

- Vortex mixer

- Orbital microplate shaker

- ELISA reader

Sebelum digunakan sampel dan reagen diletakkan pada suhu kamar.

3.1.2.3 Cara Kerja

- Sebanyak 100 µl larutan standar yang diencerkan, quality control,

blanko (larutan bufer yang diencerkan) dan sampel dimasukkan ke

dalam well

25

- Plate diinkubasi pada suhu ruangan(25°C ) selama 60 menit, shake pada

300 rpm diatas orbital microplate shaker.

- Well dicuci tiga kali dengan larutan pencuci (tiap well sebanyak 0,35 ml)

- Sebanyak 100 µl larutan konjugat ditambahkan pada tiap well

- Plate diinkubasi pada suhu ruangan (25°C) selama 60 menit, shake pada

300 rpm diatas orbital microplate shaker.

- Well dicuci tiga kali 3 dengan larutan pencuci ( tiap well 0,35 ml)

- Sebanyak 100 µl larutan substrat ditambahkan kedalam well, dan plate

dilhindarkan dari paparan cahaya secara langsung dengan ditutup

memakai aluminium foil

- Diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruangan

- Ditambahkan 100 µl stop solution.

- Absorbansi dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450

nm, dalam waktu tidak lebih dari lima menit. Kadar leptin dibaca sesuai

dengan kurva standar.

Gambar 3.1 Kurva Standar untuk Human Leptin ELISA(BioVendor 2014)

26

Nilai referensi Laki laki 0,7 - 5,3 ng/mL Perempuan 3,3 – 18,3 ng/mL

3.1.3 Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Metode ini untuk menentukan fraksi leptin bebas dan leptin yang terikat.

3.1.3.1 Prinsip pemeriksaan:

Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan sifat

kepolaran masing-masing zat dalam sampel, dengan bantuan pompa, fase

gerak cair dialirkan melalui kolom detektor. Sampel dimasukkan ke dalam

aliran fase gerak dengan cara penyuntikan, di dalam kolom akan terjadi

pemisahan tiap komponen campuran.

3.1.3.2 Alat dan Bahan

- Lyophilized leptin

- Pelarut: HCl 1,5 mM, NaOH 7,5 mM

- Larutan elusi : 70 % acetonitile dalam 0,1 % three fluroacetic

acid/TFA

3.1.3.3 Cara Kerja

Standar murni diperoleh dengan melarutkan satu vial yang terdiri dari

1 mg lyophilized leptin ke dalam 0,5 ml HCl ( 1,5 mM) lalu dinetralisir

dengan 0,3 ml NaOH (7,5 mM) dan dipakai untuk HPLC column kemudian

dielusi dengan B (70 % acetonitile dalam 0,1 % three fluroacetic acid/TFA)

dari 30% sampai 70% selama 40 menit menggunakan chromatography pump.

Sampel diletakkan di C18 reverse-phase catridge column, dicuci dengan 2

ml larutan TFA 0,1% (larutan A). Analisis HPLC pada nucleosil C18 gel

27

column (ukuran celah 10 nm ukuran partiket 5 µm dengan larutan A dan

larutan B (70% acetonitrile dalam 0,1% TFA). Leptin dielusi selama 40 menit

menggunakan chromatography pump. Elusi peptida ini dianalisis

menggunakan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 220 nm.(Ardekani et

al., 2008)

3.2 Pemeriksaan Insulin

Metode yang digunakan adalah metode Electro chemiluminescence

immunoassay (ECLIA)

3.2.1 Preanalitik Pemeriksaan

Sampel untuk pemeriksaan tunggal sebaiknya dikumpulkan setelah pasien

berpuasa dan tidak minum obat hipoglikemik minimal delapan jam sebelum

pengambilan spesimen.

Sampel yang digunakan adalah serum atau plasma dengan antikoagulan

lithium heparin, K3 EDTA dan natrium sitrat. Sampel hemolisis tidak boleh

digunakan, hasil pemeriksaan menjadi lebih rendah karena eritrosit akan

melepas insulin peptidase.

Stabilitas sampel

3.2.2 Prinsip Tes Metode Electro Chemiluminescence Immunoassay

(ECLIA) (Roche, 2014)

Terjadi ikatan antara insulin dengan antibodi monoklonal insulin-

spesifik terbiotinilasi, dan antibodi monoklonal spesifik insulin-berlabel

dengan kompleks ruthenium dan membentuk kompleks sandwich,

dengan penambahan streptavidin yang dilapisi mikropartikel, kompleks ini

akan terikat pada fase padat lalu dihisap ke dalam pengukur sel, secara

28

magnetis ditangkap oleh permukaan elektroda. Zat terikat ini kemudian

dipindahkan dengan procells. Adanya prubahan tegangan elektroda

kemudian menginduksi chemiluminescent emisi yang diukur dengan

photomultiplier

3.2.3 Alat dan Bahan :

- Streptavadin yang dilapisi mikropartikel

- Reagen1 : antibodi monoklonal spesifik insulin biotinylated

- Reagen 2: antibodi monoklonal spesifik insulin yang dilabel rhutenium

- Larutan bufer

3.2.4 Cara Kerja

- inkubasi petama : 20 µl sampel ditambahkan antibodi monoklonal insulin

spesifik terbiotinilasi, dan antibodi monoklonal spesifik insulin-berlabel

dengan kompleks ruthenium.

- inkubasi kedua: setelah penambahan streptavidin-dilapisi mikropartikel,

kompleks menjadi terikat pada fase padat melalui interaksi antara biotin

dan streptavadin.

- campuran reaksi dihisap ke dalam pengukur yang secara magnetis

ditangkap oleh permukaan elektroda lalu dipindahkan dengan ProCells.

Tegangan yang ditimbulkan elektroda kemudian menginduksi emisi

chemiluminescent yang diukur dengan photomultiplier hasil

ditentukan melalui kurva kalibrasi instrumen khusus yang dihasilkan oleh

2 titik kalibrasi dan kurve standar yang terdapat pada barcode reagen.

Nilai normal: 6 µIU/mL –29 µIU/mL (43 pmol/L SI units –208 pmol/L SI

units).

29

BAB 4RINGKASAN

Leptin merupakan hormon berperan dalam pengaturan keseimbangan

energi. Leptin memberikan pengaruh terhadap asupan makanan, pengeluaran

energi, berat badan dan fungsi neuroendokrin melalui targetnya pada sel saraf di

hipotalamus Kadar leptin sebanding dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh.

Leptin diekspresikan pada banyak jaringan di perifer melalui reseptornya.

Reseptor leptin terdapat pada pankreas, hepar, otot rangka dan jaringan adiposa,

aksi leptin secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam mengontrol

homeostasis glukosa.

Resistensi leptin merupakan keadaan berkurangnya atau tidak adanya

respons hormon ini dalam memberikan efek menghambat nafsu makan dan

mengontrol berat badan, resistensi leptin ditemukan pada kebanyakan individu

obesitas. Terjadinya resistensi leptin kemungkinan disebabkan kegagalan leptin

dalam menembus sawar darah otak akibat adanya gangguan transpor leptin di

susunan saraf pusat, berkurangnya reseptor leptin pada sel target, defek pada

reseptor (akibat proses mutasi) dan adanya polimorfisme reseptor.

Leptin dan insulin mempunyai peranan penting di SSP dan perifer dalam

mengontrol homeostasis energi. Resistensi leptin diketahui berhubungan dengan

resistensi insulin melalui aksinya di sentral maupun di jaringan perifer. Insulin

dan leptin merupakan sinyal adiposit yang beraksi di nukleus arkuatus

hipotalamus untuk menghambat ekspresi neuron NPY/AGRP dan menstimulasi

ekspresi POMC/CART. Pada keadan resistensi leptin terjadi kegagalan transport

leptin melintasi sawar darah otak sehingga terjadi insufisiensi sinyal leptin di

30

hipotalamus menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia, yang akan

mengarah ke reistensi insulin atau bahkan diabetes melitus

Hubungan antara sinyal intraselular insulin dan leptin di duga melalui

enzim PI3K. Leptin berikatan dengan reseptornya (ObRb), menyebabkan

penggabungan dengan enzim tyrosine kinase enzyme JAK-2. Reseptor tirosin

kinase insulin akan mengatalisis protein IRS-2 yang berhubungan dengan PI3K,

menghasilkan aktivasi enzim PI3K yang menurunkan transduksi sinyal pada

jalur neuronal dan mengakibatkan hambatan pada asupan makanan. Diduga

bahwa aksi JAK-2 melalui suatu yang mirip dengan mekanisme IRS-dependent

untuk mengaktivasi PI3K. Stimulasi PI3K mengaktivasi PDK1 yang akan

mengaktivasi Akt, selanjutnya melaui serine/threonine kinase merupakan langkah

penting dalam downregulasi sinyal. Di susunan saraf pusat PI3K-dependent

mengaktivasi PDE3B dan reduksi cAMP. Leptin juga menstimulasi IRS2-

dimediasi oleh aktivitas hipotalamik PI3K, yang menghambat PI3K pada leptin

dan menginduksi hiperpolarisasi neuron NPY/AgRP.

Pemeriksaan laboratorium leptin dapat dilakukan dengan metode ELISA

dan HPLC, sedangkan pemeriksaan laboratorium insulin dengan metode ECLIA.

31