bab 1.docx

13
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi dan modernisasi dunia saat ini, kemajuan di segala bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah dalam menjalankan pelayanan kesehatan kepada pasien, di mana saat ini tidak lagi memfokuskan karya amal saja, tetapi juga meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik. Perkembangan zaman dan teknologi menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan pada manusia. Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2010). Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa ketika seseorang memiliki penyakit dan merasakan sakit pada dirinya, maka akan timbul perilaku dan usaha mencari pelayanan medis. Dari data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, pasien yang rawat inap di rumah sakit berdasarkan 10

Upload: bramantya-surya-pratama

Post on 13-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi dan modernisasi dunia saat ini, kemajuan di segala bidang, termasuk

kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah dalam menjalankan

pelayanan kesehatan kepada pasien, di mana saat ini tidak lagi memfokuskan karya amal saja,

tetapi juga meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik. Perkembangan zaman dan teknologi

menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan pada manusia. Tujuan pembangunan

kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui

terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang

hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh

wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2010). Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa ketika

seseorang memiliki penyakit dan merasakan sakit pada dirinya, maka akan timbul perilaku dan

usaha mencari pelayanan medis. Dari data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, pasien

yang rawat inap di rumah sakit berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 333.654 orang dan

pasien 1 rawat jalan berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 1.871.157 orang (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Profesionalisme, manajemen, dan efisiensi adalah hal -

hal yang tidak asing lagi dalam kalangan medis termasuk juga rumah sakit. Jika rumah sakit

yang ada sekarang tidak mengikuti perkembangan era perdagangan bebas dengan

meningkatkan profesionalisme, manajemen dan efisiensi yang baik, tentunya akan kalah

bersaing dengan para pembeli pelayanan di bidang kesehatan di luar negeri yang akan masuk ke

Indonesia, baik dari segi sarana dan prasarananya. Dampak lanjutnya rumah sakit yang ada di

Indonesia akan ditinggalkan oleh konsumen atau pengguna jasa kesehatan (Persatuan Rumah

Sakit Indonesia, 2009). Rumah sakit di Indonesia harus berani bersaing dengan rumah sakit di

Page 2: BAB 1.docx

luar negeri, jika tidak rumah sakit di Indonesia akan jauh ketinggalan. Terutama harus dibenahi

terlebih dahulu pada sistem pelayanan, profesionalisme, manajemen dan efisiensi. Sistem

pelayanan harus ditopang oleh Sumber Daya Manusia (SDM), baik dari segi keramah -tamahan

terhadap pasien maupun sesama pekerja. Dari segi profesionalisme, dokter (tenaga medis)

harus mampu menguasai ilmu kedokterannya, begitu juga dengan perawat (paramedik

keperawatan) harus mampu menguasai ilmu penunjang medis di masing- masing bidangnya.

Dari segi manajemen, terutama pada pimpinan-pimpinan baik dari pimpinan kalangan atas

hingga ke pimpinan kalangan bawah harus dapat menguasai ilmu manajemennya, baik dari segi

administrasi, ketenagaan, pelayanan, kenyamanan, pendistribusian, perlindungan dan

kesejahteraan (Depkes RI, 2006).B erdasarkan data International Medical Travel Journal (2008),

Malaysia dan Singapura adalah negara yang paling sering dikunjungi orang Indonesia untuk

berobat. Jumlah penduduk Indonesia yang berobat ke Singapura Tahun 2007 sebanyak 226.200

orang, sedangkan yang berobat ke Malaysia berjumlah 70.414 (Tahun 2006), 221.538 (Tahun

2007), dan 288.000 (Tahun 2008). Jika melihat data ini, maka ada sekitar 500.000 orang

Indonesia yang berobat ke luar negeri. Begitu juga dengan pasien Medan dan sekitarnya,

banyak yang berobat keluar negeri terutama ke negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Pasien yang berasal dari Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri pada tahun 2011 adalah

5.000 orang tiap bul annya, Jika dilihat dari jumlah penduduk di Sumatera Utara yang memiliki

masalah kesehatan pada tahun 2010 yaitu berjumlah 615.590, maka pers entase warga

Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri adalah 0,97 persen per tahunnya dari total

penduduk yang memiliki masalah kesehatan di Sumatera Utara. Selanjutnya, dari 100 pasien di

Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri, 70 persen pasien diantaranya hanya melakukan

check up dan sisanya penanganan pengobatan khusus atau spesialistik jiwa (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Sjaaf (2009) menyatakan diketahui ada lima faktor yang

memengaruhi seseorang berobat ke luar negeri, yaitu : (1) Pelayanan kesehatan di Indonesia

kurang baik, (2) Tarif atau biaya pelayanan yang dikeluarkan memang lebih tinggi dibanding di

Page 3: BAB 1.docx

dalam negeri, tetapi sebanding dengan pelayanan yang diterima, (3) Pengelola RS di Indonesia

belum mengedepankan pasien sebagai konsumen (pelayanan terhadappa sien kurang,

khususnya dalam hal komunikasi), (4) waktu tunggu lama, (5) dokter di Indonesia kurang

memberi waktu yang cukup untuk konsultasi atau dokter di Indonesia selalu terburu-buru

dalam menghadapi pasien. Sutoto (2009) menyatakan tidak semua pelayanan kesehatan rumah

sakit di Indonesia buruk. Dari segi keterampilan, dokter Indonesia lebih baik dibanding dokter

luar negeri. Hal ini dapat dilihat banyaknya kasus medis baik operasi bedah, maupun penyakit

dalam dapat diobati dan pasiennya sembuh. Di samping itu adanya dokter Indonesia yang

menjadi konsultan di rumah sakit luar negeri dan menjadi pengajar di universitas tersebut, dan

banyaknya mahasiswa luar negeri yang belajar di Indonesia. Adapun untuk peralatan medis

atau teknologi alat kesehatan, Indonesia juga tidak kalah dengan negara lainnya. Ada beberapa

rumah sakit di Indonesia yang sudah memiliki peralatan medis yang canggih seperti yang dimiliki

oleh rumah sakit yang ada di luar negeri . (Persatuan Rumah Sakit Indonesia, 2009). Husain

(2009) menyatakan masalah besar di bidang pelayanan kesehatan di Indonesia adalah masalah

sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, dokter dan perawat di Indonesia kurang ramah,

ketus, ataupun cenderung diam saat menghadapi pasien. Hal ini menunjukkan komunikasi yang

buruk antara dokter dan pasien. Di samping itu, jumlah dokter yang terbatas membuat dokter

tidak bisa mengalokasikan waktu yang cukup untuk konsultasi, Ia menyebutkan, jumlah dokter

yang aktif berpraktik di Indonesia kurang lebih 100.000 orang, sementara jumlah penduduk

Indonesia ada 220 juta jiwa.D isisi lain, rasio jumlah dokter di Indonesia dan jumlah penduduk

pada tahun 2007 adalah 1:6.000. Hal ini jauh lebih besar dari Singapura (1:700) dan Amerika

Serikat (1:500) (Pr ibakti, 2008). Jika di Sumatera Utara, jumlah dokter yang tersebar diseluruh

kawasan Sumatera Utara pada tahun 2011 yaitu berjumlah 4006 orang, dengan rincian: dokter

spesialis berjumlah 855 orang, dokter umum berjumlah 2.405 orang, dan dokter gigi berjuml ah

746 orang (Alamudi, 2012). Sedangkan jumlah penduduk yang memiliki masalah kesehatan di

Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 615.590 orang (Kementrian Kesehatan Republik

Page 4: BAB 1.docx

Indonesia, 2011). Maka bisa diperkirakan rasio dari jumlah dokter dan jumlah penduduk di

Sumatera Utara yang memiliki masalah kesehatan adalah (1:154). Hal ini berarti bahwa setiap 1

orang dokter menangani 154 orang pasien. Besarnya jumlah pasien yang ditangani oleh 1

dokter di Indonesia berdampak kepada kinerja dokter yang tidak optima l dalam memberikan

pelayanan kepada pasien. Dimana kondisi ini dapat menyebabkan dokter mengalami burnout.

Burnout merupakan perasaan lelah akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan

kemampuan seseorang dimana beban kerja yang berlebihan menyebabkan dokter merasakan

adanya ketegangan emosional saat melayani pasien (Sutjipto, 2001). Menurut Imbalo (2007)

kepuasan pasien diukur dengan indikator akses pelayanan kesehatan, kepuasan mutu layanan

kesehatan, proses layanan kesehatan dan sistem layanan kesehatan. Pengukuran tingkat

kepuasan psien mutlak di perlukan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Melalui

pengukuran tersebut, dapat di ketahui sejauh mana mutu layanan yang telah diselenggarakan

dapat emenuhi harapan pasien. Namun adakalanya layanan yang diterima tidak sesuai dengan

harapan pasien, hal ini menyebabkan pasien merasa tidak puas akhirnya memutuskan untuk

menghakiri pengobatan terhadap dirinya dan pasien pulang sebelum selesai masa

pengobatannya, ini dikenal sebagai pulang atas pe rmintaan sendiri (PAPS) atau pulang paksa.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang merupakan rumah sakit rujukan semua pasien,

baik pasien umum, pasien Askes, pasien Askeskin, dan pasien Jamsostek yang memerlukan

pelayanan kesehatan lanjutan khususnya di Kabupaten Deli serdang. Oleh karena itu RSUD Deli

Serdang diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Sebagai

penyelenggara pelayanan kesehatan, RSUD Deli Serdang memberikan dua jenis pelayanan

kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehat an dan pelayanan administrasi. Pelayanan

kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan pelayanan

keperawatan. Berikut gambaran kinerja pelayanan RSUD Deli Serdang dalam kurun waktu 4

(Empat) tahun terakhir : T abel 1.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RSUD Deli Serdang Periode

Tahun 2010-2013 Tahun Jumlah pasien Dirawat Jumlah Tempat Tidur BOR ( % ) ALOS

Page 5: BAB 1.docx

(Hari) BTO (Hari) TOI (Hari) NDR GDR 2010 9.082 161 73,28 4 56,4 1,72 19,4 47,56

2011 9.154 185 65,65 5 49,48 2,53 23,49 57,35 2012 10.365 200 60,97 4 51,82 2,74

29,23 55,66 2013 9.980 212 60,83 5 47,07 3,04 24,05 56,21 Standar Depkes 60-85 6-9

40-50 1-3 <25 ≤45 Sumber : Profil RSUD Deli Serdang Tahun 2013 Dari data di atas di ketahui

bahwa dalam kurun waktu 4 (Empat) tahun terakhir kinerja RSUD Deli Serdang secara umum

mengalami peningkatan , diperoleh data Tahun 2013 untuk tingkat Bed Occupancy Rate (BOR)

s ebesar 60,83% yang merupakan indikator yang umum digunakan mengukur kinerja rumah

sakit dengan standar yang ditetapkan Depkes RI sebesar 60 -85 %. Indikator lain yang

menunjukkan kinerja rumah sakit adalah frekuensi Bed Turn Over (BTO) sebesar 47 kali, dari

standar yang ditetapkan 40- 50 kali. Average Length of Stay (Av LOS) 5 hari, dari standar yang

ditetapkan 6 -9 hari, dan Turn Over Interval (TOI) 3 hari, sebaiknya 1-3 hari. RSUD Deli

Serdang memiliki ruangan rawat VIP seperti umumnya rumah sakit biasa. Ruang rawat inap VIP

di RSUD Deli Serdang ada dua, yaitu Teratai dan Anggrek. Pada Tahun 2013, pasien rawat inap

di RSUD Deli Serdang berjumlah 9.980 pasien. Pasien rawat inap di ruang rawat inap Teratai

berjumlah 413 pasiende ngan proporsi pasien rawat inap 4,13%, dan di ruang Anggrek ada 829

pasien dengan proporsi pasien rawat inap 8,30%. Berdasarkan laporan tahunan dari Bagian

Rawat VIP, diperoleh data tahun 2013 untuk tingkat BOR sebesar 56,7%, BTO sebesar 37,2 kali,

Av LOS 10 hari, dan TOI 6 hari. Dari Hasil Laporan Tahuna n pada Bagian Rawat Inap VIP di

atas, baik indicator BOR, BTO, Av LOS, dan TOI adalah rendah jika dibandingkan dengan

standar yang ditetapkan oleh Depkes RI. Dengan rendahnya indikator tersebut di atas,

Mahmoed dalam Ambarita (2004) m enjelaskan bahwa keberhasilan pelayanan dapat dilihat

dari persepsi atau sikap pasien terhadap pelayanan yang diterima, apakah memuaskan atau

mengecewakan, termasuk lamanya pelayanan. Indikator penilaian kinerja pelayanan rawat inap

berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang ditetapkan dengan surat

keputusan Menti Kesehatan Republik Indonesia nomor: 129 tahun 2008 bahwa angka kejadian

PAPS tidak lebih dari 5%. Data yang diperoleh dari bagian data dan informasi RSUD Deli

Page 6: BAB 1.docx

Serdang diketahui kejadian pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di Ruang VIP masih

cukup tinggi dimana pada tahun 2010 sebesar 5,25% meningkat menjadi 5,38% pada tahun

2011 meningkat lagi sebesar 5,41% pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 sebesar 5,63%.

Perkembangan jumlah pasien PAPS di Ruang VIP RSUD Deli Serdang seperti ditunjukkan pada

tabel 1.2. T abel 1.2. Jumlah Pasien PAPS di Ruang VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2010-2013

Tahun Jumlah Pasien Rawat Inap Jumlah Pasien PAPS Persentase Pasien PAPS 2010 2011

2012 2013 1161 1226 1238 1242 61 66 67 70 5,25 5,38 5,41 5,63 Sumber : Bagian Data

dan Informasi RSUD Deli Serdang Pada Tahun 2013, dari 413 pasien rawat inap di ruang rawat

inap Teratai di RSUD Deli Serdang, ada 6,03% (25 pasien) yang pulang atas permintaan s endiri

(PAPS). Seda ngkan di rua ng rawat inap Anggrek, dari 829 pasien rawat inap, ada 5,42% (45

pasien) yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS). Jadi, pada Tahun 2013 ada 1242 pasien di

ruang rawat inap VIP yang PAPS (proporsi 5,63%). Berkaitan dengan hal tersebut di atas,

terlihat tingginya angka pasien yang PAPS di RSUD Deli Serdang di ruang rawat inap VIP , dapat

diketahui bahwa pelayanan rumah sakit ini kurang baik sehingga banyak pasien yang memilih

PAPS. Berdasarkan informasi dari beberapa pasien yang pernah dirawat di rumah sakit ini

menyatakan keluhan-keluhan kurang puas terhadap pelayanan yang diterimanya, baik yang

dikemukakan secara langsung maupun yang dikemukakan melalui media massa. Menurut

penelitian Nurna Fauziah (2013) di Rumah Sakit Umu m Pusat Haji Adam Malik Medan, hasil

penelitian menunjukkan penyebab PAPS pada pasien VIP dan kelas I adalah karena faktor

individu/keluarga, sedangkan pasien kelas II karena faktor pelayanan dan pasien kelas III karena

faktor biaya. Faktor pelayanan yang dikeluhkan adalah kekurang tanggapan dan kurangnya

komunikasi dari pemberipe layanan, sedangkan faktor biaya yang dikeluhkan adalah karena

banyaknya pemeriksaan penunjang medis yang dilakukan pada pasien. Penelitian Menap

(2007) tentang analisis alasan pasien pulang paksa di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah

tahun 2006, diperoleh angka kejadian pulang paksa 5,37% (469 kasus dari 8.733 pasien keluar

rumah sakit). Alasan yang ditemukan terdiri atas: alasan biaya, kecewa dengan pelayanan yang

Page 7: BAB 1.docx

diberikan dan konflik dengan sikap dan perlakuan petugas. Berdasarkan survei awal di RSUD

Deli Serdang Bulan Januari Tahun 2014 Wawancara yang d ilakukan dengan kepala Ruangan

VIP untuk mengetahui alasan pasien PAPS, diperoleh informasi sebagian pasien menyatakan

tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit , sedangkan wawancara yang dilakukan langsung

kepada pasien yang akan PAPS adalah karena ketidak puasan pasien terhadap pelayanan

dokter tentang penjelasan penyakit yang dideritanya dan tidak memperoleh kepastian tentang

kondisi serta prognosis penyakitnya dan Kunjungan dokter untuk memeriksa tidak sesuai

dengan jadwal/waktu . Perawat dalam berkomunikasi dan m emberikan perawatan kepada

pasien tidak bersikap baik. Informasi tambahan yang diperoleh dari Instalasi Pengaduan

Masyarakat dan Kepuasan Pelanggan RS UD Deli Serdang tentang berbagai keluhan, umumnya

keluarga pasien mengeluhkan penanganan pasien yang lambat baik dari dokter maupun

paramedis. Menurut Sabarguna (2004), salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan adalah

kepuasan pasien. Koetler (2002), menyatakan kepuasan merupakan tingkat di mana seseorang

menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk dan jasa yangdi terima dengan yang

diharapkan. Soejadi (1996), menyatakan kepuasan pasien akan tercapai bila diperoleh hasil

yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan kemampuan

pasien/keluarga. Adanya perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap

terhadap kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rawat inap, kepuasan pasien diperoleh melalui

pemberian pelayanan jasa mulai dari pelayanan penerimaan pasien, pelayanan dokter,

pelayanan perawat, pelayanan makanan dan gizi, pelayanan penunjang medik serta lingkungan

pasien dirawat merupakan komitmen dan tanggung jawab dari manajemen dan seluruh staf

rumah sakit (Mindasari, 2005). Berdasarkan uraian secara teoritis dan permasalahan yang

ditemui di RSUD Deli Serdang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi

keputusan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan dan

kepuasan di ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Page 8: BAB 1.docx

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam hal

ini adalah b agaimana persepsi keputusan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

terhadap mutu pelayanan dan kepuasan di ruang VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

u ntuk mengetahui persepsi keputusan pasien pulang ataspe rmintaan sendiri (PAPS) terhadap

mutu pelayanan dan kepuasan sehingga dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di ruang VIP RSUD Deli Serdang

tahun 2014. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Sebagai

bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen pengelola RSUD Deli Serdang, dalam

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan SDM, khususnya yang

menyangkut dampak mutu pelayanan rumah sakit. b. Bahan masukan bagi RSUD Deli Serdang

untuk lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga pasien rumah sakit mendapat pelayanan yang

memuaskan. c. Melatih, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis di dalam

penulisan karya ilmiah dengan menggunakan teori -teori yang ada serta sebagai informasi bagi

peneliti lain jika ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan mutu pelayanan rumah

sakit agar dapat memberikan kontribusi pada bidang ilmu Administrasi Rumah Sakit.