bab 1 ,2 responsi paru.doc
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,
lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra
torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum,
begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada
tahun 2000-4000 SM. Hipocrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat
dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun
di dunia dan merupakan penyebab utama kematian. Sekitar 8 juta kasus baru terjadi
setiap tahun di seluruh dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis secara laten. Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat
infeksi M.tb menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut. Cara yang
cepat untuk mendeteksi infeksi M.tb akan membantu mempercepat diagnosis dini pada
pasien yang secara klinis tersangka tuberculosis dan segera diikuti penatalaksanaan yang
tepat. 13
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB
yang muncul.15
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat
TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.5
1
Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan, mencegah
kematian, dan kekambuhan. Obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering
digunakan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan
Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor utama dari
pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu tinggal, kedisiplinan
dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar si penderita.2
2
BAB 2
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan ya
ng terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar kehampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidak efektifan respon imun.6
2.1.1 Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat
pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.
tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–alkohol.13
2.1.2 Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi
3
antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen
sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein
65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi
protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen
sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam
mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element).
Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP .16
2.2 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru
disebut Fokus Primer GOHN.12
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).12
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
4
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3 -10 4 ,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. 12
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman
TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.4
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 4
2.3 Gejala
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam yang pertama cuma sebentar, tetapi dapat
timbul kembali. Biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
b. Batuk/batuk Darah
5
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah)
c. Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian dari paru.
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai pleura sehingga menyebabkan
pleuritis. Terjadi karena gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
nafasnya.
e. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot. Gejala ini makin lama makin memberat.1
2.4 Diagnosis
2.4.1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas 6
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess.
2.4.2 Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH.13
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), S(sewaktu), dahak dikumpulkan pada saat
suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P(Pagi), dahak
dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S(sewaktu), Dahak dikumpulkan di
UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis TB Paru pada orang
remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. 8
2.4.3 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
7
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :Lesi minimal , bila
proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga
2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis
5), serta tidak dijumpai kaviti.Lesi luas : bila proses lebih luas dari lesi minimal.13
2.4.4 Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis
dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator
Tube (MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):
8
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati
masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.
2.4.5 Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.9
9
2.5 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
2.5.1 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas :
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis.
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan.
10
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
2.5.2 Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan
lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat
lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.13
11
2.6 Pengobatan 13
Kategori Kasus Paduan obat
I TB paru BTA +, kasus baru
BTA -, lesi luas/kasus berat
TB di luar paru
2 RHZE/ 4 RH
2 RHZE/ 6 HE
2 RHZE/ 4R3H3
II Kasus kambuh
Kasus gagal pengobatan
2 RHZES/ 1 RHZE/
5R3H3E3
II TB paru, pengobatan ulang 2 RHZES/ 1 RHZE/
5R3H3E3
III TB paru BTA – lesi minimal 2 RHZE/ 4 RH
IV Kronik H seumur hidup
IV MDR TB H seumur hidup
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang serimg dialami oleh penderita TBC adalah Sbb hemoptitis adalah
peredaran dari saluran nafas yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik
atau tersumbatnya jalan nafas Kolaps dari lobu akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi
ketidak mampuan menampung atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah
adanya udara dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam
membran berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang
berdampingan dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya
sebagian.11
Efusi Pleura adalah adanya cairan abnormal dslsm rongga pleura yang disebabkan
oleh tekanan yang tidak seimbang pada kapiler yang utuh dan menyebabkan kapasitas paru-
paru tidak berkembang. Bronkietctaksis adalah endapan nanah ada bronkus setempat
karena terdapat infeksi pada bronkus. Penyebabnya yaitu kerusakan yang berulang pada
dinding bronchial dan keadaan abnormal dari jaringan penghasil mucus mengakibatkan
rusaknya jaringan pendukung menuju saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan
12
ikat pada proses pemulihan atau penyembuhan. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti
Otak,tulang, persendian, ginjal, dan yang lain. Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan
fungsi jantung dan paru-paru sehingga kadar oksigen dalam darah rendah. 11
2.8 Pneumonia
2.8.1 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita
oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan
dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
2.8.2 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
13
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme
biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang
terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,
akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang
sama.
2.8.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c) Pneumonia virus
14
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda as-
ing atau proses keganasan.
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c) Pneumonia interstisial
2.8.4 Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti
ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah
dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan
ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
15
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
2.8.5 Pengobatan Pneumonia
a.Penderita rawat jalan
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
16
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c.Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat
simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
17
2.8.6 Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)
sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian
vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit
kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang
direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain
reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Admiri
Umur : 76 thn
Alamat : Jl. Kedawung RT 2/RW 6 Malang
Suku : Jawa
Agama : Islam
No registrasi : 1211002
Tanggal MRS : 12 April 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : sesak nafas
Pasien mengeluh sesak nafas sejak ±15 tahun yang lalu, kumat-kumatan, memberat 1
minggu ini, terutama saat dingin, mengi (+). Batuk ± 15 tahun yll, batuk darah (+), dahak
(+) warna kuning, panas (+) sumer-sumer, nyeri dada setelah batuk. BB menurun 2-3
kg/bulan. Nafsu makan menurun. Riwayat trauma 1 minggu SMRS jatuh di kebun
kemudian nyeri dada kanan.
Riwayat pengobatan TB 15 tahun yll tp hanya minum obat ±2 minggu, stop karena pegel-
pegel.
Riwayat kontak TB (+) 8 tahun yll, BTA (+), terapi OAT 1 tahun kemudian TB sudah (-).
Riwayat merokok 1 pak/hari selama 40 tahun.
Riwayat MRS di RSI 16 tahun yll karena batuk darah.
19
3.3 Pemeriksaan fisik
GCS 456, tampak sakit sedang
Tensi 163/92, nadi 108x/menit, RR 26x/menit
K/L: anemis -/-; icterus -/-; JVP R+2cm 30o
Tho: nyeri dada kanan (+), krepitasi (-)
c/ ictus invisible, palpable di ICS V MCL S
RHM ≈ SL D
LHM ≈ ictus
S1S2 single, murmur (-)
p/ simetris, SF D=S, sonor
v │ v Rh:+ │ - Wh: - │ -
v │ v + │ + + │ -
v │ v + │ + + │ -
Abd: flat, soefl, BU (+) N
Ext: akral hangat, edema (-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax
Posisi AP, asimetris
Tulang : fraktur costae VII dan VIII dextra
Soft tissue : normal
Trakea : di tengah
Hemidiafragma D/S : domeshape, letak rendah
20
Sinus phrenicocostalis : lancip
Cor : CTR <50%, bentuk dan posisi normal
Pulmo D/S : fibroinfiltrat, multiple cavitas dengan ukuran bervariasi antara
0-2cm, kalsifikasi (+), air bronkogram
Kesimpulan : lung TB moderate lession, COPD, pneumonia, fraktur costae
D
EKG
Sinus takikardi, HR 100x/menit
Axis frontal : normal
Axis horizontal : normal
PR interval : 0,16”
QRS komplek : 0,04”
21
P abnormal di leed II, III, aVF
Kesimpulan: sinus takikardi, LAE
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil lab 12 April 2012
DL : leu 9400/Hb 12,0/Hct 38,3/Tro 267.000
Ur/Cr : 57,5/0,78
SGOT/SGPT : 28/18
SE : 132/5,24/106
22
Bilirubin total/direk/indirek 0,25/0,10/0,15
BGA : suhu 36,5/pH 7,534/ pCO2 31,3/ pO2 75,4/ HCO3 26,8/ sat O2 96,8/ BE +3,8
(alkalosis respiratorik)
Hasil lab 13 April 2012
LED 84 mm/jam
Urinalisis: pH 5,5/ BJ 1,030/ protein +1/ darah atau Hb trace/ epitel +/ eritrosit 5-6 lpb/
leukosit 0-1 lpb
Hasil lab 16 April 2012
DL : Hb 10,3/ leu 8160/ LED 53/ tro 282.000/ Hct 32,0
Hitung jenis: eos (-)/ bas (-)/ st (-)/ seg 90/ ly 4/ mo 6
Kesimpulan: anemia normokrom-normositer, neutrofilia
GDS 74
Ur/Cr 44,2/0,80
Bil tot/dir/indirek 0,41/0,22/0,19
SGOT/SGPT 67/62
Albumin 3,02
SE 134/4,62/109
Hasil lab 20 April 2012
DL: Hb 11,0/eri 4,17/leu 5,71/Hct 32,6/tro 362.000/MCV 78,20/ MCH 26,40/MCHC
33,70/LED 43
Hitung jenis: neu 67,5/lim 18,0/mo 13,8/eu 0,5/bas 0
Bilirubin total/direk/indirek 0,48/0,21/0,27
SGOT/SGPT 25/52
23
Alb 2,76
GD puasa 57
Ur/Cr 46,30/0,84
SE 131/4,14/91
Follow up 18 April 2012
S: batuk berdahak (+), sulit tidur, sesak (-)
O: GCS 456, T 160/90, N 80x/menit, RR 24x/menit
A: 1. COPD EA
2. Pneumonia CAP + septic condition
3. TB paru aktif dd inaktif
4. Fraktur costae D
P: PDx: sputum SPS, sputum kultur L J, sputum gram kultur dan sensitivity test
PTx: O2 2-4 lpm
Inj ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV
Inj ketorolac 2x1 amp IV
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inj dexamethasone 2x1 amp IV
Inj furosemide 40mg-0-0
OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 3
B6 3x10 mg
24
Salbutamol 3x2 mg
DMP 3x15 mg
Follow up 19 April 2012
S: batuk berdahak (+), sesak (-)
O: GCS 456, T 140/80, N 68x/menit, RR 20x/menit
A: 1. COPD EA
2. Pneumonia CAP + septic condition
3. TB paru aktif dd inaktif
4. Fraktur costae D
P: PDx: besok DL, LED, SE, Alb, OT/PT, GDS, Bil T/D/I, Ur/Cr, sputum SPS, sputum
kultur L J, sputum gram, kultur dan sensitivity test
PTx: O2 2-4 lpm
Inj ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV
Inj ketorolac 2x1 amp IV
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inj dexamethasone 2x1 amp IV
Inj furosemide 40mg-0-0
OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 4
B6 3x10 mg
Salbutamol 3x2 mg
DMP 3x15 mg
25
Follow up 20 April 2012
S: (-)
O: GCS 456, T 120/70, N 100x/menit, RR 20x/menit
A: 1. COPD EA
2. Pneumonia CAP + septic condition
3. TB paru aktif dd inaktif
4. Fraktur costae D
P: PDx: sputum SPS, sputum kultur L J, sputum gram kultur dan sensitivity test
PTx: O2 2-4 lpm
Inj ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV
Inj ketorolac 2x1 amp IV
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inj dexamethasone 2x1 amp IV
Inj furosemide 40mg-0-0
OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 3
B6 3x10 mg
Salbutamol 3x2 mg
Metilprednisolone 3x4 mg
DMP 3x15 mg
26
BAB 4
PEMBAHASAN
Telah datang seorang pria usia 76 tahun ke RSSA dengan keluahan utama sesak nafas.
Pasien mengeluh sesak nafas sejak ±15 tahun yang lalu, kumat-kumatan, memberat 1
minggu ini, terutama saat dingin, mengi (+). Batuk ± 15 tahun yll, batuk darah (+), dahak (+)
warna kuning, panas (+) sumer-sumer, nyeri dada setelah batuk. BB menurun 2-3 kg/bulan.
Nafsu makan menurun.
Pasien pernah jatuh 1 minggu SMRS jatuh di kebun kemudian nyeri dada kanan.
Riwayat pengobatan TB 15 tahun yll tp hanya minum obat ±2 minggu, stop karena pegel-
pegel. Riwayat kontak TB (+) 8 tahun yll, BTA (+), terapi OAT 1 tahun kemudian TB sudah
(-). Pasien juga merokok 1 pak/hari selama 40 tahun. Pernah MRS di RSI 16 tahun yll
karena batuk darah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis dan GCS 456, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 108x/menit regular,
frekuensi pernafasan 26 x/menit. Pada perkusi paru didapatkan suara sonor di semua lapang
paru. Pada auskultasi didapatkan suara tambahan yaitu rhonki di semua paru dextra dan
sinistra bagian proximal dan medial, dan didapatkan suara wheezing di paru dextra, sinistra
tidak ada. Pada pemeriksaan raiologi menunjukan lung TB moderate lesion, COPD,
pneumonia, fraktur coste dextra.
Diagnosa TB ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien ini terdapat gejala sesak nafas dan batuk sejak 15 tahun yang lalu.
Biasanya juga panas sumer-sumer, terkadang juga muncul keringat dingin. Berat badan juga
menurun dan nafsu makan juga. Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki di semua paru
dextra dan sinistra bagian proximal dan medial, dan didapatkan suara wheezing di paru
dextra, sinistra tidak ada itu dapat menyokong diagnosa dari Tuberculosis. Dalam
pemeriksaan radiologi menunjukan lung TB moderate lesion, COPD, pneumonia, fraktur
coste dextra. Pada pasien ini akan direncanakan sputum BTA SPS.
Pasien dirawat inap dengan diagnose tuberculosis paru tipe far advance lesion.
Pasien diberikan Oksigen 2-4lpm via nasal canule, IVFD NS 0.9% dan juga direncanakan
27
untuk dimulakan pengobatan OAT. Pengobatan pasien dipilih kategori 1 dengan berat badan
50 kg. Rencana pengobatan OAT pasien seperti berikutl, dosis yang diberikan adalah
Isoniazid 300mg, Rifampisin 450mg, Pyrazinamide 1000mg dan Etambutol 750mg.
Sedangkan untuk diagnosis pneumonia juga ditegakkan dari anamnesis (demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada yang terjadi akut), pemeriksaan fisik (inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi) dan pemeriksaan penunjang (radiologis dan
laboratorium). Dari anamnesis pasien menderita batuk sejak 15 tahun yang lalu dan
memberat 1 minggu SMRS disertai batuk darah dan panas sumer-sumer. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan rhonki di semua paru dextra dan sinistra bagian proximal dan medial.
Sedangkan dari foto thoraks didapatkan adanya infiltrat dan air bronkogram. Data diatas
menunjang untuk diagnosis pneumonia.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II . Jakarta: Pusat
PenerbitanPenyakit Dalam FKUI.2006
2. Dahlan Z. Kejadian tuberkulosa ekstraparu di RS Hasan Sadikin dan
beberapa pusatkesehatan di Jawa Barat. Simposium masalah tuberkulosa ekstraparu
dan pengelolaannya. Lab/UPF lP Dalam FKUP/RSHS, Bandung 1989 : 16-25.
3. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine,
McGraw-Hill Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.
4. Wibowo. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 63: 25–8.
5. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.
6. WHO. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national
programmes. TuberculosisUnit. Division of Communicable, Diseases.
7. Kusnindar. Masalah Penyakit Tuberkulosis dan Pemberantasannya di Indonesia;
CerminDunia Kedokt. 1990; 63: 17–19.
8. Kadjito T. Imunologi pada tuberkulosis paru BTA (+) : aspek humoral dan
selular.FirstAsian Pacific Symposium, Second National Congress on Alergy and
Immunology.October 26-29, Indonesia, 1989 48-49. Abstract.
9. Dahlan Z. Pendekatan dan Penegakan Diagnosa Penyakit Tuberkulosa. Maj.
KedokteranBandung, 1989; XXI (4): 1179-185.
10. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru.FK
UI Jakarta, 1985.
11. Makalah Pengelolaan Rasional Penyakit Tuberkulosa Paru, Bandung, 28 April 1984.
12. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman
DiagnostikdanTerapi. FKUI Jakarta, 1989.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan PenatalaksanaanTube
rkulosis di Indonesia. 2006
14. Departemen Kesehatan RI. Petunujuk Panduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2002.
15. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104. Available at: http//www.who.Tuberculosis.htm.
Accesed on March 3, 2004.
16. Rosilawati ML. Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan reaksi berantai
Polimerasa / Polymerase Chain Reaction (PCR). Tesis Akhir Bidang Ilmu Kesehatan
Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta, 1998.
29