responsi marasmus 2

36
BAB I PENDAHULUAN Malnutrisi pada balita merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang. Terlebih karena balita merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Dari berbagai penyebab kematian pada balita di negara-negara berkembang, kekurangan gizi merupakan penyebab 53% kematian balita di negara-negara berkembang disebabkan oleh kekurangan gizi dengan dilatarbelakangi oleh berbagai penyakit yang menyertai seperti pneumonia, diare, malaria, campak, HIV/AIDS, kelainan perinatal dan penyakit lainnya. 1 1

Upload: jaish8904

Post on 03-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Marasmus 2

BAB I

PENDAHULUAN

Malnutrisi pada balita merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara

berkembang. Terlebih karena balita merupakan golongan yang rentan terhadap

masalah kesehatan dan gizi. Dari berbagai penyebab kematian pada balita di negara-

negara berkembang, kekurangan gizi merupakan penyebab 53% kematian balita di

negara-negara berkembang disebabkan oleh kekurangan gizi dengan dilatarbelakangi

oleh berbagai penyakit yang menyertai seperti pneumonia, diare, malaria, campak,

HIV/AIDS, kelainan perinatal dan penyakit lainnya.1

Gambar 1. Peta Penyebaran Kasus Malnutrisi (WHO dan UNICEF)1

Di Indonesia, saat ini jutaan balita tercatat memiliki status gizi yang buruk. Hasil

pemetaan dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa 2 dari 4 orang anak di kabupaten

di seluruh Indonesia menderita gizi kurang. Masalah kurang gizi ini banyak dialami

anak-anak sejak masih dalam kandungan. Anak-anak yang pernah menderita status

kurang gizi cenderung memiliki tinggi badan yang pendek dan biasanya tidak

1

Page 2: Responsi Marasmus 2

berprestasi dalam proses pendidikan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

(2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta

anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pada

tahun 2005 terdapat 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk.2

Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Kurang energi protein (KEP)

merupakan salah satu masalah gizi utama di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia. Keadaan ini terjadi oleh karena tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan

nutrien makro seperti karbohidrat, lemak dan protein yang didapat dari asupan

makanan sehari-hari. Umumnya kejadian KEP berhubungan langsung dengan status

ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan mulai akhir tahun 1997 yang melanda

Indonesia diperkirakan meningkatkan kejadian KEP secara sangat bermakna.

Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari

241.973.879 penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi

buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun

(balita). Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa

penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari

10 balita menderita gizi kurang. 2

Manifestasi klinis KEP sangat bervariasi tergantung intensitas defisiensi energi dan

protein. Keadaan ini juga biasanya berhubungan dengan defisiensi nutrien lain atau

penyakit infeksi. KEP dapat mengenai semua kelompok umur, tetapi biasanya terjadi

pada anak-anak dalam pertumbuhan, dimana energi yang dibutuhkan per-satuan tubuh

(per kg berat badan) sangat tinggi. Gejalanya bervariasi dari penurunan berat badan,

retardasi pertumbuhan atau merupakan sindroma dari KEP dengan defisiensi nutrien

lain. KEP merupakan masalah malnutrisi yang paling penting pada negara sedang

berkembang oleh karena : angka prevalensi dan kematiannya tinggi, menyebabkan

gangguan pertumbuhan fisik, dan menghambat perkembangan sosial.

KEP lebih sering terjadi pada penyakit infeksi, dimana pada keadaan ini keperluan

nutrien meningkat, atau perubahan metabolik. Kejadiannya sangat tinggi pada anak-

anak negara-negara berkembang, sekitar 30% di negara-negara Afrika, Timur Jauh;

15% di Amerika Latin dan Timur Dekat. Pada negara industri KEP biasanya terjadi

pada anak-anak golongan sosio ekonomi rendah, pada usia lanjut yang tinggal

2

Page 3: Responsi Marasmus 2

sendirian dan pada orang dewasa pecandu alkohol. Faktor sosial ekonomi (meliputi

kemiskinan, ketidaktahuan, dan problem soaial lainnya), biologi (malnutrisi pada ibu

saat hamil, dan penyakit infeksi) dan lingkungan (sanitasi yang buruk) sebagai

penyabab rendahnya asupan makanan.1

Secara klinis KEP terdapat dalam tiga tipe yakni kwashiorkor, marasmus, dan

marasmus-kwashiorkor. KEP terbagi menjadi dua yaitu KEP ringan dan KEP berat.

KEP ringan biasa disebut gizi kurang, terjadi bila berat badan anak hanya 60-90 %

dari berat badan menurut standar yang telah ditentukan. Sedangkan gizi buruk atau

KEP berat terjadi bila berat badan anak kurang dari 60 % dari angka standar.

Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Hal ini dapat

dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk

dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun. Marasmus

adalah keadaan yang disebabkan terutama akibat defisiensi kalori dan energi,

sedangkan kwashiorkor mengindikasikan kekurangan protein yang berakibat pada

adanya gambaran edema.1

Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan suatu upaya penanganan

masalah gizi buruk khususnya marasmus. Dalam karya ilmiah ini penulis membahas

marasmus dari segi etiologi, patofisiologi, hingga penatalaksanaan. Diharapkan

laporan ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan mengenai marasmus.

3

Page 4: Responsi Marasmus 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Marasmus

Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui

pada balita. Penyebabnya antara lain karena asupan makanan yang sangat kurang,

infeksi, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.

Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang.

Data WHO menunjukkan sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-

anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi

energi dan protein sekaligus.1

Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran klinis:

berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa

rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya

melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak

lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan

tampak lebih tua (old man face), otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput

bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare

kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil.3

Gambar 2. Penyebab Utama Kematian Balita di Negara Berkembang1

4

Page 5: Responsi Marasmus 2

Marasmus umumnya terjadi pada anak-anak miskin perkotaan, anak-anak dengan

penyakit kronis dan anak-anak di penjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak

hanya menimbulkan risiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak

berkembang optimal. Akhirnya, dampak sosial dan ekonomi akibat kekurangan energi

dan protein menjadi amat besar dan sulit diperhitungkan.

2.2 Patofisiologi Marasmus

Marasmus sebagai salah satu bentuk malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi

akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting

yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan).

Meskipun faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut

menentukan.4

Sebagian besar manifestasi klinis marasmus menunjukkan respon adaptif terhadap

kurangnya asupan protein dan energy. Untuk mengatasi kurangnya asupan, aktifitas

dan energy yang dikeluarkan akan menurun. Cadangan lemak dimobilisasi untuk

memenuhi kebutuhan energi. Namun ketika cadangan ini habis, maka katabolisme

protein akan menyediakan substrat pengganti untuk menjaga metabolisme basal.4

Gambar 3. Adaptasi Hormonal Terhadap Malnutrisi.1

2.3 Manifestasi Klinis

5

Page 6: Responsi Marasmus 2

Anak-anak penderita marasmus mudah dikenali secara fisik. Meski masih anak-anak,

wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot-

ototnya. Selain itu juga ditemukan adanya distensi atau scapoid abdomen serta

keterlambatan pertumbuhan fisik. Adanya malabsorpsi laktosa juga berperan dalam

terjadinya distensi abdomen. Pemeriksaan juga dapat dinilai dari hilangnya kulit di

sekitar bokong dna bahu. Penderita marasmus juga cenderung hipotermi serta

hipoglikemi. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan

hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih

cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya

adalah :3,4

1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

2. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada dimana pada

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar (baggy pant)

3. Perut cekung

4. Tulang rusuk menonjol (iga mengambang)

5. Sering disertai : penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare4,5

Gambar 4. Penderita Marasmus

2.4 Diagnosis

6

Page 7: Responsi Marasmus 2

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui

penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat

penyakit yang lalu. Tidak ada diagnosis banding untuk marasmus. Bagaimana pun ,

apabila ditemukan edema, maka hal ini dapat menunjukkan kwashiorkor atau

insufisiensi renal atau jantung.

1. Pemeriksaan Fisik

a. Mengukur TB, BB, lingkar lengan atas dan lingkar kepala.

b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan

TB (dalam meter)

c. Mengukur ketebalan lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan

trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya

dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).

Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak

normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. Status

gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan

jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body mass, massa tubuh yang tidak

berlemak).

2. Pemeriksaan laboratorium : leukosit, limfosit, platlet, BUN/Sc, albumin, kreatinin,

nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. Untuk diagnosa dan penatalaksanaan

marasmus, tidak ada evaluasi yang lebih penting dibandingkan evaluasi klinis.

Sebagian besar hasil laboratorium dengan rentang (range) berbeda akan

menunjukkan perubahan signifikan sesuai komposisi dan fisiologi tubuh. Lebih

lanjut, dimana kasus malnutrisi sering terjadi biasanya tidak didukung dengan

struktur kesehatan yang memadai, dan tes laboratorium sulit dilakukan akibat

ketidak tersediaan alat.

Tes laboratorium yang diadaptasi dari WHO meliputi :

- Glukosa darah : Hipoglikemia jika lebih rendah daripada 3 mmol/L

- Pemeriksaan apusan darah secara mikroskopi atau tes deteksi langsung.

Adanya parasit adalah indikasi infeksi.

- Pemeriksaan urine dan kultur : lebih dari 10 leukosit per lapang pandang

adalah indikasi infeksi

- Pemeriksaan feses : adanya parasit dan darah sebagai indikasi disentri

- Albumin : dapat menjadi panduan untuk prognosis. Apabila albumin lebih

rendah dari 35 g/L, sistesis protein tidak seimbang secara massif.

7

Page 8: Responsi Marasmus 2

2.5 Penatalaksanaan

Terapi untuk kondisi mrasmus ini bervariasi tergantung dari berat ringan penyakit.

Apabila sudah sampai banyak menimbulkan penyakit penyerta, seperti diare, anemia,

infeksi paru dan kulit serta berbagai penyakit lainnya, maka hal ini juga perlu diobati.

Penanganan yang dini biasanya menimbulkan hasil yang baik. Pada kondisi yang

sudah berat, terapi bisa meningkatkan kondisi kesehatan secara umum, namun

biasanya terdapat sisa gejala fisik permanen dan akan muncul masalah intelegensia di

kemudian hari.6,7

Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein dan

penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan

rehabilitasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu

tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau

asidosis dengan pemberian cairan intravena. Tahap penyesuaian terhadap pemberian

makanan.7

Marasmus tergolong sebagai KEP berat sehingga pentalaksanaan marasmus

disesuaikan berdasarkan pedoman WHO tentang pengelolaan KEP berat di rumah

sakit dengan menerapkan 10 langkah tindakan pelayanan.

Tabel 1. Fase-fase Penatalaksanaan KEP Berat

Aktivitas

Awal rehabilitasi Follow up

Hari ke

1-2

Hari ke

2-7

Minggu

ke 2

Minggu ke

3-7

1 Cegah hipoglikemi

2 Cegah hipotermi

3 Cegah dehidrasi

4 Koreksi keseimbangan elektrolit

5 Terapi infeksi

6 Mulai pemberian makanan

7 Tumbuh kejar/peningkatan

pemberian makanan

8 Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe

9 Stimulasi

8

Page 9: Responsi Marasmus 2

10 Tindak lanjut

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama. Periksa kadar gula

bila suhu ketiak <36°C. Bila kadar gula darah < 50 mg/dl, berikan :

a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm

air) secara oral atau pipa nasogastrik

b. selanjutnya berikan larutan tersebut tiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali

berikan seperempat bagian dari jatah untuk 2 jam)

c. berikan antibiotika

d. secepatnya berikan makan tiap 2 jam, siang dan malam.

2. Hipotermia

Bila suhu ketiak <36°C atau suhu dubur <36°C, lakukan :

a. segera beri makanan cair/formula khusus

b. hangatkan anak dengan pakaian, selimut, penutup kepala, letakkan dekat

lampu atau pemanas, peluk anak di dada ibu (metode kangguru)

c. berikan antibiotika

d. lakukan evaluasi tiap 30 menit

3. Dehidrasi

Diupayakan rehidrasi dilakukan secara peroral. Rehidrasi i.v memiliki resiko

tinggi overhidrasi dan gagal jantung. Rehidrasi secara intavena hanya dianjurkan

pada keadaan syok.

a. berikan cairan resomal sebanyak 5 ml/kg setiap 30 menit selama 2 jam per

oral/per NGT

b. selanjutnya 5-10 ml/kg/jam untuk 4-10 jam berikutnya

c. ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke 10 dengan formula

khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil

d. selanjutnya mulai beri formula khusus

Awasi kelebihan cairan : frekuensi nafas dan nadi meningkat, edema dan

pembengkakan kelopak mata.

4. Keseimbangan elektrolit

9

Page 10: Responsi Marasmus 2

Pada KEP terjadi kelebihan natrium tubuh walaupun kadar dalam plasma rendah.

Defisiensi kalium dan magnesium sering terjadi dan minimal perlu 2 minggu

untuk pemulihan.

a. tambahkan kalium 2-4 mEq/kg/hari (=150-300 mg KCl/kg/hari)

b. tambahkan magnesium 0,3-0,6 mEq/kg/hari (=7,5-15 mg MgCl2/kg/hari)

c. untuk rehidrasi berikan cairan rendah natrium (resomal/pengganti)

d. siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

5. Pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP gejala yang biasa muncul saat adanya infeksi seperti panas seringkali

tidak muncul. Karenanya pada semua KEP beri secara rutin antibiotik broad

spectrum. Bila tanpa komplikasi diberikan Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatric

secara oral, 2x sehari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 kg). Bila anak

sakit berat (apatis,letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemi, hipotermi, infeksi

kulit/saluran nafas/saluran kencing), diberikan :

- Ampisilin 50 mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 2 hari dilanjutkan dengan

amoksisilin per oral 15 mg/kg per 8 jam selama 5 hari. Bila tidak ada

amoksisilin, makan dilanjutkan dengan pemberian ampisilin 50 mg/kg per 6

jam per oral.

- Gentamisin 7,5 mg/kg/i.m atau i.v sekali sehari selama 7 hari.

- Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25

mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 5 hari

6. Mulai pemberian makanan

Untuk menghindari kelebihan kemampuan saluran pencernaan, hati dan ginjal,

yang penting bahwa makanan harus diberikan dalam jumlah kecil dan diberikan

berulang-ulang dengan formula laktosa rendah dan hipo/isoosmolar yang

diberikan secara oral/nasogastrik. Anak seharusnya diberikan minimal 80 kkal,

tetapi tidak boleh lebih dari 100 kkal/hari. Berikan protein 1-1,5 gram/kg/hari.

Berikan cairan 130 ml/kg/hari (100 ml/kg/hari bila terdapat edema). Jika masih

mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula. Bila asupan

makanan tidak mencapai 80 kkal/kg/hari, berikan sisa formula melalui NGT.

Yang harus dipantau selama fase ini : jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah,

frekwensi BAB dan konsistensi tinja, BB (harian). Selama fase stabilisasi, diare

10

Page 11: Responsi Marasmus 2

secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema

BB akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian

BB mulai naik.

Tabel 2. Komposisi Diet pada Penatalaksanaan KEP Berat

Zat giziFase

Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

Energi 100 kkal/kg/hari 150 kkal/kg/hari 150-200 kkal/kg/hari

Protein 1-1,5 gram/kg/hari 2-3 gram/kg/hari 4-6 gram/kg/hr

Vitamin

A

hari ke 1, 2 dan 14 atau

sebelum pulang dengan

dosis :

> 1 thn:

200.000 SI/kali

6-12 bln:

100.000 SI/kali

0-5 bln: 50.000

SI/kali

hari ke 1, 2 dan 14 atau

sebelum pulang dengan

dosis :

> 1 thn: 200.000

SI/kali

6-12 bln: 100.000

SI/kali

0-5 bln: 50.000

SI/kali

hari ke 1, 2 dan 14 atau

sebelum pulang dengan

dosis :

> 1 thn: 200.000

SI/kali

6-12 bln:

100.000 SI/kali

0-5 bln: 50.000

SI/kali

Asam

folat

1 mg /hari (5 mg pd

hari I)

1 mg /hari (5 mg pd hari

I)

1 mg /hari (5 mg pd

hari I)

Seng 2 mg/kg/hari 2 mg/kg/hari 2 mg/kg/hari

Tembaga 0,2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari

Besi 3 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari

Cairan 130 ml/kg/hari tanpa

edema

150 ml/kg/hari 150-200 ml/kg/hari

7. Fasilitasi tumbuh kejar

Pada masa rehabilitasi diharapkan tercapai masukan makanan yang tinggi dan

pertambahan berat badan >= 50 gram/minggu. Awal fase rehabilitasi diteloi

dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi

dilakukan perlahan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran

cerna yang terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara

mendadak.

11

Page 12: Responsi Marasmus 2

- Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1 gram per 100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 gram per 100

ml) dalam jangka waktu 48 jam.

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula

tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg/kali (=200 ml/kg/hari)

Pada masa ini perlu diawasi frekwensi napas dan denyut nadi. Setelah periode

transisi dilampaui, anak diberi :

- Makanan atau formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

- Energi 150-220 kkal/kg/hari

- Protein 4-6 gram/kg/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena

energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro

Berikan setiap hari :

1. suplementasi multivitamin

2. asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

3. seng 2 mg/kg/hari

4. tembaga 0,2 mg/kg/hari

5. bila BB mulai naik beri Fe 3 mg/kg/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kg/hari.

6. vit A

Anemia biasa dijumpai pada KEP, jangan terburu-buru memberikan preparat Fe,

tunggu sampai anak mau makan dan berat badan mulai naik. Pemberian Fe

mempunyai efek terhadap terjadinya infeksi melalui 2 mekanisme :

besi mempromosi bakteri untuk tumbuh

besi berperan penting dalam pembentukan radikal bebas.

Pada KEP, besi banyak tertumpuk dalam hati, namun tidak terbentuk eritrosit

karena terbatasnya protein.

9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya

perlu diberikan : kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur

selama 15-30 menit/hari, aktivitas fisik segera setelah sembuh, keterlibatan ibu

(memberi makan, memandikan, bermain, dsb)

12

Page 13: Responsi Marasmus 2

10. Tindak lanjut di rumah

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat

dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus

tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Sarankan orang tua

untuk membawa anaknya kembali kontrol secara teratur :

bulan I : 1 kali per minggu

bulan II : 1 kali tiap 2 minggu

bulan VI : 1 kali tiap bulan.

Selain kontrol teratur, berikan suntikan/imunisasi dasar dan ulangan serta

pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

13

Page 14: Responsi Marasmus 2

14

Page 15: Responsi Marasmus 2

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas penderita

Nama : PS

Umur : 1 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Seririt, Buleleng

Agama : Hindu

Suku : Bali

MRS : 3 Desember 2009 Pk 11.00

3.2 Anamnesa

Keluhan utama

Sesak nafas

Riwayat penyakit sekarang

Pasien dikeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS. Sesak nafas dikatakan semakin

lama semakin memberat. Sesak nafas tidak berkurang dengan perubahan posisi. Sesak

disertai suara grok-grok tanpa suara ngik-ngik. Pasien juga dikeluhkan batuk disertai

dahak sejak 6 bulan SMRS. Batuk semakin memberat sejak 2 bulan SMRS. Panas

badan sejak 1 bulan yang lalu, naik turun dengan pemberian obat penurun panas. Saat

ini panas badan (-),pilek (-), muntah (-), BAB 1-2x sehari, mencret (-), BAK terakhir

1 jam SMRS. Bercak putih di bagian dalam mulut dan bibir sejak 1 bulan yang lalu.

Awalnya hanya di lidah kemudian menyebar dan bertambah di bagian dalam pipi.

Pasien juga dikeluhkan bercak-bercak merah di kulit sejak 1 minggu yang lalu.

Awalnya muncul di dahi, kemudian menyebar ke wajah, leher dan lengan. Benjolan di

ketiak muncul 2 bulan SMRS dan dirasakn semakin membesar. Sejak 2 bulan lalu,

makan minum pasien menurun dan berat badan dikatakan turun.

Riwayat pengobatan

Orang tua pasien memberikan obat penurun panas saat pasien mengalami demam.

Riwayat Imunisasi

15

Page 16: Responsi Marasmus 2

Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG, Polio 2x, Hepatitis B 1x, DPT 1x.

Riwayat persalinan

Penderita lahir SC di rumah sakit umum, saat umur kehamilan 9 bulan, dengan berat

lahir 3500 gram, panjang badan 47 cm, segera menangis, dan tidak ada kelainan.

Riwayat nutrisi:

ASI : tidak diberikan

Susu formula : 0 hari - sekarang

Bubur bayi : 6 bulan - 8 bulan

Bubur nasi : 9 bulan - sekarang

Riwayat keluarga

Kedua orang tua pasien HIV (+) sejak 8 bulan yang lalu. Ibu riwayat TB paru sudah

terapi TB 6 bulan kemudian lanjut terapi ARV 2 bulan. Ayah belum mendapat terapi

ARV.

Riwayat sosial

Penderita merupakan anak pertama. Keluarga penderita termasuk dalam kategori

keluarga kelas menengah. Ayah penderita bekerja sebagai sopir sedangkan ibu pasien

adalah ibu rumah tangga. Pendidikan orangtua terakhir SMA.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : iritabel

HR : 140 kali/ menit

RR : 48 kali/ menit

Temperatur Axial : 37,10C

Berat Badan : 5,4 kg

Panjang Badan : 75 cm

Berat Badan Ideal : 8,2 kg

Lingkar Kepala : 43 cm

LLA : 8 cm

Status gizi

1. Waterlow : 65,85 % (gizi buruk)

16

Page 17: Responsi Marasmus 2

2. Z score (bb/tb) : dibawah -3 SD (sangat buruk)

3. CDC Growth Chart :

Berat badan ~ umur : di bawah persentil 5

Tinggi badan ~ umur: di bawah persentil 5

Berat badan ~tinggi badan : dibawah persentil 5

BB/TB : dibawah persentil 5,

Lingkar Kepala ~ umur : di bawah persentil 5

Status generalis

Kepala : normocepali

Mata : cowong, konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor

THT

- Telinga : Auricula dextra : tidak ditemukan kelainan

Auricula sinistra : tidak ditemukan kelainan.

- Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), sianosis (-), rinore (-), epistaksis (-)

- Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-)

Mulut : mukosa bibir basah (+), lidah membesar dan tebal (-)

Leher

Inspeksi : Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-) pendek(-)

Palpasi : Pembesaran Kelenjar (-), Kaku Kuduk (-)

Thoraks

- Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill (-)

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

- Paru-paru

Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris,

retraksi subcostal dan intercostal

Palpasi : gerakan dada simetris

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi (+), hernia umbilikalis (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar teraba 1/3 – 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus

17

Page 18: Responsi Marasmus 2

Lien Sc III-IV

Perkusi : timpani

Genitalia : tidak ada kelainan

Pantat : baggy pant (+)

Ekstremitas

Inspeksi : hangat (+), edema (-),atrofi otot (+)

Palpasi : akral hangat (+)

hangat : + + edema : - -

+ + - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (5 Januari 2012)

WBC : 6.93 K/μL (N= 6,0 – 14,0)

HGB : 6,9 gr/dl (N= 12,0 – 16,0)

HCT : 22,7 % (N= 36,0 – 49,0)

PLT : 171,20 K/μL (N= 140,0 – 440,0)

AGD (5 Januari 2012)

pH : 7,44 (N=7,35-7,45)

pCO2 : 39 (N=35,0-45,0)

pO2 : 107,00 (N=80,0-100,0)

HCO3 : 26,5 (N=22.0-26,0)

TCO2 : 27,70 (N=24,0-30,0)

SO2 : 98,0 (N=95-100)

Kimia darah (5 Januari 2012)

SGOT : 123,30 (N=11,00-13,00)

SGPT : 96,50 (N=11,00-50,00)

Total Protein : 6,00 (N=5,60-7,50)

Albumin : 2,28 (N=3,50-5,20)

Globulin : 3,72 (N=3,20-3,70)

GDS : 67 (N=60,00-100,00)

Na : 130,70 mmol/L (N=135,00-147,00)

K : 3,41 mmol/L (N=3,50-5,50)

18

Page 19: Responsi Marasmus 2

Cl : 98,40 mmol/L (N=94,00-111,00)

Ca : 7,58 mg/dL (N=8,20-10,20)

CRP : 76,20 (N=0,00-5,00)

UL (5 Januari 2012)

pH : 5 Colour : yellow

Leukosit : 100 SEDIMEN URINE

Nitrit : positif leukosit : 8-10/lp

Protein : 25 eritrosit : -/lp

Glucose : normal sel epitel :

Ketone : negatif - gepeng : 3-5/lp

Urobilinogen : normal Lain-lain :

Bilirubin : negatif - bakteri (+)/lp

Erytrocyte : 10

FL (5 Januari 2012)

Makroskopis : Mikroskopis:

- Warna : kuning - leukosit : -

- Bau : khas - eritrosit : -

- Konsistensi : encer - amoeba : -

- Lendir : negatif - telor cacing : -

- Darah : negatif - lain-lain : -

3.5 Diagnosis Klinis

SIDA stadium IV

Gizi Buruk Tipe Marasmus

Kondisi II Fase Stabilisasi

TB Paru (putus obat)

Hepatitis Drug Induced

19

Page 20: Responsi Marasmus 2

3.6 Follow up pasien

Tanggal S O A P

5/1/2012 Ma/mi menurun, muntah

(-), panas badan (-),

BAK (+), BAB 3x encer

warna kuning

St present

KU : lemah, rewel

HR: 140 x/menit

RR: 44 x/menit

Tax: 37,10C

St general

Mata : anemia -/-,

Ikterus -/-, RP +/+

THT : NCH (-), sekret

(-)

Thorax : simetris (+) ,

retraksi subcostal &

intercostal

Cor : S1S2 tgl reg M (-)

Pulmo : Bves +/+,

Rh+/+, Wh -/-

Abdomen : dist (-), Bu

(+) normal, hepar teraba

1/3 – 1/3 padat, tepi

tajam, permukaan halus,

lien Sc III-IV

Extremitas : hangat (+),

edema (-), baggy pant

(+)

SIDA stadium IV

Gizi Buruk Tipe

Marasmus

Kondisi II

TB Paru

Hepatitis Drug

Induced

Terapi: :

- MRS

- Pasang stoper

- Segera

berikan Glukosa 10% iv

5ml/kgBB = 27cc

- Dilanjutkan

Glukosa 10% per NGT

50ml

- 2 jam pertama

berikan resomal per

NGT @30 menitdosis

5ml/kgBB = 27cc per

30 menit, catat nadi

nafas, pemberian

resomal @30menit

- 10 jam

berikutnya teruskan

resomal berselang-

seling F75 @ 1jam

dosis 5cc/kgBB/kali =

27cc, catat nadi nafas,

pemberian resomal

@1jam

- Bila sudah

rehidrasi:

Diare (-)=hentikan

resomal teruskan F75

@2jam

Diare (+)=resomal 50-

100cc/ mencret

Monitoring: keluhan,

vital sign, asupan tiap 30

menit

20

Page 21: Responsi Marasmus 2

KIE: pasien dan keluarga

mengenai rencana

tindakan

6/1/2012 Ma/mi menurun, muntah

(-), panas badan (+),

BAK (+), BAB 3x encer

warna kuning

St present

KU : lemah, rewel

HR: 152 x/menit

RR: 51 x/menit

Tax: 36,10C

St general

Mata : anemia -/-,

Ikterus -/-, RP +/+

THT : NCH (-), sekret

(-)

Thorax : simetris (+) ,

retraksi subcostal &

intercostal

Cor : S1S2 tgl reg M (-)

Pulmo : Bves +/+,

Rh+/+, Wh -/-

Abdomen : dist (-), Bu

(+) normal, hepar teraba

1/3 – 1/3 padat, tepi

tajam, permukaan halus,

lien Sc III-IV

Extremitas : hangat (+),

edema (-), baggy pant

(+)

SIDA stadium IV

Gizi Buruk Tipe

Marasmus

Kondisi II Fase

Stabilisasi

TB Paru

Hepatitis Drug

Induced

Terapi :

- F75 8x90cc

per NGT @3jam

- Resomal 27cc

@mencret

- Vit A 200.000

IU (hr I,II,XV)

- Vit C 1xI tab

- Vit Bkomp

1xI tab

- As Folat 5mg

hari I selanjutnya

1x1mg po

- Cotrimoxacol

e 2x3/4 cth po

- Estazor 3x60

mg po

- Paracetamol

syr cth ½ bila Tax >38

C @4jam, kompres

hangat

- Zinc pro

1xcth I

Pdx:

FL, Ro Thorax AP,

BUN/SC, LED 1&2,UL

Monitoring: vs, toleransi

minum, derajat dehidrasi,

perburukan KU

KIE: pasien dan keluarga

12/1/2012 Mencret 5x vol ¼ gelas,

demam (-), muntah (-),

sesak (+), BAK (+)

St present

KU : lemah, rewel

HR: 140 x/menit

SIDA stadium IV

Gizi Buruk Tipe

Marasmus

Kondisi I Fase

Terapi: :

- F75 12x60cc

per NGT @3jam

21

Page 22: Responsi Marasmus 2

RR: 50x/menit

Tax: 370C

St general

Mata : anemia -/-,

Ikterus -/-, RP +/+

THT : NCH (-), sekret

(-)

Thorax : simetris (+) ,

retraksi subcostal &

intercostal

Cor : S1S2 tgl reg M (-)

Pulmo : Bves +/+,

Rh+/+, Wh -/-

Abdomen : dist (-), Bu

(+) normal, hepar teraba

1/3 – 1/3 padat, tepi

tajam, permukaan halus,

lien Sc III-IV

Extremitas : hangat (+),

edema (-), baggy pant

(+)

Stabilisasi

TB Paru

Hepatitis Drug

Induced

- Resomal 27cc

@mencret

- Vit A 200.000

IU (hr I,II,XV)

- Vit C 1xI tab

- Vit Bkomp

1xI tab

- As Folat 5mg

hari I selanjutnya

1x1mg po

- Cotrimoxacol

e 2x3/4 cth po

- Estazor 3x60

mg po

- Paracetamol

syr cth ½ bila Tax >38

C @4jam, kompres

hangat

- Zinc pro

1xcth I

Pdx:

FL, Ro Thorax AP,

BUN/SC, LED 1&2,UL

Monitoring: vs, toleransi

minum, derajat dehidrasi,

perburukan KU

KIE: pasien dan keluarga

16/1/2012 Ma/mi menurun, muntah

(-), panas badan (+),

BAK (+), BAB 3x encer

warna kuning

St present

KU : lemah, rewel

HR: 140 x/menit

RR: 50x/menit

Tax: 370C

St general

Mata : anemia -/-,

Ikterus -/-, RP +/+

THT : NCH (-), sekret

(-)

SIDA stadium IV

Gizi Buruk Tipe

Marasmus

Kondisi I Fase

Transisi

TB Paru

Hepatitis Drug

Induced

Terapi: :

- F75 12x60cc

per NGT @3jam

- Resomal 27cc

@mencret

- Vit A 200.000

IU (hr I,II,XV)

- Vit C 1xI tab

- Vit Bkomp

22

Page 23: Responsi Marasmus 2

Thorax : simetris (+) ,

retraksi subcostal &

intercostal

Cor : S1S2 tgl reg M (-)

Pulmo : Bves +/+,

Rh+/+, Wh -/-

Abdomen : dist (-), Bu

(+) normal, hepar teraba

1/3 – 1/3 padat, tepi

tajam, permukaan halus,

lien Sc III-IV

Extremitas : hangat (+),

edema (-), baggy pant

(+)

1xI tab

- As Folat 5mg

hari I selanjutnya

1x1mg po

- Cotrimoxacol

e 2x3/4 cth po

- Estazor 3x60

mg po

- Paracetamol

syr cth ½ bila Tax >38

C @4jam, kompres

hangat

- Zinc pro

1xcth I

Pdx:

FL, Ro Thorax AP,

BUN/SC, LED 1&2,UL

Monitoring: vs, toleransi

minum, derajat dehidrasi,

perburukan KU

KIE: pasien dan keluarga

23

Page 24: Responsi Marasmus 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Rabinowitz, SS et al. 2009. Marasmus. http://emedicine.medscape.com

/article/984496-overview [Akses: 11 Januari 2012]

2. Koalisi Indonesia Sehat. Gizi Buruk. http://www.koalisi.org/dokumen

/dokumen1511.pdf [Akses : 11 Januari 2012]

3. Heird, W.C. Food Insecurity, Hunger and Undernutrition dalam. Nelson Textbook

of Pediatric 17th edition. Saunders.USA:2003: 167-172

4. Krebs NF & Primak LE. Pediatric Nutrition and Nutrition Disorders dalam Nelson

Essentials of Pediatrics Fifth Edition. Elsevier Saunders. USA:2003

5. Krebs, NF.et al. Normal Childhood Nutrition and It’s Disorders dalam Current

Pediatric, Diagnosis and Treatment 16th edition. McGraw Hill.USA:2003

6. Nazer HM. Malnutrition in Infancy dalam Textbook of Clinical Pediatrics.

Lippincott Williams & Wilkins. USA:2001

7. Behrman, Kligmen & Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Elsevier

Saunders. USA:2003

24