Download - Responsi Marasmus 2
BAB I
PENDAHULUAN
Malnutrisi pada balita merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara
berkembang. Terlebih karena balita merupakan golongan yang rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi. Dari berbagai penyebab kematian pada balita di negara-
negara berkembang, kekurangan gizi merupakan penyebab 53% kematian balita di
negara-negara berkembang disebabkan oleh kekurangan gizi dengan dilatarbelakangi
oleh berbagai penyakit yang menyertai seperti pneumonia, diare, malaria, campak,
HIV/AIDS, kelainan perinatal dan penyakit lainnya.1
Gambar 1. Peta Penyebaran Kasus Malnutrisi (WHO dan UNICEF)1
Di Indonesia, saat ini jutaan balita tercatat memiliki status gizi yang buruk. Hasil
pemetaan dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa 2 dari 4 orang anak di kabupaten
di seluruh Indonesia menderita gizi kurang. Masalah kurang gizi ini banyak dialami
anak-anak sejak masih dalam kandungan. Anak-anak yang pernah menderita status
kurang gizi cenderung memiliki tinggi badan yang pendek dan biasanya tidak
1
berprestasi dalam proses pendidikan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan
(2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta
anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pada
tahun 2005 terdapat 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk.2
Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Kurang energi protein (KEP)
merupakan salah satu masalah gizi utama di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Keadaan ini terjadi oleh karena tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan
nutrien makro seperti karbohidrat, lemak dan protein yang didapat dari asupan
makanan sehari-hari. Umumnya kejadian KEP berhubungan langsung dengan status
ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan mulai akhir tahun 1997 yang melanda
Indonesia diperkirakan meningkatkan kejadian KEP secara sangat bermakna.
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari
241.973.879 penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi
buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun
(balita). Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa
penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari
10 balita menderita gizi kurang. 2
Manifestasi klinis KEP sangat bervariasi tergantung intensitas defisiensi energi dan
protein. Keadaan ini juga biasanya berhubungan dengan defisiensi nutrien lain atau
penyakit infeksi. KEP dapat mengenai semua kelompok umur, tetapi biasanya terjadi
pada anak-anak dalam pertumbuhan, dimana energi yang dibutuhkan per-satuan tubuh
(per kg berat badan) sangat tinggi. Gejalanya bervariasi dari penurunan berat badan,
retardasi pertumbuhan atau merupakan sindroma dari KEP dengan defisiensi nutrien
lain. KEP merupakan masalah malnutrisi yang paling penting pada negara sedang
berkembang oleh karena : angka prevalensi dan kematiannya tinggi, menyebabkan
gangguan pertumbuhan fisik, dan menghambat perkembangan sosial.
KEP lebih sering terjadi pada penyakit infeksi, dimana pada keadaan ini keperluan
nutrien meningkat, atau perubahan metabolik. Kejadiannya sangat tinggi pada anak-
anak negara-negara berkembang, sekitar 30% di negara-negara Afrika, Timur Jauh;
15% di Amerika Latin dan Timur Dekat. Pada negara industri KEP biasanya terjadi
pada anak-anak golongan sosio ekonomi rendah, pada usia lanjut yang tinggal
2
sendirian dan pada orang dewasa pecandu alkohol. Faktor sosial ekonomi (meliputi
kemiskinan, ketidaktahuan, dan problem soaial lainnya), biologi (malnutrisi pada ibu
saat hamil, dan penyakit infeksi) dan lingkungan (sanitasi yang buruk) sebagai
penyabab rendahnya asupan makanan.1
Secara klinis KEP terdapat dalam tiga tipe yakni kwashiorkor, marasmus, dan
marasmus-kwashiorkor. KEP terbagi menjadi dua yaitu KEP ringan dan KEP berat.
KEP ringan biasa disebut gizi kurang, terjadi bila berat badan anak hanya 60-90 %
dari berat badan menurut standar yang telah ditentukan. Sedangkan gizi buruk atau
KEP berat terjadi bila berat badan anak kurang dari 60 % dari angka standar.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Hal ini dapat
dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk
dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun. Marasmus
adalah keadaan yang disebabkan terutama akibat defisiensi kalori dan energi,
sedangkan kwashiorkor mengindikasikan kekurangan protein yang berakibat pada
adanya gambaran edema.1
Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan suatu upaya penanganan
masalah gizi buruk khususnya marasmus. Dalam karya ilmiah ini penulis membahas
marasmus dari segi etiologi, patofisiologi, hingga penatalaksanaan. Diharapkan
laporan ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan mengenai marasmus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Marasmus
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui
pada balita. Penyebabnya antara lain karena asupan makanan yang sangat kurang,
infeksi, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.
Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang.
Data WHO menunjukkan sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-
anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi
energi dan protein sekaligus.1
Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran klinis:
berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa
rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya
melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak
lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan
tampak lebih tua (old man face), otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput
bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare
kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil.3
Gambar 2. Penyebab Utama Kematian Balita di Negara Berkembang1
4
Marasmus umumnya terjadi pada anak-anak miskin perkotaan, anak-anak dengan
penyakit kronis dan anak-anak di penjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak
hanya menimbulkan risiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak
berkembang optimal. Akhirnya, dampak sosial dan ekonomi akibat kekurangan energi
dan protein menjadi amat besar dan sulit diperhitungkan.
2.2 Patofisiologi Marasmus
Marasmus sebagai salah satu bentuk malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi
akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting
yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan).
Meskipun faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut
menentukan.4
Sebagian besar manifestasi klinis marasmus menunjukkan respon adaptif terhadap
kurangnya asupan protein dan energy. Untuk mengatasi kurangnya asupan, aktifitas
dan energy yang dikeluarkan akan menurun. Cadangan lemak dimobilisasi untuk
memenuhi kebutuhan energi. Namun ketika cadangan ini habis, maka katabolisme
protein akan menyediakan substrat pengganti untuk menjaga metabolisme basal.4
Gambar 3. Adaptasi Hormonal Terhadap Malnutrisi.1
2.3 Manifestasi Klinis
5
Anak-anak penderita marasmus mudah dikenali secara fisik. Meski masih anak-anak,
wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot-
ototnya. Selain itu juga ditemukan adanya distensi atau scapoid abdomen serta
keterlambatan pertumbuhan fisik. Adanya malabsorpsi laktosa juga berperan dalam
terjadinya distensi abdomen. Pemeriksaan juga dapat dinilai dari hilangnya kulit di
sekitar bokong dna bahu. Penderita marasmus juga cenderung hipotermi serta
hipoglikemi. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih
cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya
adalah :3,4
1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
2. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada dimana pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar (baggy pant)
3. Perut cekung
4. Tulang rusuk menonjol (iga mengambang)
5. Sering disertai : penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare4,5
Gambar 4. Penderita Marasmus
2.4 Diagnosis
6
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat
penyakit yang lalu. Tidak ada diagnosis banding untuk marasmus. Bagaimana pun ,
apabila ditemukan edema, maka hal ini dapat menunjukkan kwashiorkor atau
insufisiensi renal atau jantung.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB, BB, lingkar lengan atas dan lingkar kepala.
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan
TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak
normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. Status
gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body mass, massa tubuh yang tidak
berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : leukosit, limfosit, platlet, BUN/Sc, albumin, kreatinin,
nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. Untuk diagnosa dan penatalaksanaan
marasmus, tidak ada evaluasi yang lebih penting dibandingkan evaluasi klinis.
Sebagian besar hasil laboratorium dengan rentang (range) berbeda akan
menunjukkan perubahan signifikan sesuai komposisi dan fisiologi tubuh. Lebih
lanjut, dimana kasus malnutrisi sering terjadi biasanya tidak didukung dengan
struktur kesehatan yang memadai, dan tes laboratorium sulit dilakukan akibat
ketidak tersediaan alat.
Tes laboratorium yang diadaptasi dari WHO meliputi :
- Glukosa darah : Hipoglikemia jika lebih rendah daripada 3 mmol/L
- Pemeriksaan apusan darah secara mikroskopi atau tes deteksi langsung.
Adanya parasit adalah indikasi infeksi.
- Pemeriksaan urine dan kultur : lebih dari 10 leukosit per lapang pandang
adalah indikasi infeksi
- Pemeriksaan feses : adanya parasit dan darah sebagai indikasi disentri
- Albumin : dapat menjadi panduan untuk prognosis. Apabila albumin lebih
rendah dari 35 g/L, sistesis protein tidak seimbang secara massif.
7
2.5 Penatalaksanaan
Terapi untuk kondisi mrasmus ini bervariasi tergantung dari berat ringan penyakit.
Apabila sudah sampai banyak menimbulkan penyakit penyerta, seperti diare, anemia,
infeksi paru dan kulit serta berbagai penyakit lainnya, maka hal ini juga perlu diobati.
Penanganan yang dini biasanya menimbulkan hasil yang baik. Pada kondisi yang
sudah berat, terapi bisa meningkatkan kondisi kesehatan secara umum, namun
biasanya terdapat sisa gejala fisik permanen dan akan muncul masalah intelegensia di
kemudian hari.6,7
Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein dan
penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan
rehabilitasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu
tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena. Tahap penyesuaian terhadap pemberian
makanan.7
Marasmus tergolong sebagai KEP berat sehingga pentalaksanaan marasmus
disesuaikan berdasarkan pedoman WHO tentang pengelolaan KEP berat di rumah
sakit dengan menerapkan 10 langkah tindakan pelayanan.
Tabel 1. Fase-fase Penatalaksanaan KEP Berat
Aktivitas
Awal rehabilitasi Follow up
Hari ke
1-2
Hari ke
2-7
Minggu
ke 2
Minggu ke
3-7
1 Cegah hipoglikemi
2 Cegah hipotermi
3 Cegah dehidrasi
4 Koreksi keseimbangan elektrolit
5 Terapi infeksi
6 Mulai pemberian makanan
7 Tumbuh kejar/peningkatan
pemberian makanan
8 Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe
9 Stimulasi
8
10 Tindak lanjut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama. Periksa kadar gula
bila suhu ketiak <36°C. Bila kadar gula darah < 50 mg/dl, berikan :
a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm
air) secara oral atau pipa nasogastrik
b. selanjutnya berikan larutan tersebut tiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan seperempat bagian dari jatah untuk 2 jam)
c. berikan antibiotika
d. secepatnya berikan makan tiap 2 jam, siang dan malam.
2. Hipotermia
Bila suhu ketiak <36°C atau suhu dubur <36°C, lakukan :
a. segera beri makanan cair/formula khusus
b. hangatkan anak dengan pakaian, selimut, penutup kepala, letakkan dekat
lampu atau pemanas, peluk anak di dada ibu (metode kangguru)
c. berikan antibiotika
d. lakukan evaluasi tiap 30 menit
3. Dehidrasi
Diupayakan rehidrasi dilakukan secara peroral. Rehidrasi i.v memiliki resiko
tinggi overhidrasi dan gagal jantung. Rehidrasi secara intavena hanya dianjurkan
pada keadaan syok.
a. berikan cairan resomal sebanyak 5 ml/kg setiap 30 menit selama 2 jam per
oral/per NGT
b. selanjutnya 5-10 ml/kg/jam untuk 4-10 jam berikutnya
c. ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke 10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil
d. selanjutnya mulai beri formula khusus
Awasi kelebihan cairan : frekuensi nafas dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata.
4. Keseimbangan elektrolit
9
Pada KEP terjadi kelebihan natrium tubuh walaupun kadar dalam plasma rendah.
Defisiensi kalium dan magnesium sering terjadi dan minimal perlu 2 minggu
untuk pemulihan.
a. tambahkan kalium 2-4 mEq/kg/hari (=150-300 mg KCl/kg/hari)
b. tambahkan magnesium 0,3-0,6 mEq/kg/hari (=7,5-15 mg MgCl2/kg/hari)
c. untuk rehidrasi berikan cairan rendah natrium (resomal/pengganti)
d. siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP gejala yang biasa muncul saat adanya infeksi seperti panas seringkali
tidak muncul. Karenanya pada semua KEP beri secara rutin antibiotik broad
spectrum. Bila tanpa komplikasi diberikan Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatric
secara oral, 2x sehari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 kg). Bila anak
sakit berat (apatis,letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemi, hipotermi, infeksi
kulit/saluran nafas/saluran kencing), diberikan :
- Ampisilin 50 mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 2 hari dilanjutkan dengan
amoksisilin per oral 15 mg/kg per 8 jam selama 5 hari. Bila tidak ada
amoksisilin, makan dilanjutkan dengan pemberian ampisilin 50 mg/kg per 6
jam per oral.
- Gentamisin 7,5 mg/kg/i.m atau i.v sekali sehari selama 7 hari.
- Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 5 hari
6. Mulai pemberian makanan
Untuk menghindari kelebihan kemampuan saluran pencernaan, hati dan ginjal,
yang penting bahwa makanan harus diberikan dalam jumlah kecil dan diberikan
berulang-ulang dengan formula laktosa rendah dan hipo/isoosmolar yang
diberikan secara oral/nasogastrik. Anak seharusnya diberikan minimal 80 kkal,
tetapi tidak boleh lebih dari 100 kkal/hari. Berikan protein 1-1,5 gram/kg/hari.
Berikan cairan 130 ml/kg/hari (100 ml/kg/hari bila terdapat edema). Jika masih
mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula. Bila asupan
makanan tidak mencapai 80 kkal/kg/hari, berikan sisa formula melalui NGT.
Yang harus dipantau selama fase ini : jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah,
frekwensi BAB dan konsistensi tinja, BB (harian). Selama fase stabilisasi, diare
10
secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema
BB akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian
BB mulai naik.
Tabel 2. Komposisi Diet pada Penatalaksanaan KEP Berat
Zat giziFase
Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 100 kkal/kg/hari 150 kkal/kg/hari 150-200 kkal/kg/hari
Protein 1-1,5 gram/kg/hari 2-3 gram/kg/hari 4-6 gram/kg/hr
Vitamin
A
hari ke 1, 2 dan 14 atau
sebelum pulang dengan
dosis :
> 1 thn:
200.000 SI/kali
6-12 bln:
100.000 SI/kali
0-5 bln: 50.000
SI/kali
hari ke 1, 2 dan 14 atau
sebelum pulang dengan
dosis :
> 1 thn: 200.000
SI/kali
6-12 bln: 100.000
SI/kali
0-5 bln: 50.000
SI/kali
hari ke 1, 2 dan 14 atau
sebelum pulang dengan
dosis :
> 1 thn: 200.000
SI/kali
6-12 bln:
100.000 SI/kali
0-5 bln: 50.000
SI/kali
Asam
folat
1 mg /hari (5 mg pd
hari I)
1 mg /hari (5 mg pd hari
I)
1 mg /hari (5 mg pd
hari I)
Seng 2 mg/kg/hari 2 mg/kg/hari 2 mg/kg/hari
Tembaga 0,2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari
Besi 3 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari
Cairan 130 ml/kg/hari tanpa
edema
150 ml/kg/hari 150-200 ml/kg/hari
7. Fasilitasi tumbuh kejar
Pada masa rehabilitasi diharapkan tercapai masukan makanan yang tinggi dan
pertambahan berat badan >= 50 gram/minggu. Awal fase rehabilitasi diteloi
dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi
dilakukan perlahan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran
cerna yang terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak.
11
- Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1 gram per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg/kali (=200 ml/kg/hari)
Pada masa ini perlu diawasi frekwensi napas dan denyut nadi. Setelah periode
transisi dilampaui, anak diberi :
- Makanan atau formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi 150-220 kkal/kg/hari
- Protein 4-6 gram/kg/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
Berikan setiap hari :
1. suplementasi multivitamin
2. asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
3. seng 2 mg/kg/hari
4. tembaga 0,2 mg/kg/hari
5. bila BB mulai naik beri Fe 3 mg/kg/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kg/hari.
6. vit A
Anemia biasa dijumpai pada KEP, jangan terburu-buru memberikan preparat Fe,
tunggu sampai anak mau makan dan berat badan mulai naik. Pemberian Fe
mempunyai efek terhadap terjadinya infeksi melalui 2 mekanisme :
besi mempromosi bakteri untuk tumbuh
besi berperan penting dalam pembentukan radikal bebas.
Pada KEP, besi banyak tertumpuk dalam hati, namun tidak terbentuk eritrosit
karena terbatasnya protein.
9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya
perlu diberikan : kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur
selama 15-30 menit/hari, aktivitas fisik segera setelah sembuh, keterlibatan ibu
(memberi makan, memandikan, bermain, dsb)
12
10. Tindak lanjut di rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Sarankan orang tua
untuk membawa anaknya kembali kontrol secara teratur :
bulan I : 1 kali per minggu
bulan II : 1 kali tiap 2 minggu
bulan VI : 1 kali tiap bulan.
Selain kontrol teratur, berikan suntikan/imunisasi dasar dan ulangan serta
pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas penderita
Nama : PS
Umur : 1 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Seririt, Buleleng
Agama : Hindu
Suku : Bali
MRS : 3 Desember 2009 Pk 11.00
3.2 Anamnesa
Keluhan utama
Sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang
Pasien dikeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS. Sesak nafas dikatakan semakin
lama semakin memberat. Sesak nafas tidak berkurang dengan perubahan posisi. Sesak
disertai suara grok-grok tanpa suara ngik-ngik. Pasien juga dikeluhkan batuk disertai
dahak sejak 6 bulan SMRS. Batuk semakin memberat sejak 2 bulan SMRS. Panas
badan sejak 1 bulan yang lalu, naik turun dengan pemberian obat penurun panas. Saat
ini panas badan (-),pilek (-), muntah (-), BAB 1-2x sehari, mencret (-), BAK terakhir
1 jam SMRS. Bercak putih di bagian dalam mulut dan bibir sejak 1 bulan yang lalu.
Awalnya hanya di lidah kemudian menyebar dan bertambah di bagian dalam pipi.
Pasien juga dikeluhkan bercak-bercak merah di kulit sejak 1 minggu yang lalu.
Awalnya muncul di dahi, kemudian menyebar ke wajah, leher dan lengan. Benjolan di
ketiak muncul 2 bulan SMRS dan dirasakn semakin membesar. Sejak 2 bulan lalu,
makan minum pasien menurun dan berat badan dikatakan turun.
Riwayat pengobatan
Orang tua pasien memberikan obat penurun panas saat pasien mengalami demam.
Riwayat Imunisasi
15
Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG, Polio 2x, Hepatitis B 1x, DPT 1x.
Riwayat persalinan
Penderita lahir SC di rumah sakit umum, saat umur kehamilan 9 bulan, dengan berat
lahir 3500 gram, panjang badan 47 cm, segera menangis, dan tidak ada kelainan.
Riwayat nutrisi:
ASI : tidak diberikan
Susu formula : 0 hari - sekarang
Bubur bayi : 6 bulan - 8 bulan
Bubur nasi : 9 bulan - sekarang
Riwayat keluarga
Kedua orang tua pasien HIV (+) sejak 8 bulan yang lalu. Ibu riwayat TB paru sudah
terapi TB 6 bulan kemudian lanjut terapi ARV 2 bulan. Ayah belum mendapat terapi
ARV.
Riwayat sosial
Penderita merupakan anak pertama. Keluarga penderita termasuk dalam kategori
keluarga kelas menengah. Ayah penderita bekerja sebagai sopir sedangkan ibu pasien
adalah ibu rumah tangga. Pendidikan orangtua terakhir SMA.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : iritabel
HR : 140 kali/ menit
RR : 48 kali/ menit
Temperatur Axial : 37,10C
Berat Badan : 5,4 kg
Panjang Badan : 75 cm
Berat Badan Ideal : 8,2 kg
Lingkar Kepala : 43 cm
LLA : 8 cm
Status gizi
1. Waterlow : 65,85 % (gizi buruk)
16
2. Z score (bb/tb) : dibawah -3 SD (sangat buruk)
3. CDC Growth Chart :
Berat badan ~ umur : di bawah persentil 5
Tinggi badan ~ umur: di bawah persentil 5
Berat badan ~tinggi badan : dibawah persentil 5
BB/TB : dibawah persentil 5,
Lingkar Kepala ~ umur : di bawah persentil 5
Status generalis
Kepala : normocepali
Mata : cowong, konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor
THT
- Telinga : Auricula dextra : tidak ditemukan kelainan
Auricula sinistra : tidak ditemukan kelainan.
- Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), sianosis (-), rinore (-), epistaksis (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-)
Mulut : mukosa bibir basah (+), lidah membesar dan tebal (-)
Leher
Inspeksi : Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-) pendek(-)
Palpasi : Pembesaran Kelenjar (-), Kaku Kuduk (-)
Thoraks
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
- Paru-paru
Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris,
retraksi subcostal dan intercostal
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (+), hernia umbilikalis (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar teraba 1/3 – 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus
17
Lien Sc III-IV
Perkusi : timpani
Genitalia : tidak ada kelainan
Pantat : baggy pant (+)
Ekstremitas
Inspeksi : hangat (+), edema (-),atrofi otot (+)
Palpasi : akral hangat (+)
hangat : + + edema : - -
+ + - -
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (5 Januari 2012)
WBC : 6.93 K/μL (N= 6,0 – 14,0)
HGB : 6,9 gr/dl (N= 12,0 – 16,0)
HCT : 22,7 % (N= 36,0 – 49,0)
PLT : 171,20 K/μL (N= 140,0 – 440,0)
AGD (5 Januari 2012)
pH : 7,44 (N=7,35-7,45)
pCO2 : 39 (N=35,0-45,0)
pO2 : 107,00 (N=80,0-100,0)
HCO3 : 26,5 (N=22.0-26,0)
TCO2 : 27,70 (N=24,0-30,0)
SO2 : 98,0 (N=95-100)
Kimia darah (5 Januari 2012)
SGOT : 123,30 (N=11,00-13,00)
SGPT : 96,50 (N=11,00-50,00)
Total Protein : 6,00 (N=5,60-7,50)
Albumin : 2,28 (N=3,50-5,20)
Globulin : 3,72 (N=3,20-3,70)
GDS : 67 (N=60,00-100,00)
Na : 130,70 mmol/L (N=135,00-147,00)
K : 3,41 mmol/L (N=3,50-5,50)
18
Cl : 98,40 mmol/L (N=94,00-111,00)
Ca : 7,58 mg/dL (N=8,20-10,20)
CRP : 76,20 (N=0,00-5,00)
UL (5 Januari 2012)
pH : 5 Colour : yellow
Leukosit : 100 SEDIMEN URINE
Nitrit : positif leukosit : 8-10/lp
Protein : 25 eritrosit : -/lp
Glucose : normal sel epitel :
Ketone : negatif - gepeng : 3-5/lp
Urobilinogen : normal Lain-lain :
Bilirubin : negatif - bakteri (+)/lp
Erytrocyte : 10
FL (5 Januari 2012)
Makroskopis : Mikroskopis:
- Warna : kuning - leukosit : -
- Bau : khas - eritrosit : -
- Konsistensi : encer - amoeba : -
- Lendir : negatif - telor cacing : -
- Darah : negatif - lain-lain : -
3.5 Diagnosis Klinis
SIDA stadium IV
Gizi Buruk Tipe Marasmus
Kondisi II Fase Stabilisasi
TB Paru (putus obat)
Hepatitis Drug Induced
19
3.6 Follow up pasien
Tanggal S O A P
5/1/2012 Ma/mi menurun, muntah
(-), panas badan (-),
BAK (+), BAB 3x encer
warna kuning
St present
KU : lemah, rewel
HR: 140 x/menit
RR: 44 x/menit
Tax: 37,10C
St general
Mata : anemia -/-,
Ikterus -/-, RP +/+
THT : NCH (-), sekret
(-)
Thorax : simetris (+) ,
retraksi subcostal &
intercostal
Cor : S1S2 tgl reg M (-)
Pulmo : Bves +/+,
Rh+/+, Wh -/-
Abdomen : dist (-), Bu
(+) normal, hepar teraba
1/3 – 1/3 padat, tepi
tajam, permukaan halus,
lien Sc III-IV
Extremitas : hangat (+),
edema (-), baggy pant
(+)
SIDA stadium IV
Gizi Buruk Tipe
Marasmus
Kondisi II
TB Paru
Hepatitis Drug
Induced
Terapi: :
- MRS
- Pasang stoper
- Segera
berikan Glukosa 10% iv
5ml/kgBB = 27cc
- Dilanjutkan
Glukosa 10% per NGT
50ml
- 2 jam pertama
berikan resomal per
NGT @30 menitdosis
5ml/kgBB = 27cc per
30 menit, catat nadi
nafas, pemberian
resomal @30menit
- 10 jam
berikutnya teruskan
resomal berselang-
seling F75 @ 1jam
dosis 5cc/kgBB/kali =
27cc, catat nadi nafas,
pemberian resomal
@1jam
- Bila sudah
rehidrasi:
Diare (-)=hentikan
resomal teruskan F75
@2jam
Diare (+)=resomal 50-
100cc/ mencret
Monitoring: keluhan,
vital sign, asupan tiap 30
menit
20
KIE: pasien dan keluarga
mengenai rencana
tindakan
6/1/2012 Ma/mi menurun, muntah
(-), panas badan (+),
BAK (+), BAB 3x encer
warna kuning
St present
KU : lemah, rewel
HR: 152 x/menit
RR: 51 x/menit
Tax: 36,10C
St general
Mata : anemia -/-,
Ikterus -/-, RP +/+
THT : NCH (-), sekret
(-)
Thorax : simetris (+) ,
retraksi subcostal &
intercostal
Cor : S1S2 tgl reg M (-)
Pulmo : Bves +/+,
Rh+/+, Wh -/-
Abdomen : dist (-), Bu
(+) normal, hepar teraba
1/3 – 1/3 padat, tepi
tajam, permukaan halus,
lien Sc III-IV
Extremitas : hangat (+),
edema (-), baggy pant
(+)
SIDA stadium IV
Gizi Buruk Tipe
Marasmus
Kondisi II Fase
Stabilisasi
TB Paru
Hepatitis Drug
Induced
Terapi :
- F75 8x90cc
per NGT @3jam
- Resomal 27cc
@mencret
- Vit A 200.000
IU (hr I,II,XV)
- Vit C 1xI tab
- Vit Bkomp
1xI tab
- As Folat 5mg
hari I selanjutnya
1x1mg po
- Cotrimoxacol
e 2x3/4 cth po
- Estazor 3x60
mg po
- Paracetamol
syr cth ½ bila Tax >38
C @4jam, kompres
hangat
- Zinc pro
1xcth I
Pdx:
FL, Ro Thorax AP,
BUN/SC, LED 1&2,UL
Monitoring: vs, toleransi
minum, derajat dehidrasi,
perburukan KU
KIE: pasien dan keluarga
12/1/2012 Mencret 5x vol ¼ gelas,
demam (-), muntah (-),
sesak (+), BAK (+)
St present
KU : lemah, rewel
HR: 140 x/menit
SIDA stadium IV
Gizi Buruk Tipe
Marasmus
Kondisi I Fase
Terapi: :
- F75 12x60cc
per NGT @3jam
21
RR: 50x/menit
Tax: 370C
St general
Mata : anemia -/-,
Ikterus -/-, RP +/+
THT : NCH (-), sekret
(-)
Thorax : simetris (+) ,
retraksi subcostal &
intercostal
Cor : S1S2 tgl reg M (-)
Pulmo : Bves +/+,
Rh+/+, Wh -/-
Abdomen : dist (-), Bu
(+) normal, hepar teraba
1/3 – 1/3 padat, tepi
tajam, permukaan halus,
lien Sc III-IV
Extremitas : hangat (+),
edema (-), baggy pant
(+)
Stabilisasi
TB Paru
Hepatitis Drug
Induced
- Resomal 27cc
@mencret
- Vit A 200.000
IU (hr I,II,XV)
- Vit C 1xI tab
- Vit Bkomp
1xI tab
- As Folat 5mg
hari I selanjutnya
1x1mg po
- Cotrimoxacol
e 2x3/4 cth po
- Estazor 3x60
mg po
- Paracetamol
syr cth ½ bila Tax >38
C @4jam, kompres
hangat
- Zinc pro
1xcth I
Pdx:
FL, Ro Thorax AP,
BUN/SC, LED 1&2,UL
Monitoring: vs, toleransi
minum, derajat dehidrasi,
perburukan KU
KIE: pasien dan keluarga
16/1/2012 Ma/mi menurun, muntah
(-), panas badan (+),
BAK (+), BAB 3x encer
warna kuning
St present
KU : lemah, rewel
HR: 140 x/menit
RR: 50x/menit
Tax: 370C
St general
Mata : anemia -/-,
Ikterus -/-, RP +/+
THT : NCH (-), sekret
(-)
SIDA stadium IV
Gizi Buruk Tipe
Marasmus
Kondisi I Fase
Transisi
TB Paru
Hepatitis Drug
Induced
Terapi: :
- F75 12x60cc
per NGT @3jam
- Resomal 27cc
@mencret
- Vit A 200.000
IU (hr I,II,XV)
- Vit C 1xI tab
- Vit Bkomp
22
Thorax : simetris (+) ,
retraksi subcostal &
intercostal
Cor : S1S2 tgl reg M (-)
Pulmo : Bves +/+,
Rh+/+, Wh -/-
Abdomen : dist (-), Bu
(+) normal, hepar teraba
1/3 – 1/3 padat, tepi
tajam, permukaan halus,
lien Sc III-IV
Extremitas : hangat (+),
edema (-), baggy pant
(+)
1xI tab
- As Folat 5mg
hari I selanjutnya
1x1mg po
- Cotrimoxacol
e 2x3/4 cth po
- Estazor 3x60
mg po
- Paracetamol
syr cth ½ bila Tax >38
C @4jam, kompres
hangat
- Zinc pro
1xcth I
Pdx:
FL, Ro Thorax AP,
BUN/SC, LED 1&2,UL
Monitoring: vs, toleransi
minum, derajat dehidrasi,
perburukan KU
KIE: pasien dan keluarga
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Rabinowitz, SS et al. 2009. Marasmus. http://emedicine.medscape.com
/article/984496-overview [Akses: 11 Januari 2012]
2. Koalisi Indonesia Sehat. Gizi Buruk. http://www.koalisi.org/dokumen
/dokumen1511.pdf [Akses : 11 Januari 2012]
3. Heird, W.C. Food Insecurity, Hunger and Undernutrition dalam. Nelson Textbook
of Pediatric 17th edition. Saunders.USA:2003: 167-172
4. Krebs NF & Primak LE. Pediatric Nutrition and Nutrition Disorders dalam Nelson
Essentials of Pediatrics Fifth Edition. Elsevier Saunders. USA:2003
5. Krebs, NF.et al. Normal Childhood Nutrition and It’s Disorders dalam Current
Pediatric, Diagnosis and Treatment 16th edition. McGraw Hill.USA:2003
6. Nazer HM. Malnutrition in Infancy dalam Textbook of Clinical Pediatrics.
Lippincott Williams & Wilkins. USA:2001
7. Behrman, Kligmen & Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Elsevier
Saunders. USA:2003
24