tinjauan pustaka - marasmus

22
BAB II Tinjauan Pustaka Marasmus II.1.1 Pendahuluan Kurang Kalori Protein (KKP) merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang masih menjadi masalah khusus di Indonesia atau di negara berkembang lainnya. Angka kejadian tertinggi biasanya terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Bila terjadi pada usia anak maka mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan pada anak. 1 Menurut Survei Kesehatan tahun 1986, angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4%. 2 Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai adalah tipe marasmus. Marasmus merupakan salah satu bentuk kurang kalori protein yang berat. Marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan krisis ekonomi di lndonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. 2 II.1.2 Etiologi

Upload: dmandatari

Post on 01-Jan-2016

79 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

marasmus

TRANSCRIPT

Page 1: tinjauan Pustaka - marasmus

BAB II

Tinjauan Pustaka

Marasmus

II.1.1 Pendahuluan

Kurang Kalori Protein (KKP) merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang

masih menjadi masalah khusus di Indonesia atau di negara berkembang lainnya. Angka

kejadian tertinggi biasanya terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Bila terjadi pada usia

anak maka mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan pada anak.1

Menurut Survei Kesehatan tahun 1986, angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72%

dan gizi kurang sebanyak 11,4%.2

Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai adalah tipe marasmus. Marasmus

merupakan salah satu bentuk kurang kalori protein yang berat. Marasmus sering

berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah

perkotaan yang sedang membangun dan krisis ekonomi di lndonesia. Upaya untuk

meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program

perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat.2

II.1.2 Etiologi

Penyebab marasmus sangat banyak dan bervariasi. Beberapa faktor bisa berdiri sendiri

atau terjadi bersama-sama. Faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya,

pendidikan, gangguan metabolisme, penyakit jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya.

Pada daerah pedesaan biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering

berpengaruh. Sehingga, mempengaruhi gangguan dan penyimpangan pemberian asupan gizi

pada anak. Di daerah perkotaan tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan

sistem saluran cerna dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder.

Gangguan ini bisa karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau penyakit

metabolisme lainnya.1,3

Page 2: tinjauan Pustaka - marasmus

Secara garis besar, sebab-sebab marasmus antara lain:2

Masukan makanan yang kurang, akibatnya masukan kalori sedikit, pemberian makanan

yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat ketidaktahuan orang tua anak, misalnya

pemakaian susu kaleng yang terlalu encer.

Infeksi, yaitu infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral, misalnya infantile

gastroenteritis, bronkopneumonia, pielonefritis, dan sifilis kongenital.

Kelainan struktur bawaan, misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit Hirsprung,

deformitas palatum, palatosizis, mikronatia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,

cystic fibrosis pancreas.

Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus, pemberian ASI kurang akibat refleks

mengisap yang kurang kuat.

Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, hiperkalsemia idiopatik, galaktosemia,

intoleransi laktosa.

Tumor hipotalamus, jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang

lain dapat disingkirkan.

Penyapihan yang terlalu dini disertai pemberian makanan yang kurang akan

menimbulkan marasmus.

II.1.3 Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor ini

dapat digolongkan menjadi tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), kuman penyebab

(agent), dan lingkungan (environment). Faktor diet memegang peranan penting, tetapi faktor

lain juga ikut menentukan.2

Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan

pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat

(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan

tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi

Page 3: tinjauan Pustaka - marasmus

dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa,

jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat

menggunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan

makanan yang kronis. Tubuh akan mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi

setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.2,4

II.1.4 Manifestasi Klinis

Marasmus sering dijumpai pada bayi sampai anak berusia dua tahun. Pada mulanya,

ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai anak

menjadi kurus, dan kehilangan turgor pada kulit sehingga kulit menjadi berkerut dan longgar

karena lemak subkutan menghilang. Bantalan lemak pada pipi terakhir menghilang, muka

bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut

dan berkeriput. Akibatnya wajah si anak menjadi lonjong, berkeriput, dan tampak lebih tua

(old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas, abdomen dapat kembung atau datar, dan

gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Juga terjadi atrofi otot, yang mengakibatkan

hipotoni.2,3,4

Suhu tubuh biasanya rendah karena lapisan tubuh penahan panas menghilang, nadi bisa

menjadi lebih lambat, namun sering terjadi takikardi, dan metabolisme basal cenderung

menurun. Hipoglikemi juga sering terjadi, dan tidak jarang pula disertai dengan hipotermi.

Organ dalam (viscera) biasanya kecil. Dinding perut menegang dan kulitnya longgar,

sementara kelenjar limfe mudah sekali diraba.1,3,5

Gambaran klinis penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah “tulang terbalut

kulit”, jaringan lemak bawah kulit nyaris lenyap dan otot mengecil. Berat badan penderita

marasmus biasanya hanya sekitar 60% dari berat yang seharusnya, dan mengalami

kemunduran pertumbuhan longitudinal. Kulit kering tipis tidak lentur serta mudah berkerut.

Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilap normal, dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa

sakit. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya masih tetap sadar, dan menampakkan

gurat kecemasan. Tanda-tanda itu disokong dengan lekukan pada pipi dan cekungan di mata,

menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua bahkan seperti kera.1,5,6

Page 4: tinjauan Pustaka - marasmus

Nafsu makan sebagian besar penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi masih dapat

mengutarakan rasa lapar, namun jika diberikan sejumlah makanan yang diperkirakan dapat

melenyapkan rasa lapar itu, penderita tidak jarang muntah. Diare menahun dan kelemahan

yang menyeluruh sering menyertai KKP sehingga anak tidak dapat berdiri sendiri tanpa

dibantu.5

Pada keadaan awal biasanya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan

lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin akan meninggi.4

Tabel 1. Kekurangan vitamin, mineral dan elektrolit dengan gejala dan tanda klinis pada

penderita KKP1

NO NAMA

PENYAKIT

KEKURANGAN/

DEFISIENSI

GEJALA DAN TANDA KLINIS

1 Buta senja

(xeroftalmia)

Vitamin A Mata kabur atau buta

2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak, tampak rewel,

gelisah, pembesaran jantung kanan

3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut, lidah

merah jambu dan licin

4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng, mudah kaget, kejang,

anemia (kurang darah), luka di

mulut

5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis /gangguan

kulit, diare, demensia), napsu

makan menurun, sakit di lidah dan

mulut, insomnia, diare, rasa

bingung.

6 Defisiensi Asam

folat

Asam folat Anemia, diare

7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia, sel darah membesar, lidah

Page 5: tinjauan Pustaka - marasmus

halus dan mengkilap, rasa mual,

muntah, diare, konstipasi.

8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng, mudah marah, nyeri

tungkai bawah, pseudoparalisis

(lemah) tungkai bawah, perdarahan

kulit

9 Rakitis dan

Osteomalasia

Vitamin D Pembengkakan persendian tulang,

deformitas tulang, pertumbuhan

gigi melambat, hipotoni, anemia

10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan, berak darah,

perdarahan hidung dsb

11 Anemia

Defisiensi Besi

Zat besi Pucat, lemah, rewel

12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit,

pertumbuhan lambat, napsu makan

berkurang, dermatitis

13 Defisiensi

tembaga

Tembaga Pertumbuhan otak terganggu,

rambut jarang dan mudah patah,

kerusakan pembuluh darah nadi,

kelainan tulang

14 Hipokalemi Kalium Lemah otot, gangguan jantung

15 Defisiensi klor Klor Rasa lemah, cengeng

16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan

gigi)

17 Defisiensi krom Krom Pertumbuhan kurang, sindroma like

diabetes melitus

18 Hipomagnesemia Magnesium Defisiensi hormon paratiroid

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun, lemas

20 Defisiensi Iodium Pembesaran kelenjar gondok,

Page 6: tinjauan Pustaka - marasmus

Iodium gangguan fungsi mental,

perkembangan fisik

II.1.5 Komplikasi

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.

Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu

luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.

Pengaruh marasmus bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang

sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan

gangguan hormonal.1

Marasmus dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak.

Stuart dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral

dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan

DNA di susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau

mielinasi sel otak terutama usia di bawah tiga tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap

perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian

terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih

rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.1

Sel otak terbentuk sejak trimester pertama kehamilan, dan berkembang pesat sejak dalam

rahim ibu. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2-3 tahun, periode

tercepat usia enam bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi,

kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian

diferensiasi dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia tiga tahun.1

Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga

jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurangan gizi

pada usia anak sejak lahir hingga tiga tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia

kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.1

Gizi kurang pada usia di bawah dua tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-

20%, sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan

Page 7: tinjauan Pustaka - marasmus

kualitas otak sekitar 80-85%. Anak yang demikian tentunya bila harus bersaing dengan anak

lain yang berkualitas otak 100% akan menemui banyak hambatan.1

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita marasmus, yaitu sekitar

55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberkulosis, radang

paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering

terjadi karena pada marasmus sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh.

Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang

lebih berat hingga mengancam jiwa.1

Kematian mendadak karena gangguan jantung, disebabkan karena gangguan otot jantung

yang sering terjadi pada penderita marasmus. Tampilan klinis yang tampak adalah atrofi

ringan pada otot jantung. Hal tersebut dapat mengakibatkan cardiac output menurun,

gangguan sirkulasi, hipotensi, gangguan irama jantung (bradikardi), sehingga tangan dan

kaki terasa dingin dan pucat.1

II.1.6 Diagnosis

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui

penyebabnya harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat

penyakit yang lalu.2

II.1.7 Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilakukan dengan baik bila penyebabnya

diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana yang baik untuk

pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.

Pemberian ASI sampai umur dua tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk

bayi.

Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur enam bulan ke

atas.

Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan.

Page 8: tinjauan Pustaka - marasmus

Pemberian imunisasi.

Mengikuti program KB untuk mencegah kehamilan yang terlalu sering.

Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat, merupakan upaya

pencegahan jangka panjang.

Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang

gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.5

II.1.8 Penatalaksanaan

Pengobatan marasmus dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta

mencegah kekambuhan. Penatalaksanaannya dibagi dalam beberapa tahap:2,7,8

1. Tahapan Stabilisasi (Penyelamatan)

Mencegah/ mengobati hipoglikemia

Secara klinis anak sadar tetapi pada pemeriksaan kadar gula darah <3 mmol/l

atau <54 mg/dl, berikan bolus larutan 10% glukosa 50 ml atau 10% larutan

sukrose (1 sdt/5gr gula pasir dalam 50ml air) secara oral atau melalui pipa

nasogastrik. Segera berikan ASI/susu/makanan cair rendah laktosa, kalau

perlu personde bila tidak ada kontraindikasi (meteorismus berat, muntah

profuse, sesak nafas berat). Berikan setiap 30 menit dalam dua jam pertama,

selanjutnya makanan diberikan setiap dua jam.

Kesadaran menurun, letargi atau kejang, berikan 10% larutan glukosa 5

ml/kgbb IV diikuti dengan 50 ml larutan glukosa 10% atau 10% sukrosa

personde. Dilanjutkan dengan pemberian makanan seperti diatas.

Bila setelah dua jam kadar glukosa darah tetap rendah (<3 mmol/l atau <54

mg/dl) tetap diteruskan pemberian bolus 50 ml glukosa 10% atau larutan

sukrosa 10% personde. Bila dua jam kemudian masih tetap rendah, diberikan

glukosa 10% IV 1 tetes/kgbb/menit (5 mg glukosa/kgbb/menit).

Cari penyebab lain, bila disertai hipotermia kemungkinan sepsis, berikan

antibiotika.

Mengobati/ mencegah hipotermia

Page 9: tinjauan Pustaka - marasmus

Jika suhu rektal <35,5‘C, hangatkan anak dengan cara membungkus menggunakan

pakaian sampai ke kepala, tutupi dengan selimut hangat, bila perlu letakkan lampu di

dekatnya. Ukur temperatur rektal tiap dua jam, bila menggunakan lampu penghangat

ukur tiap 30 menit, atau menggunakan selimut elektrik/inkubator (bila tersedia).

Segera beri makanan, selanjutnya diberi makan setiap dua jam. Periksa kadar gula

darah, bila hipoglikemia kemungkinan sepsis, berikan antibiotika.

Terapi Cairan

Tidak syok

Berikan ReSoMal 5 ml/kgbb/30 menit selama dua jam per oral atau sonde,

dilanjutkan 5-10ml/kgbb/jam selama 4-10 jam berikutnya. Lanjutkan pemberian

makanan.

Tabel 2. Larutan ReSoMal (rehidration solution for malnutrition)

Bubuk oralit WHO untuk 1 liter 1 pak (5 sachet)

Gula pasir 50 gram

Larutan elektrolit/mineral (elekmin) 40 ml

Tambahan air s/d 2000 ml (2 liter)

Tabel 3. Kandungan Larutan Elekmin

KCL 224 gram

Tripotasium Citrat 81 gram

Magnesium Chlorida (MgCl2.6H2O) 76 gram

Zinc Acetate (Zn asetat 2H2O) 8,2 gram

Copper Sulphate (CuSO4.5H2O) 1,4 gram

Tambahan air s/d 2500 ml (2,5 liter)

Syok

Beri O2, D 10% 5 ml/kgbb bolus IV, dilanjutkan 15 ml/kgbb/1 jam cairan RL +

D5% atau NaCl 0,5% + D5% atau ½ DG. Bila semua tidak ada berikan RL.

Page 10: tinjauan Pustaka - marasmus

Ada perbaikan (denyut nadi dan pernafasan menurun), ulangi satu jam lagi,

dilanjutkan dengan ReSoMal 10 ml/kgbb/jam selama 10 jam per oral atau

sonde.

Tidak ada perbaikan syok endotoksik

Sementara menunggu darah berikan larutan seperti di atas IVFD 4

ml/kgbb/jam dilanjutkan darah segar 10 ml/kgbb selama tiga jam bila

PICU tersedia, dirujuk ke PICU. Berikan makanan dan antibiotika.

Koreksi gangguan/kekurangan cairan, elektrolit/asam basa dan mikronutrien

Berikan K 3-4 mmol/kgbb/hari, Mg 0,4-0,6 mg/kgbb/hari, Zn 2 mg/kgbb/hr, Cu 0,3

mg/kgbb/hr (larutan elekmin). Bila sudah rehidrasi pencegahan rehidrasi dengan

ReSoMal yang sudah ditambah larutan elekmin.

Vitamin A

Tidak ada gejala defisiensi vitamin A pada mata:

Usia >1 th 200.000 iu, 6 -12 bl 100.000 iu, <6 bl 50.000 iu peroral hanya

satu kali.

Gejala defisiensi vitamin A pada mata: berikan hari 1, 2 dan ke 15.

Multivitamin, asam folat 5 mg hari 1, dilanjutkan 1 mg/hr, Fe 3 mg/kgbb/hari

Mengobati/ mencegah infeksi

Semua penderita diberi antibiotika kotrimoksazol dosis 8-10 mg/kgbb/hari

peroral dibagi dua dosis selama lima hari.

Bila anak sakit berat/ ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi

berat, ISK) beri:

Ampisilin dosis 200 mg/kgbb/hari per IV dibagi empat dosis selama dua

hari, kemudian dilanjutkan amoksisilin 30-50 mg/kgbb/hari peroral dibagi

tiga dosis selama lima hari dikombinasi dengan gentamisin dosis 3-5

mg/kgbb/hr per IV dibagi dua dosis selama tujuh hari.

Bila selama 48 jam tidak ada perbaikan tambahkan kloramfenikol 100

mg/kgbb/hr per IV dibagi empat dosis selama lima hari. Bila ditemukan

infeksi spesifik beri terapi yang sesuai. Bila tidak ada perbaikan setelah

tujuh hari ganti antibiotika dengan golongan sefalosporin generasi III.

2. Tahapan Transisi (Penyesuaian)

Page 11: tinjauan Pustaka - marasmus

Dinilai respon anak terhadap pemberian makanan pada stadium stabilisasi.

Berdasarkan gejala diare, meteorismus dan muntah, makanan oral dapat dikurangi atau

ditingkatkan jumlah, bentuk, jenis dan kandungan nutriennya secara bertahap. Fase ini

bertujuan untuk menentukan jenis dan cara pemberikan makanan yang disesuaikan

dengan kemampuan digesti dan absorbsi penderita. Jumlah formula atau makanan yang

telah ditentukan diberikan dalam porsi kecil dan sering (6-12 kali pemberian sehari),

osmolaritas rendah dan rendah laktosa, seperti formula F 75, F 100 atau F 135 bila rumah

sakit dapat menyediakan makanan tersebut. Bahan dan bentuk makanan disesuaikan

dengan kemampuan penderita, sebagai patokan usia <1 tahun makanan cair, usia >1

tahun makanan semisolid–solid. Kalori yang diberikan 50-100 Kkal/kgbb/hari dengan

protein 1-1,5 gr/kgbb/hari.

Pada anak yang minum susu formula, berikan susu formula rendah laktosa.

Dievaluasi kemungkinan munculnya diare atau diare bertambah, muntah atau

meteorismus. Bila ini terjadi kemungkinan intoleran laktosa, diatasi dengan:

Mengurangi jumlah formula sampai kalori yang diberikan 50 Kkal/kgbb/hr

sehingga kandungan laktosa lebih rendah. Sebagai contoh setiap 100 Kcal

LLM mengandung 1,46 gr laktosa.

Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan menderita

intoleran laktosa berat, diatasi dengan mengganti susu formula yang bebas

laktosa dan masih mengandung protein susu sapi.

Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan anak

menderita CMPSE, diatasi dengan memberikan susu formula bebas protein

susu sapi (susu formula yang berasal dari kacang kedelai). Untuk kepastian

diagnosa secara klinis, uji coba formula sebaiknya dilakukan dua kali

terhadap formula sebelumnya. Susu formula kacang kedelai ini dapat

diberikan selama 3-6 bulan, dan selanjutnya diberikan dengan susu formula

sebelumnya secara bertahap. Apabila selama observasi menderita diare

kembali, mungkin anak alergi terhadap protein yang berasal dari kacang

kedelai, diatasi dengan susu formula yang proteinnya sudah terhidrolisa.

Page 12: tinjauan Pustaka - marasmus

Pada anak di rumah yang tidak minum susu formula diberikan makanan yang tidak

mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa (formula kacang kedelai, bubur

ayam atau bubur tempe).

Bila dengan cara di atas diare tidak berhenti diperkirakan menderita malabsorbsi

berat, makanan tidak dapat lagi diberikan secara oral, dipertimbangkan makanan

parenteral gabungan dari lipid, asam amino kristaloid dan glukosa.

Tabel 4. Formula Susu menurut WHO untuk KKP

Bahan (per 1000 ml) F 75 F 100 F 135

Susu Skim bubuk (g) 25 85 90

Gula pasir (g) 100 50 65

Minyak sayur (g) 30 60 75

Elekmin (ml) 20 20 27

Tambahan air s.d. (ml) 1000 1000 1000

3. Tahapan Rehabilitasi (Penyembuhan dan Pembinaan)

Pemberian kalori ditingkatkan secara bertahap dapat mencapai 175 kkal/kgbb/hari.

Bentuk, jenis dan cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan

digesti dan absorbsi. Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin

disediakan di rumah. Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai

dengan kebutuhan dapat dimulai setiap tahap, agar ibu dapat merawat dan menghindari

berulangnya KKP. Sesuai dengan pencapaian tumbuh kembang (BB/TB >90%) secara

bertahap intake yang direkomendasikan berkurang menjadi 100–120 Kcal/kgbb/hari

dengan protein 2-3 gr/kgbb/hari.

4. Tindakan khusus

Transfusi darah (whole blood) diberikan jika albumin <1,5gr% atau Hb kurang 4gr%

atau Hb 4-6gr% bila dijumpai gejala distres pernafasan. Berikan furosemide 1

mg/kgbb IV saat mulai transfusi. Bila anemia berat disertai tanda gagal jantung

Page 13: tinjauan Pustaka - marasmus

berikan transfusi packed cells 5-7 ml/kgbb. Bila kadar Hb masih 4gr% atau 4-6gr%

dan masih tetap ada distress pernafasan, jangan diulangi transfusi sebelum empat hari.

Mendidik ibu dalam merawat anaknya, memilih, menyediakan dan memberikan

makanan yang sesuai, serta mengatasi penyakit yang mempermudah terjadinya KKP

(diare, ISPA dsb). Membina ikatan ibu anak melalui peningkatan kepedulian dan

perawatan penuh kasih sayang.

Membimbing ibu menuntaskan pengelolaan penyakit yang menyertai

Anjuran imunisasi campak usia >9 bulan bila belum imunisasi

5. Tindak lanjut

Pada fase stabilisasi awasi hipoglikemi, hipotermia, gangguan keseimbangan elektrolit/

asam basa. Nilai toleransi terhadap makanan berdasarkan munculnya gejala diare, muntah

dan meteorismus. Dalam memperhitungkan volume dan frekuensi pemberian makanan

perhitungkan kemampuan pengosongan lambung, dengan melakukan aspirasi sebelum

pemberian porsi makanan berikutnya. Setelah pemberian makanan, kalau timbul muntah

segera dilakukan penghisapan dan tindakan pencegahan aspirasi lainnya. Pemantauan

penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,

serta tebal lemak subkutan, kemajuan gejala klinis serta kemampuan makan anak. Pada

minggu-minggu pertama sering belum dijumpai penambahan berat badan.

Indikasi pulang penderita gizi buruk antara lain:

Indikasi anak:

Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

Ada perbaikan kondisi mental

Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri, atau berjalan sesuai dengan

umurnya

Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,50C

Tidak ada muntah atau diare

Tidak ada edema

Terdapat kenaikan berat badan 5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut atau

kenaikan sekitar 50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

Page 14: tinjauan Pustaka - marasmus

Sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB > -3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi

buruk

Indikasi ibu/ pengasuh:

Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

Sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak

Indikasi institusi lapangan: Puskesmas/ pos pemulihan gizi telah siap untuk menerima

rujukan pasca perawatan

II.1.9 Prognosis

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi. Sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi

atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan dimulai.

Walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progresif, kematian tidak

dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversible dari sel-sel tubuh akibat

under nutrition.2