pembahasan responsi

29
Diabetes Mellitus Tipe 2 Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua- duanya Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, sebagai berikut : Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Tipe lain Defisiensi genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas

Upload: fitalistya

Post on 09-Dec-2015

234 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Neuropati Diabetik

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan Responsi

Diabetes Mellitus Tipe 2

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, sebagai berikut :

Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut

Autoimun

Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan

resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang dominan

defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin

Tipe lain Defisiensi genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan

dengan DM

Diabetes melitus

gestasional

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM yaitu poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui 3 cara:

Page 2: Pembahasan Responsi

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan adanya keluhan

klasik

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL

Tatalaksana DM secara adekuat bertujuan untuk :

1. Menghilangkan keluhan dan tanda DM

2. Mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target glukosa darah

(jangka pendek)

3. Mencegah serta menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati, dan neuropati (jangka panjang)

Tatalaksana holistik DM adalah sebagai berikut :

1. Evaluasi medis terarah, meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,

evaluasi laboratoris/penunjang lain (GDP dan GD 2PP, HbA1c, profil

lipid pada keadaan puasa, kreatinin serum, albuminuria, keton,

sedimen, dan protein urin, EKG, rontgen dada, serta rujukan.

2. Evaluasi medis berkala, meliputi pemeriksaan GDP, GD 2 PP, HbA1c

setiap 3-6 bulan, dan pemeriksaan fisik serta penunjang lainnya.

3. Pilar penatalaksanaan DM

Berikut adalah 4 pilar penatalaksanaan DM :

1. Edukasi.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, merupakan bagian yang

sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Edukasi yang

diberikan antara lain pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat,

pemantauan glukosa darah mandiri, serta tanda dan gejala

hipoglikemia beserta cara mengatasinya.

2. Terapi nutrisi medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir

sama dengan anjuran makanan untuk masyarakat umum, yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makanan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin.

Page 3: Pembahasan Responsi

Kebutuhan kalori dilakukan dengan memperhitungkan kalori

basal. Kebutuhan kalori ini besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,

ditambah, atau dikurangi tergantung dari beberapa faktor seperti jenis

kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Karbohidrat : 45-64% total asupan energi (karbohidrat non-

olahan berserat tinggi dibagi dalam 3xmakan/hari)

Lemak : 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan

lemak trans, seperti daging berlemak dan whole milk, konsumsi

kolersterol <200 mg/hari)

Protein : 10-20% total asupan energi (seafood, daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe)

Natrium : <3 g atau 1 sdt garam dapur, pada hipertensi

dibatas menjadi 2,4 g

Serat : ±25 g/hari (kacang-kacangan, buah dan syuran serta

karbohidrat tinggi serat)

Pemanis alternatif

3.Aktivitas fisik

Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas sedang (50-70% denyut

nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobik 75 menit/minggu.

Aktivitas dibagi dalam 3 hari per minggu dan tidak ada 2 hari berturut-turut

tanpa ada aktivitas fisik. Jika tidak ada kontraindikasi, pasien DM tipe 2

diedukasi untuk melakukan latihan resistensi sekurang-kurangnya 2

kali/minggu. Untuk penyandang DM dengan penyakit kardiovaskular, latihan

jasmani dimulai dengan intensitas rendah dan durasi singkat lalu secara

perlahan ditingkatkan. Aktivitas fisik sehari-hari juga dapat dilakukan,

misalnya berjalan kaki ke tempat kerja, menggunakan tangga.

4.Terapi farmakologis

Page 4: Pembahasan Responsi

Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan pengaturan diet

dan latihan jasmani. Terapi farmakologis dapat berupa obat hipoglikemik

oral dan suntikan.

Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi

menjadi 5 golongan :

a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta panreas, dan merupakan pilihan utama untuk

pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh

diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan

seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea

jangka panjang

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat

asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi

secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post

prandial.

b. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxysome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot

dan lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV

karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan

faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu

dilakukan pemantauan faal hati secara berkala

Page 5: Pembahasan Responsi

c. Penghambat glukoneogenesis(metformin)

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama digunakan pada penderita DM yang gemuk. Metformin dikontra

indikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5

mg/dl) dan gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya pada penyakit serebrovaskuler, sepsis, renjatan, gagal

jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk

mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

d. Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa (acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping

yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

e. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida

yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel

mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai

penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah

oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-

amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang

ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional

dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai

dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat

DPP-4) atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-

1 agonis).

Page 6: Pembahasan Responsi

Suntikan untuk DM ada 2 jenis, yaitu

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat,

hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,

hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis

laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi

sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM yang tidak

terkendali dengan perencanaan makanan, gangguan fungsi ginjal atau hati

yang berat, dan kontraindikasi dan/atau alergi terhadap OHO.

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni :

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed

insulin)

Page 7: Pembahasan Responsi

b. Agonis GLP-1/ incretin mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan

baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat berkerja sebagai

perangsang pelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun

peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan

insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan

berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat pelepasan

glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada

percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta

pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini atara lain rasa

sebah dan muntah.

Pemberian OHO dan insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar gula darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.

Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination

dalam betuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok

yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah

belum tercapai, dapat pula diberiksan kombiansi 3 OHO dari kelompok yang

Page 8: Pembahasan Responsi

berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien dengan alasan

klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan

kombinasi 3 OHO dapat menjadi pilihan.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah

kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja

panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan

pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa

darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin

kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar pukul 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa

darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa

darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan

diberikan terapi kombinasi insulin.

Page 9: Pembahasan Responsi
Page 10: Pembahasan Responsi

Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering yang

ditemukan pada diabetes melitus. Neuropati diabetik (ND) merupakan istilah

deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang

terjadi pada dieabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan

neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer.

Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat

terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance gycosilation end

products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC).

Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran

darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND.

Patogenesis ND berdasarkan teori faktor metabolik adalah proses terjadinya ND

berawal hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan

aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang

merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol

dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dalam sel saraf merusakl sel

saraf melalui mekanisme yang belum jelas, namun salah satu kemungkinanannya

adalah akumulasi sorbitol menyebabkan keadaan hipertonik intraselular, sehingga

menyebabkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakhibat terhambatnya

mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol

secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan

akan menstimulasi protein kinase C (PKC) yang akan menekan fungsi NaK-ATP-ase,

sehingga kadar Na intraselular menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya

mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal

pada saraf. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH

saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif, karena NADPH

merupakan kofaktor untuk glutathion dan nitrit oxide synthase (NOS). Pengurangan

kofaktor tersebut membatasi kemampuan sel saraf untk mengurangi radikal bebas dan

penurunan produksi nitric oxide (NO). Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol,

hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation

end products (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh,

termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi

NO akan menurun dan mengakibatkan vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf

Page 11: Pembahasan Responsi

menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND.

Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulij dengan kendali

glikemik yang optimal. Tapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan

iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.

Patogenesis ND berdasarkan teori kelainan vaskular adalah penelitian membuktikan

bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.

Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut

reactive oxygen species(ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular

dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskuler.

Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membrana

basalis, trombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan

berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan

peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakakn dan demielinisasi

pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan

vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor kardiovaskular, yaitu kadar

trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, dan hipertensi.

Patogenesis ND berdasarkan teori mekanisme imun adalah suatu penelitian

menunjukkan bahwa penyandang DM memiliki complement fixing antisciatic nerve

antibodies dan antineural antibodies. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung

dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan

imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen

pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan adanya kemungkinan peran

proses imun pada patogenesis ND.

Patogenesis ND berdasarkan teori peran nerve growth factor (NGF) adalah NGF

diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada

penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan

derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substansi P dan calcitonin-

gen-regulated-peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi,

motilitas intestinal, dan nosiseptif, yang seluruhnya mengalami gangguan pada ND.

ND merupakan kelainan yang heterogen, sehingga ditemukan ragam klasifikasi.

Secara umum ND bergantung pada dua hal, pertama, menurut perjalanan penyakitnya

(lama menderita DM), dan keduam menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.

Menurut perjalanan penyakitnya, ND dibagi menjadi neuropati fungsional/subklinis,

neuropati struktural/klinis, dan kematian neuron/tingkat lanjut. Neuropati fungsional

Page 12: Pembahasan Responsi

yaitu gejala yang muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi, yang pada fase ini

belum ada kelainan patologik sehingga masih reversibel. Neuropati struktural yaitu

gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf yang pada fase ini

masih ada komponen yang reversibel. Fase kematian neuron yaitu terjadi penurunan

kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron yang sudah ireversibel. Kerusakan

serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju proksimal, sedangkan proses

perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak

ditemukan, seperti polineuropati simetris distal.

Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi, ND dibagi menjadi neuropati difus dan

neuropati fokal. Klasifikasi ND berdasarkan anatomi serabut saraf perifer yang secara

umum dibagi atas 3 sistem, yaitu sistem motorik, sensorik dan otonom. Manifestasi

klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis

serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal,

fokal atau difus, motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinis ND

menjadi bervariasi, mulai dari kesemutan, kebas, tebal, mati rasa, rasa terbakar,

seperti ditusuk, disobek, ditikam

Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi menjadi 3

bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, diikuti strategi kedua

dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi ketiga

ditujukan pada pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik setelah

strategi kedua dikerjakan.

Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat

memperbaiki atau mencegah neuropati diabetik. Namun demikian, untuk mencegah

timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati, saat ini

sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya

komplikasi kronik diabetes, yaitu :

o Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan

sorbitol dan fruktosa.

o Penghambat ACE

o Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor

o Alpha-lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal

hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali glutation

o Penghambat protein kinase C

Page 13: Pembahasan Responsi

o Gangliosides, merupakan komponen utama membran sel

o Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekursor membran fosfolipid

o Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs

o Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologis

maupun non neurologik akibat penyakit autoimun

Untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami

mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor N-

methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post sinaptik spinal cord dan

pengeluaran substansi P dari serabut saraf besar A yang berfungsi sebagai

neuromodulator nyeri. Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri, yang dianjurkan

adalah :

o NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari)

o Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100

mg/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari)

o Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg 4x/hari)

o Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)

o Topikal : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous

electrical nerve stimulation

Gout Artritis/Artritis Pirai

Page 14: Pembahasan Responsi

Gout artritis kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal

monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat pada jaringan di

dalam cairan ekstraselular

Awitan serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum,

meninggi ataupun menurun. Pada kadar asam urat serum yang stabil, jarang mendapat

serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar asam urat

serum dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alkohol berat oleh pasien

gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum. Penurunan urat serum

dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi

(crystal shedding). Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia

asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang

sebelumnya tidak pernah mendapatkan serangan akut. Terdapat peranan temperatur,

pH, dan kelaturan urat untuk timbulnya serangan gout akut. Menurunnya kelarutan

sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan,

dapat menjelaskan mengapa kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.

Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsophalangel-1 (MTP-1)

berhubungan dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke

dalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat dalam

cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang

hari selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan

urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada

malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi

urat in vitro melalui pembentukan dari protonated solid phase. Walaupun kelarutan

sodium urat bertentangan dengan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini

meninggi, pada penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas

buffer pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi

pembentukan kristal MSU sendi. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting

pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh

non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari

proses inflamasi adalah menetralisir dan menghancurkan agen penyebab, serta

mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas. Peradangan pada

artritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu kristal monosodium

Page 15: Pembahasan Responsi

urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara pasti. Hal ini

diduga oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator

peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen (C)

dan selular.

Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur klasik dan jalur

alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran

imunoglobulin. Pada kadar MSU meninggi, aktivasi sistem komplemen melalui jalur

alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1q melalui jalur klasik

menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut mengaktifkan Hageman factor (faktor

XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan C3 aktif

(C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel mempunyai peranan

penting agar partikel tersebut mudah dikenal, yang kemudian difagositosis dan

dihancurkan oleh neutrofil, monosit dan makrogfag. Aktivasi komplemen C5 (C5a)

menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta

pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan

pembentukan membrane attack complex (MAC). MAC merupakan komponen akhir

proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion channel yang bersifat sitotoksik

pada sel patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa jalur aktivasi

“komplemen cascade”, kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui mediator

IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag

Pada artritis gout, berbagai sel dapat berperan dalam proses peradangan, antara lain

sel makrofag, neutrofil sel sinovial, dan sel radang lainnya. Makrofag pada sinovium

merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan berbagai

mediator kimiari antara lain IL-1, TNF, IL-6, dan Granulocyte Macrophage Colony

Stimulating Factor (GM-CSF). Mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan dan

mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan

berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional sel dan ekspresi gen. Respon

fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivitas NADPH

oksidase ekpresi gen sel radang melalui jalur transduksi sinyal dan berakhir dengan

aktivasi faktor transkripsi yang menyebabkan gen berekspresi dengan mengeluarkan

berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. Jalur transduksi sinyal melalui 2 cara

yaitu dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung

menyebabkan gangguan non spesifik pada membran sel. Ikatan dengan reseptor

(cross-link) pada sel membran akan bertambah kuat apabila kristal urat berikatan

Page 16: Pembahasan Responsi

sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan dengan imunoglobulin(Fc dan IgG) atau

dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross link dengan

berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule (integrin), non tyrosin kinase,

reseptor FC, komplemen dan sitokin. Aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan

second messenger akan mengaktifkan faktor transkripsi. Transkripsi gen sel radang

ini akan mengeluarkan berbagai mediator kimiari antara lain IL-1. Telah dibuktikan

neutrofil yang diinduksi oleh kristal urat menyebabkan peningkatan mikrokristal

fosfolipase D yang penting dalam jalur transduksi sinyal. Pengeluaran berbagai

mediator akan menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik dan menimbulkan

kerusakan jaringan

Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout

menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat

deposisi yang progresif kristal urat.

Pada stadium artritis gout akut, radang sendi terjadi sangat akut dan timbul sangat

cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi

terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler

dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala

sistemik berupa demam, menggigil, dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada

MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat

terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, siku. Serangan akut ini

digambarkan oleh Sydenham sebagai : sembuh beberapa hari sampai beberapa

minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar serangan singkat dan

dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan

dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh

dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Faktor pencetus serangan akut antara

lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi,

pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan asam

urat darah secara mendadak dengan alopurinol atau obat urikosurik dapat

menimbulkan kekambuhan.

Pada stadium interkritikal, terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara

klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan

kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun

tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali per tahun, atau dapat

sampat 10 tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan

Page 17: Pembahasan Responsi

pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering

yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak

baik, maka keadaan interkritik akan belanjut menjadi stadium menahun dengan

pembentukan tofi.

Pada stadium artritis gout menahun, umumnya pasien yang mengobati sendiri (self

medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter.

Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikuler.

Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang dapat timbul infeksi

sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang

memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1 olekranon,

tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang disertai batu saluran kemih

sampai ginjal menahun

Penegakan diagnosis gout artritis didasarkan atas kriteria di bawah ini (American

College of Reumatology 1977) :

a) Ditemukan kristal monosodium urat pada cairan sendi, atau

b) Terdapat tofus berisi kristal monosodium urat yang dibuktikan melalui

pemeriksaan kimiawi atau mikroskopis cahaya terpolarisasi, atau

c) Ditemukan 6 dari 12 fenomena klinis, laboratorium, maupun radiologi seperti

di bawah ini :

o Ditemukan lebih dari satu serangan artritis akut

o Inflamasi maksimal yang timbul dalam waktu 1 hari

o Serangan artritis monoartikular

o Kemerahan pada sendi

o Pembengkakan atau nyari yang timbul pada sendi metatarsofalangeal

pertama

o Serangan unilateral yang melibatkan sendi metatarsofalangeal pertama

o Serangan unilateral yang melibatkan sendi tarsal

o Massa yang dicurigai tofus

o Hiperurisemia

o Pembengkakan asimetris pada sendi yang dibuktikan melalui

pemeriksaan x-ray

o Kista subkortikal tanpa erosi yang terlihat melalui pemeriksaan x-ray

Page 18: Pembahasan Responsi

o Kultur negatif mikroorganisme dari cairan sendi saat terjadi inflamasi

sendi

Peningkatan kadar asam urat tanpa adanya manifestasi klinisi yang

khas, bukan kriteria diagnosis artritis gout. Kadar asam urat yang

normal juga tidak dapat menghindari diagnosis gout.

Secara umum penatalaksanaan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan

diet, istirahat sendi, dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak

terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan

artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan

dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat antiiflamasi non steroid (OAINS),

kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau

obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang

telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tatp diberikan. Pemberian

kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari

dengan dosis maksimal 6 mg. Dosis tergantung jenis OAINS yang dipakai. Di

samping efek antiinflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS

yang banyak dipakai pada artritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah

150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu

berikutnya atau sampai nyeri/peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH

diberikan apabila kolkisin atau OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi.

Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parenteral. Indikasi

pemberian adalah pada artritis hout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular).

Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan

kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar

asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat

alopurinol bersama obat urikosurik.