bab123 emboli paru.doc

Upload: satria-utomo

Post on 13-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangEmboli paru mempunyai insiden 20-25 per 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit. Meskipun angka yang fatal (sesuai dengan hasil pemeriksaan autopsi) telah menurun dari 6% menjadi 2% selama seperempat abad terakhir, emboli paru masih menyebabkan kira-kira 200.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Seperti yang telah digambarkan sebelumnya, lebih dari 95% contoh kasus, emboli vena berasal dari trombosis vena dalam pada tungkai di atas lutut. Trombus tersebut dibawa melewati saluran yang lebih besar dan biasanya melewati sisi kanan jantung masuk ke sistem pembuluh darah pulmonal. Trombosis adalah proses terbentuknya atau adanya trombus (bekuan darah) di dalam pembuluh darah. Trombosis vena dalam atau deep vein trombosis (DVT) adalah trombosis yang terjadi di dalam vena, terutama pada vena tungkai bawah. Trombosis vena dalam lebih sering asimtomatik, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan penyakit yang serius. Trombus yang terlepas dapat merusak katub vena dan menimbulkan sindroma pasca tromboflebitis, bahkan dapat membentuk emboli paru yang mengancam jiwa. Di Amerika Serikat, insiden DVT 159/100.000 penduduk atau 398.000 kasus per tahun, insiden emboli paru 139/100.000 penduduk atau 347.000 kasus per tahun, dan angka mortalitasnya 94/100.000 atau 235.000 kasus per tahun.Kepentingan klinis emboli paru tidak dapat diabaikan. Diperkirakan merupakan satu-satunya penyebab kematian setiap tahun 100.000 penderita di Amerika Serikat. Jadi di negara itu merupakan pembunuh utama nomor 3 (didahului oleh penyakit jantung dan kanker).

Lebih dari 90% emboli berasal dari trombus, sehingga kita pertama kali menetapkan prinsip sindroma klinis yang berhubungan dengan keadaan ini dan membahas secara singkat tentang emboli yang lain.

Gambar 1.1. Bagan dari estimasi total insidensi penderita tahunan dengan keluhan emboli paru di Amerika Serikat.1.2. Tujuan a. Umum:

Mengetahui apa itu emboli paru.

b. Khusus:

Mengetahui faktor penyebab emboli paru.

Mengetahui patofisiologi emboli paru.

Mengetahui gejala dan cara mendiagnosa emboli paru.

Mengetahui cara penatalaksanaan dan pencegahan emboli paru.1.3. Manfaat

Bagi penulis

Memberikan tambahan wawasan bagi penulis dalam bidang kedokteran. Dikarenakan dengan pembuatan karya tulis ilmiah penulis akan mampu mengembangkan wawasan, bersikap kritis dan ilmiah berkaitan dengan teori yang didapatkan. Dan membentuk pola pikir penulis menjadi terarah dan sistematik. Menambah pengetahuan bagaimana cara membuat karya tulis ilmiah yang baik dan benar.

Bagi mahasiswa dan petugas medis

Pembuatan karya tulis ilmiah ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang cara pencegahan dan penanganan dari kasus emboli paru.BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Paru-Paru 2.1.1. Anatomi Paru dan Pembuluh Darah Paru Paru terdapat dalam rongga thoraks yang terdiri dari 2 bagian yaitu paru kiri dan paru kanan yang masing-masing terletak disamping mediastinum. Paru berbentuk kerucut yang diliputi oleh pleura visceralis. Paru tergantung bebas dan dilekatkan pada mediastinum oleh radiksnya.Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menonjol ke atas leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula; basis yang konkaf yang terletak di atas diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thoraks yang konkaf; facies mediatinum yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan alat-alat mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinum terdapat hilus pulmonalis, yaitu suatu cekungan dimana bronkus, pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix pulmonal masuk dan keluar.Paru kanan sedikitnya lebih besar dari paru kiri dan dibagi oleh fissura obliq dan fissura horizontalis menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus medius, lobus inferior. Paru kiri dibagi oleh satu fissura (fissura obliq) menjadi dua lobus; lobus superior dan lobus inferior.Bronkus yang paling kecil membelah dua menjadi bronkiolus yang diameternya kurang 1 mm. Bronkiolus tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dilapisi oleh epitel silinder. Lapisan submukosa mempunyai serabut otot polos melingkar yang utuh.Bronkiolus membagi dua menjadi bronkiolus terminalis yang mempunyai kantong-kantong yang lembut pada dindingnya. Pertukaran gas terjadi antara darah dan udara terjadi pada kantong-kantong tersebut, karena itu dinamakan bronkiolus respiratorius. Diameter bronkiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronkiolus respiratorius berakhir menjadi duktus alveolar yang menuju ke arah saluran berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut sakus alveolar. Masing-masing alveolar dikelilingi oleh jaringan yang mengandung kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveolar, melalui dinding alveolar ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.Bronkus, jaringan ikat paru, pleura visceral menerima darah dari arteri bronkialis, yang merupakan cabang dari aorta descendens. Vena bronkialis mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis. Darah yang telah mengalami oksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveolar dan akhirnya bermuara ke dalam kedua vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis meninggalkan radix pulmonalis masing-masing paru, untuk bermuara ke dalam atrium kiri jantung.

Gambar 2.1. Anatomi paru dan pembuluh darah2.1.2. Fisiologi Paru

Paru memiliki struktur yang ideal untuk pertukaran gas. Alveoli adalah kelompok-kelompok kantung mirip anggur yang berdinding tipis dan dapat mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar. Dinding anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolar juga hanya memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium antara sebuah alveoli dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang tipis, dengan ketebalan hanya 0,5 um yang memisahkan udara di alveolar dari darah di kapiler paru. Tipisnya sawar ini mempermudah pertukaran gas. Dinding alveolar terdiri dari sel alveolar tipe 1 dan sel alveolar tipe 2. Sel tipe 1 gepeng sedangkan sel tipe 2 mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru. Selain itu terdapat makrofag alveoli yang berjaga-jaga di dalam lumen kantong udara ini.Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi:a) Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan 760 mmHg.b) Tekanan intra-alveolus yang dikenal sebagai tekanan intraparu adalah tekanan di dalam alveolus

c) Tekanan intrapleura adalah tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah dari pada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat.

Mekanisme respirasi terdiri dari dua fase, yaitu fase inspirasi dan fase ekspirasi. Hasil dan respirasi adalah penambahan dan pengurangan kapasitas thoracis secara bergantian. Frekuensi respirasi atau pernapasan bervariasi antara 16 sampai 20 per menit pada orang normal yang sedang istirahat, lebih cepat pada anak-anak, dan lebih lambat pada orang tua.2.2. Emboli Paru

2.2.1. Definisi

Embolus adalah suatu massa berbentuk padat, cair, atau gas intravaskular yang terlepas dan dibawa oleh darah ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli-trombus atau emboli yang lain. Hasil akhir emboli tergantung pada tempat berhentinya emboli dibandingkan dengan sifat alamiah emboli itu sendiri. Bila obstruksi tadi terjadi akibat emboli disebut tromboemboli paru. Akibat lanjut dari emboli paru dapat terjadi infark paru yaitu keadaan terjadinya nekrosis sebagian jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru tersebut. Oleh karena jaringan parenkim paru memperoleh aliran darah dari dua jenis peredaran darah (cabang-cabang arteri pulomonalis dan cabang arteri bronkialis), maka emboli paru jarang berlanjut menjadi infark paru. Kejadian yang paling sering ialah emboli paru yang berasal dari trombus vena tungkai sebelah dalam. Bentuk lain dari emboli: cairan amnion, lemak, udara.2.2.2.Etiologi Penyebab emboli paru dari hasil penelitian dan autopsi paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas terdapat beberapa penyebab emboli paru:a) Tromboemboli berasal dari lepasnya trombus dari pembuluh vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan. Trombus ialah massa yang terdiri dari fibrin dan komponen darah yang melekat pada endotel pembuluh darah. Gejala klinis yang ditimbulkan bergantung pada letak dan besarnya sumbatan. Ada beberapa faktor predisposisi trombosis vena tungkai: Pasca pembedahan, pembedahan yang lama di perut, panggul dan anggota bawah mempunyai resiko tinggi. Pembedahan atau trauma akan menyebabkan perubahan pada sistem koagulasi, fungsi trombosit dan sistem fibrinolisis yang merupakan faktor predisposisi trombosis. Imobilisasi sewaktu anastesi mengakibatkan pompa otot hilang sehingga menyebabkan stasis darah vena tungkai bawah yang biasanya merupakan tempat bermulanya trombosis.

Makin tua sesesorang maka kemungkinan terjadinya trombosis makin meningkat karena endotel menunjukan tanda degenerasi dan timbul aterosklerosis di tunika media.

Trombositosis mengakibatkan hiperkoagulasi dan peningkatan viskositas darah yang juga merupakan faktor predisposisi trombosis vena dalam

Bertambahnya jumlah sel darah merah akan meningkatkan viskositas darah. Bila hematokrit lebih dari 60% maka angka kejadian trombosis ditemukan lebih mencolok.

Gagal jantung yang terjadi karena kongesti menyebabkan perlambatan aliran darah vena sehingga dapat terjadi trombosis. Obesitas biasanya disebabkan aktivitas fibrinolisis yang berkurang walaupun faktor lain seperti hiperlipidemia juga turut berperan. Kehamilan dan masa nifas ditemukan hiperkoagobilitas yang disebabkan karena peningkatan Faktor (F) VII, Faktor VIII dan Faktor X. Selain itu aktivitas fibrinolisis juga menurun pada kehamilan.

Infeksi atau inflamasi bisa terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel merangsang pelepasan tromboplastin yang dapat merangsang sistem pembekuan darah. Selain itu infeksi malaria, kuman gram negatif dan endotoksin dapat mengaktifkan sistem pembekuan darah melalui trombosit.

Sirosis hepatis yang terjadi mengakibatkan kekurangan AT III yang memudahkan terjadi trombosis. AT III merupakan antikoagulan alami di dalam tubuh yang menghambat kerja F X dan trombin. Pada sirosis hepatis terjadinya kekurangan protein C, yang mana protein C merupakan antikoagulan yang dibuat oleh hati untuk menghambat Faktor V dan Faktor VIII. Sehingga akan mudah terjadi trombosis.

b) Emboli lemak biasanya timbul mengikuti suatu trauma hebat pada tulang panjang. Lemak dari sumsum tulang dilepaskan masuk ke dalam sirkulasi dan tersangkut pada berbagai organ. Keadaan yang sama juga ditemukan pada luka bakar yang hebat dan trauma jaringan lunak yang luas. Sebagian lemak yang beredar masuk ke dalam paru yang menunjukan bahwa kejadian tersebut harus melalui sistem vena. Diduga dengan kuat bahwa efek sistemik trauma, terutama luka bakar yang luas, dapat menyebabkan perubahan stabilitas lemak dalam suspensi seluler, yang menghasilkan lemak bebas dalam sirkulasi.c) Emboli gas, ada berbagai penyebab yang terlihat dalam kejadian emboli gas diantaranya iatrogenik. Untuk menimbulkan kematian pada emboli gas diperlukan 100 ml udara yang dimasukan ke dalam pembuluh darah. Dapat ditemukan pada waktu melakukan operasi dimana pembuluh darah menjadi terbuka dan udara masuk.d) Emboli amnion disebabkan masuknya cairan ketuban ke dalam sirkulasi ibu melalui suatu robekan pada membran plasenta dan robekan pada vena uterus. Merupakan suatu komplikasi persalinan yang menyeramkan, tetapi untungnya jarang terjadi dan terjadi pada periode pasca persalinan dini. Onset ditandai dengan dispneu berat dan mendadak, sianosis, dan syok hipotensi diikuti dengan kejang dan koma. Temuan klasiknya adalah terdapatnya sel skuamosa yang berasal dari kulit janin, rambut lanugo, lemak dari verniks kaseosa dan musin yang berasal dari saluran pernapasan atau pencernaan janin dalam mikrosirkulasi paru. Terdapat adanya udem paru bersamaan DIC (disseminated intravaskular coagulation) akibat pelepasan substansi trombogenik dari cairan ketuban.e) Tromboemboli sistemik menunjukan emboli yang bergerak di dalam sirkulasi arteri. Kemungkinan emboli tersebut sampai ke sirkulasi arteri ialah bila ada hubungan arteri-vena seperti pada perforasi septum dalam jantung (emboli paradoksal), namun kejadian ini sangat jarang.2.2.3.Patogenesis

Dikarenakan kejadian yang paling sering dari emboli paru adalah yang berasal dari trombus vena tungkai, maka terdapat tiga pengaruh utama yang mempengaruhi terjadinya pembentukan trombus:a) Jejas endotel merupakan pengaruh yang menonjol dan dengan sendirinya dapat menyebabkan trombosis. Penting untuk diperhatikan bahwa endotel tidak perlu dikikis atau dilukai secara fisik untuk menimbulkan trombosis; setiap terjadinya gangguan dalam keseimbangan efek protrombosis dan antitrombosis yang dinamis dapat mempengaruhi peristiwa pembekuan lokal. Oleh karena itu, disfungsi endotel yang bermakna dapat terjadi karena tekanan hemodinamis pada hipertensi, aliran turbulensi pada katub yang terdapat jaringan parut, atau endotoksin bakteri. Bahkan, pengaruh yang relatif kecil, seperti homosistinuria, hiperkolesterolnemia, radiasi atau produk yang diserap dari asap rokok dapat merupakan sumber terjadi jejas dan disregulasi endotel. Tanpa memperhatikan penyebab, hilangnya endotel secara fisik mengakibatkan pajanan kolagen subendotel (dan aktivator trombosit lain), perlekatan trombosit, pelepasan faktor jaringan. Endotel yang mengalami disfungsi dapat menghasilkan faktor prokoagulasi dalam jumlah yang lebih besar (misalnya, molekul adhesi untuk mengikat trombosit, faktor jaringan, dan lain-lain) dan faktor antikoagulan dalam jumlah yang lebih kecil (misalnya, trombomodulin, tPA).b) Perubahan pada aliran darah normal. Turbulensi turut berperan pada trombosis arteri dan trombosis kardiak dengan menyebabkan cedera atau disfungsi endotel, serta membentuk aliran kebalikan dan kantong stasis lokal; stasis merupakan faktor utama dalam pembentukan trombosis vena. Aliran darah normal adalah laminar sedemikian rupa sehingga unsur trombosit mengalir pada sentral dari lumen pembuluh darah, yang terpisah dari endotel oleh suatu zona jernih plasma yang bergerak lebih lambat. Oleh karena itu, stasis dan turbulensi akan:a. Mengganggu aliran laminar dan melekatkan trombosit pada endotel.b. Mencegah pengenceran faktor pembekuan yang terfiksasi oleh darah segar yang terus mengalir.

c. Menunda aliran masuk inhibitor faktor pembekuan trombus

d. Meningkatkan aktivitas sel endotel, memengaruhi pembentukan trombosis lokal, perlekatan leukosit, serta berbagai efek sel endotel lain.

c) Hiperkoagubilitas, walaupun hiperkoagubilitas belum dipahami benar, namun umumnya diidentifikasikan sebagai kehadiran dalam jumlah berlebihan aktivitas satu senyawa prokoagulan atau lebih, atau penurunan antikoagulan. Ada banyak kelainan hiperkoagulasi, ini mencakup antitrombin III, protein C, dan defisiensi aktivator plasminogen. Hiperkoagulabilitas kurang bisa ditentukan secara tegas seperti pada setiap perubahan pada jalur pembekuan yang memudahkan terjadinya trombosis, gangguan ini dapat dibagi menjadi gangguan primer (genetik) dan gangguan sekunder (didapat). Ada banyak kelainan hiperkoagulasi.Tabel 2.1. Kelainan hiperkoagulasi.9Primer

1. Defisiensi antitrombin III (kongenital atau didapat)

2. Defisiensi protein C

3. Fibrinogen abnormal

4. Plasminogen menurun atau abnormal

5. Defisiensi aktivator plasminogen vaskular

6. Inhibitor aktivator plasminogen

7. Defisiensi faktor XII

8. Homosistinuria

Sekunder

1. Imobilisasi

2. Keadaan pasca bedah

3. Keganasan

4. Kehamilan

5. Kontrasepsi oral dan esterogen

6. Sindroma nefrotik

7. Obat-obatan8. Antikoagulan seperti lupus

9. Kelainan trombosit

10. Hiperviskositas

Trombus vena profunda biasanya ditemukan pada regio katub vena. Trombosit beragregasi, membentuk sebuah nidus (trombus putih), yang akan diikuti dengan pembentukan sebuah trombus fibrin besar (berwarna merah). Proses ini kelihatannya merupakan proses yang cepat; trombus yang besar dan berlebihan dapat terbentuk dalam beberapa menit. Pertumbuhan ini akan diikuti oleh penambahan fibrin dan trombosit selanjutnya. Di balik pembentukan ini ada dua proses yang turut berperan: fibrinolisis dan organisasi, meninggalkan daerah fibrotik yang akan mengalami proses reendotelisasi. Katup vena sering tidak kompeten akibat proses ini dan terjadi penyempitan lumen yang ringan maupun luas.2.2.4. Patofisiologi Kejadian akut, hasil cepat dari tromboemboli adalah obstruksi komplit atau partial aliran darah arteri pulmonalis ke paru bagian distal. Obstruksi ini akan menuju pada serangkaian kejadian patofisiologi yang dapat dikelompokan sebagai pernapasan dan hemodinamik sebagai akibat tromboemboli paru (TEP).1. Konsekuensi pernapasan, obstruksi akibat emboli menghasilkan daerah paru yang berventilasi tetapi tidak ada perfusi ruang mati intrapulmonal. Karena ruang mati tersebut tidak dapat ikut dalam proses pertukaran gas, ventilasi daerah yang nonperfusi ini sia-sia, dalam arti fungsional. Konsekuensi potensial yang ditimbulkan obstruksi emboli ini adalah konstriksi ruang udara dan jalan napas pada daerah paru yang terlibat. Pneumokonstriksi ini, yang dapat dipandang sebagai mekanisme homeostasis untuk mengurangi ventilasi yang terbuang, kelihatannya disebabkan oleh hipokapnia bronkioalveolar yang merupakan hasil penghentian aliran darah kapiler paru, karena aliran tersebut dihilangkan oleh inhalasi udara yang kaya dengan karbon dioksida. Gangguan lain yang disebabkan oleh obstruksi emboli adalah hilangnya surfaktan alveolar tidak terjadi dengan cepat. Lipoprotein permukaan yang aktif ini diperlukan untuk mempertahankan stabilitas alveolar. Pada keadaan tidak ada surfaktan terjadi kolaps alveolar. Penghentian aliran darah kapiler pulmonal akan menuju pada pengurangan surfaktan dalam 2 sampai 3 jam dan akan bertambah berat dalam 12 sampai 15 jam. Atelektasis yang jelas ekspresi morfologi instabilitas alveolar dapat ditemukan dalam 24 sampai 48 jam setelah gangguan aliran darah.

2. Konsekuensi hemodinamik, hilangnya kapasitas vaskular akibat obstruksi tromboemboli menyebabkan meningkatnya resistensi aliran darah paru, yang bila bermakna, akan berkembang menjadi hipertensi paru, gagal ventrikel kanan akut. Takikardi dan kadang penurunan curah jantung dapat terjadi. Faktor yang menentukan beratnya perubahan hemodinamik ini masih terus diperdebatkan. Ada kesepakatan bahwa luasnya obstruksi akibat emboli adalah faktor kunci. Status kardiopulmonal pasien sebelum embolisme juga penting dalam menentukan beratnya emboli. Sebuah embolus yang kecil bisa memperlihatkan dampak yang kecil pada individu yang sehat, tetapi dapat mengakibatkan konsekuensi yang berat pada beberapa orang dengan penyakit jantung atau paru lanjut.2.2.5. Gejala klinis

Bahwa emboli asimtomatik yang sering dengan derajat yang cukup berat, terjadi pada 40 hingga 60 persen pasien. Pada pasien yang simtomatik, gejala dispnea yang tidak dapat dijelaskan dan timbul mendadak merupakan gejala yang paling sering ditemukan atau seringkali merupakan satu-satunya gejala yang dijumpai. Nyeri dada pleuritik serta hematoptisis sering ditemukan kalau infark telah terjadi. Pada emboli yang ekstensif, perasaan tertekan di daerah substernal yang hebat dapat dijumpai dan keluhan ini kemungkinan disebabkan oleh iskhemia ventrikel kanan. Namun demikian, gejala yang paling dapat diandalkan adalah sesak napas. Gejala dispnea yang berat dan persisten merupakan tanda yang menakutkan karena gejala ini biasanya menunjukan oklusi emboli yang luas.Tabel 2.2. Manifestasi klinis embolisme dalam 1000 pasien dengan embolisme paru pada pusat medis universitas duke.Gejala Persen

Dispnea

Nyeri dada

Hemoptisis

Perubahan keadaan mental

Dispnea, nyeri dada, hemoptisis77

63

26

23

14

TandaPersen

Takikardi

Demam belakangan ini

Ronki

Takipnea

Edema dan nyeri tekan tungkai

Peningkatan tekanan vena

Syok

P2 menguat

Sianosis

Gesekan (friction rub)59

43

42

38

23

18

11

11

9

8

2.2.6. Diagnosis

Emboli asimtomatik sering terjadi pada 40-60 % pasien. Pada pasien yang simtomatik, gejala dispnea yang terjadi kemungkinan akibat hilangnya sebagian fungsi parenkim paru. Nyeri dada, batuk dan batuk berdarah terjadi karena infark memberikan efek nyeri dada. Batuk berdarah terjadi akibat tekanan dalam pembuluh darah yang terlalu kuat sehingga menyebabkan pembuluh darah ataupun kapiler yang mengalami penyumbatan pecah sehingga darah dapat masuk ke area lapangan paru yang menimbulkan keadaan hemoptisis. Pasien juga dapat mengalami gejala sinkop yang menunjukan terjadinya kelainan neurologi. Pemeriksaan fisikPemeriksaan paru dapat memperlihatkan beberapa gejala ronki, suara mengi yang terlokalisasi kadang-kadang terdengar. Pemeriksaan jantung, gambaran tunggal yang konsisten adalah takikardi, suara penutupan penutupan katup paru yang keras, dan vena jugular yang meningkat. Dan dapat pula ditemukan bising sistolik yang ditimbulkan oleh turbulensi atau aliran pembuluh darah dalam yang mengalami obstruksi partial akibat emboli. Suara jantung dua yang melebar dan persisten dapat ditemukan. Gejala ini menunjukan obstruksi emboli yang luas dan adanya hipertensi paru yang berat serta gagal ventrikel kanan. Jadi dengan berdasarkan pada gambaran klinis saja, diagnosa pasti emboli tidak dapat dibuat; kecurigaan secara klinis terhadap emboli memerlukan konfirmasi oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang Elektrokardiogram memberikan gambaran pada emboli paru yang luas terdapat bukti adanya hipertensi paru yang akut (pergeseran sumbu QRS ke arah kanan, gelombang P yang runcing dan tinggi) dan perubahan ST-T yang menunjukan strain ventrikel kanan. Perubahan ini bersifat sepintas dan berlangsung hingga beberapa jam saja; namun, jika berlangsung persisten, perubahan tersebut menunjukan obstruksi vaskular paru yang berat. Hasil rontgen torak dapat memeperlihatkan penyebukan parenkim dan bukti adanya efusi pleura jika sudah terjadi infark. Secara khas, penyebukan yang disebabkan oleh infark paru akan terlihat di dekat pleura. Namun demikian, bentuk penyebukan ini bervariasi dan biasanya baru terlihat 12 hinga 36 jam setelah emboli terjadi. Temuan radiologik terdapat perbedaan diameter pembuluh darah yang seharusnya berukuran sama harus menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan emboli. Keadaan ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang terputus-putus, pada saat ditelusuri ke bagian distal, tiba-tiba pembuluh darah tersebut lenyap. Pembentukan bekuan di dalam arteri pulmonalis dapat menimbulkan retraksi dinding pembuluh darah dan keadaan ini disebut konfigurasi ekor-tikus, karena pada bagian proksimal pembuluh darah relatif normal sementara bagian distalnya mendadak runcing sehingga berbentuk ujung yang tajam. Akhirnya pada sebagian zona paru terdapat radiolusen abnormal akibat tidak adanya atau menurunnya aliran darah. Daerah lusensi yang abnormal semacam itu (tanda Westermark) yang menunjukan obstruksi arteri bagian proksimal, paling jelas terlihat dengan memeriksa daerah yang sebanding pada dua lapangan paru. Ct dengan kontras dan MRI tidak dapat mendeteksi emboli yang terletak dibagian distal. Angiografi paru merupakan cara pasti untuk memberikan informasi anatomi mengenai keadaan pembuluh darah.

Gambar 2.2. Rotgen paru yang terkena emboli terdapat penyebukan2.2.7. Penatalaksanaan

Terapi trombolitik biasanya diberikan pada emboli arteri yang terbentuk kurang dari enam jam. Streptokinase, urokinase, atau aktivator plasmin jaringan jarang diberikan pada trombosis vena.Antikoagulan heparin merupakan obat pilihan pertama pada trombosis vena karena kerjanya cepat. Heparin mempunyai daya untuk mencegah perluasan trombus, termasuk mencegah terjadinya embolus paru yang berasal dari trombus. Heparin diberikan dengan dosis 100-200 ml/kgBB tiap 4-6 jam tergantung masa protrombin atau masa pembekuan. Heparin dapat diberikan terus menerus sesudah terlebih dahulu diberikan bolus. Diusahakan agar masa protrombin 1,5-2,5 kali normal atau masa pembekuan 2-3 kali normal.Antikoagulan oral seperti warfarin atau asenokumarol diberikan sebagai lanjutan sesudah pemberian heparin 10-14 hari dan diberikan bersamaan dengan heparin selama 2-3 hari. Pemberian antikoagulan oral ini dipantau dengan pemeriksaan masa protrombin atau protrobin rasio antara 1,3-2,1. Antikoagulan diberikan selama 3-6 bulan untuk mencegah trombosis. Trombektomi jarang dilakukan, sebaiknya embolektomi sering diperlukan.2.2.8. Komplikasi

Kematian yang mendadak dengan emboli paru yang masif (penyumbatan penyaluran darah pada empat dari lima lobus paru). Merupakan salah satu kasus kematian yang mendadak.2.2.9. Prognosis

Angka kematian mencapai 10-15%. Dalam presentasi kecil emboli paru masif meninggal sebelum didiagnosa, seringkali dalam 1 jam pertama. Pada penderita yang mendapat antikoagulan adekuat dengan heparin dan bertahan lebih dari 2 jam, prognosisnya baik. Bila heparin tidak diberikan akan terjadi embolisasi pada 1/3 kasus. Resiko menurun kurang dari 5% dengan terapi heparin adekuat.BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Kasus

Seorang wanita umur 45 tahun, berat badan 75 kg, tinggi badan 145 cm, masuk RS dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk dan sering mengeluh pusing dengan onset relatif akut. Pada pemeriksaan angiografi pulmonal ditemukan tanda-tanda emboli paru.

3.2.Status PasienIdentitas Pasien

Nama

: Susi margaretha

Usia

: 45 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Alamat

: Papcy residence blok AA8

Status

: Menikah

Pekerjaan : Pegawai negri sipilPendidikan : S1

Agama : Islam

Suku

: Batak

Anamnesa

Keluhan utama:

Sesak napas yang terjadi sejak 3 hari yang lalu.Riwayat penyakit sekarang:

Sesak napas sejak 3 hari yang lalu.

Mengeluh nyeri dada sejak 1 hari yang lalu.

Batuk yang terjadi 1 hari yang lalu.

Kepala terasa pusing sejak kemarin siang.

Riwayat penyakit dahulu: Pernah melakukan secsio caesar atas indikasi panggul sempit sebanyak 2 kali.Riwayat penyakit keluarga:

tidak ada anggota keluarga yang mengeluh sesak napas dan batuk.Riwayat psikososial: Pasien tinggal bersama anak dan suami.Pemeriksaan Fisik:Keadaan Umum Status generalisataKeadaan sakit

: sakit sedang.

Kesadaran/GCS: compos mentis/E4V5M6.

Pemeriksaan vital sign

Tekanan darah : 140/80 mmHg.Nadi

: 104 kali per menit.

Pernapasan

: 32 kali per menit.

Suhu

: 37C

Berat Badan

: 75 kg

Tinggi Badan

: 145 cm

IMT = 75/(1,45)2

IMT = 75/2,1

IMT = 35,71(obesitas

Status Lokalis Kepala:

Ekspresi wajah: normal

Bentuk dan ukuran: normal

Rambut: normal

Udema: (-)

Nyeri tekan kepala: (-)

Mata:

Konjungtiva: Anemis Sklera: Normal

Pupil: Normal

Visus: Terganggu

Hidung:

Lubang hidung: Normal

Posisi septum nasi: Normal

Mulut:

Keadaan bibir: Pucat

Keadaan gigi geligi: Normal

Leher:

Kelenjer getah bening: Normal

Jugular vena pressure: Normal Deviasi trakea: (-) ThorakParu:

Inspeksi:

Bentuk: asimetris

Pergerakan dinding dada: asimetris

Frekuensi pernapasan: 32 kali per menit

Palpasi:

Pergerakan dinding dada: asimetris

Nyeri dada: ada

Fremitus raba: berkurang

Perkusi:

Sonor Nyeri ketok

Auskultasi

Suara napas vesikular: tidak terdengar

Suara tambahan ronki basah: ada

Suara tambahan whezing: ada

Jantung Inspeksi dan palpasi:

Pulsasi: Normal

Iktus cordis: Teraba

Perkusi

Batas jantung: Normal

Auskultasi:

Bunyi jantung 1: Lup

Bunyi jantung 2: Dup

Bising/ murmur: Ada

Abdomen: Inspeksi: Normal

Palpasi: Normal

Perkusi: Normal

Auskultasi: Normal

Genitalia

Inspeksi: Normal

Palpasi: normal

Perkusi: normal

Ekstermitas

Superior: Normal

Inferior: NormalPemeriksaan Penunjang:

Elektrokardiogram: Normal. Rotgen thorak: Terdapat gambaran penyebukan (bayangan opaq) pada paru kiri bawah pasien. Anggiografi: Terlihat adanya gambaran pembuluh darah yang terputus pada cabang pembuluh darah vena pulmonal, dan gambaran ekor tikus. Analisa gas darah: Pco2 yang meningkat dan P02 yang menurun yang disertai perubahan pH menjadi asidosis. Diagnosis: Emboli paruPenatalaksanaan: Antikoagulan heparin merupakan obat pilihan pertama pada trombosis vena karena kerjanya cepat. Heparin mempunyai daya untuk mencegah perluasan trombus, termasuk mencegah terjadinya embolus paru yang berasal dari trombus. Heparin diberikan dengan dosis 100-200 ml/kgBB tiap 4-6 jam tergantung masa protrombin atau masa pembekuan. Antikoagulan oral seperti warfarin atau asenokumarol diberikan sebagai lanjutan sesudah pemberian heparin 10-14 hari dan diberikan bersamaan dengan heparin selama 2-3 hari.

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli-trombus atau emboli yang lain. Yang mana pada keadaan tersebut dapat menyebabkan infark paru sehingga sistem perfusi oksigen untuk seluruh organ tubuh akan mengalami gangguan yang dapat berujung pada kematian.

Mendiagnosis emboli paru tergantung pada kondisi klinis dan faktor penyebabnya yang ditimbulkan. Penatalaksanaan yang cepat untuk emboli paru akibat tromboemboli setidaknya dapat meningkatkan kualitas hidup pasien karena pasien dengan tromboemboli kemungkinan untuk kambuh besar, dan penanganan untuk emboli akibat ketuban, udara sulit karena biasanya dalam beberapa saat saja pasien dapat jatuh dalam kondisi yang sangat buruk.4.2.Saran

Saran yang dapat saya berikan bagi petugas medis adalah bahwa mendiagnosis dan penanganan segera untuk kasus emboli paru dapat mencegah agar tidak jatuh pada kondisi yang buruk. Dan cara yang paling baik untuk mencegah emboli paru adalah menjauhi faktor-faktor predisposisi yang dapat menimbulkan embolus dan melakukan setiap penanganan medis secara hati2 karena apabila dalam penanganan medis seperti secsio caesar/ partus normal yang tidak sesuai dengan standar maka dapat meningkatkan resiko terjadi emboli yang besar. DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Ramzi S. 2007. Robbin Buku Ajar Patologi. Jakarta: Penerbit buku EGC

2. Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi III. Jakarta: Penerbit buku EGC 3. Robbins SL, Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi II edisi 4. Jakarta: Penerbit buku EGC

4. Snell SR. 2012.Anatomi Klinis berdasarkan Sistem. Jakarta: Penerbit buku EGC

5. Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit buku EGC

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 3 edisi V. Jakarta Pusar: Penerbit buku Interna publishing

7. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistemik volume 1 edisi 2. Jakarta: Penerbit buku EGC8. Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2004. Buku Ajar Ilmu badah edisi Revisi. Jakarta: Penerbit buku EGC

9. Sabiston DC. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku EGC

10. Isselbacker KJ. 2000.Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit buku EGC

11. Kumar V, Ramzis. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi volume 2 edisi 7. Jakarta; Penerbit buku EGC Total insidensi (A.S) 650.000

Kematian (1jam) 65.000 (10%)

Waktu tahan hidup (1 jam) 585.000 (90%)

Diagnosis tidak dibuat 427.000 (73%)

Dibuat diagnosis terapi diberikan 160.000 (27%)

Kematian 12.800 (8%)

Terapi sukses 148.000 (92%)

Waktu tahan hidup 290.000 (68%)

Kematian 136.460 (32%)

15