asuhan keperawatan trauma nasi

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari- hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu. Ia dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering terjadi pada masa awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia tersebut biasanya tidak serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa tampaknya meningkat dengan bertambahnya usia. Epistaksis adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior. Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah superfisialis didalam septum anterior inferior, dan lebih mudah ditangani dibandingkan epistaksis posterior, yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam dinding hidung lateral dekat nasofaring dan disertai dengan mortalitas 4% sampai 5%. Prevalensi epistaksis tidak banyak 1

Upload: malaykathitam

Post on 21-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang

hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di

tempat lain dari tubuh.

Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.

Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan

mengganggu. Ia dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk

mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering terjadi pada masa

awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia tersebut biasanya tidak

serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa tampaknya meningkat dengan bertambahnya

usia.

Epistaksis adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior.

Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah superfisialis

didalam septum anterior inferior, dan lebih mudah ditangani dibandingkan epistaksis posterior,

yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam dinding hidung lateral dekat nasofaring dan

disertai dengan mortalitas 4% sampai 5%. Prevalensi epistaksis tidak banyak diketahui oleh

karena episode terjadi epistaksis ini sendiri tidak banyak dilaporkan. Frekuensi epistaksis di

United States (US) sulit ditentukan karena kebanyakan dari episode epistaksis ini dapat berhenti

sehingga tidak banyak orang yang melaporkan kejadian ini ke rumah sakit atau pelayanan

kesehatan lainnya. Prevalensi terjadinya epistaksis ini kebanyakan pada pria (58%) daripada

wanita (42%). Menurut Petruson melaporkan studi kasus di Skandinavia bahwa 60% pernah

mengalami epistaksis, 4% mengalami epistaksis berulang, 6% berobat ke dokter, 15% epistaksis

pada anak.

Mimisan seringkaIi tejadi pada anak-anak, hal ini disebabkan karena pembuluh darah

rongga hidungnya masih tipis dan rapuh sehingga mudah pecah. Pada anak-anak mimisan sering

terjadi akibat mengorek hidung atau akibat benda asing yang sengaja dimasukkan oleh anak ke

1

Page 2: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

dalam hidungnya saat bermain. Angka kejadian secara nasional diketahui mimisan sekitar

15% pada anak-anak, tetapi hanya sekitar 1% yang betul-betul memerlukan penanganan dokter

untuk mengatasi perdarahannya.

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari

letaknya yang berada di garis medial tubuh.

B. Rumusan Masala

1. Apa Konsep dasar dari Epitaksis dan Deviasi Septum ?

2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Epitaksis dan Deviasi Septum ?

C. Tujuan Penulisan

Untuk pembaca dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya pada mahasiswa keperawatn dan

kita tahu bagaimana cara merawat klien dengan penyakit epitaksis dan deviasi septum.

2

Page 3: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

BAB II

PEMBAHASAN

A.      KONSEP DASAR EPISTAKSIS

a.         Pengertian

Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak

maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manisfestasi penyakit lain.

Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi

epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat

fatal bila tidak segera ditangani.

Hidung berdarah (Kedokteran : epistaksis atau Inggris : epistaxis) atau mimisan adalah

satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang

hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di

tempat lain dari tubuh.

b.        Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-

kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada

hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan

pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan

sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan

atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.

a)      Kelainan Lokal

1.      Trauma

Pendarahann dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan rigan, bersin ataumengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma

yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bisa

terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Pendarahan dapat

terjadi di tempat spinal itu terjadi sendiri atau pada mukosa komka yang berhadapan bila komka

itu sedang mengalami pembengkakan.

3

Page 4: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

2.      Kelainan Pembuluh Darah

Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel selnya

lebih sedikit.

3.      Infeksi Lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau

sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkolosis, lupus, sipilis atau

lepra.

4.      Tumor

Epistaksis dapat tiimbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi

pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

b)      Kelainan Sistemik

1.      Penyakit Kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah sperti yang terjadi pada arteriosklerosis,

nefritis kronik, sirosis hapatis atau diabetes meilitus dapat menyebabkan epistaksis.

Epistaksis yang sering terjadi pada penyakit hifertensi sering kali hebat dan dapat berfakibat

patal.

2.      Kelainan Darah

Kelainan darah menyebabkan epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia,

bermacam-macam anemia serta hemofilia.

3.      Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan episstakssis ialah teleangiektasis

hemoragik hheredikter ( hereditari hemorragic telengiectasis Osler-Rendu-Weber disease).

Juga sering terjadi pada vondwoliienbrand disease.

4.      Infeksi Sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemoragic

fever ) demam tipoid, imfluenza dan morbilli juga dapat disertai epistaksis.

5.      Perubahan Udara atau Tekanan Atmosfir

Epistaksis sering terjadi bila seseorang berada ditempat yangcuacnya sangat dingin

atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia ditempat industri yang

menyababkan keringnya mukosa hidung.

4

Page 5: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

6.      Gangguan Hormonal

Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh

perubahan hormonal.

c.         Patofisiologi

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri

karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya

arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang

terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum

anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa

pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior,

a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.

Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai

dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen

incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke

dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan.

Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri

etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada

lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan

memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis,

masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan

septum.

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum

kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior.

Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi

anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini

menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh

darah tersebut.

Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok

hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada

5

Page 6: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada

membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi

saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

d.        Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Laboratorium

Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk

memperkuat diagnosis epistaksis :

a.    Pemeriksaan darah tepi lengkap.

b.    Fungsi hemostatis.

c.    EKG.

d.   Tes fungsi hati dan ginjal.

e.    Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

f.     CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing

dan neoplasma.

e.         Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai

akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.

Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah kedalam saluran napas

bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah

secara mendadak menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner

sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.

Akibat pembuluh darah yang terluka dapat terjadi infeksi sehingga perlu diberikan

antibiotik.

6

Page 7: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

f.         Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaikan keadaan umum, cari sumber

perdarahan, hentikan perdarahan, carei paktor penyebab untuk mencegah berulangnya

perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,

pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu misalnya dengan

memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu

dibersihkan atau diisap.

Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat

apakah perdarahan dari anterior atau posterior.

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala, spekulum

hidung dan alat pengisap. Ananmnesia yang lengkap sangat membantu dalam menentukan

sebab perdarahan. Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarakan darah

mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya

setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai

darah mengalir ke seluruh napas bawah.

Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar

tegak dan tidak bergerak-gerak. Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari

darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara

yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau

lidocain 2% dimasukan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan

mengurangi rasa nyeri pada saat dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi

pasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau

posterior hidung.

7

Page 8: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

B.      KONSEP DASAR DEVIASI SEPTUM

a.         Pengertian

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi

dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.

b.        Etiologi

Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding Theory

(posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital, trauma sesudah lahir, trauma

waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum.

Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko

terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak

menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.

c.         Pemeriksaan Diagnosis

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang

hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari

pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat

deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.

Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup

berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian, dapat mengganggu

fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga

bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga

bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.

d.        Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor

predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung

sempit, yang dapat membentuk polip.

e.         Penatalaksanaan

Analgesik

Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.

Dekongestan

8

Page 9: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

Digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.

Pembedahan

a.    Septoplasti.

b.    SMR (Sub-Mucous Resection).

9

Page 10: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN EPITAKSIS

a.         Pengkajian

1.    Biodata

Biodata pasien meliputi Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,

pekerjaan.

2.    Riwayat Penyakit Sekarang

3.    Keluhan Utama

Biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.

4.    Riwayat penyakit dahulu

-  Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.

-  Pernah mempunyai riwayat penyakit THT.

-  Pernah menedrita sakit gigi geraham.

5.    Riwayat keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada

hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6.    Riwayat spikososial

-  Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).

-  Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7.    Pola fungsi kesehatan

a.    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek

samping.

b.    Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.

c.    Pola istirahat dan tidur

Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.

d.   Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun.

10

Page 11: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

e.    Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik

purulen , serous, mukopurulen).

b.        Diagnosa Keperawatan

1.        Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

2.        Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.

c.         Intervensi

Diagnosis

1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif.

Kriteria Hasil : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan

otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.

Intervensi :

1)   Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.

R/: Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan

akumulasi sekret.

2)   Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi.

R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.

3)   Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.

R/: Mencegah obstruksi/aspirasi.

4)   Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.

R/: Membantu pengenceran sekret.

2.    Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang.

Kriteria Hasil :

-       Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.

-       Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

11

Page 12: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

Intervensi :

1)    Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien :

-       Temani klien.

-       Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien ).

R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.

2)    Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta

gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.

R/: Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut

sehingga klien lebih kooperatif.

3)    Observasi tanda-tanda vital.

R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.

d.        Evaluasi

Dilakukan dengan mengaju pada tujuan dari kriteria yang telah ditetapkan dalam

perencanaan.

ASUHAN KEPERAWATAN DEVIASI SEPTUM

a.         Pengkajian

1.    Keluhan utrama

Tidak dapat bernapas melalui hidung, ada sesuatu yang menganjal.

2.    Riwayat penyakit sekarang

Adanya keluhan tidak dapat bernapas melalui hidung, hidung terasa nyeri, tidak dapat

makan karena takut tersedak.

3.    Riwayat penyakit dahulu

Pilek terus menerus, biasanya lebih dari satu tahundan tidak ada perubahan meskipun

diberi obat.

b.        Diagnosa Keperawatan

1.    Perubahan pola napas berhubungan dengan tampon pada hidung.

2.    Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

c.         Intervensi

1.    Perubahan pola napas berhubungan dengan tampon pada hidung.

12

Page 13: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

Tujuan : perubahan pola napas taratasi dsalam waktu 2 x 24 jam.

Kriteria Hasil : klien dapat bernapas melalui hidung.

Intervensi :

1)   Jelaskan tentang perubahan pola napas dan bernapas melalui mulut. R/: Klien mengerti sebab

akibat perubahan pola napas.

2)   Anjurkan klien untuk tidur setengah duduk (semi fowler) dan napas melalui mulut.

R/: Membuat paru mengembang dengan baik.

2.    Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

Tujuan : Pemenuhan nutrisi teratasi dalam waktu 2 x 24 jam.

Kriteria Hasil :

-       Klien mau menghabiskan makanannya.

-       Berat badan dalam batas normal.

Intervensi :

1)   Jelaskan pada klien untuk boleh dan tetap makan secara hati-hatai dan sedikit-sedikit.

R/: Klien tetap mau makan tanpa takut tersedak.

2)   Kontrol berat badan setiap dua hari.

R/: Perkembangan asupan makanan yang adekuat.

3)   Monitor makan tiap hari.

R/: Mengetahui seberapa banyak makanan yang masuk.

d.        Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan

dalam perencanaan.

13

Page 14: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang

hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang

terjadi di tempat lain dari tubuh. Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi

peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.

B. Saran

Banyak orang yang menganggap sepele Pendarahan pada hidung, adahal sebenarnya

pendarahan sebaiknya di tangani dengan bantuan para medis.

14

Page 15: Asuhan Keperawatan Trauma Nasi

DAFTAR PUSTAKA

Soepardi Arsyad Efiaty. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

http://odasunrisenurse.blogspot.com/2011/05/epistaksis.html Tanggal unduh 17/12/2014. Jam unduh 11.00 WIB

http://tht-fkunram.blogspot.com/2009/02/deviasi-septum-nasal-pergeseran-dinding.html Tanggal unduh 17/12/2014. Jam unduh 11.20 WIB

http://asuhan-keperawatan-icu.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-septum-deviasi.html Tanggal unduh 1712/2014. Jam unduh 12.30 WIB

15