asuhan keperawatan trauma nasi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di
tempat lain dari tubuh.
Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.
Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan
mengganggu. Ia dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk
mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering terjadi pada masa
awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia tersebut biasanya tidak
serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa tampaknya meningkat dengan bertambahnya
usia.
Epistaksis adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior.
Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah superfisialis
didalam septum anterior inferior, dan lebih mudah ditangani dibandingkan epistaksis posterior,
yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam dinding hidung lateral dekat nasofaring dan
disertai dengan mortalitas 4% sampai 5%. Prevalensi epistaksis tidak banyak diketahui oleh
karena episode terjadi epistaksis ini sendiri tidak banyak dilaporkan. Frekuensi epistaksis di
United States (US) sulit ditentukan karena kebanyakan dari episode epistaksis ini dapat berhenti
sehingga tidak banyak orang yang melaporkan kejadian ini ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan lainnya. Prevalensi terjadinya epistaksis ini kebanyakan pada pria (58%) daripada
wanita (42%). Menurut Petruson melaporkan studi kasus di Skandinavia bahwa 60% pernah
mengalami epistaksis, 4% mengalami epistaksis berulang, 6% berobat ke dokter, 15% epistaksis
pada anak.
Mimisan seringkaIi tejadi pada anak-anak, hal ini disebabkan karena pembuluh darah
rongga hidungnya masih tipis dan rapuh sehingga mudah pecah. Pada anak-anak mimisan sering
terjadi akibat mengorek hidung atau akibat benda asing yang sengaja dimasukkan oleh anak ke
1
dalam hidungnya saat bermain. Angka kejadian secara nasional diketahui mimisan sekitar
15% pada anak-anak, tetapi hanya sekitar 1% yang betul-betul memerlukan penanganan dokter
untuk mengatasi perdarahannya.
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari
letaknya yang berada di garis medial tubuh.
B. Rumusan Masala
1. Apa Konsep dasar dari Epitaksis dan Deviasi Septum ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Epitaksis dan Deviasi Septum ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk pembaca dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya pada mahasiswa keperawatn dan
kita tahu bagaimana cara merawat klien dengan penyakit epitaksis dan deviasi septum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR EPISTAKSIS
a. Pengertian
Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak
maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manisfestasi penyakit lain.
Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi
epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat
fatal bila tidak segera ditangani.
Hidung berdarah (Kedokteran : epistaksis atau Inggris : epistaxis) atau mimisan adalah
satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di
tempat lain dari tubuh.
b. Etiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-
kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada
hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan
pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan
atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.
a) Kelainan Lokal
1. Trauma
Pendarahann dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,
benturan rigan, bersin ataumengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma
yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bisa
terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Pendarahan dapat
terjadi di tempat spinal itu terjadi sendiri atau pada mukosa komka yang berhadapan bila komka
itu sedang mengalami pembengkakan.
3
2. Kelainan Pembuluh Darah
Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel selnya
lebih sedikit.
3. Infeksi Lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau
sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkolosis, lupus, sipilis atau
lepra.
4. Tumor
Epistaksis dapat tiimbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi
pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
b) Kelainan Sistemik
1. Penyakit Kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah sperti yang terjadi pada arteriosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hapatis atau diabetes meilitus dapat menyebabkan epistaksis.
Epistaksis yang sering terjadi pada penyakit hifertensi sering kali hebat dan dapat berfakibat
patal.
2. Kelainan Darah
Kelainan darah menyebabkan epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia,
bermacam-macam anemia serta hemofilia.
3. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan episstakssis ialah teleangiektasis
hemoragik hheredikter ( hereditari hemorragic telengiectasis Osler-Rendu-Weber disease).
Juga sering terjadi pada vondwoliienbrand disease.
4. Infeksi Sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemoragic
fever ) demam tipoid, imfluenza dan morbilli juga dapat disertai epistaksis.
5. Perubahan Udara atau Tekanan Atmosfir
Epistaksis sering terjadi bila seseorang berada ditempat yangcuacnya sangat dingin
atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia ditempat industri yang
menyababkan keringnya mukosa hidung.
4
6. Gangguan Hormonal
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh
perubahan hormonal.
c. Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri
karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya
arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang
terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum
anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa
pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior,
a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai
dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen
incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke
dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan.
Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri
etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada
lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan
memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis,
masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan
septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum
kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior.
Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi
anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini
menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh
darah tersebut.
Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok
hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada
5
pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada
membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi
saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis :
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
b. Fungsi hemostatis.
c. EKG.
d. Tes fungsi hati dan ginjal.
e. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
f. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing
dan neoplasma.
e. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai
akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.
Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah kedalam saluran napas
bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah
secara mendadak menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner
sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.
Akibat pembuluh darah yang terluka dapat terjadi infeksi sehingga perlu diberikan
antibiotik.
6
f. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaikan keadaan umum, cari sumber
perdarahan, hentikan perdarahan, carei paktor penyebab untuk mencegah berulangnya
perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,
pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu misalnya dengan
memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu
dibersihkan atau diisap.
Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat
apakah perdarahan dari anterior atau posterior.
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala, spekulum
hidung dan alat pengisap. Ananmnesia yang lengkap sangat membantu dalam menentukan
sebab perdarahan. Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarakan darah
mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya
setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai
darah mengalir ke seluruh napas bawah.
Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar
tegak dan tidak bergerak-gerak. Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari
darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara
yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau
lidocain 2% dimasukan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan
mengurangi rasa nyeri pada saat dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi
pasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau
posterior hidung.
7
B. KONSEP DASAR DEVIASI SEPTUM
a. Pengertian
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi
dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.
b. Etiologi
Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding Theory
(posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital, trauma sesudah lahir, trauma
waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum.
Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko
terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak
menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.
c. Pemeriksaan Diagnosis
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang
hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari
pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat
deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup
berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian, dapat mengganggu
fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga
bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga
bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.
d. Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung
sempit, yang dapat membentuk polip.
e. Penatalaksanaan
Analgesik
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan
8
Digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pembedahan
a. Septoplasti.
b. SMR (Sub-Mucous Resection).
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN EPITAKSIS
a. Pengkajian
1. Biodata
Biodata pasien meliputi Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Keluhan Utama
Biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
- Pernah menedrita sakit gigi geraham.
5. Riwayat keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
- Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
- Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
d. Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun.
10
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
2. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
c. Intervensi
Diagnosis
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif.
Kriteria Hasil : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan
otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
Intervensi :
1) Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/: Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan
akumulasi sekret.
2) Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi.
R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
R/: Mencegah obstruksi/aspirasi.
4) Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.
R/: Membantu pengenceran sekret.
2. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
11
Intervensi :
1) Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien :
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien ).
R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.
R/: Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif.
3) Observasi tanda-tanda vital.
R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
d. Evaluasi
Dilakukan dengan mengaju pada tujuan dari kriteria yang telah ditetapkan dalam
perencanaan.
ASUHAN KEPERAWATAN DEVIASI SEPTUM
a. Pengkajian
1. Keluhan utrama
Tidak dapat bernapas melalui hidung, ada sesuatu yang menganjal.
2. Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan tidak dapat bernapas melalui hidung, hidung terasa nyeri, tidak dapat
makan karena takut tersedak.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pilek terus menerus, biasanya lebih dari satu tahundan tidak ada perubahan meskipun
diberi obat.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan tampon pada hidung.
2. Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.
c. Intervensi
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan tampon pada hidung.
12
Tujuan : perubahan pola napas taratasi dsalam waktu 2 x 24 jam.
Kriteria Hasil : klien dapat bernapas melalui hidung.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang perubahan pola napas dan bernapas melalui mulut. R/: Klien mengerti sebab
akibat perubahan pola napas.
2) Anjurkan klien untuk tidur setengah duduk (semi fowler) dan napas melalui mulut.
R/: Membuat paru mengembang dengan baik.
2. Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi teratasi dalam waktu 2 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Klien mau menghabiskan makanannya.
- Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien untuk boleh dan tetap makan secara hati-hatai dan sedikit-sedikit.
R/: Klien tetap mau makan tanpa takut tersedak.
2) Kontrol berat badan setiap dua hari.
R/: Perkembangan asupan makanan yang adekuat.
3) Monitor makan tiap hari.
R/: Mengetahui seberapa banyak makanan yang masuk.
d. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan
dalam perencanaan.
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang
terjadi di tempat lain dari tubuh. Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi
peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.
B. Saran
Banyak orang yang menganggap sepele Pendarahan pada hidung, adahal sebenarnya
pendarahan sebaiknya di tangani dengan bantuan para medis.
14
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi Arsyad Efiaty. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://odasunrisenurse.blogspot.com/2011/05/epistaksis.html Tanggal unduh 17/12/2014. Jam unduh 11.00 WIB
http://tht-fkunram.blogspot.com/2009/02/deviasi-septum-nasal-pergeseran-dinding.html Tanggal unduh 17/12/2014. Jam unduh 11.20 WIB
http://asuhan-keperawatan-icu.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-septum-deviasi.html Tanggal unduh 1712/2014. Jam unduh 12.30 WIB
15