laporan tugas asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma pelvis.docx
DESCRIPTION
KMBTRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA PELVIS
Written By Boby Kurniawan on Tuesday, 9 April 2013 | 18:51
BAB 1KAJIAN TEORI
A. Trauma Pelvis
Merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam rongga panggul seperti uretra,
buli – buli, rektum serta pembuluh darah.
B. Mekanisme / patofisiologi trauma pelvis
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau
karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat
terjadi fraktur stress pada ramus pubis.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:
1. Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan. Ramus pubis
mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan
simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury.
2. Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi
apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada
keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian
belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus
pubis pada sisi yang sama.
3. Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus
pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang
jatuh dari ketinggian pada satu tungkai
4. Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.
C. Manifestasi klinis trauma pelvis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat
mengenai organ – organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,
deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan
anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:
a. Keadaan umum
- Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
- Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
- Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul, Tarikan pada cincin panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur
D. Berdasarkan klasifikasi Tile:
- Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha
berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis.
- Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri,
serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri
tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala
ossis ilium akan sangat nyeri.
E. Pemeriksaan penunjang trauma pelvis
a. Pemeriksaan radiologis:
- Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas
pemeriksaan rongent posisi AP.
- Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.
b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
- Kateterisasi
- Ureterogram
- Sistogram retrograd dan postvoiding
- Pielogram intravena
- Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
F. Penatalaksanaan trauma pelvis
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
- Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi,
pelvic sling
- Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan
oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
- Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan
traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan
penopang.
- Fraktur Tipe B:
Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain
gendongan posterior atau korset elastis.
Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan
tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang
nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
- Fraktur Tipe C
sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang
dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10
minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan
mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
G. Komplikasi trauma pelvis
a. Komplikasi segera
- Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan
secara rutin untuk profilaktik.
- Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian
tulang panggul yang tajam.
- Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa.
- Trauma rektum dan vagina
- Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.
- Trauma pada saraf :
Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam
jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal
disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
b. Komplikasi lanjut
- Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang
hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.
- Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
- Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah
asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat
badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan
serta osteoartritis dikemudian hari.
- Skoliosis kompensator
BAB II
PEMBAHASAN
Trauma Pelvis Perempuan riwayat KLL dengan terlempar dari becak sejauh 5m,
ditemukan di pinggiran pagar selokan. Mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, ada luka
aberasi di sekitar tonjolan tulang panggul. Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi pada
psias kanan kiri, teraba krepitasi. Respirasi : 28x/menit, N : 120x/menit, TD : 110/90 mmHg.
A. Pengkajian
1. Data subyektif
- Pasien mengalami trauma pada pelvis
- Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
2. Data obyektif
- Respirasi : 28x/menit
- Nadi : 120x/menit
- TD : 110/90 mmHg
- Teraba krepitasi pada psias kanan kiri
- Ada luka di sekitar tonjolan tulang panggul
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut (00132)
Domain 12 : comfort
Class 1 : physical comfort
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang timbul dari
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau penggambaran dari kerusakan (International
association for the study of pain); yang terjadi tiba-tiba atau secara pelan-pelan dari intensitas
ringan hingga berat dengan diantisipasi atau dapat diprediksi dan dalam waktu kurang dari 6
bulan.
Defining characteristics :
a. Perubahan respirasi (normalnya 12-20x/menit)
b. Laporan secara verbal dari pasien
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri
NOC (Nursing Outcome Classifications) :
a. Comfort level (tingkat kenyamanan)
Definisi : Perasaan fisik dan psikologi yang tenang
Indikator :
- Melaporkan kesejahteraan fisik
- Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
- Melaporkan kesejahteraan psikologis
- Mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri
b. Pain Control (kontrol nyeri)
Definisi : Tindakan seseorang untuk mengatasi nyeri
Indikator
- Mengenal penyebab nyeri
- Mengenal onset nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Menggunakan pertolongan non-analgetik
- Menggunakan analgetik dengan tepat
- Mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk mencari pertolongan
- Menggunakan sumber-sumber yang ada
- Mengenal gejala nyeri
- Melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan profesional
- Melaporkan kontrol nyeri
c. Pain Level (Tingkat nyeri)
Definisi : Gambaran nyeri atau nyeri yang ditunjukkan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan
gangguan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria :
- Melaporkan nyeri berkurang
- Tidak menununjukkan ekspersi wajah menahan nyeri
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Tidak mual
- Tanda vital dalam rentang normal
Nursing Intervention Classification (NIC) Pain Acute
a. Pemberian Analgetik
Definisi: Menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
Aktivitas
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan berat nyeri sebelum memberikan
pengobatan
- Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik
- Kaji adanya alergi obat
- Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu
obat.
- Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non
steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri
- Pilih rute, IV,IM untuk pemberian pengobatan injeksi
- Berikan tanda pada narkotik dan obat terbatas lain, sesuai dengan protokol
- Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau
jika muncul tanda yang tidak biasanya
- Berikan analgetik lain dan atau pengobatan lain jika diperlukan untuk memperkuat reaksi
analgetik
- Evaluasi keefektifan analgetik dengan frekuensi interval teratur setiap pemberian, tetapi
terutama setelah dosis awal, observasi tanda dan gejala serta efek obat (misalnya depresi
pernafasan, mual muntah, mulut kering, dan konstipasi)
- Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul
- Evaluasi dan dokumentasikan tingkat sedasi pasien yang mendapatkan opioid.
- Lakukan tindakan untuk mengurangi efek analgetik (misal konstipasi dan iritasi lambung)
- Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval
diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik
b. Cutaneus stimulation : stimulasi pada kutan
Definisi: Stimulasi pada kulit dan dibawah jaringan untuk menurunkan tanda dan gejala yang
tidak diinginkan seperti nyeri, spasme otot, atau inflamasi
Aktivitas
- Diskusikan variasi metode pada stimulasi kulit, efeknya terhadap sensasi, dan harapan pasien
selama kegiatan
- Seleksi strategi stimulasi kutan yang spesifik, berdasar pada keinginan pasien, kemampuan
untuk berrpartisipasi, kesukaan, dukungan orang dekat, dan kontraindikasi
- Lakukan sesuai indikasi, frekuensi, dan prosedur aplikasi
- Aplikasikan stimulasi secara langsung disekitar area yang dipakai
- Pilih tempat stimulasi, pertimbangkan alternatif tempat lain jika aplikasi langsung tidak
memungkinkan
- Pertimbangkan titik penekanan pada area yang distimulasi, jika mungkin
- Tentukan lama dan frekuensi stimulasi, sesuai metode yang dipakai
- Anjurkan untuk menggunakan stimulasi yang teratur, jika mungkin
- Ajak keluarga untuk berpartisipasi, jika mungkin
- Seleksi metode atau tempat alternatif untuk stimulasi, jika tujuan tidak dapat tercapai
- Hentikan stimulasi, jika nyeri bertambah atau terjadi iritasi kulit
- Evaluasi dan dokumentasikan respon klien selama stimulasi
c. Pemberian Medikasi
Definisi: Menyiapkan, memberikan, dan mengevaluasi keefektifan obat yag diresepkan dan
yang tidak diresepkan dokter
Aktivitas
- Kembangkan kebijakan dan prosedur untuk keakuratan dan keamanan pemberian pengobatan
- Kembangkan dan gunakan lingkungan yang aman dan efisien dalam pemberian pengobatan
- Lakukan prinsip 5 benar
- Verifikasi peresepan obat sebelum memberikan pengobatan
- Menentukan dan atau merekomendasikan pengobatan, jika sesuai, menurut kewenangan
peresepan dokter
- Monitor alergi, interaksi, dan kontraindikasi dari pengobatan
- Catat jika pasien alergi terhadap pengobatan dan hentikan pengobatan
- Pastikan hipnotik, narkotik, dan antibiotik tidak diteruskan atau diorderkan kembali setiap
hari
- Siapkan pengobatan menggunakan peralatan yang tepat dan teknik pemberian obat yang
benar
- Hindari memberikan obat yang tidak terlabel dengan baik
- Monitor tanda vital dan hasil laboratorium sebelum pemberian obat
- Berikan obat sesuai teknik dan rutenya
- Monitor efek samping pada pasien, toksisitas, dan interaksi dari pemberian obat
- Dokumentasikan pemberian obat dan respon pasien, menurut pedoman yang ada
d. Manajemen Nyeri
Definisi: Teknik mengurangi nyeri sampai tingkat nyaman yang dapat diterima oleh pasien
Aktivitas
- Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
- Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
- Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
- Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
- Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan,
aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran
- Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
- Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
- Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
- Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
- Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresusure)
- Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
- Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
- Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
- Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
- Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
- Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari rencana
yang dibuat
- Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan
kontraindikasi ketika strategi penurun nyeri telah dipilih
- Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika strategi penurun nyeri telah dipilih
- Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain unntuk memilh
tenik non farmakologi
- Berikan analgetik yang berguna optimal
- Gunakan PCA (Patient Controlled Analgesia)
- Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk meningkatkan partisipasi
- Berikan analgetik sebelum perawatan dan atau strategi nonfarmakologi sebelum prosedur
yang menyakitkan
- Modifikasi kontrol nyeri sesuai respon pasien
- Gunakan pendekatan multidisiplin dalam penanganan nyeri
- Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dan respon
terhadap pengalaman nyeri
- Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik (00085)
Domain 4 : activity/rest
Class 2 : activity/exercise
Definisi : keterbatasan pada kemandirian, pergerakan fisik dari tubuh dengan maksud tertentu
atau dari salah satu atau lebih dari ekstremitas.
Defining characteristics :
- Keterbatasan pergerakan
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan gerak yang benar
Faktor yang berhubungan :
- Intoleransi aktivitas
- Kehilangan integritas dari struktur tulang
- Gangguan musculoskeletal
- Nyeri
- Pembatasan bergerak sesuai medikasi dari medis
NOC (Nursing Outcome Classifications):
a. Joint Movement : Active
Range of Motion pada sendi
b. Mobility Level
Kemampuan untuk bergerak dengan tujuan tertentu
c. Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Nursing Intervention Classification (NIC) Gangguan Mobilitas Fisik
a. Perawatan Bed Rest
b. Pengaturan posisi
a. Perawatan Bed Rest
Definisi: dukungan kenyamanan dan keamanan dan pencegahan komplikasi pada pasien yang
tidak mampu untuk turun dari tempat tidur
Aktivitas
- Jelaskan alasan mengapa pasien perlu bed rest
- Letakkan pada bed yang tepat
- Hindari penggunaan kasur yang teksturnya kasar
- Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan
- Gunakan perlengkapan pelindung bagi pasien pada bed
- Monitor kondisi kulit
- Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
- Tingkatkan kebersihan
- Bantu aktivitas sehari-hari pasien
- Monitor fungsi perkemihan
- Monitor terhadap konstipasi
- Monitor status pernafasan
b. Pengaturan posisi
Definisi: penentuan penempatan pasien atau bagian tubuh pasien untuk mendukung fisik dan
psikologis yang baik
Aktivitas
- Meletakkan pasien pada tempat tidur yang sesuai
- Membantu pasien dalam perubahan posisi
- Monitor status oksigen/ pernafasan sebelum dan setelah perubahan posisi dilakukan
- Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu diimobilisasikan
- Fasilitasi posisi yang mendukung ventilasi/ perfusi
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
- Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
- Minimalkan gesekan ketika positioning
- Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase perkemihan
- Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan pada luka
- Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik
- Atur jadwal perubahan posisi pada pasien
c. Resiko infeksi (00004)
Domain 11 : safety/protection
Class 1 : infection
Definisi : terjadi peningkatan resiko terhadap terjangkitnya organisme patogenik
Faktor resiko :
- Pertahanan primer yang inadekuat ( kerusakan kulit, jaringan traumatis)
- Prosedur invasif
- Trauma
NOC (Nursing Outcome Classifications):
1). Immune Status : ketahanan (natural dan didapat) yang adekuat terhadap antigen eksternal dan
internal.
2). Knowledge : Infection control
Peningkatan pemahaman mengenai pencegahan dan kontrol infeksi
3). Risk control
Tindakan untuk menghilangkan dan mengurangi ancaman kesehatan yang aktual, personal,
dan modifikasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
Nursing Intervention Classification (NIC) Resiko Infeksi
a. Kontrol Infeksi
Definisi: Meminimalkan paparan dan transmisi agen infeksi
Aktivitas
- Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh pasien
- Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
- Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan
pasien
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Lakukan universal precautions
- Gunakan sarung tangan steril
- Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
- Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan asupan cairan
- Anjurkan istirahat
- Berikan terapi antibiotik
b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko
Aktivitas
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Monitor angka granulosit, WBC dan hasil yang berbeda
- Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit yang tepat pada area edematous
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, atau drainase
- Ispeksi kondisi luka
- Dukungan masukkan nutrisi yang cukup
- Dukungan masukan cairan
- Dukungan istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
c. Skin surveillance/ pengawasan terhadap kulit
Definisi: Mengkoleksi dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan
membran mukosa
Aktivitas
- Mengamati ekstremitas terhadap kemerahan, panas, bengkak, tekanan, tekstur, edema dan
ulserasi
- Mengamati kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas yang ekstrim, atau
drainase
- Monitor kulit pada area yang kemerahan dan mengalami kerusakan
- Monitor terhadap sumber penekanan dan friksi/ gesekan
- Monitor terhadap infeksi
- Monitor kulit dan membran mukosa terhadap area yang mengalami perubahan warna dan
memar
- Monitor kulit terhadap kekeringan dan kelembaban yang berlebihan
- Monitor warna kulit
d. Perawatan luka
Definisi: Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan kesembuhan
Aktivitas
- Monitor karakteristik luka meliputi drainase, warna, ukuran dan bau
- Bersihkan luka dengan NaCl (normal saline)
- Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka
- Inspeksi luka setiap melakukan pergantian dreesing
- Bandingkan dan laporkan adanya perubahan pada luka secara reguler
- Atur posisi untuk mencegah tekanan pada daerah luka
- Tingkatkan intake cairan
- Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka
- Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
- Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan penampakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather.2009.Nursing Diagnoses : Definitions and Classification 2009-2011.USA :
Wiley-Blackwell.
Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) second
edition. Missouri : Mosby
Dochterman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention classification (NIC) 4 th
Edition.Missouri : Mosby
askep fraktur pelvis
1. DEFINISI
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih bagian bawah,
uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat menyebabkan
hemoragi (pelvis dapat menahan sebanyak + 4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi
klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau
saluran kemih.
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa.
Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim
dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15–30% pasien dengan cedera pelvis
berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung
dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab
utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian
antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar.
2. ETIOLOGI
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat
tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan
fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
3. MANIFESTASI KLINIS
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga luasnya
trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi, pengkajian yang perlu
dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma
abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik baik internal maupun eksternal.
Jika terjadi rupture perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase
abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut.
Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan diseluruh
abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga
peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi abdomen).Catat dan dokumentasikan
warna dan jumlah drainase.
4. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a) Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock
hipovolemi.
b) Emboli lemak
c) Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest.
d) Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda
infeksi dan terapi antibiotik.
e) Sindrom kompartemen
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses
infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
b. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini
disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan
bentuk).
d. Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.
5. PATOFLOW
6.
PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur pelvis yaitu:
Daya
Fraktur
Terbuka
Infeksi
Reduksi
Debdridemen
Delayed Union
Debdridemen
Union
Malunion
1. dengan membuat lingkungan lebih aman
2. mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai pada saat
bekerja berat.
7. PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi:
menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di
rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi:
reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan,
biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam
medula tulang.
3. Retensi:
menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-
fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
4. Rehabilitasi:
langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan
fraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program pengobatan hasilnya kurang
sempurna (latihan gerak dengan kruck).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1) Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
3) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP
adalah respons stress normal setelah trauma.
4) CT scan merupakan pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan untuk mengkaji injuri
intrra abdomen Angiografi, pielografi intravena dan pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk
mengkaji derajat trauma pada organ yangberbeda.
9. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, perlindungan yang
diberikan oleh seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien atau klien dengan
menggunakan metode proses keperawatan. (Nasrul Efendy, 1995)
1. Pengkajian pada Pasien Fraktur
Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi :
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur
itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), atau
hipotensi (kehingan darah)
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan,ratotasi,krepitasi
(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada arah
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.
5. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari, panggul/pelvis
6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan dirumah sakit.
10. DIAGNOSA
NO
.
DX KEP Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa nyaman,
nyeri berhubungan
dengan fraktur/trauma.
Tujuan :
Kebutuhan rasa
nyaman nyeri
terpenuhi.
a : Pertahankan
imobilisasi pada
bagian yang patah
dengan cara bed
rest, gips, spalek,
traksi
b : Meninggikan
dan melapang
bagian kaki yang
fraktur
c : Evaluasi rasa
nyeri, catat tempat
nyeri, sifat,
intensitas, dan
a. Mengurangi rasa
nyeri dan
mencegah dis
lokasi tulang dan
perluasan luka
pada jaringan.
b. Meningkatkan
aliran darah,
mengurangi edema
dan mengurangi
rasa nyeri.
c. Mempengaruhi
penilaian
intervensi, tingkat
tanda-tanda nyeri
non verbal
d. : Kolaborasi
dalam pemberian
analgetik
kegelisahan
mungkin akibat
dari presepsi/reaksi
terhadap nyeri.
d. Diberikan obat
analgetik untuk
mengurangi rasa
nyeri.
2 Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.
Tujuan :
ekstremitas yang
rusak dapat
digerakkan.
a. : Kaji tingkat
mobilitas yang bisa
dilakukan pasien
b. : Anjurkan gerak
aktif pada
ekstremitas yang
sehat
c. : Pertahankan
penggunaan spalek
dan elastis verban
a. : Mengetahui
kemandirian pasien
dalam mobilisasi
b. : Rentang gerak
meningkatkan
tonus atau kekuatan
otot serta
memperbaiki
fungsi jantung dan
pernafasan
c. :
Mempertahankan
imobilisasi pada
tulang yang patah.
3 Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan alat fiksasi
invasive.
Tujuan
: Tidak terjadi
adanya infeksi
a. Kaji tanda vital
dan tanda infeksi.
b. Ganti balutan
luka secara septik
aseptik setiap hari
c. Anjurkan
pasien untuk
menjaga
kebersihan.
a. Mengetahui
keadaan umum
pasien dan dugaan
adanya infeksi.
b. Meminimalkan
infeksi sekunder
dari alat yang
digunakan.
c. Untuk
mencegah
kontaminasi
adanya infeksi.
4 Cemas/ takut/ berduka Mengatasi cemas/
takut/ berduka
Klien menerima
keadaan,
ekspresi,wajah
tampak tenang
Beri kesempatan
pada klien untuk
mengekspresikan
perasaannya
5 Gangguan perawatan diri Memperbaiki
cairan tubuh
Harga diri
meningkat
berperan aktif
selama rehabilitasi
Kaji kemampuan
klien perawatan
diri