asuhan keperawatan pada klien trauma kepala

30
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA Posted by perawat.anestesi on Rabu, April 20, 2011 0 A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan. Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur. Berat/ringannya cedera tergantung pada : 1. Lokasi yang terpengaruh : Cedera kulit. Cedera jaringan tulang. Cedera jaringan otak. 2. Keadaan kepala saat terjadi benturan. Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK) TIK dipertahankan oleh 3 komponen : 1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml). 2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml). 3. Volume LCS ( 75 - 150 ml). Trauma kepala

Upload: kiki-ryan

Post on 05-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma Kepala

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

Posted by perawat.anestesi on Rabu, April 20, 2011

0

A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala

Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.

Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.

Berat/ringannya cedera tergantung pada :

1. Lokasi yang terpengaruh :

Cedera kulit.

Cedera jaringan tulang.

Cedera jaringan otak.

2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.

Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)

TIK dipertahankan oleh 3 komponen :

1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).

2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).

3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).

Trauma kepala

Kulit Tulang kepala Jaringan otak

Fraktur - Komusio

Fraktur linear. - Edema

Fraktur comnunited - Kontusio

Fraktur depressed - Hematom

Fraktur basis

TIK meningkat

Gangguan kesadaran

Gangguan tanda-tanda vital

Kelainan neurologis

B. Etiologi

1. Kecelakaan

2. Jatuh

3. Trauma akibat persalinan.

C. Patofisiologi

Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontosio

Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik

Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :

Edema

Hematom

Metabolisme anaerobik

Hipoximia

Respon biologik

Gejala :

1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.

2. Muntah proyektil.

3. Papil edema.

4. Kesadaran makin menurun.

5. Perubahan tipe kesadaran.

6. Tekanan darah menurun, bradikardia.

7. An isokor.

8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

Trauma Kepala

Gangguan auto regulasi

TIK meningkat Aliran darah otak menurun

Edema otak Gangguan metabolisme

O2 menurun.

CO2 meningkat.

Asam laktat meningkat

Metabolik anaerobik

Tipe Trauma kepala :

1. Trauma kepala terbuka.

2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :

Merobek duramater -----LCS merembes.

Saraf otak

Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :

Battle sign.

Hemotympanum.

Periorbital echymosis.

Rhinorrhoe.

Orthorrhoe.

Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :

1. Komosio

2. Kontosio.

3. Hematom epidural.

4. Hematom subdural.

5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :

Cidera kepala ringan

Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.

Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.

Tanpa kerusakan otak permanen.

Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.

Disorientasi sementara.

Tidak ada gejala sisa.

MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.

Tidak ada terapi khusus.

Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.

Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :

Ada memar otak.

Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.

Gejala :

- Gangguan kesadaran lebih lama.

- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.

- Gejala TIK meningkat.

- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :

Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.

Lokasi tersering temporal dan frontal.

Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.

Katagori talk and die.

Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).

- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :

Perdarahan antara duramater dan arachnoid.

Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.

Akut :

- Gejala 24 - 48 jam.

- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.

- PTIK meningkat.

- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Sub Akut :

- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Kronis :

- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.

- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.

- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :

Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.

Selalu diikuti oleh kontosio.

Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.

Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

Pengaruh Trauma Kepala :

Sistem pernapasan

Sistem kardiovaskuler.

Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :

TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis

Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.

Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah

Meningkatkan tek, hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :

Chyne stokes.

Hiperventilasi.

Apneu.

Sistem Kardivaskuler :

Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.

Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :

- Disritmia.

- Fibrilasi.

- Takikardia.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :

Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.

Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun

Konsentrasi elektrolit meningkat

Normal kembali setelah 1 - 2 hari.

Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis

Atau hipotalamus

Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi

Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma

Tubuh perlu energi untuk perbaikan

Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

]

Pengaruh Pada G.I Tract. :

3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi

Trauma

Stress Perdarahan lambung

Katekolamin meningkat.

Pengkajian

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :

1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.

2. Riwayat Kesehatan :

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.

Riwayat penyakit dahulu :

Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.

3. Pemeriksaan Fisik :

Aspek Neurologis :

Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.

Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.

Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.

Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.

Aspek Kardiovaskuler :

Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.

Aspek sistem pernapasan :

Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :

Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :

I. Reaksi Membuka Mata.

4. Buka mata spontan.

3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.

2. Buka mata bila dirangsang nyeri.

1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara

4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.

3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.

2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.

1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai

6. Mengikuti perintah.

5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.

4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.

3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.

2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.

1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :

Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik :

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :

x-Ray tengkorak.

CT-Scan.

Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :

Obat-obatan :

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.

Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :

1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).

2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.

3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.

5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.

6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.

7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.

8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.

9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.

10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2. Monitor GCS dan mencatatnya.

R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.

3. Memonitor tanda-tanda vital.

R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.

4. Evaluasi pupil.

R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.

5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.

R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.

6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.

R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.

7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.

R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.

8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.

R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.

9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.

10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.

R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.

11. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.

12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.

R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.

13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.

Kolaborasi :

14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.

R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.

15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.

R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.

16. Berikan Oksigen.

R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.

17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.

R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.

18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.

R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.

19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.

R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.

20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.

R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.

21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.

R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG

ASKEP PRE DAN POST OPERASI PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

Posted by perawat.anestesi on Rabu, April 20, 2011 0BAB IPENDAHULUAN

Keperawatan pre-operatif merupakan tahapan awal dari perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan vase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIANGagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997).Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).

B. PATOFISIOLOGIGagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.

Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

C. ETIOLOGI1. Depresi Sistem saraf pusatMengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.2. Kelainan neurologis primerAkan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraksMerupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.4. TraumaDisebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar. 5. Penyakit akut paruPnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

D. TANDA DAN GEJALA Tanda:a). Gagal nafas total Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi. Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan.

b). Gagal nafas parsial Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing. Ada retraksi dada Gejala: Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2). Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemerikasan gas-gas darah arteriHipoksemiaRingan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2 < 40 mmHg Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan Disritmia. F. PENGKAJIAN 1) Airway Peningkatan sekresi pernapasan Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 2) Breathing Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesori pernapasan Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis. 3). Circulation Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia Sakit kepala Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk • Papiledema • Penurunan haluaran urine. G. PENTALAKSANAAN MEDIS a) Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong b) Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP c) Inhalasi nebuliser d) Fisioterapi dada e) Pemantauan hemodinamik/jantung f) Pengobatan -Brokodilator -Steroid g) Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan. H. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif. Kriteria Hasil : • Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal • Adanya penurunan dispneu • Gas-gas darah dalam batas normal Intervensi : • Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan. • Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn • Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg. • Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan • Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2 • Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam • Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan • Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk • Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir • Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan :• Bunyi paru bersih• Warna kulit normal• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan.Intervensi :

• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan• Pantau irama jantung• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmoTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan.Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan:• TTV normal• Balance cairan dalam batas normal• Tidak terjadi edema.Intervensi :• Timbang BB tiap hari• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung • Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP • Monitor parameter hemodinamik• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantungTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan• Status hemodinamik dalam bata normal• TTV normalIntervensi :• Kaji tingkat kesadaran• Kaji penurunan perfusi jaringan• Kaji status hemodinamik• Kaji irama EKG• Kaji sistem gastrointestinal

BAB IIIPEMECAHAN MASALAHASKEP KLIEN PRE DAN POST OPERASI GANGGUANPERNAFASAN

A. Askep Klien Pre Operasi1. PengertianKeperawatan Pre operasi adalah dimulai ketika klien masuk/pindah kebagian bedah dan

berakhir saat klien dipindahkan keruang pemulihan. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat diruang operasi.

2. Persiapan klien Pre Operasia) Status kesehatan fisik secara umumSebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.b) Status nutrisiKebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan, lingkar lengan atas, kadar protein, darah dan keseimbangan nitrogen.c) Keseimbangan cairan dan elektrolitCairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output.d) Kebersihan lambung dan KolonLambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan.e) Personal HygineKebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.

3. Proses Keperawatan1. Pengkajian Pengontrolan TTV Melakukan auskultasi dada Pola pernafasan2. Diagnosa Resiko infeksi Resiko cedera3. Implementasi Memberikan dukungan emosional Mengukur posisi yang sesuai Mempertahankan keadaan aseptis Menjaga kestabilan temperature pasien Memonitor hiperglikemi Membantu penutupan luka operasi Membantu penutupan luka operasi Memindahkan pasien keruang pemulihan4. Intervensi Memperbaiki jalan nafas Pendidikan pasien Menghilangkan ansietas

B. Askep Klien Post-Operasi2. PengertianKeperawatan Post-Operasi adalah dimulai dengan masuknya klien keruang pemulihan (Recovery Room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.3. Yang harus diperhatikan pada Post-operasia. Pernafasan

b. Sirkulasic. Pengontrolan suhud. Fungsi Nurologise. Fungsi Genitrourinariaf. Fungsi Gastroinfestinalg. Keseimbangan cairan dan elektrolith. Kenyamanan

4. Proses keperawatana) Pengkajian Pemeriksaan TTV Tingkat kesadaran Kondisi bautan dan drainase Asupan cairanb) Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan jalan nafas Ketidakefektifan pola pernafasan Nyeri Resiko kekurangan volume cairan Resiko kerusakan integritas kulitc) Perencanaan Menunjukkan fungsi fisiologis normal Tidak memperlihatkan adanya infeksi bekas luka Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman Kembali pada status kesehatan fungsionald) Implementasi / Penatalaksanaan Mempertahankan fungsi pernafasan Mencegah statis sirkulasi Meningkatkan fungsi eleminasi Mempercepat penyembuhan luka Memperoleh kenyamanan dan istirahat Mempercepat kembalinya status kesehatan fungsional

e) Evaluasi Ukur penyimpangan dada saat bernafas dalam Inspeksi kondisi tepi luka Kaji suhu tubuh Evaluasi perilaku verbal dan nonverbal Observasi tingkat ambulasi klien

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanKeperawatan pre-operatif merupakan tahapan awal dari perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan vase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.Keperawatan Pre operasi adalah dimulai ketika klien masuk/pindah kebagian bedah dan berakhir saat klien dipindahkan keruang pemulihan.Keperawatan Post-Operasi adalah dimulai dengan masuknya klien keruang pemulihan

(Recovery Room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.

B. Saran1. Pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.2. Memperhatikan Kebersihan tubuh si pasien sebelum operasi dengan menyuruh pasien berpuasa.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2000), Buku Ajar Keperawatn Medikal Bedah, Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.www.keperawatanmedikalbedah.com Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia\