asuhan keperawatan trauma
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA DADA
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan system pernafasan.
2. Anatomi Fisiologi
Sumber : www.ilmu-keperawatan.com
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk
kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilagodari enam iga
pertama memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum.
Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting
untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,
rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus
posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres
mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran
udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura
berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi
dinding dalam toraks dan diafragma.Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura
parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi
penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk
nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura
sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-
paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.
Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam,
diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi
tenang/normal. Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi
bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke
pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang
dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian
muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi
motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi
putung susu, turut berperan sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi
biasa/tenang.
3. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa
pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel
flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda
berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.
4. Patofisiologi
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di
dalam rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan.
Apabila rongga dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan
akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan
karena:
Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi
tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran
mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik
venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya
tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif
penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan
paru-paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga
dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi
menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi syok.
Patoflow Diagram ( Mapping)
Trauma Torak
Tension Pneumotorak Kontusio
Pneumotorak tertutup paru
Udara masuk Perdarahan Tekanan pada
dalam rongga pada rongga rongga dada
pleura pleura
Tekanan dalam rongga Tekanan dalam Pembengkakan
pleura meningkat rongga pleura
meningkat
Kompresi paru ventilasi terganggu Keterbatasan
kontra lateral kerja paru
Kolaps Kolaps paru Sesak nafas
paru
Sianosis
Syok
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak
mengancam.
i. Oksigen tambahan.
7. Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena
yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta
lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.
Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura
maka terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Dasar Data Pengkajian Pasien
1) Kajian aktivitas dan latihan
a) Nyeri dada sampai abdomen
b) Lemah
c) Terpasang infus
d) Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit
2) Kajian nutrisi metabolik
a) Bising usus berkurang
b) Mukosa mulut kering
c) Kurang nafsu makan
d) Kembung
e) Haus
b. Masalah Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
3) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan.
4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya masukan makanan dan cairan.
5) Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
c. Rencana Keperawatan.
I. Nyeri adanya trauma
- tujuan : nyeri pasien teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
- Sasaran : – Pasien mengatakan “ nyeri berkurang”, skala (0-2).
- Wajah klien tampak rileks
- TTV dalam batas normal
Rencana tindakan
1) Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien
R/ Untuk menurunkan ketegangan otot
2) Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk
menetapkan pada skala nyeri.
R/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.
3) Observasi tanda-tanda vital.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
4) Anjurkan istirahat yang cukup
R/ Untuk mengurangi energi yang berlebihan.
5) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :
R/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
II. Intoleransi aktivitas nyeri
- Tujuan : – Intoleransi akvitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan .
- Sasaran : - Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara
bertahap.
- Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
- Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
- Klien tidak lemah lagi.
Rencana Tindakan
1. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu
dilakukan sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.
R/ kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.
2. Kaji penyebab ketidakmampuan pasien dalam memenuhi perawatan diri.
R/ Dengan mengetahui penyebab akan mempermudah dalam penanganan
masalah dan penerapan intervensi.
3. Pasang pagar/pengaman tempat tidur
R/ Mencegah resiko cedera
4. Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup
R/ mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metobolisme tubuh sehingga
dapat menambah kelemahan.
5. Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi
R/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri,
spasme otot, spastisitas/kejang.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari
R/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
III. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penurunan
masukan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu ± 1 minggu
Sasaran : – klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis
- Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab,
kelopak mata merah
Rencana tindakan
1. Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering.
R/ untuk mencegah badan agar tidak lemah
2. Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (Turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut).
R/ untuk. Mengetahui tingkat nutrisi pasien.
3. Kaji pola makan pasien.
R/ untuk mengetahui pola makan pasien.
4. Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penymbuhan klien.
R/ Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.
5. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.
R/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagi akaibat dari
paralisis/mobilisasi.
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.
R/ untuk menringankan penyakit yag diderita pasien.
IV. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh tidak adekuat masukan
makanan dan cairan.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Sasaran : - Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT
besar.
- Berat badan pasien delam batas normal.
- Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
- Turgor kuli pasien elastis, mukasa mulut lembab.
Rencana Tindakan
1. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
R/ indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
2. Kaji perubahan TTV, Contoh : peningkatan suhu/ demam memanjang,
takikardi, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan lajunya
metabolisme dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan
ortostatik berubah dan peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan
sistemik.
3. Catat laporan mual/muntah
R/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4. Pantau masukan dan haluaran, catat, warna, karakter urine, hitung keseimbangan
cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
pengganti.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan resiko
dehidrasi.
V. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Tujuan : Klien tidak mengalami kecemasan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Sasaran : - Klien tampak tenang
- Klien tidak cemas lagi
Rencana tindakan
1. Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam susunan
kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam berpakaian.
R/ Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik
dari orang lain meningkatkanharga diri.
2. Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy penafsiran.
R/ Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan
dari dalam diri sendiri.
3. Kaji perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.
R/ Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengangangguan
emosi lebih serius
4. Waspadai ide bunuh diri
R/ cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan
tak berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.
5. Dorong pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila dinyatakan.
R/ Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.
VI. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru.
Tujuan : pola nafas pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Sasaran : - Pasien tidak sesak
- TTV dalam batas normal
Rencana Tindakan
1. Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya
sianosis
R/ pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial
atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
R/ mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan
meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga torak
3. Observasi TTV.
R/ Mengetahui perkembangan klien
4. Kaji penumpukan sekret.
R/ Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.
R/ Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
ASKEP TRAUMA DADA
>> Selasa, 08 Juli 2008
TRAUMA THORAX / DADA
A. PENGERTIANTrauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI1) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.2) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGITusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1. Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.
D. MANIFESTASI KLINIS1) Tamponade jantung : Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung. Gelisah. Pucat, keringat dingin. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis). Pekak jantung melebar. Bunyi jantung melemah. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure. ECG terdapat low voltage seluruh lead. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).2) Hematotoraks : Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).3) Pneumothoraks : Nyeri dada mendadak dan sesak napas. Gagal pernapasan dengan sianosis. Kolaps sirkulasi. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali. pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).
E. KOMPLIKASI1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.5) Esofagus : mediastinitis.6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1) Radiologi : foto thorax (AP).2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.4) Hemoglobin : mungkin menurun.5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.6) Pa O2 normal / menurun.7) Saturasi O2 menurun (biasanya).8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
G. PENATALAKSANAAN1) Darurat Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian. yang ditanyakan :• Waktu kejadian• Tempat kejadian• Jenis senjata• Arah masuk keluar perlukaan• Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.• Inspeksi :- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.- Akhir dari ekspirasi.• Palpasi :- Diraba ada/tidak krepitasi- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.• Perkusi :- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.• Auskultasi :- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.- Bising napas melemah atau tidak.- Bising napas yang hilang atau tidak.- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada. Pemeriksaan tekanan darah. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar. Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer. Kalau keadaan gawat pungsi. Kalau perlu intubasi napas bantuan. Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).
2) Therapy Chest tube / drainase udara (pneumothorax). WSD (hematotoraks). Pungsi. Torakotomi. Pemberian oksigen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIANPengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi : Aktivitas / istirahatGejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat. SirkulasiTanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ. Integritas egoTanda : ketakutan atau gelisah. Makanan dan cairanTanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan. Nyeri/ketidaknyamananGejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah. PernapasanGejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif. KeamananGeajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan. Penyuluhan/pembelajaranGejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASIIntervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.Tujuan : Pola pernapasan efektive.Kriteria hasil :o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.Intervensi : Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.3) Observasi gelembung udara botol penempung.R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika. Pemberian analgetika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.Tujuan : Jalan napas lancar/normalKriteria hasil :• Menunjukkan batuk yang efektif.• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.• Klien nyaman.Intervensi : Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.2) Lakukan pernapasan diafragma.R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.Kriteria hasil :• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.• Pasien tidak gelisah.Intervensi : Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi : Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. Pantau peningkatan suhu tubuh.R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.Kriteria hasil :• penampilan yang seimbang..• melakukan pergerakkan dan perpindahan.• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.Intervensi : Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.Kriteria hasil :• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi : Pantau tanda-tanda vital.R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASIEvaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :1) Pola pernapasan efektive.2) Jalan napas lancar/normal3) Nyeri berkurang/hilang.4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal6) infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKABoedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : JakartaHudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta.Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.www.iwansain.wordpress.com
PEMBAHASAN1 PengkajianPengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks meliputi :1. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.1. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.1. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.1. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.1. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.1. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.1. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.1. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.2 Diagnosa Keperawatan1.
1.1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.3 Intervensi Keperawatan1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.Intervensi : Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam:
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.3) Observasi gelembung udara botol penempung.R/ Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.o Pemberian antibiotika.o Pemberian analgetika.
o Fisioterapi dada.o Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.2) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.Kriteria hasil :• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.• Pasien tidak gelisah.Intervensi : Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.Kriteria Hasil :• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi : Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.Kriteria hasil :• penampilan yang seimbang..• melakukan pergerakkan dan perpindahan.• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :0 = mandiri penuh1 = memerlukan alat Bantu.2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.Intervensi : Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.5) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.Kriteria hasil :• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi : Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.DAFTAR PUSTAKA1. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.2. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.3. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta4. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta.5. http://hendritamara.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-trauma.html 6. http://iwansain.wordpress.com
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma
thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik
ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat,
atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang
dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya
luka, agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa
Aksara : Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
www.iwansain.wordpress.com
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/askep-trauma-dada.html
Diposkan oleh gayuh di 09:39