artikel sap

31

Click here to load reader

Upload: dhilla-adiyza

Post on 26-Jul-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel SAP

Pengaruh Sosiologi Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang Bermutu

ABSTRAKPerkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia diawali

hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dan kesadaran bahwa sosiologi antropologi pendidikan sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi antropologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk sosiologi antropolgi pendidikan sangat dianjurkan guna mendapatkan pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu itu sendiri dan aplikasinya dalam kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk pengertian sosiologi pendidikan itu sendiri, R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri. (Faisal dan Yasin, tt:39).Sedangkan Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan dalam Zamzami, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s)3).

Dari pengertian sosiologi antropologi itu sendiri sudah terpapar secara jelas bahwa sebagai salah satu disiplin ilmu sosial, sosiologi antropologi pendidikan ini sangat berpengaruh terhadap tercapainya pendidikan yang bermutu, baik proses maupun hasil akhirnya, melalui perubahan maupun perbaikan kurikulum maupun yang lainnya, baik secara menyeluruh maupun hanya sebagian.

Keyword : Sosiologi pendidikan, Antropologi pendidikan, Kurikulum, Pendidikan bermutu.

A. PENDAHULUAN

Perkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia diawali hanya

sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dana

kesadaran bahwa sosiologi antropologi pendidikan sangat penting dalam

Page 2: Artikel SAP

menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi

antropologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di

beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk sosiologi antropolgi

pendidikan sangat dianjurkan guna mewujudkan adanya pendidikan bermutu di

Indonesia.

Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang dapat mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan

yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. pendidikan yang

mengandung tiga proses, yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.

Dan dengan disiplin ilmu sosiologi antropologi pendidikan inilah, kita akan

mampu mensuksekan adanya pendidikan bermutu dengan mempelajari watak

manusia pada dasarnya dan bagaimana agar kita dapat merubah/membentuk watak

manusia yang bermartabat.

Rumusan Masalah dari artikel ini meliputi, pengertian, dan ruang lingkup

sosiologi pendidikan, pengertian dan ruang lingkup antropologi pendidikan,

pengertian kurikulum, pengertian pendidikan bermutu dan pengaruh Sosiologi

Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang Bermutu.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan

Sosiologi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif baru,

berkembang di awal abad 20 dan mengalami hambatan dalam

Page 3: Artikel SAP

perkembangannya, karena dianggap dapat dipelajari atau merupakan salah

satu sub dalam pembahasan sosiologi.

a. Pengertian Sosiologi Pendidikan.

Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan.

Dilihat dari istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun

dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, keduanya

menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, terutama dalam sistem

memberdayakan manusia dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan

sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.

1) Sosiologi Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius”

dan kata Yunani “logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu,

rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu

yang mempelajari tentang masyarakat. (Chaerudin, dkk, 1995:67).

Dari segi isi, banyak ahli sosiologi mengemukakan berbagai definisi.

Kita ambil sejumlah definisi untuk memberi gambaran tentang

sosiologi. W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A

Handbook of Sociology”, memberikan definisi sosology is the

scientific of social life; yang maksudnya : sosiologi adalah studi

secara ilmiah terhadap kehidupan sosial. (Ahmadi, 1984:9) .

Roucek dan Wafren : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari

hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. (Soekanto,

1989:16). Menurut Ibnu Chaldun, sosiologi adalah mempelajari

tentang masyarakat manusia dalam bentuknya yang bermacam-

macam, watak dan ciri-ciri dari pada tiap-tiap bentuk itu dan hukum

yang menguasai perkembangan. Sementara Prof. Groenman

mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari

tindakan-tindakan manusia dalam usahanya menyesuaikan diri dalam

suatu ikatan. Penyesuaian ini meliputi:

a) Menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografi.

b) menyesuaikan diri pada sesama manusia

Page 4: Artikel SAP

c) penyesuaian diri dengan lingkungan kebudayaan sekelilingnya

(Ahmadi, 1989:9-10).

Dari rumusan diatas kita dapat menarik kesimpulan, yaitu bahwa

sosiologi adalah:

a) merupakan hidup bermasyarakat dalam arti yang luas

b) perkembangan masyarakat di dalam segala aspeknya

c) hubungan antar manusia dengan manusia lainya dalam segala

aspeknya.

2) Pendidikan

Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”,

artinya anak, dan ”again” diterjemahkan membimbing, jadi

paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara

definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:

a) Jhon Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan

sesama manusia. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)

b) Langeveld

Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya

supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang

disadari dan dilaksanakan di sengaja antara orang dewasa

dengan anak yang belum dewasa (Suwarno, 1992:49)

c) Ki Hajar Dewantara

Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada

pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai

anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan

kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati,

2001:69)

d) Undang-undang Republik Indonesia SISDIKNAS No.20 tahun

2003

Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan

Page 5: Artikel SAP

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu

kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung

jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga

timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai

kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus.

3) Sosiologi Pendidikan

R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education

merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang

berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah

telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri. (Faisal dan Yasin,

tt:39). Beberapa pengertian sosiologi pendidikan yang lain termuat

dalam Nasution (2004: 4):

a) menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi

pendidikan, secara spesifik memandang sosiologi pendidikan

sebagai studi yang komprehensif tentang segala aspek

pendidikan dari segala segi ilmu yang dterapkan. Baginya,

sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam

bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Adapun

menurutnya adalah memberikan guru-guru, para peneliti yang

efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya

kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan.

b) F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi

pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan

hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk

mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya.

Page 6: Artikel SAP

Sosiologi pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial serta

prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

c) E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk

menganalisa lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya

dengan perkembangan manusia dan dibatasi oleh pengaruh-

pengaruh lembaga-lembaga pendidikan yang menentukan

kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi pada dasarnya

antara individu dengan lembaga-lembaga sosial saling

mempengaruhi (process social interaction).

d) Tidak ketinggalan, Gunawan (2006:2) mengemukakan

definisinya tentang sosiologi pendidikan, yaitu ilmu

pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah

pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.

Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi

pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan,

baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun

aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau

pendekatan sosiologis. Aktivitas masyarakat dalam pendidikan,

merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan

instrumen oleh individu untuk dapat berinteraksi secara tepat di

komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi lain, sosiologi pendidikan

memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian

masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat

dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan

berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.

Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat

merupakan bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu

masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan

mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut

merupakan suatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi segala

Page 7: Artikel SAP

implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut

sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.

4) Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan.

Penelitian dan analisis terhadap sistem pendidikan berdasarkan

keduanya yang sekarang, tentunya sudah bisa dikuatkan antar-antar

ruang lingkup sosiologi pendidikan. Karena minat dan pengalaman,

ruang lingkup yang diajukan ini terbatas pada wilayah analisis seputar

sistem pendidikan formal. Dalam hubungan ini, Nasution (2004:6-7),

mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi pokok-

pokok berikut ini:

a) hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam

masyarakat

hubungan pendidukan dengan sistem sosial atau struktur

sosial.

hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol

sosial dan sistem kekuasaan.

fungsi pendidikan dalam kebudayaan.

fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial

dan kultural atau usaha mempertahankan status quo, dan.

fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan

kelompok rasial, kultural dan sebagainya.

b) hubugan antar manusia di dalam Sekolah

hakikat kebudayaan Sekolah sejauh ada perbeadaanya

dengan kebudayaan diluar sekolah dan

pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang

antara lain meliputi berbagai hubungan kekuasaan,

stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan informal sebagai

terdapat dalam clique serta kelompok-kelompok murid

lainnya.

c) pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua

pihak disekolah / lembaga pendidikan.

Page 8: Artikel SAP

peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan

hakikat kepribadian guru / tenaga pendidikan

pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap

kelakuan anak / peserta didik, dan

fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid /

peserta didik.

d) hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat

Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/

lembaga pendidikan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya

dalam masyarakat di sekitar sekolah / lembaga pendidikan.

Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :

Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembaga

pendidikan

Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis

sosial dalam masyarakat luar sekolah.

Hubungan antara Sekolah dan masyarakat pendidikan dan

Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat

yang berkaitan dengan organisasi Sekolah, yang perlu

untuk memahami sistem pendidikan dalam masyarakat

serta integrasinya di dalam kehidupan masyarakat.

Ruang lingkup sosiologi pendidikan tersebut pada dasarnta

untuk mempererat dan meningkatkan tujuan pendidikan secara

keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar dari

upaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai

menurut pendidikan itu sendiri.

2. Pengertian dan Ruang Lingkup Antroplogi Pendidikan

a. Pengertian Antropologi Pendidikan

1) Antroplogi

Antropologi berasal dari kata Yunani ”antrophos” yang berarti

”manusia” dan ”logos” yang berarti ”ilmu”. Jadi antropologi adalah

Page 9: Artikel SAP

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang manusia sebagai

makhluk masyarakat. Menurut R. Bedediet (Harsojo,1984:1) perhatian

ilmu pengetahuan ini ditujukan kepada sifat khusus badaniah dan cara

produksi tradisi serta nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang

satu berbeda dari pergaulan hidup lainnya.

William A. Havilan

Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha

menyusun generalisai yang bermanfaat tentang manusia dan

perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap

tentang keanekaragaman manusia.

David Hunter

Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang

tidak terbatas tentang manusia.

Koentjaraningrat

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada

umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk pada fisik

masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana

antroplogi yaitu sebuah ilmu yanag mempelajari manusia dari segi

keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-

tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu

dengan yang lainnnya berbeda-beda.

2) Pendidikan

Ngalim Purwanto (1995:11) menyatakan bahwa pendidikan

ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak

untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

kedewasaan. Esensi dari pendidikan itu sendiri ialah pengalihan

(transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, ide-ide dan nilai-nilai

spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi

yang lebih muda setiap masyarakat atau bangsa.

3) Antropologi Pendidikan

Page 10: Artikel SAP

Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik,

tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya,

tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap

pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek

pendidikan. (Imran Manan dalam Zamzami,

http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s)3).

Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji

penggunaan teori-teori dan metode yang digunakan oleh para

antropolog serta pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan

kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, antropologi

pendidikan bukan menghasilkan ahli-ahli antropologi melainkan

menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui

perspektif antropologi.

Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan

informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal

tersebut dilakukan semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya.

Dalam masyarakat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar

dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.

Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan

percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai

praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropologi

menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang

menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat.

4) Ruang Lingkup Antropologi Pendidikan

Ralphlinton dalam Shomad (2009:3) menganggap kebudayaan

adalah warisan sosial. Warisan sosial tersebut mempunyai dua fungsi.

Pertama, fungsi bagi penyesuaian diri dengan masyarakat. Kedua,

fungsi bagi penyesuaian diri dengan lingkungan.

Lebih lanjut, Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi

pendidikan sebagai penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan

Page 11: Artikel SAP

dan kebudayaan sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan

berlangsung dalam proses:

a) Proses sosialisasi:

Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi berinteraksi

dengan orang-orang disekitarnya, hingga terjadi komunikasi

timbal balik dan seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.

Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi yaitu:

adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan

pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang

berlaku

perbedaan status ekonomi dan letak geografis

b) Proses Enkulturasi

Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah

proses pembudayaan anak agar menjadi manusia berbudaya.

Dalam proses ini pranata, yaitu sistem norma atau aturan-aturan

mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus.

(Koentjaraningrat,1980:164).

Adapun yang biasa menjadi kajian dalam proses ini, yaitu:

Perbedaan jenis kelamin

Perbedaan umur

Perbedaan/perubahan status (inisiasi)

c) Proses Internalisasi

Proses internalisasi yaitu proses penerimaan dan

menjadikan warisan sosial (pengetahuan budaya) sebagai isi

kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku sehari-hari selama

hayat masih dikandung badan. Dalam proses ini kita

mendapatkan adanya perbedaan pada masing-masing individu

berupa perbedaan kepribadian dan pengalaman.

3. Kurikulum

Page 12: Artikel SAP

Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat

dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu”

4. Pendidikan Bermutu

Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang dapat  mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. pendidikan yang mengandung tiga proses, yaitu

mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.

5. Strategi Peningkatan Pendidikan Bermutu

Misi guru dalam melaksanakan pendidikan berubah dari menciptakan

lulusan hanya untuk dunia industri menjadi lulusan yang siap untuk

menghadapi pekerjaan yang mengutamakan kemampuan berpikir tingkat

tinggi. Hal ini berarti bahwa guru diharuskan mampu untuk mempersiapkan

seluruh siswa agar memiliki kemampuan berpikir yang meliputi

kemampuan menemukan masalah, menemukan, mengintegrasikan, dan

mensintesis informasi, menciptakan solusi baru, dan menciptakan

kemampuan siswa dalam hal belajar mandiri dan bekerja dalam kelompok.

Selama ini para peserta didik dalam belajar selalu disuapi dan

diharuskan untuk menghapal pelajaran tanpa diberi kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan dalam dirinya. Keterpurukan pendidikan

bangsa kita saat ini masih dapat diperbaiki dengan berbagai macam cara

Page 13: Artikel SAP

yang tentunya harus ada dukungan positif dari berbagai pihak. Baik itu dari

pihak yang paling kecil sampai ke pihak yang lebih besar, seperti keluarga,

lingkungan sekitar sampai dukungan dari pemerintah. Beberapa contoh

peningkatan kualitas pendidikan diantaranya adalah:

a. Membangun Sinergi Antar Pelajaran (integrated-curriculum)

Proses penanaman nilai-nilai akhlak atau budi pekerti di sekolah dasar

hingga sekolah menengah akan berjalan efektif jika ada korelasitas

(saling berhubungan), koneksitas (saling menyapa) dan hubungan

sinergis antara pendidikan agama dengan mata pelajaran lainnya. Ini

berarti nilai-nilai akhlak atau budi pekerti tidak harus dibingkai dalam

wadah pelajaran Pendidikan Agama maupun PPKn, namun dapat juga

diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia,

kesenian, olah raga dan lain-lain dengan penekanan, ruang lingkup

dan muatan yang lebih mendalam. 

b. Mencengah Dampak Negatif

TV swasta sangat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya

sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan

secara tajam, objektif, dan akurat. Namun tak dapat diingkari

kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam tingkat

kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya,

para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama atau baru harus

memutar otak untuk memilih strategi jitu dalam menggaet pemirsa.

Logikanya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas

maka sejumlah iklan akan masuk.

Yang menjadi keprihatinan kita, ternyata sebagian TV swasta

memiliki strategi yang kurang tepat untuk menggaet penonton, diantaranya

lewat eksploitasi setidak-tidaknya tampak dalam tiga hal. Pertama, dalam

pemilihan judul sinetron remaja sering kali kelihatan terlalu vulgar,

menantang, mengandung unsur pornografi. Kedua, pemilihan aktris yang

kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga, jenis peran yang

Page 14: Artikel SAP

dilakoninnya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat Indonesia

dan bahkan kadang kurang sesuai dengan tingkat kematangan psikologis

dan umur pemerannya.

6. Kurikulum dalam Budaya Masa Kini

Budaya sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah

satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang

karakeristik pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah

mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu :

a. Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya

sebagian besar guru bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka

menjadi tersisolasi dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit

kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan profesi melalui

diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi sangat terbatas.

b. Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya

sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing dan

lebih mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah

secara keseluruhan. Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan

guru junior atau kelompok-kelompok guru berdasarkan mata

pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan kurang

adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku

siswa, bahkan cenderung mengabaikannya.

c. Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi

kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan

prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan

keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan.

Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk masa-masa awal dalam

membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati demikian, pada

buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk

membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.

Page 15: Artikel SAP

d. Collaboration. Pada budaya inilah guru dapat memilih secara bebas

dan saling mendukung dengan didasari saling percaya dan

keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterpaduan

(intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas

profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan.

Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah menunjukkan

karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang

“learning organisation”. Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua

guru mengambil peran, bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta

memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara

berkesinambungan.

7. Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah

Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang

terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur

yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang

satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan

selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sain dan

penggunaannya dalam teknologi. Sekolah sekarang mesti mendidik siswa-

siswanya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-

kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi

dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, ”Tidak

seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia

dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja

ketika ia dewasa”.

a. Kurikulum Menurut Kaum Progresif

Para pendidik progresif mempertahankan bahwa untuk

menyesuaikan pendidikan dengan umum dan khusus kepada

kebudayaan masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus

mendapatkan latihan intelektual dan pengetahuan dasar yang

Page 16: Artikel SAP

diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan perubahan-

perubahan masa depan. Dari kurikulum umum, dia harus memperoleh

hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-

revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah

akan menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu.

Umpamanya, dia harus membentuk standarnya sendiri tentang

moralitas umum dan pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum

berhubungan dengan kebudayaan masa kini, tapi dari titik pandang

yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana menilai berbagai

situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar teknik-

teknik bagaimana mengambil keputusan.

Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan

sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui

penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore

Brameld, telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan

kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu

yang pertama famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang

kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang

ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan

keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi

daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus

memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi

yang luas dari kebudayaan.

b. Kurikulum Menurut Kaum Konservatif

Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-

masa perubahan yanag cepat pendidikan harus bertindak sebagai

kekuatan yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan

yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk

membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-

anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip

Page 17: Artikel SAP

yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia

ditambah atau disaring.

Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan

sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini mempunyai

kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat selektis,

menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para

prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari

kebudayaan. Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai ”sebuah

forum bagi diskusi isu-isu masa kini”, sekolah akan membuka dirinya

bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang

bersaingan.

Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang

muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah

ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi

berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup

yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat

diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut

konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang

berbeda.

8. Pengaruh Sosiologi Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang

Bermutu

Mutu dan relevansi pendidikan memang masalah terbesar pendidikan

indonesia. Lamanya waktu belajar tidak serta merta akan membuat

seseorang memahami apa yang telah dipelajarinya.

Manusia merupakan makhluk yang sangat kreatif dalam segala hal

dan memiliki pemikiran serta tingkah laku yang senantiasa dilakukan dalam

rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, antropologi 

manusia atau kebiasaan manusia yang baik akan sangat memberikan

pengaruh yang positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia

khususnya.

Page 18: Artikel SAP

Peran sosiologi antropologi dalam mengembangkan kurikulum untuk

menghasilkan pendidikan yang bermutu seperti misalnya di dalam keluarga

anak diajarkan atau dijelaskan ketika ingin pergi hendaknya bersalaman atau

izin terlebih dahulu dengan orangtua, disini peran antropologi sudah terlihat

dengan memberikan penjelasan tentang kebiasaan yang positif kepada anak.

Disekolah dalam pelajaran agama seorang guru mengajarkan kepada

siswanya tentang sopan santun terhadap orangtua salah satu contohnya yaitu

bersalaman dengan orangtua ketika ingin berangkat sekolah. Di kehidupan

sehari-hari anak sudah mulai terbiasa bersalaman dan meminta izin ketika ia

ingin pergi. Disini terlihat pendidikan yang bermutu yaitu mendengarkan,

memperhatikan, dan melakukan.

C. PENUTUP

Tujuan pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan

intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka

pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk

mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.

Berhasil tidaknya pelaksanaan kurikulum sangat bergantung pada guru,

sebab di tangan gurulah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus

dijabarkan ke dalam bentuk silabus dan bahan ajar. Kurikulum yang dilaksanakan

di sekolah berpengaruh pada intelegensi siswanya, jadi apabila kurikulum di suatu

lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan siswa, lingkungan sekitar dan segala

aspek yang terkait, maka minimal siswa-siswanya akan menjadi lebih kritis dalam

menghadapi suatu masalah dan pendidikan di sekolah tersebut juga akan lebih

bermutu.

Peran sosiologi antropologi dalam mengembangkan kurikulum untuk

menghasilkan pendidikan yang bermutu seperti misalnya di dalam keluarga anak

diajarkan atau dijelaskan ketika ingin pergi hendaknya bersalaman atau izin

terlebih dahulu dengan orangtua, disini peran antropologi sudah terlihat dengan

memberikan penjelasan tentang kebiasaan yang positif kepada anak. Disekolah

Page 19: Artikel SAP

dalam pelajaran agama seorang guru mengajarkan kepada siswanya tentang sopan

santun terhadap orangtua salah satu contohnya yaitu bersalaman dengan orangtua

ketika ingin berangkat sekolah. Di kehidupan sehari-hari anak sudah mulai

terbiasa bersalaman dan meminta izin ketika ia ingin pergi. Disini terlihat

pendidikan yang bermutu yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1984. Pengantar Sosiologi. Sala: Ramadhani.

Ahmad, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.

Chaerudin, dkk.1995. Materi Pokok Pendidikan IPS 1. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Faisal, Sanapiah dan Yasik, Nur. tt. Sosiologi Pendidikan. Surayaba: Usaha

Nasional.

Gunawan, Ary H. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis tentang Pelbagai

Problem Pendididikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Manan, Imran. 1989. Antropologi Pendidikan Suatu Pengantar. Jakarta:

Depdikbud.

Zubaedi. 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat : Upaya Menawarkan Solusi

terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat.1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.