analisis artikel keracunan makanan

38
Artikel Berita : KERACUNAN TIWUL : Puluhan Warga Bali Dilarikan ke Puskesmas 9 May 2013 11:23 KABAR24.COM, NEGARA — Ironis, di tengah maraknya serbuan makanan cepat saji masih ada warga Indonesia yang mengkonsumsi tiwul. Lebih pahit lagi, mereka harus dilarikan ke rumah sakit karena keracunan usai mengonsumsi makanan hasil olahan dari singkong tersebut. Dan, semua itu terjadi di Bali kota yang dikenal sebagai tujuan wisata terkemuka di Indonesia. Kasus keracunan tiwul itu menimpa puluhan warga Desa Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Bahkan, beberapa

Upload: ima-ami

Post on 03-Jan-2016

495 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Artikel Berita :

KERACUNAN TIWUL : Puluhan Warga Bali Dilarikan ke Puskesmas

9 May 2013 11:23

KABAR24.COM, NEGARA — Ironis, di tengah maraknya serbuan makanan

cepat saji masih ada warga Indonesia yang mengkonsumsi tiwul.

Lebih pahit lagi, mereka harus dilarikan ke rumah sakit karena keracunan usai

mengonsumsi makanan hasil olahan dari singkong tersebut. Dan, semua itu terjadi di

Bali kota yang dikenal sebagai tujuan wisata terkemuka di Indonesia.

Kasus keracunan tiwul itu menimpa puluhan warga Desa Pengambengan,

Kabupaten Jembrana, Bali. Bahkan, beberapa di antara korban harus dirawat inap di

puskesmas setempat.

Informasi yang dihimpun dari lokasi kejadian, Kamis (9/5), menyebutkan

bahwa puluhan korban tersebut membeli tiwul dari pedagang keliling bernama

Farida, Rabu (8/5) malam.

Farida yang ditemui di Puskesmas Pengambengan menuturkan bahwa begitu

tahu salah satu kerabatnya keracunan setelah makan tiwul buatannya, dia langsung

keliling mencari orang-orang yang juga membeli.

Page 2: Analisis Artikel Keracunan Makanan

“Rata-rata yang membeli itu langganan saya sehingga saya hafal orang-

orangnya. Memang saat saya datangi gejala keracunan sudah terlihat sehingga mereka

langsung saya suruh ke Puskesmas,” katanya.

Farida curiga, racun pada makanan tradisional tersebut berasal dari singkong

yang dia beli di pasar.

Biasanya dia membeli singkong mentah utuh untuk diolah menjadi tiwul.

“Tapi karena tidak dapat singkong mentah saya membeli singkong kering yang sudah

dicacah,” ujar perempuan yang tampak cemas saat menunggu di puskesmas itu.

Ia akan berhenti menjual tiwul karena trauma atas kejadian itu. “Sementara ini

saya ingin menenangkan diri dulu. Sungguh saya tidak tahu kalau tiwul tersebut

mengandung racun,” katanya. Hingga saat ini masih terdapat 27 korban

keracunan tiwul yang menjalani perawatan di Puskesmas Pengambengan.

Selain warga, ada tiga nelayan yang keracunan di tengah laut setelah

menyantap tiwul buatan Farida. Ketiga nelayan langsung dibawa ke Muncar,

Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, karena posisi perahu mereka lebih dekat ke

wilayah itu dibandingkan ke Pengambengan.

Dari komunikasi dengan nakhoda perahu, kondisi tiga orang tersebut lemas,

sementara mereka tidak bisa merapat ke darat karena ombak besar. “Bawa saja ke

daratan terdekat di mana saja, langsung cari dokter, Puskesmas maupun rumah sakit

terdekat,” kata salah seorang warga yang berkomunikasi dengan nakhoda perahu.

Dugaan tiga awak perahu tersebut dibawa ke Jawa karena ditunggu hingga

Kamis pagi perahu tersebut tidak merapat ke Desa Pengambengan.

Untuk kasus keracunan ini, Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta

sudah mendapatkan sampel tiwul dan muntahan korban untuk diperiksa laboratorium.

“Memang secara alami, singkong itu mengandung zat sianida. Tapi untuk pastinya,

tunggu saja hasil laboratorium,” kata Suasta.

Menurut Suasta, biaya pengobatan seluruh pasien yang keracunan tiwul

ditanggung pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Bali Mandara.

Sementara pihak kepolisian juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap Farida.

(Antara/sae)

Page 3: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Sumber : http://www.kabar24.com/index.php/keracunan-tiwul-puluhan-warga-bali-

dilarikan-ke-puskesmas (diakses tanggal 9 Juni 2013 pukul 8.48 PM)

Page 4: Analisis Artikel Keracunan Makanan

A. KRONOLOGI KEJADIAN KASUS KERACUNAN MAKANAN

1. Kasus : Keracunan tiwul dari bahan dasar singkong

2. Tempat Waktu : Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana-Bali,

3. Waktu : 9 Mei 2013

4. Jumlah Korban : 30 orang (27 warga dan 3 nelayan)

5. Penjual tiwul : Ibu Faridah (pedagang tiwul keliling)

6. Penyebab : Diduga dari bahan pokok untuk membuat tiwul berupa

singkong kering yang sudah dicacah (gaplek) yang

dibeli Ibu Faridah di Pasar

7. Kronologis :

Kasus keracunan tiwul itu menimpa puluhan warga Desa Pengambengan,

Kabupaten Jembrana, Bali. Bahkan, beberapa di antara korban harus dirawat inap

di puskesmas setempat.

Puluhan Warga yang mengalami keracunan usai mengonsumsi tiwul tersebut

berjumlah 27 orang warga dan 3 nelayan, mereka semua adalah orang-orang yang

biasa membeli tiwul milik ibu Faridah. Ibu Faridah menuturkan bahwa hari itu ia

tidak mendapatkan singkong mentah di Pasar dan terpaksa membeli singkong

kering yang sudah dicacah.

Untuk kasus keracunan ini, Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu

Suasta sudah mendapatkan sampel tiwul dan muntahan korban untuk diperiksa di

laboratorium.

8. Keterangan Tambahan (Berdasarkan Pertanyaan di Power Point) :

1) Dimana bahan mentah dibeli ?

- Di pasar

2) Bagaimana keadaan bahan mentah ?

- Berupa singkong kering yang telah dicacah

3) Bagaimana dan berapa lama bahan mentah disimpan di toko/pasar sebelum

dibeli ?

Page 5: Analisis Artikel Keracunan Makanan

- Biasanya berupa singkong mentah, namun saat itu stok singkong mentah

habis sehingga penjual tiwul membeli singkong kering yang telah dicacah

4) Bagaimana dan berapa lama bahan mentah disimpan di rumah sebelum

dimasak ?

- Dari sisi pembentukan cadangan pangan, cara pembuatan tiwul yang

melalui tahapan pembuatan gaplek sebetulnya memiliki kelebihan

dibandingkan dengan konsumsi umbi singkong secara langsung. Sebab,

gaplek bisa tahan disimpan lebih lama ketimbang disimpan dalam bentuk

umbi singkong biasa. Singkong mengandung sianida yang dapat bersifat

racun, untuk menguranginya sebaiknya singkong direndam terlebih dahulu

di dalam air selama 3hari, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong

akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

5) Siapa yang memasak makanan dan apakah pemasak menderita penyakit

menular ?

- Farida, penjual tiwul. Sejauh ini Farida diketahui tidak menderita penyakit

menular. Diduga keracunan bukan disebabkan karena penyakit menular

pemasak, namun kandungan singkong sendiri berupa Sianida yang dapat

bersifat racun bagi tubuh.

6) Apakah penyakit menular tersebut diderita pemasak pada saat memasak atau

beberapa hari atau minggu sebelumnya ?

- Tidak

7) Bagaimana dan berapa lama makanan sejak dimasak sampai dikonsumsi ?

Berapa suhu penyimpanan dan wadah yang digunakan ?

- Tiwul tradisional bisa awet selama 1-2hari sejak dimasak. Suhu

penyimpanan adalah suhu kamar atau suhu kulkas.

8) Apakah makanan dipanaskan kembali sebelum dikonsumsi ? Bagaimana cara

dan lama memasaknya ?

- Bahan dasar dipanaskan dengan cara dikukus selama 45menit. Proses

pembuatan tiwul, yaitu: Mengupas singkong untuk diawetkan. Singkong

dapat langsung dikupas dan dijemur di bawah sinar matahari hingga

Page 6: Analisis Artikel Keracunan Makanan

kering dan hasilnya singkong kering yang disebut gaplek. Mengingat

sejumlah singkong seperti singkong karet misalnya, adalah beracun maka

singkong harus direndam lebih dahulu selama tiga hari. Air rendaman itu

akan sangat berbau dan disebut keluran. Sedangkan setelah direndam dan

dibuang racunnya, singkong dijemur dan setelah kering namanya krekel.

- Singkong harus dihancurkan dulu dalam lumpang kayu, dan proses ini

disebut gemplong. Akhirnya singkong menjadi singkong yang telah

hancur seperti pasir yang masih bercampur sehingga harus dipisahkan

antara hancuran yang masih kasar, yang disebut dengan desel dan yang

lebih halus yang disebut dengan nama guyengan. Proses seleksi ini

disebut guyeng. Disini guyengan itu juga bias disimpan seperti halnya

beras. Guyengan yang kering ini disebut dengan oyek.

- Setelah itu barulah masuk ke tahap pemasakan yang disebut dengan

adang. Dengan menggunakan dandang yang terbuat dari tembaga dan

menggunakan kukusan yang terbuat dari bambu, maka dikukus dalam

waktu kira-kira satu jam, barulah menjadi tiwul.

9) Apakah makanan ditambah saus/sambal/kuah/santan dan berapa lama

ditambah ?

- Tidak. Masakan ini memiliki cita rasa yang sangat khas dengan rasa yang

agak gurih dan manis, dengan taburan parutan kelapa (bahan dasar santan)

yang dicampur dengan sedikit garam dan gula.

Page 7: Analisis Artikel Keracunan Makanan

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Singkong

Singkong merupakan tanaman umbi – umbian yang memiliki beberapa

nama seperti ketela pohon atau umbi kayu dan memilki nama latin Manihot

utilissiman dari suku Euphorbiaceae. Di beberapa wilayah di Indonesia,

singkong dikenal sebagai alternatif makanan pokok sumber karbohidrat selain

beras dan ditanam secara komersial di wilayah Indonesia pada sekitar tahun

1810 (Hindia Belanda). Selain sebagai sumber makanan pokok singkong juga

dapat diolah menjadi aneka olahan seperti tape, keripik, roti, dan lain – lain.

Berikut ini adalah kandungan gizi singkong per 100 gram :

a. Kalori 121 kal

b. Air 62,50 gram

c. Fosfor 40,00 gram

d. Karbohidrat 34,00 gram

e. Kalsium 33,00 miligram

f. Vitamin C 30,00 miligram

g. Protein 1,20 gram

h. Besi 0,70 miligram

i. Lemak 0,30 gram

j. Vitamin B1 0,01 miligram

2. Kandungan Berbahaya pada Ketela

Beberapa jenis singkong mengandung cukup banyak sianida yang

mungkin menimbulkan keracunan. Tanpa analisa, kandungan sianida tidak

dapat dipastikan singkong mana yang berbahaya bila dimakan kecuali dari

rasanya.

Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi

akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu

glikosida sianogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan

Page 8: Analisis Artikel Keracunan Makanan

racun biru atau HCN (sianida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini

diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam sianida

yang terkandung didalamnya. Ini tergantung pada jenis singkong yang kadar

asam sianidanya berbeda-beda.

Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan.

Hal ini disebabkan selain kadar asam sianida yang terdapat dalam singkong

itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di makan.

Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air

dalam jangka waktu tertentu, kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan

berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini

akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan

mengikat enzim sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak

dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap

kekurangan O2 akan sangat menderita, terutama jaringan otak. Akibatnya akan

terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat

yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia

dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak

jantung yang ireguler.

3. Bentuk Sianida dan Toksisitasnya

Masing-masing senyawa sianida mempunyai bentuk dan kecepatan

aktif (toksisitas) yang berbeda di dalam tubuh, baik sianida sintetis maupun

sianida alami.

a. Toksisitas Sianida Sintetis

Sianida sintetis jauh lebih cepat aktif dibandingkan dengan sianida alami

(asal tanaman). Ada tiga bentuk sianida sintetis yaitu senyawa sianida

sederhana (simple cyanide compounds), sianida kompleks logam sangat lemah

dan sangat kuat (weak and moderately strong metal-cyanide complexes),

sianida kompleks logam kuat.

Page 9: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Pertama, senyawa sianida sederhana (simple cyanide compounds), seperti

natrium sianida (NaCN) dan kalium sianida (KCN) yang dikenal dengan nama

potas, berupa kristal putih dan sering digunakan sebagai racun ikan. Potas

mudah diperoleh di pasaran dan bersifat seribu kali lebih toksik pada hewan

yang hidup di air (sejenis ikan) dibandingkan pada manusia (William, 2008).

Oleh karena itu, nelayan menggunakannya untuk menangkap ikan di laut. Di

perairan Filipina dan Indonesia, nelayan sering menangkap ikan hias dengan

cara menyemprotkan potas konsentrasi rendah untuk membius ikan dan

memudahkan penangkapan. Kemudian dilakukan penggantian air secepatnya

agar ikan segar kembali. Keberadaan kontaminan potas di laut akan

menyebab-kan kematian organisme yang diperlukan untuk pertumbuhan

karang (US Fish and Wildlife Service, 2008). Kalsium sianida Ca(CN)2

bersifat mudah larut dalam air dan digunakan sebagai bahan pupuk, yaitu urea

(Guthner dan Mentschenk, 2006).

Bentuk senyawa sianida kedua adalah sianida kompleks logam sangat

lemah dan sangat kuat (weak and moderately strong metal-cyanide

complexes) yang secara langsung menghasilkan gas dari suatu asam, seperti

cyanide amenable to chlorination (CATC) yang bersifat cepat mematikan

(akut). Sianida dalam bentuk gas paling cepat menimbulkan keracunan, diikuti

sianida dalam bentuk garam yang mudah larut atau tidak larut, dan urutan

terakhir yang berbentuk sianogen (sianida asal tanaman) (Leybell, 2006). Gas

sianida yang dikenal dengan nama zyklon B pernah digunakan Jerman pada

Perang Dunia II. Gas sianida dengan konsentrasi 3.500 ppm (sekitar 3.200

mg/m3) dapat mematikan manusia dalam waktu satu menit karena ion sianida

dapat menghentikan sel-sel respirasi dengan cara menghambat enzim sitokrom

C oksidase (Dwork et al., 1996). Uap sianida dari bahan pemadam kebakaran

yang digunakan untuk mengatasi kerusuhan di Putin’s, Rusia menyebabkan

kematian lebih dari 17.000 orang selama tahun 2006 (Cyanid Poisoning

Treatment Coalition, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan uap

sianida asal rokok sekitar 0,06 µg/ml dalam darah perokok pasif dan 0,17

Page 10: Analisis Artikel Keracunan Makanan

µg/ml pada perokok aktif. Produksi plastik juga menghasilkan sianida dari

nitril yang dilepaskan pada saat pembakaran (pemanasan) dan sangat

berbahaya bagi kesehatan pekerja (Centers for Disease Control and

Prevention, 2004).

Bentuk terakhir senyawa sianida adalah sianida kompleks logam kuat.

Sianida dalam bentuk ion dan dibebaskan dengan cara reflux distillation yang

menghasilkan sianida kuat. Sianida juga sering ditemukan dalam air, yaitu

sianida sintetis potas yang umumnya sengaja ditambahkan ke dalam air

minum untuk membunuh ternak. Adanya kandungan sianida dalam air dapat

pula terjadi karena air terkontaminasi buangan limbah asal industri plastik,

pertambangan atau pelapisan logam tembaga (Cu), emas (Au), dan perak

(Ag). Di Indonesia, limbah pertambangan emas cukup mengkhawatirkan

masyarakat sekitarnya karena masih ditemukan sianida sebagai hasil proses

ekstraksi emas (gold cyanidation). Sianida asal limbah industri pupuk kalsium

sinanamid, sebagai hasil hidrolisisnya, juga dapat mencemari sumber air

minum di sekitarnya (Clarkedan Clarke, 1977). Menurut Toxics Release

Inventory Cyanide (2000), industri logam di California dan Pennsylvania pada

tahun 1987−1993 membuang limbah senyawa sianida ke dalam tanah dan air

hingga mencapai 0,75 juta kg. Oleh karena itu, Environmental Protection

Agency (EPA) di Amerika Serikat menetapkan nilai batas aman (maximum

contaminant level, MCL) sianida dalam air minum sebesar 0,2 ppm.

Apabila kandungan HCN dalam air minum secara konsisten berada di

atas nilai MCL, perlu dilakukan pengolahan untuk menurunkan kandungan

sianida sampai di bawah level MCL. Salah satu cara pengolahannya yaitu

dengan pertukaran ion, reverse osmosis, dan menggunakan klorin.\

Di Indonesia, penetapan nilai batas aman kandungan sianida dalam air

minum didasarkan atas kriteria kualitas baku mutu air dan levelnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai contoh, batas aman kandungan

sianida untuk peternakan di perikanan harus di bawah 0,02 ppm (Kantor

Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1991).

Page 11: Analisis Artikel Keracunan Makanan

b. Toksisitas Sianida Alami (Asal Tanaman)

Lebih dari 2.000 spesies tanaman mengandung glikosida sianogenik

dengan 25 macam sianogennya dan kandungan sianidanya bervariasi.

Tanaman tertentu yang mengandung sianogen dapat dikonsumsi manusia.

Sebenarnya sianogen bersifat nontoksik, tetapi proses hidrolisis oleh enzim

yang terdapat dalam tanaman itu sendiri dapat menghasilkan sianida yang

toksik (Kwok 2008).

Menurut Bokanga (2001), sianogen linamarin dalam tanaman ubi kayu

pahit (Manihot esculenta Crantz) dihidrolisis oleh enzim linamarase dan

membentuk sianida yang toksik, selain aseton dan sianohidrin sebagai reaksi

antara yang tidak stabil. Walaupun ubi kayu pahit mengandung sianida cukup

tinggi dan dapat menyebabkan keracunan pa-da ternak, peternak dapat

melakukan pengolahan untuk menurunkan kan-dungan sianida (detoksifikasi)

sebelum diberikan kepada ternak.

Beberapa cara pengolahan ubi kayu (umbi) untuk menurunkan kandungan

sianida meliputi pengupasan, pengeringan, fermentasi, perendaman,

pencacahan, dan penyim-panan (Tweyongyere dan Katongole, 2002). Kulit

umbi mengandung sianida paling tinggi dibandingkan dengan bagian umbi

dan daun (Heyne, 1987; Everist, 1997). Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012

23 menyatakan pengolahan ubi kayu dilakukan sampai kandungan sianida

berada pada level yang tidak berbahaya atau tidak menyebabkan keracunan

(100 ppm) (Bolhuis, 1954).

Pengolahan daun ubi kayu untuk menurunkan (melepaskan) kandungan

sianida memerlukan waktu lebih cepat dibandingkan dengan umbi. Daun

cukup diangin-anginkan satu hari dan kandungan sianidanya akan menurun

hampir 50% (Yuningsih, 1999). Untuk umbi dan kulit umbi perlu dipotong

(dicacah) lebih dahulu untuk memperluas permukaan dan mempercepat

kontak antara sianogen dan enzim sehingga akan mempercepat proses

hidrolisis (pelepasan) sianida. Setelah pencacahan, ubi kayu dikeringkan di

bawah sinar matahari (pengeringan secara tradisional) untuk mempercepat

Page 12: Analisis Artikel Keracunan Makanan

pelepasan sianida. Pengeringan sangat diperlukan terutama untuk jenis ubi

kayu pahit yang pelepasan sianidanya sangat lambat dibandingkan dengan

jenis ubi kayu lainnya (Yuningsih, 2009).

Tempo Interaktif pada tahun 2011 menurunkan laporan enam orang tewas

akibat keracunan tiwul (makanan asal ubi kayu) yang diduga mengandung

sianida. Ubi kayu yang digunakan sebagai bahan baku tiwul merupakan ubi

kayu pahit yang umumnya mengandung sianida cukup tinggi (>100 ppm) dan

pelepasan sianidanya belum maksimal karena fasilitas penjemuran sangat

kurang terutama pada musim hujan. Kandungan sianida pada tanaman, selain

ditentukan oleh kandungan sianogen, juga dipengaruhi oleh sifat tanaman

dalam mengakumulasi sianogen.

Sekitar 200 jenis tanaman bersifat mengakumulasi sianogen dan memiliki

kandungan sianida yang tinggi (Robson, 2007). Salah satu contoh adalah

tanaman picung (Pangium edule) yang mengandung sianogen ginokardin.

Senyawa tersebut dapat dihidrolisis oleh enzim ginokardase menjadi glukose

sianohidrin yang tidak stabil dan membentuk sianida cukup tinggi, hingga

4.000 ppm terutama dalam biji (Yuningsih dan Damayanti 2008). Kandungan

sianida tertinggi terdapat dalam biji, diikuti bagian buah, batang, dan akar

(Van Valkenburgh dan Bunyapraphatsara, 2001). Selain sifat tanaman dalam

mengakumulasi sianogen, kandungan sianida pada tanaman juga dipengaruhi

oleh kondisi tanaman, seperti kerusakan, tumbuh cepat setelah kekeringan

(bagian daun muda), dan perlakuan herbisida (Tweyongyere dan Katongole,

2002; Robson, 2007), selain kandungan nitrogen dan fosfor yang tinggi dalam

tanah (Osweiler et al., 1976)

4. Gejala dan Diagnosis Keracunan Makanan

a. Gambaran Klinis :

1) Tanda keracunan akut timbul kira-kira setengah jam setelah makan

singkong beracun.

2) Gejala berawal dengan pusing dan muntah.

Page 13: Analisis Artikel Keracunan Makanan

3) Dalam keadaan yang berat, penderita sesak napas dan pingsan.

4) Bibir, kuku, kemudian muka dan kulit berwarna kebiruan (sianosis).

Sianosis perlu dibedakan dengan methaemoglobinemia yang timbul

karena keracunan sulfat, DDS, nitrat atau nitrit, yang memerlukan

pengobatan lain (metilen-biru).

b. Diagnosis

Riwayat makan singkong disertai dengan gejala klinis. Diagnosa keracunan

singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan anamnese makanan,

ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh muntahan dan bahan

makanan yang tersisa.

5. Gejala Klinis  Keracunan Singkong

Pada umumnya hipoksia seluler yang disebabkan oleh keracunan

sianida dapat menyebabkan kematian sel, tetapi kekurangan oksigen pada sel

tertentu pada aortik dan karotik adalah penyebab utama dari kematian sel

tersebut. Hal ini menyebabkan gejala piperpnea, yang diikuti dengan dyspnea.

Terjadinya nausea dan vomitus mungkin disebabkan karena  iritasi  pada

mukosa gastro-intestinal oleh garan sianida tersebut.

Begitu konsentrasi sianida dalam darah meningkat, laju respirasi

menjadi lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas. Konsentrasi cyanida dalam

darah meningkat, kekurangan oksigen pada otak terjadi dan timbul kejang-

kejang hipoksia  dan kemudian diikuti dengan kematian karena nafas terhenti

(Baskin, 2003).

6. Mekanisme Keracunan Singkong

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses

metabolisme sianida. Glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa

dengan cepat sehingga ion CN-nya lepas. Kemudian dalam peredaran

darah, pergi ke jaringan-jaringan (kalau ke paru-paru sebagian dapat

dieliminasi), tetapi kalau sampai ke sel-sel saraf maka zat tersebut akan

Page 14: Analisis Artikel Keracunan Makanan

menghambat pernafasan sel-sel tersebut, sehingga mengganggu fungsi sel

yang bersangkutan. Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat

pernafasan sel adalah adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik

pada enzim-enzim yang mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam

sel.

Enzim yang sangat peka terhadap inhibisi sianida ini adalah

sitokrom oksidase. Semua proses oksidasi dalam tubuh sangat tergantung

kepada aktivitas enzim ini. Jika di dalam sel terjadi kompleks ikatan enzim

sianida, maka proses oksidasi akan terblok, sehingga sel menderita

kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb)

akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa

oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh

di eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah

yang menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain

pernafasan cepat dan dalam.

Jika sianida sudah masuk ke dalam tubuh, efek negatifnya sukar

diatasi. Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena ternyata tidak

semua SCN (tiosianat) terbuang bersama-sama dengan urin, walaupun SCN

dapat melewati glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di tubuli sebagian

akan diserap ulang, seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun sistem

peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah tiosianat menjadai sulfat dan

sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap berenang dalam konsentrasi sianida

di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa sianida dapat merugikan utilisasi

protein terutama asam-asam amino yang mengandung sulfur seperti

metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium, dan

produksi tiroksin (Widodo, 2010).

Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam

siklus Krebs yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama

adalah hewan tampak lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai

banyak tenaga untuk bergerak, nafsu makannya juga sangat menurun.

Page 15: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tampak kebiru-biruan (cyanosis)

dan dengan sorot mata yang tidak bersinar. Terjadi pula disfungsi pada

sistem saraf pusat, sehingga menimbulkan gejala mengantuk, ambruk yang

sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan kehilangan

keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak, sempoyongan, nafas

tersengal-sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik

akhirnya hewan mengalami kematian (Widodo, 2010).

Page 16: Analisis Artikel Keracunan Makanan

C. ANALISIS KASUS KERACUNAN TIWUL

1. Analisis Bahan Mentah Untuk Membuat Produk Makanan Olahan

(Tiwul)

Keracunan makanan (tiwul) yang terjadi diduga disebabkan oleh penggunaan

bahan baku tiwul yang berasal dari singkong yang sudah dikeringkan dan dicacah.

Ibu Faridah mengaku pada hari itu tidak mendapatkan singkong mentah sehingga

terpaksa membeli singkong kering yang sudah dicacah yang kemungkinan menjadi

penyebab utama terjadinya keracunan makanan tersebut. Karena biasanya ketika

memakai bahan mentah singkong segar untuk membuat tiwul tidak pernah terjadi

kasus seperti ini.

Kemungkinan singkong yang dipanen tersebut tidak dalam keadaan bagus.

Bila singkong yang masih terpendam di dalam tanah tertoreh oleh benda tajam

atau dirusak oleh jamur, maka banyak zat “beracun” akan terkumpul di bagian

yang rusak tersebut. Misalnya kumarin (scopoletin, scopolin, dan esculin) dan

phenolic (cathecin). Karena sudah dicacah dan dikeringkan, pembeli (Ibu Faridah)

tentu tidak mengetahui kondisi secara utuh dari singkong yang dibelinya (baik atau

tidak). Hal ini tentu berpotensi untuk memicu terjadinya keracunan.

2. Analisis Kandungan Zat berbahaya dalam Makanan Olahan (Tiwul)

Beberapa jenis singkong sebagai bahan baku utama pembuatan tiwul

mengandung cukup banyak sianida yang mungkin menimbulkan keracunan. Tanpa

analisa kandungan sianida tidak dapat dipastikan singkong mana yang berbahaya

bila dimakan kecuali dari rasanya.

Memang tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan.

Selain kadar asam sianida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga

dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan

merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu,

kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan

larut dalam air.

Page 17: Analisis Artikel Keracunan Makanan

3. Analisis Proses Pengolahan Untuk Membuat Produk Makanan Olahan

(Tiwul)

Terjadinya kasus keracunan tiwul ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam

proses pengolahan termasuk didalamnya sanitasi lingkungan tempat pengolahan

dan personal hygiene dari pemasak makanan olahan tersebut (tiwul).

Kemungkinan banyak terjadi pencemaran selama proses pengolahan sampai siap

konsumsi.

Proses pengolahan mulai dari pencucian singkong yang kurang bersih, tidak

menggunakan air mengalir yang bersih dapat memicu terjadinya keracunan. Telah

dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya bahwa dengan merendam singkong

terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam sianida

(HCN) dalam singkong akan berkurang karena HCN akan larut dalam air. Jadi

apabila pembuat tiwul tidak melakukan proses ini atau waktu perendaman tidak

sesuai dengan kadar sianida, maka hal ini berpotensi besar mengakibatkan

keracunan.

Selain itu, kebersihan saat pengupasan kulit singkong dari faktor personal

hygiene dari pembuat tiwul maupun peralatan yang digunakan untuk mengupas

kulit singkong tersebut serta kontaminasi silang yang sangat mungkin terjadi

apabila singkong yang telah dikupas tersebut tidak dicuci sampai bersih lagi juga

dapat menjadi faktor penyebab keracunan.

Proses selanjutnya adalah pengolahan singkong menjadi tiwul. Kebersihan

selama proses pengolahan harus selalu dijaga. Apabila dalam pengolahannya tidak

memperhatikan sanitasi lingkungannya dan personal hygiene maka akan sangat

berpotensi menyebabkan keracunan. Misalnya saja setelah tiwul tersebut matang,

penyimpanannya tidak terjaga, diletakkan disembarang tempat yang bisa jadi

terkontaminasi oleh kuman-kuman di sekitar lingkungan tersebut atau yang

dibawa oleh vektor. Mungkin juga pembuat tiwul ini tidak menjaga kebersihan

tangannya saat mengambil tiwul atau melayani pembelinya sehingga memicu juga

terjadinya kondisi ini.

Page 18: Analisis Artikel Keracunan Makanan

4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Racun pada

Makanan Olahan (Tiwul)

Cara masuk racun dalam tubuh dalam kasus ini diduga secara per oral, yaitu

melalui tiwul yang dimakan. Karena cara masuknya racun ini melalui saluran

pencernaan, maka gejala yang ditimbulkan juga mengarah pada gangguan

pencernaan seperti muntah dan lemas.

Secara umum, kondisi tubuh masyarakat sebelum mengalami keracunan

terlihat normal-normal saja. Namun, diduga karena racun (dari tiwul) yang ada

dalam tubuh mereka sudah tidak dapat ditoleransi lagi oleh tubuh (kemungkinan

karena daya tahan tubuh yang rendah atau kesehatan yang tidak baik) maka

muncul reaksi dan gejala-gejala yang mengindikasikan terjadinya keracunan.

Selanjutnya, faktor dari racun itu sendiri juga dapat mempengaruhi kerja

racun pada tubuh. Diduga karena dosis racun (sianida, kumarin, phenolic, atau

mikrobiologi patogen) sudah berlebih dan hati sudah tidak dapat menetralisir maka

kerja racun akan lebih cepat dan mengganggu kerja sistem-sistem dalam tubuh.

Interaksi suatu zat racun dengan zat racun lainnya atau bahan lainnya, tentu juga

akan berpengaruh pada besar kecilnya efek/gangguan dari keracunan tersebut.

Page 19: Analisis Artikel Keracunan Makanan

D. SOLUSI UNTUK MENGATASI KASUS KERACUNAN TIWUL

Sebanyak 30% penyakit yang bersumber pada makanan disebabkan makanan

tidak dipilih, disimpan, atau diolah dengan baik. Akibatnya, dapat bermacam-macam,

seperti kejang perut, muntah, dan diare. Walaupun demikian, sebagian besar penyakit

yang bersumber dari makanan yang rusak, tidak mematikan dan tidak menyebabkan

sakit yang lama. Namun, dapat berakibat fatal pada usia sangat tua atau sangat muda

(bayi atau balita).

1. Pencegahan

Cara mencegah keracunan singkong dapat dilakukan dengan Komunikasi,

Informasi, dan Edukasi (KIE) pada masyarakat tekait :

a. Memilih jenis singkong yang mengandung sedikit sianida.

Memilih umbi singkong dari jenis singkong yang manis dan masih segar dan

melakukan proses pencucian seperti yang dianjurkan (hingga bersih benar). Kadar

asam sianida yang rendah di bawah 40 mg/kg umbi segar relatif aman, tidak

membahayakan kesehatan, dan berasa manis. Sedikit saja singkong memiliki rasa

pahit, maka singkong tersebut telah mengandung kadar asam sianida di atas 50 mg/kg

umbi segar atau 50–80 mg/kg umbi segar.

Selain itu, untuk memilih singkong dapat digunakan langkah berikut :

- Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang warnanya

kekuningan lebih baik daripada yang putih.

- Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang

membiru sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan memang

cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim

poliphenolase yang bersifat racun.

- Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau

tanahnya belum kering  berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada noda.

b. Cara Pengolahanan singkong

Misalnya diiris-iris terlebih dulu setelah merendamnya dalam air selama

kurang lebih 12 jam. Dengan cara ini dapat menurunkan kadar sianida lebih dari 60%

Page 20: Analisis Artikel Keracunan Makanan

dari umbinya. Dengan di rebus daun singkong juga akan hilang kadar sianidanya

sampai lebih dari 90%.

Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang

menempel di umbi singkong. Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya

cukup mudah, kerat saja bagian tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik

bagian yang terkelupas hingga lepas sama sekali dari singkong. Cuci kembali

singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila belum diolah, rendam

singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah. Yang mesti diingat, singkong

adalah umbi akar yang teksturnya cukup keras, sehingga apabila akan diubah menjadi

penganan harus diolah terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut.

Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk, sebaiknya

pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar empuk. Untuk

menghaluskannya bisa menggunakan garpu  atau ditumbuk dalam cobek (batu

lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya dihaluskan selagi masih panas.

2. Pengobatan

Pertolongan pada orang dengan keracunan singkong dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

a. Mengupayakan agar orang yang keracunan singkong muntah atau membuat

muntah dengan merangsang dinding faring belakang dengan jari (hal ini tidak

boleh lakukan bila orang tersebut tidak sadar).

b. Memberi minum hangat.

c. Memberikan nafas buatan atau menempatkan penderita di ruang terbuka agar

memperoleh udara segar.

d. Bila keadaan tidak membaik segera bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan lanjutan

Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih

ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan

pencucian lambung atau membuat penderita muntah.

Page 21: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Diberikan natrium tiosulfat 30% (sebagai antidotum keracunan singkong)

sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila sukar menemukan pembuluh darah

vena dapat dilakukan venoklisis atau pemberian dapat dilakukan secara

intramuskular. Sebelum pemberian natrium tiosulfat (selama mempersiapkan obat

tersebut), pada penderita dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.

Cara pemberian natrium tiosulfat ialah mula-mula dengan menyuntikkan obat

tersebut sebanyak 10 ml intra vena, kemudian penderita dicubit untuk mengetahui

apakah kesadaran sudah pulih. Bila penderita belum sadar dapat diberikan lagi 10 ml

natrium tiosulfat. Bila timbul sianosis, dapat diberikan O2

3. Penanggulangan

- Pemantauan terhadap proses pemasakan

- Pemantauan terhadap cara penyimpanan dan penyajian

Page 22: Analisis Artikel Keracunan Makanan

DAFTAR PUSTAKA

Almatsir, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta : EGC.

Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease,

Thirteenth Edition.

Hasan Rusepno, dr, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%20Prosiding/Lingkungan/

Penelit_Kegiatan_PTLR_06/Data_Artikel/Sutoto_188.pdf (diakses 9 Juni 2013)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-novidyahfi-5257-2-bab2.pdf

(diakses 9 Juni 2013)

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3311124.pdf (diakses 9 Juni 2013)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26798/Srikandi%20Fardiaz

%20%28At%208%20hal%29%20.pdf (diakses 13 Juni 2013)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3522/3/gizi-murniati.pdf.txt (diakses

9 Juni 2013)

http://www.depkes.go.id/downloads/doen2008/puskesmas_2007.pdf (diakses 9 Juni

2013)

Lisin, dr. 2013. Keracunan Singkong. http://mediskus.com/penyakit/keracunan-

singkong.html diakses pada tanggal 13 Juni 2013)

Mkpong OE, H. Yan, G. Chism  and  R.T. Sayre. 1990. Purification,

Characterization, and Localization  of Linamarase in Cassava. J. Plant Physiol.

93: 176-181

Robert H. Dreisbach MD. PhD & William D, Robertson MD. 1987. Handbook of

Poisoning. 12th Edition, Norwalk Connecticut / Los Altos California, Appleton

& Lange.

Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr. 1989. Ilmu Gizi, Jilid II. Jakarta : Dian Rakyat.

Widodo, W.  2010. Tanaman  Beracun  untuk  Ternak.

Page 23: Analisis Artikel Keracunan Makanan

Yuningsih. 2009. Perlakuan penurunan kandungan sianida pada ubi kayu. Jurnal

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(1): 58−61.

Yuningsih. 2012. Keracunan Sianida pada Hewan dan Upaya Pencegahannya.

Network: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3311124.pdf. (Diakses

pada tanggal 13 Juni 2013)

Page 24: Analisis Artikel Keracunan Makanan

LAMPIRAN

Daftar Pembagian Tugas Kelompok 4 Kelas B-2011

1) Rizka Tamimi (25010111130077)

- Menjawab pertanyaan yang ada di file PPT berdasarkan artikel yang

dipilih

2) Treesa Dwi A. (25010111130078)

- Koordinator pembagian tugas (Ketua)

- Mengerjakan Bab Analisis Kasus

3) Dina Syafaati (25010111130089)

- Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka

4) Silvia Nurvita (25010111130091)

- Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan

5) Pratiwi Ika N. (25010111130092)

- Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka

6) Abireza Malik (25010111130093)

- Editing Akhir

7) Diani Desi N. (25010111130101)

- Mengerjakan Bab Analisis Kasus

8) Ernita Silaen (25010111130102)

- Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan

9) Tiya Febriani (25010111130109)

- Mengerjakan Deskripsi Kronologis Kasus

10) Zulinar Firdaus (25010111130113)

- Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan

11) Isna Kholilah (25010111130121)

- Mencari Artikel

- Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka

12) Prima Ayu V. (25010111130132)

- Membuat file Power Point untuk presentasi

Page 25: Analisis Artikel Keracunan Makanan

13) Naafiati Firmani (25010111130139)

- Mengerjakan Bab Analisis Kasus

14) Hanny Widyastuti (25010111130141)

- Membuat file Power Point untuk presentasi