fgd kelompok e keracunan makanan

36
LAPORAN FGD SKENARIO KERACUNAN MAKANAN Disusun oleh : Kelompok E Bagus Ngurah Mahakrishna 06.70.0097 Bagus Ngurah Mahasena Putera Awatara 06.70.0096 I Gusti Ayu Eka Para Santi Sideman 06.70.0137 Ade Rahmatdianto 06.70.0220 Paulus Trihadi Wijaya 06.70.0219 Moh. Sulhan 05.70.0178 Pembimbing : Sugiharto, dr., MKes. (MARS)

Upload: bagus-ngurah-mahasena-gzmh

Post on 30-Nov-2015

354 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

LAPORAN FGD

SKENARIO

KERACUNAN MAKANAN

Disusun oleh : Kelompok E

Bagus Ngurah Mahakrishna 06.70.0097

Bagus Ngurah Mahasena Putera Awatara 06.70.0096

I Gusti Ayu Eka Para Santi Sideman 06.70.0137

Ade Rahmatdianto 06.70.0220

Paulus Trihadi Wijaya 06.70.0219

Moh. Sulhan 05.70.0178

Pembimbing :

Sugiharto, dr., MKes. (MARS)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

SURABAYA

2013

Page 2: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai

kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skenario FGD dengan judul “Keracunan

Makanan”

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. DR. Hj. Rika

Subarniati, Dr., SKM, selaku Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; Sugiharto, Dr.,MKes (MARS) selaku

pembimbing FGD, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan dukungan sehingga

laporan FGD dengan judul scenario ‘Keracunan Makanan” dapat kami selesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tulisan ini.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait.

Surabaya, 26 Juli 2013

Penulis

Page 3: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

DAFTAR ISI

Page 4: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

SKENARIO

Perusahaan X memiliki karyawan sebanyak 215 orang, kemarin sebanyak 50

karyawan terserang diare, muntah dan pusing setelah makan siang, sehingga harus

dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan anamnesis para karyawan tersebut sebanyak 47

orang menyatakan telah makan siang di warung A dan 3 orang lainnya makan siang di

warung C.

Page 5: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di tahun 1993, WHO melaporkan bahwa keracunan makanan menyebabkan

70% dari kasus diare. Pencemaran ini sebagian besar berasal dari industri boga dan

rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika Serikat, 20% kasus terjadi di rumah

makan, dan 3% ditemukan di industri pangan. Sementara di Eropa, sumber kontaminasi

terbesar justru berasal dari rumah, (46%), restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%),

fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing 6%), dan sekolah (5%). (Arisman, 2009)

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga

pengawasan penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor

yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah (1)

pendinginan yang tidak adekuat: 63%; (2) makanan terlampau cepat disajikan: 29%; (3)

kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik: 27%; (4) higiene yang buruk

pada pengonsumsi makanan, atau telah terinfeksi: 26%; (5) pemanasan ulang yang tidak

adekuat: 25%; (6) alat pembersih yang tidak baik: 9%; (7) mengonsumsi makanan yang

basi: 7%; (8) kontaminasi silang: 6%; (9) memasak atau memanaskan makanan secara

tidak adekuat: 5%; (10) wajan berlapis bahan kimia berbahaya: 4%; (11) bahan mentah

tercemar: 2%; (12) penggunaan zat aditif secara berlebihan: 2%; (13) tidak sengaja

menggunakan zat aditif kimia: 1%; (14) sumber bahan makanan yang memang tidak

aman: 1%. (Arisman, 2009)

Sementara itu, keracunan makanan sendiri berarti penyakit yang terjadi setelah

menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari jamur, kerang, pestisida,

susu, bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan, dan bakteri. Pada

dasarnya, racun ini mampu merusak semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling

sering terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. (Arisman,2009 ;

http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)

Page 6: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Gejala keracunan makanan bervariasi berdasarkan tingkat keparahannya.

Beberapa gejala dapat berupa:

1. Nyeri perut, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi, kram otot perut

yang disebabkan oleh kekurangan elektrolit

2. Muntah, biasanya disebabkan oleh keracunan makanan akibat S. aureus,

B. cereus, Novovirus.

3. Diare, biasanya kurang dari 2 minggu

4. Nyeri kepala

5. Demam

6. Feses berdarah atau feses seperti air cucian beras

Pada kasus yang parah, dapat menimbulkan gejala neurologik, kerusakan hepar,

kerusakan ginjal, hingga kematian. (Arisman, 2009 ;

http://emedicine.medscape.com/article/175569-overview)

Istilah keracunan makanan (food poisoning / food intoxication) sebaiknya

jangan dicampur adukkan dengan foodborne disease / illness. Meskipun keduanya

ditularkan lewat makanan, istilah terakhir ini mengacu pada semua mikroorganisme

(bakteri, virus, dan parasit) tanpa mempedulikan mampu tidaknya mikroba tersebut

menghasilkan racun. Selain itu keracunan makanan hanya berkaitan dengan makanan

yang secara alami telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik penghasil

racun. (Arisman, 2009)

Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

foodborne infections, foodborne toxicoinfections, dan foodborne intoxications.

Foodborne infections terjadi bila jasad renik patogen terkonsumsi dan kemudian menetap

di dalam tubuh. Biasanya, jasad renik ini memperbanyak diri di dalam saluran cerna

sambil mengiritasi dinding saluran cerna, bahkan terkadang menginvasi jaringan. Contoh

jasad renik patogen golongan tersebut adalah Listeria, Salmonella, dan Campylobacter.

akan tetapi, tidak semua Salmonella menimbulkan infeksi, sebagian varian Salmonella

Page 7: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

lain ternyata mampu menghasilkan racun sehingga berperan sebagai penyebab keracunan

makanan. (Arisman, 2009)

Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi mampu

menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna. Artinya, bukan hanya

jasad renik yang membahayakan, melainkan racun yang dihasilkannya. (Arisman,2009)

Foodborne intoxications terjadi akibat mengonsumsi makanan yang telah

mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin).

Penyakit yang dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi (Arisman,

2009)

Page 8: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Tabel 1. Bakteri patogen, sumber, dan pangan yang berpeluang terkontaminasi

(Winiati, dkk, 2006)

Page 9: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Perkembangbiakan bakteri dalam makanan ditentukan oleh keadaan lingkungan

serta temperatur yang cocok, selain ketersediaan zat gizi sebagai sumber makanan.

Contohnya, satu sel bakteri yang hidup dalam lingkungan yang sesuai, dalam waktu 20-

30 menit akan membelah diri sehingga dalam waktu 7 jam saja ( menurut perhitungan

laboratoris), jumlah bakteri tersebut akan menjadi dua juta. Faktor yang menyokong

perkembangbiakan organisme tersebut adalah temperatur, waktu, kelembaban, oksigen,

pH, dan cahaya. (Arisman, 2009)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kasus yang terjadi pada Perusahaan X merupakan suatu kasus

akibat keracunan makanan?

2. Warung manakah yang menjadi sumber penyebab terjadinya

keracunan makanan tersebut?

3. Bagaimana sanitasi warung A dan C yang diduga sebagai penyebab

keracunan makanan?

4. Siapakah yang menyiapkan makanan di kedua warung yang diduga

sebagai penyebab keracunan makanan?

C. Tujuan

1. Untuk memastikan bahwa kasus yang terjadi pada 50 karyawan

Perusahaan X tersebut merupakan kasus keracunan makanan.

2. Untuk mengetahui warung manakah yang menjadi sumber keracunan

makanan tersebut.

3. Untuk mengetahui status sanitasi kedua warung tersebut yang diduga

dapat menyebabkan keracunan makanan.

4. Untuk mengetahui apakah faktor penularan keracunan makanan

tersebut berasal dari tubuh manusia

Page 10: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

BAB II

ANALISIS KASUS

A. Analisis Secara Epidemiologi

Angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit

Bawaan Makanan dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan

POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan

pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya

meninggal dunia. Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio

antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di

masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika

merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia

pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan

seribu orang diantaranya meninggal dunia.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak

langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-

ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan

sebagainya. (http://www.gizi.net/makalah/Food_Safety_Dadi.pdf)

B. Analisis Kausa dan Alternatif Kausa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan

fisik. Sering pasien justru mengarahkan kepada diagnosis saat mereka datang berobat ke

dokter, misalnya “ Perut saya sakit setelah makan kentang saat rekreasi” atau “Saya

makan telor mentah untuk menambah stamina” (Arisman, 2009 ;

http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm)

Anamnesis selayaknya dilakukan dengan cermat dan sistematis karena gambaran

klinis sebagian (kecil, memang) keracunan makanan bersifat patognomonik, sedangkan

Page 11: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

pemeriksaan laboratorium pada keadaan akut tidak begitu bernilai. Kemungkinan

penyebab dapat ditelusuri melalui anamnesis yang cermat dan sistematis terhadap pasien,

dan juga anggota keluarga serta orang lain yang mungkin terpapar oleh makanan yang

sama. (http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)

Informasi yang harus diperoleh meliputi masa inkubasi dan durasi penyakit, jenis

makanan yang disantap, tempat makan, karakteristik dan frekuensi muntah atau diare,

serta keterkaitan dengan gejala sistemik lain. (Arisman, 2009 ;

http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm)

Tabel 2. Kemungkinan Penyebab Keracunan Berdasarkan Jenis Makanan

(Arisman, 2009 ; http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)

Jenis Makanan Kemungkinan Mikroba

Tinggi protein (unggas, mamalia, selada

telut, dll)

S. aureus

Serealia (nasi goreng, makanan kering

herbal, sayuran, daging)

B. cereus

Daging, kaldu, makanan kering, sayuran C. perfringens

Daging, unggas setengah matang (juga susu

segar)

C.jejuni

Daging dan babi setengah matang (juga

olahan susu)

Y.enterocolitica

Daging dan sayuran mentah E.coli

Ikan (masak atau mentah) V.parahaemolyticus

Selada, sayuran mentah Shigella

Daging, susu, unggas, telor setengah

matang

Salmonella

Page 12: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Tabel 3. Onset, Durasi, Dan Gejala Keracunan (Arisman, 2009 ;

http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)

Onset (Masa Awitan)

Gejala Utama Jasad Renik/Toksin

Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan< 1jam Mual, muntah, rasa yang

tidak lazim di mulut, mulut terasa panas

Garam logam

1 - 2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit kepala, pusing, sesak napas, gemetar, lemah, pingsan

Nitrit

1 - 6 jam (rerata 02-04) Mual, muntah, diare, nyeri perut

Staphylococcus aureus dan enterotoksinnyaBacillus cereus

8 - 16 jam (2-4 jam muntah)

Muntah, kram perut, diare, rasa mual,

Jamur berjenis Amanita

6 - 24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, pelebaran pupil, pingsan, koma

Radang Tenggorokan Dan Gejala Saluran Napas12 – 72 jam Radang tenggorokan,

demam, mual, muntah, pengeluran secret dari hidung, terkadang ruam kulit

Streptococcus pyogenes

2 – 5 hari Radang tenggorokan dan hidung, eksudat berwarna keabuan, demam, menggigil, nyeri tenggorokan, lemah, sulit menelan, pembengkakan kelenjar getah bening leher

Corynebacterium diphtheria

Gejala Saluran Cerna Bawah (Kram Perut, Diare) yang Dominan2 – 36 jam (rerata 06 - 12) Kram perut, diare, diare

yang di sebabkan Clostridium perfringers, kadang-kadang rasa mual dan muntah

C. perfringens; B. Cereus; S. faecalls; S. faecium

12 – 74 jam (rerata 18 - 36 Kram perut, diare, muntah , demam, menggigil, lemah hebat, mual, sakit kepala, kadang-kadang diare

Salmonella spp (termasuk S. arizonae), E. coli enteropatogenik, dan Enterobacteriacae, V.

Page 13: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

berdarah dan berlendir, lesi kulit yang di sebabkan Vibrio vulnivicius. Yersinia enterocolitica menyebabkan gejala menyerupai flu dan appendicitis akut

parahaemolyticus, Y. enterocollitica, Aeromonas hydrophila, campylobacter jejuni, V. cholera (01 dan non-01), V. vulvinicus, V. fluvialis

3 – 5 hari Diare, demam, muntah dengan nyeri perut, gejala saluran napas

Virus-virus enteric

1 – 6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), sakit perut, berat badan menurun

Giardia lambia

1 – beberapa minggu Sakit perut, diare, sembelit, sakit kepala, mengantuk, kadang tanpa gejala

Entamoeba histolytica

3 – 6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit perut, kadang gastroentritis

Taenia saginata, Taenia solium

Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Geli, Paralisis)< 1 jam Gastroenteritis, cemas,

penglihatan kabur, nyeri dada, sianosis, kedutan, kejang

Fosfat organik

Salviasi berlebihan, berkeringat, gastroenteritis, nadi tidak teratur, pupil mengecil, bernapas seperti orang asma

Jamur jenis Muscaria

Rasa baal atau gatal, pusing, pucat, perdarahan perut, pengelupasan kulit, mata terfiksasi, refleks hilang, kedutan, paralisis otot

Tetrodotoxin

1 – 6 jam Rasa baal atau gatal, gastroenteritis, pusing, mulut kering, otot nyeri, pupil melebar, pandangan kabur, paralisis otot

Ciguatoxin

Rasa mual, muntah, rasa geli seperti di garuk, pusing, lemah, tak ada nafsu makan, berat badan menurun, binggung

Chlorinated hydrocarbon

2 jam – 6 hari (12 – 36 jam)

Vertigo, pandangan kabur atau diplopia, refleks cahaya

Clostridium Botulinum dan toksinnya

Page 14: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

hilang, sulit menelan, berbicara, dan bernapas, mulut kering, lemah, paralisis pernapasan

> 72 jam Rasa baal, kaki lemah, paralisis spastic, penglihatan berkurang, buta, dan koma

Air raksa organik

Gastroentritis, nyeri pada kaki, kaki dan tangan jatuh

Triothocresyl phosphate

Berdasarkan onset, durasi dan gejala utama, maka jasad renik/ toksin yang

dicurigai sebagai penyebab keracunan makanan pada Perusahaan X adalah

Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Salmonella sp.

C. Analisis Alternatif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Pemecahan Masalah

yang Dipilih

Hal yang terbaik untuk memecahkan masalah keracunan makanan ini adalah

dengan pencegahan seperti yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),

yaitu:

1. Cuci tangan bersih-bersih sebelum mengolah makanan

2. Menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena

makanan matang yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan

bahan makan mentah.

3. Memasak makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang

tercemar oleh organisme penyebab penyakit.

4. Makan makan yang dimasak segera. Jika makanan dingin pada suhu

ruangan maka mikroba dapat berkembang biak.

5. Menyimpanan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena

makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam

keadaan panas atau dingin.

Page 15: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

6. Memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan

perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang

biak selama penyimpanan.

7. Menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih. (Pratiknjo, 2007)

Page 16: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

BAB III

PENDEKATAN / PEMECAHAN MASALAH

Keracunan makanan masih merupakan gejala yang merajalela di Asia Tenggara,

termasuk di Indonesia, walaupun telah banyak menelan korban jiwa dan para pejabat

tidak henti-hentinya memperingatkan kepada para penjual makanan untuk

memperhatikan kebersihan. (Arisman, 2009)

Banyak orang yang bergerak dalam bisnis makanan dan konsumen sendiri tidak

menghiraukan kebersihan dan kesehatan. Masih banyak pula orang belum menyadari

bahwa mereka mempunyai hak utama sebagai konsumen untuk menolak pengelolaan

makanan yang tidak bersih dan sehat. (Arisman,2009)

Tindakan Preventif melalui komunikasi yaitu sesuaikan dengan metode

komunikasi sesuai dengan target grup dan situasi:

1. Informatif, mempengaruhi melalui penerangan. Misalnya penyuluhan untuk

memberikan wawasan dan pengetahuan.

2. Persuasif, mengubah kesadaran/sikap. Contoh penyuluhan keamanan pangan

terhadap target grup yang telah tersugesti terlebih dahulu.

3. Edukatif, mengubah perilaku secara teratur dan terencana dan butuh waktu lama

namun efektif.

4. Kuratif, mempengaruhi dengan cara memaksa. Contoh menyampaikan pendapat,

bahaya dan ancaman tentang kebersihan makanan. (Arisman,2009)

Banyak sekali kondisi atau faktor, yang memengaruhi insidens keracunan

makanan. Faktor-faktor tersebut adalah industrialisasi, urbanisasi, perubahan gaya hidup,

populasi yang padat, perdagangan bebas, higiene lingkungan yang buruk, kemiskinan,

dan ketiadaan fasilitas menyiapkan makanan. (Arisman, 2009)

Berdasarkan gejala, penyebab, dan derajat keparahan keracunan makanan; terapi

keracunan makanan dapat meliputi: rehidrasi oral, antibiotik, dan antitoksin.

(http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning)

Page 17: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Perawatan keracunan makanan di rumah :

Episode pendek muntah dan sejumlah kecil diare berlangsung kurang dari 24 jam

biasanya dapat dirawat di rumah.

1. Jangan makan makanan padat selama mual atau muntah tapi minum sedikit

cairan.

2. Sedikit, sering teguk cairan adalah cara terbaik untuk tetap terhidrasi.

3. Hindari alkohol, kafein, atau minuman manis.

4. Obat untuk mengobati mual atau diare seperti teh dengan lemon dan jahe dapat

digunakan untuk mengobati gejala. Tidak ada obat herbal yang terbukti

mengobati keracunan makanan. Konsultasikan dengan praktisi kesehatan sebelum

minum obat herba untuk keracunan makanan.

Setelah berhasil mentoleransi cairan, makan harus dimulai perlahan, ketika mual

dan muntah telah berhenti. Makanan biasa yang mudah dicerna pada perut harus dimulai

dalam jumlah kecil seperti nasi, gandum, roti, kentang, sereal rendah gula, daging tanpa

lemak, dan ayam (tidak digoreng). Susu dapat diberikan secara aman, meskipun beberapa

orang mungkin mengalami intoleransi laktosa.

Kebanyakan keracunan makanan tidak memerlukan obat untuk menghentikan

diare, tetapi umumnya aman jika digunakan sesuai petunjuk. Hal ini tidak dianjurkan obat

ini digunakan untuk mengobati anak-anak. (Cunha,2013)

Obat-obatan untuk keracunan makanan :

Pengobatan utama untuk keracunan makanan adalah mengganti cairan ke dalam

tubuh (rehidrasi) melalui infus dan dengan minum. Pasien mungkin perlu dirawat di

rumah sakit. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan dehidrasi, respon terhadap terapi,

dan kemampuan untuk minum cairan tanpa muntah. Anak-anak khususnya, mungkin

perlu observasi ketat.

1. Anti-muntah dan diare obat dapat diberikan.

2. Dapat diberikan anti demam jika pasien demam untuk membuat pasien lebih

nyaman.

Page 18: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

3 Antibiotik jarang diperlukan untuk keracunan makanan. Dalam beberapa kasus,

antibiotik dapat memperburuk kondisi. Hanya beberapa penyebab spesifik dari

keracunan makanan dapat menggunakan obat-obat ini. Diare pada wisatawan/

traveler's diarrhea (Shigellae) dapat dikurangi dengan antibiotik,

4 Keracunan jamur atau makan makanan yang terkontaminasi dengan pestisida,

pengobatan agresif dapat mencakup intravena (IV) cairan, intervensi darurat

untuk gejala yang mengancam jiwa, dan memberikan obat-obatan seperti

penangkal, seperti karbon aktif. Ini keracunan sangat gawat dan mungkin

memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. (Cunha,2013)

Keracunan makanan sesungguhnya bukan masalah yang tidak bisa ditengarai dan

sulit dicegah. Dengan mengetahui rantai produksi pangan, mulai dari tempat pembiakan,

tempat penangkapan hingga tersaji di meja makan, tempat kontaminan menyusup cukup

mudah dianalisis. Pada tataran pengelola makanan dalam jumlah besar (misalnya, pabrik

dan jasa boga), adanya kemungkinan celah tempat kontaminan menyusup ke dalam rantai

makanan perlu dicermati untuk selanjutnya dicari pemecahannya. Pada tingkat

perorangan, resiko keracunan makanan dapat diperkecil dengan jalan menjaga makanan

agar tidak tercemar, mencegah pertumbuhan bakteri yang terlanjur mencemari makanan,

dan membasmi bakteri dalam makanan. (Arisman, 2009)

Tips sederhana mencegah keracunan makanan:

1. Menjaga agar makanan panas tetap panas atau tetap dingin.

2. Menyimpan makanan yang mudah membusuk dalam freezer.

3. Menyimpan makanan sisa sesegera mungkin dalam lemari es.

4. Memasak makanan hingga matang.

5. Tidak menggunakan telur mentah yang telah retak kulitnya.

6. Mencuci tangan sebelum mengolah makanan, dan setelah menyentuh bahan

makanan mentah.

7. Menggunakan 2 alas pemotong: 1 untuk daging 1 untuk sayuran.

Page 19: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

8. Mencuci bersih alas pemotong minimal 3 kali seminggu dengan larutan hydrogen

peroksida: ¼ gelas H2O2 3% + 7,5 liter air; atau setengah cangkir chlorin + 1 liter

air; kemudian di bilas dengan air bersih.

9. Segera pulang setelah berbelanja, terutama semasa musim panas, dan segera

menyimpan belanjaan sesuai pentunjuk pada label.

10. Mencuci peralatan yang telah bersinggungan dengan bahan mentah.

11. Memanaskan ulang makanan hingga mendidih setidaknya selama 4 menit.

12. Mencuci lap dapur dengan larutan (1 bagian pemutih berbasis chlorine di campur

dengan 20 bagian air tiap hari).

13. Membuang makanan kaleng yang sudah berkarat, menggelembung, pecah, atau

sudah bocor.

14. Mengatur suhu lemari es pada ≤ 4P C, dan freezer pada ≤ -17P C.

15. Tidak memberikan madu kepada bayi (kemungkinan Botulisme), kecuali bila

berusia diatas 1 tahun.

16. Mencairkan makanan beku (terutama daging dan unggas ) hanya di dalam lemari

es. (Arisman, 2009)

Selain tips sederhana diatas dan pencegahan yang telah dianjurkan WHO, ada

beberapa hal yang harus pemerintah lakukan berkaitan dengan masalah keracunan

makanan yaitu :

1. Perlunya upaya perlindungan konsumen makanan secara medis dan

yuridis

2. Perlunya peningkatan pengetahuan / pendidikan melalui penyuluhan

mengenai makanan, supaya masyarakat tidak membeli makanan yang

kadaluwarsa atau yang sudah rusak kemasannya.

3. Sebelum diedarkan di masyarakat atau produksi, seharusnya jenis

makanan (dalam kemasan kaleng) diuji secara laboratories oleh pabriknya

dan secara prefentif juga dilakukan oleh Direktorat POM (Pengawasan

Obat dan Makanan). Disini Direktorat POM harus secara rutin dan aktif

melakukan rasia terhadap makanan yang beredar di masyarakat terutama

yang tidak ada registernya. Pemerintah melalui media massa perlu

Page 20: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri makanan

yang sudah kadaluwarsa.

4. Didirikan pos pusat pelayanan penanganan kasus keracunan yang tugasnya

memberikan informasi, yaitu pengenalan atas identifikasi kasus serta

faktor-faktor penyebabnya, memberikan nasehat-nasehat upaya

pertolongan pertama, memberikan penerangan kepada masyarakat luas

tenang upaya pencegahan timbulnya dampak negatif penggunaan beragam

bahan kimia. (Pratiknjo, 2007)

Dalam hal ini, penderita keracunan makanan dapat ditangani sesuai kondisi umum

penderita. Sedangkan pada penjual makanan dapat dilakukan penyuluhan dengan:

menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena makanan matang

yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan bahan makan mentah, memasak

makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang tercemar oleh organisme

penyebab penyakit, menyimpan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena

makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas

atau dingin, memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan

perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang biak selama

penyimpanan dan menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih.

Pasca Kejadian Keracunan Makanan sangat perlu untuk dilakukan :

1. Pelatihan

a. Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan (PAEL) yang diikuti oleh petugas dinas

kesehatan propinsi, kab/kota

b. Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP)

c. Pelatihan/Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

2. Pembelian alat

Untuk menunjang penanggulangan keracunan makanan diperlukan peralatan

pengambilan dan pemeriksaan sampel makanan dan specimen bagi

BBTKLPM, KKP dan Dinas Kesehatan

:

Page 21: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

3. Menyusun Pedoman dan Peraturan

Untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan dalam menunjang investigasi

keracunan makanan, maka sangat diperlukan adanya pedoman dan peraturan

Langkah-langkah dalam menghadapi informasi/berita KLB keracunan makanan

dari media cetak / elektronik:

1. Menghubungi Petugas Dinas Kesehatan (Propinsi, Kab/Kota) tempat terjadinya KLB

keracunan Makanan melalui Telpon, HP/SMS

2. Mencatat data/informasi tentang :

a. Penderita

b. Waktu Kejadian

c. Tempat kejadian

d. Upaya yang dilakukan

e. Solusi / Pemecahan masalah

3. Meminta hasil investigasi lapangan dikirim ke Ditjen PPM & PL (SD-HSMM & SD

SE) melalui fax, surat, e-mail

4. Kunjungan ke lokasi KLB untuk investigasi/ Pasca KLB Keracunan Makanan

(Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013)

Perlengkapan yang dibutuhkan dalam penanganan kasus keracunan makanan

meliputi seperangkat alat untuk pemeriksaan, perlengkapan transportasi, perkakas

pengumpul sampel makanan sisa, serta alat penunjang yang mungkin diperlukan. Alat

pemeriksaan terdiri dari: kuesioner tentang penyakit, kotak plastik untuk menyimpan

materi, kemasan sampel steril, lembar informasi tentang pengambilan sampel, sarung

tangan plastik sekali pakai, sendok plastik, dan kantung aluminium foil.

Perlengkapan transportasi mencakup freezer kecil, label, data barang, jadwal

perjalanan, dan catatan pengiriman barang. Jika media khusus dibutuhkan, segera

konsultasikan dengan ahli mikrobiologi.

Pengumpul sampel makanan terdiri atas sendok, tongue depressor, kemasan steril,

kantung plastik, swab media tube, termometer digital, kapas alkohol, sarungan tangan

disposable, dan buku catatan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan sampel.

Page 22: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

Perlengkapan penunjang berupa peralatan fotografi, senter, petunjuk jalan, kartu

identitas petugas, buku catatan sampel dan segel pemerintah, buku catatan petugas, dan

buku peraturan perundang-undangan. (Arisman, 2009)

Masalah utama penanganan keracunan makanan:

1. Koordinasi dan kerjasama antar instalasi yang menangani KLB keracunan

makanan yang meliputi:

a) Koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah/dinas kesehatan setempat

kurang, terutama dengan dihapusnya lembaga Kanwil sebagai penanggung jawab

Tim Penanggulangan Keracunan Pangan di Propinsi

b) Prosedur pelaporan maupun penanganan keracunan pangan belum dipahami

sepenuhnya oleh petugas di lapangan

2. Penanganan dan analisis sampel, diantaranya:

a) sampel yang diduga sebagai penyebab keracunan sering terlambat atau tidak dapat

diperoleh sehingga tidak dapat dilakukan analisis penyebab KLB

b) Seringkali balai POM mendapat sampel dari pihak luar/kepolisian yang umumnya

tidak mengetahui bagaimana mengambil dan menangani sampel tersebut

c) Akses yang terbatas terhadap laboratorium rujukan dan kurang memadai dalam

identifikasi patogen/bahan berbahaya penyebab keracunan makanan

3. Masalah lain seperti:

a) Masih rendahnya kejadian yang dilaporkan

b) Lebih banyak diarahkan untuk menghitung jumlah kasus keracunan makanan saja

c) Tidak banyak manfaat yang dapat digunakan dalam program keamanan makanan

d) KLB tidak dapat ditangani secara tuntas (Food Watch Sistem Keamanan Pangan

Terpadu, 2005)

Page 23: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang ada, maka kami menyimpulkan bahwa:

1. Kasus diare yang menimpa 50 karyawan di perusahaan X merupakan kasus

keracunan makanan.

2. Kemungkinan penyebab keracunan makanan yang terjadi di warung A dan C

adalah toksin Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Salmonella sp.

3. Warung A lebih mungkin menimbulkan kasus keracunan makanan daripada

warung C dilihat dari jumlah penderita.

4. Jenis makanan yang menjadi penyebabnya tidak bisa dipastikan karena data yang

tersedia sangat terbatas, tetapi semua jenis makanan mungkin saja menjadi

penyebabnya.

SARAN

Adapun saran yang dapat kami berikan untuk mencegah terjadinya kasus yang

serupa, antara lain :

1. Memperbaiki manajemen warung dengan melakukan pemilihan dan pengolahan

bahan makanan serta penyimpanan makanan jadi.

2. Tindakan pencegahan yang dilakukan berupa sanitasi yang baik, penyuluhan

kesehatan, pembinaan dan pengawasan serta pemberian sanksi.

Page 24: FGD Kelompok E Keracunan Makanan

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

a. Arisman, Dr. buku ajar ilmu gizi Keracunan Makanan, cetakan I, Jakarta

2009.

b. http://emedicine.medscape.com/article/175569-overview

c. Winiati,Endang,Dahrul, dkk. Penyuluhan Keamanan Pangan Untuk

Konsumen Swalayan, Direktorat Surveilan Dan penyuluhan keamanan

pangan.

d. Keamanan pangan , Gizi Buruk Serta Dampak Sosio-Ekonominya,

http://www.gizi.net/makalah/Food_Safety_Dadi.pdf

e. http://www.medicinenet.com/food_poisoning/article.htm

f. Pratiknjo, Laksomono. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu

Indikator Lemahnya Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk

Makanan yang Beredar. Dalam Jurnal Ilmiah [Online], vol 1 (30), 4

halaman.

http://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/edisi/Volume.I.Nomor.2.Januari.2007 [20

Mei 2013]

g. http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning

h. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu, 2005. Diunduh dari

http://skpt.pom.go.id/v1/berita/4fw/foodwatch2.pdf

i. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013. Strategi

Penanggulangan KLB Keracunan Pangan. Jakarta: Badan POM RI

j. Cunha, John, et all. 2013. Food Poisoning. tersedia

http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/article_em.htm