keracunan makanan (1)
TRANSCRIPT
BAB II
KERACUNAN MAKANAN
A. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang timbul setelah mengkonsumsi
makanan dan minuman yang tercemar dengan kuman (bakteri, virus, parasit) atau
bahan kimia. Gejala yang umum muncul berupa nyeri kram perut, diare, mual dan
muntah, demam, sakit kepala. Namun gejala tesering berupa muntah dan diare.
Gejala yang dialami dapat berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya
bergantung kepada ketahanan fisik, jenis racun, jumlah racun yang termakan, dan
umur. Onset gejala mulai dari satu jam sampai lima hari setelah mengonsumsi
makanan yang telah terkontaminasi.5,6
Racun ini dapat berasal dari:5
1) Makanan yang tercemar oleh kuman yang berbahaya.
2) Makanan yang tercemar oleh bahan-bahan kimia.
3) Makanan yang tercemar oleh lalat dan sebagainya.
4) Makanan yang mengandung toksin atau racun.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan keracunan makanan, antara lain:4
1) Pendinginan yang tidak adekuat (63%).
2) Makanan terlampau cepat disajikan (29%).
3) Kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik (27%).
4) Higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan atau telah terinfeksi
(26%).
5) Pemanasan ulang yang tidak optimal (25%).
6) Alat pembersih yang tidak baik (9%).
7) Mengonsumsi makanan basi (7%).
8) Kontaminasi silang (6%).
9) Memasak atau memanaskan makanan secara tidak optimal (5%).
10) Wajan berlapis bahan kimia berbahaya (4%).
3
11) Bahan mentah tercemar (2%).
12) Pengguanan zat aditif yang berlebihan (2%).
13) Tidak sengaja menggunakan zat aditif kimia (1%).
14) Sumber bahan makanan memang tidak aman (1%).
Faktor yang berperan dalam meningkatkan insidens keracunan makanan:4
a. Industrialisasi, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup
Industrialisasi dan urbanisasi berpengaruh terhadap terjadinya kontaminasi
makanan serta perubahan gaya hidup kearah peningkatan selera untuk
mengonsumsi daging hewan juga ikut menambah risiko terpapar dengan
bakteri patogen lewat daging, unggas dan susu olahan lainnya. Hal ini
terjadi karena sebagian hewan ini kerap terinfeksi ole bakteri patogen
seperti Salmonella. Selain itu, perubahan gaya hidup dengan
meningkatnya konsumsi makan siap saji dan kebiasaan untuk makan
diluar dapat berpengaruh juga dalam kejadian keracunan makanan.
b. Populasi yang padat
Jumlah masyarakat yang peka terhadap keracunan makanan juga semakin
meningkat yakni kelompok lansia, penderita infeksi HIV, keganasan dan
ereka yang tengah menjalami kemoterapi. Selain itu, kondisi perang,
bencana alam dan bencana sosial dapat menyebabkan malnutrisi yang ikut
mempermudah kejadian keracunan makanan lebih luas.
c. Perdagangan bebas
Pasar bebas baik tingkat regional maupn internasional berisiko
menyebabkan keracunan lintas wilayah. Sebagai ilustrasi di tahun 1995,
KLB shigellosis pernah melanda beberapa negara Eropa Utara akibat
lobak impor dari Spanyol.
d. Higiene lingkungan buruk, kemiskinan dan ketiadaan fasilitas menyiapkan
makanan,
Ketiadaan air, sanitasi pendingin makanan dan bahan bakar untuk
memasak dapat menyulitkan penyiapan makanan secara tepat sehingga
mendukung pertumbuhan mikroorganisme.
4
Kontaminasi4
Makanan yang bersial ialah makana yang tidak terkontaminasi oleh
kotoran dan tidak menampakkan tanda pembusukan bakteri. Penyebab penyakit
dapat ditularkan pada mnusia melalui banyak jalan yakni udara, air, tanah, kontak
langsung antar orang, dan makanan. Ssebagian penyakit dapat ditularkan lewat
makanan oleh hewan atau alat masak.
Kontaminasi silang merupakan konsep keamanan makanan yang sangat
penting. Kondisi ini erjadi jika zat pencemar berpindah dari satu makanan ke
makanan lain melalui permukaan benda selain makanan, misal alat untuk
memasak dan tangan manusia.
Bahan makanan yang berisiko tinggi untuk terkontaminasi bakteri:4,7
1. Daging
Daging hewan berkaki empat dan unggas merupakan sumber
mikroorganisme patogen yang lazim. Hewan dapat mengalami infeksi yang
bersifat subklinis dan mikroorganisme patogen yang terkandung pada
jaringannya dapat berpidah langsung ke manusia, bila daging tersebut
teramakan atau secara tidak langsung menularkan infeksi ke hewan lain
melalui tinja atau permukaan tubuhnya.
2. Unggas
Salah satu unggas yang sering dikonsumsi adalah ayam. Mulai dari proses
pemotongan sampai pembersihan melalui proses perendaman, pemanasan
dan pendinginan. Bila proses tersebut tidak dilakukan dengan optimal, dapat
memungkinkan terjadiny kontaminasi oleh mikroorganisme.
3. Kulit telur
Telur yang kotor dapat terjadinya kontaminasi oleh bakteri Salmonella, yang
menempel di bagian luar kulit telur dapat dengan mudah berpindah ke
makanan.
4. Hewan peliharaan dan hewan lain
5
Saluran cerna hean mengandung bakteri patogen, mikroorganisme yang
paling sering adalah salmonella. Hewan peliharaan di dapur rumah tanggaa
atau restoran dapat dengan mudah meneruskan zat pencemar di tubuhnya ke
makanan atau permukaan tempat makanan yang diproses. Tikus dan hewan
pengerat lain dapat membawa banyak penyakit menular ke makanan melalui
air urin dan tinja, air liur ketika hewan tersebut mengerat zat makanan di
gudang.
5. Serangga
Lalat secara mekanik mengantarkan bakteri dari satu tempat ke tempat lain
dengan cara hinggap di atas permukaan yang kotor, kemudian berpindah ke
makanan.
6. Tanah
Clostridium botulinum dan clostridium perfringens banyak ditemukan di
tanah. Kedua bakteri ini dapat diterbangkan oeh angin dan tertangkap oleh
burung atau hewan lain maupun tumbuhan.
7. Tubuh manusia
Stafilokokus dan mikroorganisme lain dapat ditemukan di tanga, sela kuku,
luka biasa, luk bakar dan dalam hidung, tenggorokan orang yang terinfeksi
dapat dengan mudah ditularkan lewat makanan. Stafilokokus aureus dapat
menembus kulit dan berkembang biak di dalam pori-pori serta folikel rambut.
Buruknya higiene seseorang sangat mempengaruhi dalam hal kontaminasi
makanan.
Penyebab keracunan makanan berupa:6
1. Mikroorganisme
a. Bakteri, merupakan mikroorganisme yang paling sering menimbulkan
keracunan makanan.
- Bacterial infection, bakteri patogen terkonsumsi dan kemudian menetap dan
bermultiplikasi di dalam tubuh.
- Bacterial intoxications, mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh
toksin bakteri.
6
b. Parasit
c. Virus
d. Bahan kimia seperti insektisida, cairan pembersih.
Keracunan makanan oleh bakteri dapat terjadi melalui berbagai proses, sebagai
berikut:8
- Terdapat bakteri atau toksin di dalam makanan.
- Makanan tersebut cocok untuk perkembangan bakteri.
- Lingkungan yang baik untuk bakteri seperti suhu hangat 5-60C dan
kelembaban yang memadai.
- Masa inkubasi bakteri untuk tumbuh berkembang.
- Terdapat sejumlah bakteri dan toksin yang cukup untuk dapat
menimbulkan penyakit.
- Makanan tersebut dikonsumsi.
Berikut ini merupakan rantai keracunan makanan
Bakteri membutuhkan berbagai keadaan untuk dapt tumbuh dan berkembang,
seperti:6
1. Suhu
Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 4-60C. Suhu dibawah 4C dan
antara 60-74C tidak dapat membunuh bakeri tersebut dan juga tidak
mendukung bakteri untuk berkembang. Namun suhu diatas 74C akan dapat
membunuh bakteri.
2. Protein
Bakteri akan berkembang lebih cepat pada makanan yang tinggi akan protein,
karena protein itu sendiri merupakan sumber utama untuk bakteri. Sehingga
7
pada daging dan seafood yang tinggi protein akan lebih mudah bakteri
berkembang.
3. Air
Bakteri juga memerlukan air untuk kelangsungan hidup, sehingga kandungan
air dalam makanan sebaiknya dikurangi dengan pemanggangan, penambahan
garam pektin ataupun gula. Namun kandungan air yang rendah dalam
makanan tidak aka membunuh bakteri, tapi hanya menghambat
perkembangannya saja.
4. pH
Bakteri memerlukan pH netral untuk bertahan hidup, namun demikian tinggi
ataupun rendah pH makanan tersebut tidak akan membunuh bakteri dan hanya
menghambat perkembangannya.
5. Oksigen
Beberapa bakteri dapat hidup dan berkembang pada lingkungan yang kaya
oksigen, dan sebagiannya lagi dapat hidup dan berkembang pada lingkungan
yang rendah oksigen.
6. Waktu
Meninggalkan makanan dalam suhu kamar selama lebih dari 2 jam sudah
dapat memberikan kesempatan bakteri untuk berkembangbiak dan berpotensi
menyebabkkan keracunan makanan.
8
Jenis-jenis keracunan makanan9
Organisme dan masa inkubasi Sumber utama infeksi
(kontaminasi
makanan)
Gejala
Salmonellosis
Salmonella species
6-72 jam (umumnya 18-36
jam)
Daging mentah atau
kurang matang,
unggas, telur,
makanan jadi, daging
yang terkontaminasi
kotoran, higiene
makanan buruk,
kontaminasi silang
dari peralatan masak.
Diare, kram perut,
demam ringan, mual,
sangat berat pada usia
muda dan tua. Semakin
berat bila berasal dari
makanan berlemak (keju,
harmburger, hot dog,
cokelat)
Stahylococcal food poisoning
Staphylococcus aureus
1-8 jam (umumnya 2-6 jam)
Ditemukan di hidung,
tenggorokan, kulit,
dan tangan sekitar
30-50% pada orang
sehat.
Terkontaminasi lewat
orang yang terinfeksi,
batuk, bersin, kulit
kotor, jerawat.
Tumbuh dengan
cepat pada makanan
kaya proteoin seperti
daging, unggas, ikan,
susu, keju.
Muntah, mual, kram
perut, diare, menggigil.
Dapat membaik dalam
24-48 jam.
Campylobacteriosis
Campylobacter jejuni
2-7 hari (umumnya 3-5 hari)
Ditemukan dalam
saluran pencernaan
hewan liar dan
peliharaan. Banyak
Demam, diare, kram
perut, BAB berdarah.
9
ditemukan pada
daging dan unggas
yang berkontak
dengan feses. Suber
lain berupa susu
mentah, kerang,
daging sapi, ayam.
Clostridium perfringens
8-27 jam (umumnya 10 jm)
Tumbuh cepat pada
makanan yang
pendinginan tidak
optimal dan disimpan
dalam suhu kamar,
terutama daging dan
unggas. Terdapat di
tanah dan usus hewan
dan menyebar ke
daging.
Nyeri perut, diare,
terkadang mual dan
muntah. Gejala biasanya
ringan namun dapat
berat.
Botulism
Clostridium botulinum
2 jam-8 hari (umumnya 18-36
jam)
Terdapat di tanah, air
laut. Sayura dan
seafood sering
terkontaminasi.
Ditransmisikan lewat
makanan kaleng.
Menyerang ke sistem
saraf dan menimbulkan
mual, muntah, fatigue,
sakit kepala, mulut dan
kulit kering, konstipasi,
paralisis, diplopia, sulit
bernafas.
Listeriosis
Listeria monocytogenes
4-21 hari
Tumbuh pada suhu
pendingin. Air,
produk susu mentah,
sosis.
Demam, sakit kepala
berat, mual, muntah,
meningoencephalitis,
delirium, koma.
Foodborne infections
1. Enterohemorrhagic
Escherichia coli
Air dan makanan
yang terkontaminasi
BAB cair atau darah,
kram perut, mual,
muntah. Beberapa orang
10
0157:H7
3-7 hari (umumnya 3-
4 hari)
2. Infeksi E. Coli lainnya
Spesies yang berbeda
24-72 jam
oelh feses, daging
tidak matang, ham,
sayuran mentah, susu
mentah, dan kerang
yang terkontaminasi
oleh limbah.
dengan infeksi 0157:H7
berkembang menjadi
sindrom uremik
hemolitik dengan
kerusakan ginjal
permanen.
Shigellosis
Shigella
1-3 hari
Sangat menular
melalui makanan, air
atau susu yang telah
terkontaminasi oleh
orang yang terinfeksi.
Diare, demam, mual,
muntah, kram perut,
BAB berisi darah,
mukus dan pus. Pada
anak-anak dapat timbul
kejang.
Bacillus cereus
1. Diare: dari sup, daging
dan unggas. 8-16 jam
2. Muntah: dari nasi. 30
menit-5 jam
Makanan dengan
higiene yang buruk,
sup, sereal, daging
atau unggas, dan nasi.
Gejala biasanya ringan
1. Mual, kram
perut, diare
2. Mual, muntah,
diare
Yersiniosis
Yersinia enterocolitica
3-7 hari
Daging babi dan
produk olahan babi,
cokelat, dan susu.
Diare terkadang disertai
darah, kram perut, nyeri
sendi.
Hepatitis
Virus hepatitis A
10-50 hari (umumnya 25 hari)
Makanan
terkontaminasi oleh
orang yang terinfeksi.
Salad, kerang yang
terkontaminasi oleh
kotoran, air minum
yang tercemar.
Gejala ringan
Fatigue, jaundice,
demam, mual, anoreksia,
urin berwarna gelap,
BAB pucat.
Amebiasis
Entamoeba histolytica
2-4 minggu
Air dan makanan
yang terkontaminasi
oleh feses. Makanan
yang diolah oleh
Demam, menggigil,
kram perut, diare
berdarah dan mukus.
11
orang yang telah
terinfeksi.
Giardiiasis
Giardia lamblia
5-25 hari (umumnya 7-10
hari)
Air yang telah
terkontaminasi oleh
feses, air sungai.
Makanan yang diolah
oleh orang yang telah
terinfeksi.
Kram perut, penurunan
berat badan, fatigue,
diare.
Cryptosporidiosis
Cryptosporidiosis parvum
2-10 hari
Air minum yang
tercemar dan air
kolam renang.
Makanan yang diolah
oleh orang yang telah
terinfeksi.
Diare, kram perut, mual,
muntah dan demam
ringan.
Diagnosis4
a. Anamnesis
Informasi yang harus diperoleh meliputi masa inkubasi dan durasi
penyakit, jens makanan yang disantap, tempat makan, karakteristik dan
frekuensi muntah dan diare, serta keterkaitan dengan gejala sistemik lain.
b. Pemeriksaan fisik
Menentukan derajat kehilangan cairan. Mulut kering, tak ada keringat,
uriasi berkurang menandakan dehidrasi ringan. Hipotensi ortosttik, turgor
kulit lambat, mata cekung menandakan dehidrasi sedang. Sementara itu,
dehidrasi berat timbul sebagai hipotensi yang dikompensasi oleh
takikardia, delirium dan syok.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, feses. Kultur feses diindikasikan terutama bila
pasien mengalami diare erdarah, nyeri perut hebat. Spesimen yang harus
12
dikumpulkan meliputi tinja, urin, darah, muntahan penderita, serta apusa
peralatan masak.
d. Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen dilakukan bila pasien mengeluh perut kembung, sakit
perut hebat, karena dicurigai adanya obstruksi atau perforasi. Jika feses
bercampur darah, sigmoidoskopi dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lain yang bersamaan.
B. Dampak Keracunan makanan
1. Keracunan makanan oleh bakteri
a. Staphylococcus aureus keracunan makanan dapat terjadi ketika anak
Anda makan makanan yang terkontaminasi dengan enterotoksin
(biasanya makanan dibiarkan pada suhu ruang terlalu lama), yang
dengan cepat menyebab kan gejala (dalam waktu 2-7 jam) termasuk
muntah-muntah, diare berair dan tidak baik demam atau demam.
Untungnya, gejala biasanya hilang secepat mereka datang, dalam
waktu 12 sampai 24 jam.10
b. Salmonella keracunan makanan cukup terkenal karena semua dari
wabah Salmonella terakhir. Gejala keracunan Salmonella makanan
biasanya mulai sekitar 6 sampai 72 jam setelah terpapar bakteri ini dan
termasuk diare berair, demam, sakit perut, mual dan muntah. Gejala
biasanya berlangsung 4 sampai 7 hari dan biasanya hilang tanpa
pengobatan.10
c. E. Coli O157 adalah jenis tertentu dari bakteri E. coli yang dapat
menyebabkan keracunan makanan dengan kram perut parah, diare
berdarah dan kadang-kadang demam derajat rendah. Meskipun
kebanyakan anak dengan E. coli O157 sembuh tanpa pengobatan
dalam 5 sampai 7 hari, beberapa mengembangkan kondisi yang
mengancam jiwa yang disebut "sindrom uremik hemolitik" (HUS).
Anak-anak dapat mengembangkan E. coli O157 infeksi sekitar 1
sampai 10 hari setelah makan produk daging yang terkontaminasi yang
13
kurang matang, khususnya hamburger. Minum susu mentah, air yang
tercemar dan jus yang tidak dipasteurisasi dan memiliki kontak dengan
hewan ternak merupakan faktor risiko lainnya.10
d. Shigella merupakan bakteri yang dapat menyebabkan diare berdarah,
di samping kram perut dan demam tinggi. Anak-anak dapat
mengembangkan infeksi Shigella (Shigellosis) sekitar 1 atau 2 hari
setelah makan makanan yang telah terkontaminasi dengan bakteri
Shigella, seperti kentang, susu salad ayam, dan sayuran mentah. Tidak
seperti kebanyakan penyebab lain keracunan makanan, Shigellosis
dapat diobati dengan antibiotik, meskipun sebagian besar infeksi
tersebut pergi pada mereka sendiri dalam 5 sampai 7 hari.10,11
e. Campylobacter keracunan makanan sering dikaitkan dengan makan
ayam setengah matang dan minum susu mentah, dengan gejala
berkembang sekitar 2 sampai 5 hari setelah paparan. Gejala dapat
termasuk diare berair, demam, kram perut, mual, nyeri otot dan sakit
kepala. Meskipun gejala biasanya hilang dalam 7 sampai 10 hari pada
mereka sendiri, pengobatan dengan antibiotik eritromisin mengurangi
berapa lama orang yang menular.10,11
f. Clostridium perfringens keracunan makanan adalah bakteri yang lain
menghasilkan racun dalam makanan. Gejala mulai 8 sampai 22 jam
setelah makan makanan yang terkontaminasi, terutama daging dan
kaldu yang tidak diolah atau disimpan dengan benar, dan termasuk
diare dan kram perut yang intens, yang bisa berlama-lama selama
sekitar 24 jam.10,11
g. Clostridium botulinum keracunan makanan atau botulisme, yang
menghasilkan spora dan racun yang dapat mengkontaminasi sayuran
dan makanan lain yang diawetkan dan kaleng di rumah, madu (yang
mengapa bayi tidak seharusnya makan madu) dan beberapa makanan
lainnya. Selain mual, muntah dan kram perut, anak-anak dengan
botulisme dapat memiliki gejala neurologis, seperti penglihatan ganda,
bicara cadel, kesulitan menelan dan kelemahan otot. Bayi mungkin
14
memiliki kelemahan, sembelit dan makan miskin. Dalam kedua anak-
anak dan bayi, kelemahan otot bahkan dapat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk napas.10
h. Bacillus cereus keracunan makanan menyebabkan diare dan kram
perut sekitar 6 sampai 15 jam setelah makan makanan yang
terkontaminasi, termasuk daging, ikan, sayuran dan susu.
Terkontaminasi padi biasanya menyebab kan diare mual dan muntah,
tapi tidak. Dengan kedua jenis gejala, mereka biasanya hilang dalam
waktu sekitar 24 jam tanpa pengobatan.10,11
i. Bakteri Vibrio parahaemolyticus masuk ke dalam tubuh manusia yang
mengkonsumsi produk makanan laut seperi udang, kerang, ataupun
ikan mentah yang dimasak kurang sempurna. Penularan juga dapat
terjadi pada makanan yang telah dimasak sempurna namun tercemar
oleh penjamah yang pada saat bersamaan menangani produk ikan
mentah. Gejala yang muncul adalah tiba-tiba dan kejang perut yang
berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam.
Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan
dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan
septisemia.12
2. Keracunan makanan virus10
a. Hepatitis A adalah virus penyebab keracunan makanan. Tidak seperti
kebanyakan penyebab lain dari keracunan makanan, itu adalah satu-
satunya yang ada adalah vaksin (anak-anak mendapatkannya dimulai
pada usia 12 bulan) yang dapat mencegahnya. Anak-anak dapat
mengembangkan gejala hepatitis A 10 sampai 50 hari setelah makan
air yang terkontaminasi, sayuran, kerang dan makanan yang
terkontaminasi oleh pekerja restoran.
b. Norwalk virus adalah virus lain yang dapat menyebabkan keracunan
makanan dan sering dikaitkan dengan kapal pesiar. Anak-anak dapat
15
mengembangkan virus Norwalk keracunan makanan setelah minum air
yang tercemar atau makan makanan yang terkontaminasi, termasuk
kerang, bahan salad, kerang mentah, tiram mentah dan makanan lain
yang terkontaminasi oleh pekerja restoran sakit.12
3. Keracunan makanan karena mengonkonsumsi ikan yang tercemar limbah
merkuri13
Sebagian senyawa merkuri yang dilepas ke lingkungan akan diubah menjadi
metilmerkuri (MeHg) oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. MeHg dengan
cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan.
Kadar merkuri dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar air
disekitarnya, jika ikan tersebut berada di lingkungan pabrik yang menggunakan
logam merkuri. Orang-orang yang mempunyai potensial terkena merkuri (Hg)
diantaranya :
Pekerja pabrik yang menggunakan Hg.
Janin, bayi dan anak-anak :
o MeHg dapat menembus plasenta.
o Sistem saraf sensitif terhadap keracunan Hg.
o MeHg pada ASI, maka bayi yang menyusu dapat terkena racun.
Masyarakat pengkonsumsi ikan yang berasal dari daerah perairan yang
tercemar merkuri.
Merkuri termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan
terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak,
90 % ditemukan dalam darah merah. Efek toksisitas merkuri terutama pada
susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana merkuri terakumulasi yang dapat
menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor (gerakan fluktuatif
gemetar pada tubuh) dan kehilangan daya ingat. MeHg mempunyai efek pada
kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi
baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan. Bayi
16
yang dilahirkan dari ibu yang terkena racun MeHg dapat menderita kerusakan
otak dengan akibat :
1. Retardasi mental, yaitu keadaan dengan intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
2. Tuli.
3. Buta.
4. Mikrocephali (campak).
5. Cerebral palsy.
6. Gangguan menelan makanan.
Efek terhadap sistem pernapasan dan pencernaan makanan dapat menyebabkan
terjadinya keracunan yang parah.Keracunan merkuri dari lingkungan dapat
mengakibatkan kerusakan berat pada jaringan paru-paru, sedangkan keracunan
makanan yang mengandung merkuri dapat menyebabkan kerusakan liver.
4. Dampak terhadap sosio-ekonomi
Dampak terhadap ekonomi dapat dihitung melalui perkiraan biaya yang
dikeluarkan untuk biaya pengobatan, kerugian yang ditimbulkan akibat tidak bisa
bekerja, permasalahan hukum yang ditimbulkan dan sebagainya. Untuk konteks
Indonesia, Badan POM (2005) mencoba mengkalkulasikan kerugian yang
ditimbulkan akibat masalah keamanan pangan selama tahun 2004. toal kehilangan
mencapai 6.7 miliar Rupiah. Sebagai rujukan, di Amerika Serikat diperkirakan
kerugian yang ditimbulkan akibat masalah keamanan pangan tiap tahunnya
mencapai 5 hingga 6 millar dollar. Suplai makanan di Amerika Serikat dapat
dikatakan sebagai yang paling aman di dunia. Tetapi tetap saja angka kesakitan
dan angka kematian karena masalah keamanan pangan tinggi sekali. CDC
memperkirakan setiap tahunnya 76 juta orang Amerika menderita sakit akibat
masalah keamanan pangan, 300 ribu diantaranya harus dirawat di rumah sakit dan
5000 orang meninggal akibat masalah keamanan pangan.17
17
Dampak masalah keamanan pangan(Available at
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Food_Safety_Dadi.pdf)
5. Keracunan Makanan yang sering Dijumpai Di Indonesia
Keracunan makanan yang sering dijumpai di Indonesia adalah : 1. Keracunan
singkong (Manihot Utilissima), 2. Keracunan jengkol (Pithecolobium
lobatum), 3.
Keracunan tempe bongkrek, 4. Keracunan Aflatoksin.14:
a. KERACUNAN SINGKONG (MANIHOT UTILISSlMA)
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi
akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu
glikosidaccyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan
racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini
diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida
yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam
cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong
menderita keracunan. Hal ini selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam
singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di
makan.5 Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di
dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam
singkong akan berkurang oleh karena
18
HCN akan larut dalam air. HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan
asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan
dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan
ini, 02 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif
terhadap kekurangan 02 akan sangat menderita terutama jaringan otak.
Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada
susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul
kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan.
Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.14
GEJALA15
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
2. Sesak nafas
dan cyanosis.
. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai
koma.
6. Renjatan.
DIAGNOSA5,6
Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan
anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh
muntahan dan bahan makanan yang tersisa.
PENGOBATAN15
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada
di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan
pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Diberikan Natrium
thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila
timbul cyanosis dapat diberikan 02.
19
b. KERACUNAN JENGKOL (PITHECOLOBIUM LOBATUM)
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan. Yang menyebabkan keracunan
tersebut ialah asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengadung
belerang yang dapat diisolasi dari biji jengkol (Pithecolobium lobatum).
Timbulnya keracunan tidak bergantung dari jumlah biji jengkol yang di makan
dan apakah jengkol itu di makan mentah atau di masak lebih dahulu.
Demikian juga tidak ada hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang
di makan. Van Veen dan Hyman berkesimpulan bahwa timbulnya gejala
keracunan tergantung dari kerentanan seseorang terhadap asam jengkol.15
GEJALA
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang
menyumbat tractus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-
12 jam setela memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang
terlambat 36 jam
sesudah makan biji jengkol. Umumnya penderita menceritakan setelah
memakan beberapa biji jengkol, ia akan merasa nyeri perut, kadang-kadang
disertai muntah, adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Volume air
kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat
hematuria. Nafas dan urine berbau jengkol.16
LABORATORIUM
Pada pemeriksaan urine dengan mikroskop dapat ditemukan hablur asam
jengkol berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan
atau berupa roset.16
PENGOBATAN
Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perutjpinggang saja) penderita tidak
perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banyak minum serta memberikan
natrium bikarbonat saja. Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria
20
dan tidak dapat minum) penderita perlu dimuat dan diberi infus natrium
bikarbonat dalam larutan glukosa 5%.16
c. KERACUNAN TEMPE BONGKREK
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur
dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Sering pada proses pembuatan ini
terjadi kontaminasi dengan Clostridium botalinum suatu kuman anaerob yang
membentuk spora atau dan Bacterium cocovenenans yang mengubah
gliserinum menjadi racun toksoflavin.16
GEJALA
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Gejala intoksikasi ini serupa dengan gejala
yang ditumbulkan oleh kurare yaitu : pusing, diplopia, anorexia, merasa
lemah, ptosis, strabismos, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
Kematian bisa timbul dari 1 -8 hari. Biasanya sekaligus beberapa anggota
suatu keluarga terkena.16
PENGOBATAN
Lavase lambung, katarsis, dapat pula diberikan antitoxin yang disertai dengan
pemberian glukosa intravena. Pemberian glukosa intravena ini sebaiknya
disertai dengan larutan garam fisiologis dan plasma. Cairan ini harus diberikan
secepatcepatnya bila ada persangkaan.16
d. KERACUNAN AFLATOKSIN
Aflatoksin ialah sejenis racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus
dan penicillium. Racun inibanyak terdapat pada bahan makanan yang
dikontaminiasi oleh jamur tersebut. Aflatoksin tidak menyebabkan keracunan
secara akut tetapi secara kronik dapat menimbulkan kelainan hati pada
binatang dan manusia. Sifat khas aflatoksin ialah menunjukkan fluoresensi
jika terkena sinar ultraviolet dan sifat khas ini dipakai dalam penentuan kadar
kwantitatif maupun kwalitatif. Aflatoksin dapat dibagi dalam jenis B1, B2, G1
21
dan G2, M1 dan M2. Aflatoksin jenis B2 yang paling toksik. Jenis aflatoksin
M1 dan M2 banyak ditemukan dalam susu dan kacang yang berjamur.
Aflatoksin banyak ditemukan dalam makanan misalnya : susu, kacang tanah,
oncom, tembakau, minyak kacang dan jamu-jamuan di duga mengandung
aflatoksin tersebut. Penyimpananm lama menyebabkan kerusakan pada bahan
makanan ole mikroorganisme dan jamur yang dapat menghasilkan aflatoksin.
Cara penyimpanan bahan makanan yang terdapat di Indonesia dewasa ini
belum dapat mencegah kontaminasi jamur atas bahan manakan tersebut.
Bahaya aflatoksin terhadap manusia seperti telah disebutkan diatas ialah
menyebabkan kelainan pada hati yang dapat berupa :14,15
1. Serosis hepatis.
Robinson (1967) melaporkan bahwa urine anak yangmenderita serosis hepatis
menunjukkan adanya aflatoksin yang diduga jenis B1. Keracunan aflatoksin
ini dapat pula terjadi atas bayi yang sedang menyusu. Hal ini disebabkan
karena aflatoksin didapat oleh bayi melalui air susu ibu.14,15
2. Karsinoma hepatis primer.
Telah didapatkan hubungan karsinoma hepatis primer dengan aflatoksin. Pada
kasus karsinoma hepatis primer telah diselidiki bahwa penderita dalam jangka
waktu tertentu telah memakan makanan yang diduga sangat mungkin
terkontaminasi jamur yan menghasilkan aflatoksin. Hubungan aflatoksin
dengan karsinoma hepatis primer akibat bahan makanan yang terontaminasi,
telah dilaporkan di Indoensia oleh Pang dkk (1971).15
3. Sindrom Reye.
Reye dkk (1963) pertama-tama melaporkan suatu kasus edema otak,
perlemakan, visera yang terjadi akut dan fatal dalam suatu sindrom patologi
klinis. Mula-mula penyakit ini sisangka disebabkan oleh infeksi virus, tetapi
kemudian dugaan ini dapat disingkirkan. Dugaan yang kuat ialah aflatoksin
merupakan penyebab sindrom Reye.15
C. Penanggulangan Keracunan Makanan
22
Angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi
masalah keamanan pangan dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di
Indonesia. Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat
152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan
makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia. Badan kesehatan dunia (WHO,
1998) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan
dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk
negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO
di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004
adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang
diantaranya meninggal dunia. Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi
Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini
juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas
kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan sebagainya.
Mengingat persoalan keamanan pangan di Indonesia memiliki implikasi
yang sangat luas maka perlu segera mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Terciptanya system keamanan yang ideal memerlukan keterlibatan berbagai
institusi untuk menjamin keamanan pangan, mulai dari hulu hingga ke hilir (from
farm to fork), mulai dari proses pemanenan, distribusi, pengolahan, hingga di
meja konsumen. Terciptanya kondisi keamanan pangan yang ideal adalah
tanggung jawab bersama.17
23
Keamanan Pangan Adalah Tanggung Jawab Bersama(Available at
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Food_Safety_Dadi.pdf)
Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan masalah kesehatan nasional yang
harus ditangani dengan serius. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang
berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka
paling tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan. Tidak hanya di negara
berkembang, di negara maju, termasuk Amerika Serikat yang dipandang memiliki
tingkat kesehatan yang lebih tinggi, diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di
negara maju mengalami KLB keracunan pangan setiap tahunnya (Jenie dan
Rahayu, 2002). Bahkan di Eropa, keracunan pangan merupakan penyebab
kematian kedua terbesar setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas atau ISPA
24
(Sharp dan Reilly, 2000). Terbatasnya data KLB keracunan pangan ini, antara lain
disebabkan oleh ketidak jelasan mekanisme penyelidikan dan pelaporan KLB
keracunan pangan; kesalahan penanganan sampel; lemahnya koordinasi antar
lembaga yang menangani KLB; keterbatasan sumberdaya; keterbatasan kapasitas
SDM dan fasilitas laboratorium; serta keterbatasan dalam akses ke laboratorium
rujukan. Badan POM RI melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan telah membuat program untuk mengatasi masalahtersebut di atas, antara
lain :18
· Penyusunan Draft Mekanisme dan Protap Penyelidikan dan Penanggulangan
KLB Keracunan Pangan: Mekanisme, 17 protap, 31 formulir, referensi, dan daftar
istilah medis keracunan pangan (dalam tahap evaluasi dengan Ditjen PP&PL
untuk dijadikan Peraturan Menteri Kesehatan/Permenkes)
· Perkiraan kerugian ekonomi akibat KLB keracunan pangan
· Pelatihan SDM untuk surveilan KLB keracunan pangan (sejak 2004)
· Program Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan
·Pemetaan kemampuan laboratorium Badan POM RI dalam pengujian agent
penyebab KLB keracunan pangan
· Pengembangan jejaring laboratorium rujukan untuk penyakit akibat pangan di
Indonesia.
· Pertemuan/ komunikasi dengan lembaga/ instansi terkait untuk memperkuat
koordinasi dan keterpaduan dalam surveilan KLB keracunan pangan (aktivitas
rutin) Kewenangan Instansi dalam Investigasi KLB Keracunan Pangan tercantum
pada PP 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Pasal 25-28
tentang KLB Keracunan Pangan.
Untuk menjalankan amanat PP 28 Tahun 2004 tersebut, Badan POM RI
bekerjasama dengan Departemen Kesehatan telah menyusun rancangan peraturan
terkait KLB Keracunan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan dari PP No. 28
tahun 2008. Saat ini sudah disusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang
berjudul Prosedur Tetap Tindakan Pertolongan Kepada Korban, Pengambilan
Contoh Spesimen dan Pengujian Spesimen Serta Pelaporan Kejadian Luar Biasa
Keracunan Pangan dan rancangan Peraturan Kepala Badan POM RI yang berjudul
25
Tata Cara Pengambilan Contoh Pangan, Pengujian Laboratorium dan Pelaporan
Penyebab Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan. Rancangan tersebut
diharapkan dapat disahkan menjadi peraturan pada tahun 2009. Tata laksana
mekanisme penyelidikan dan penanggulangan KLB Keracunan Pangan diuraikan
berdasarkan tiga tingkatan administrasi pemerintahan, yaitu mulai tingkat
Pemerintahan Kabupaten/Kota, tingkat Pemerintahan Provinsi dan tingkat
Pemerintahan Pusat. Di ketiga tingkatan pemerintahan tersebut sangat
memerlukan informasi yang akurat dalam menetapkan dan mengambil
keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan masalah keracunan
pangan. Pada era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
merupakan leader terhadap penyelidikan dan penanggulangan KLB Keracunan
Pangan di daerahnya.18
Penyelidikan KLB Keracunan Pangan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara sistematis terhadap KLB Keracunan Pangan untuk mengungkap
penyebab, sumber dan cara pencemaran serta distribusi KLB Keracunan Pangan
menurut variabel tempat, orang dan waktu. Menurut WHO, langkah-langkah yang
dilakukan dalam penyelidikan KLB keracunan pangan :18
· Mengidentifikasi terjadinya KLB Keracunan Pangan
· Memverifikasi diagnosis;
· Menemukan dan menghitung kasus;
· Menentukan populasi yang terkena risiko;
· menghasilkan gambaran epidemiologi;
· Membangun hipotesis;
· Mengevaluasi hipotesis;
· Melakukan studi epidemiologi, lingkungan dan laboratorium;
· Melakukan tindakan penanggulangan dan pencegahan
· Mengkomunikasikan temuan.
Setelah diketahui penyebab KLB Keracunan Pangan, langkah selanjutnya
adalah penanggulangan KLB Keracunan Pangan yang merupakan serangkaian
kegiatan untuk menanggulangi KLB Keracunan
26
Pangan yang dilakukan berdasarkan hasil kajian tim penyelidikan KLB
Keracunan Pangan atas faktor-faktor yang berkontribusi dalam KLB
Keracunan Pangan Keracunan Pangan. Penanggulangan KLB Keracunan Pangan
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
· Menetapkan masalah dengan mengkaji faktor-faktor yang berkontribusi
· Menetapkan tindakan penanggulangan yang akan dilakukan
· Menentukan target group dari tindak lanjut
· Mengidentifikasi instansi yang bertanggung jawab untuk melakukan
penanggulangan
· Monitoring dan review
·Mengevaluasi penanggulangan secara menyeluruh Penyelidikan dan
penanggulangan KLB Keracunan Pangan dilaksanakan oleh Tim. Keanggotaan
bervariasi tergantung kondisi daerah Anggota tim hendaknya:17,18
Praktisi kesehatan masyarakat atau epidemiologis;
Praktisi keamanan dan pengendalian pangan;
Spesialis laboratorium (mikrobiologis, toksikologis atau yang
dibutuhkan;
Administrasi dan logistik.
Ahli pangan (kimia, mikrobiolog pangan, teknologi pangan)
Paramedis (dokter)
Veterinarian
Virologis
Ahli-ahli yang lain
Kalangan pers
Perwakilan otoritas setempat (pimpinan, dll)
Direktur rumah sakit, anggota dari tim rumah sakit.
27
BAB III
28
KESIMPULAN
Keracunan makanan adalah penyakit yang timbul setelah mengkonsumsi
makanan dan minuman yang yang mengandung racun. Racun pada makanan
dapat berrasal dr pencemaran oleh bakteri, virus, parasit atau bahan kimia.
Sebanyak 63% kasus keracunan makanan terjadi akibat pendinginan yang tidak
adekuat, disusul dengan makanan yang tidak dimasak sempurna dan kebersihan
yang buruk saat membuat atau mengkonsumsi makanan.
Gejala keracunan makanan yang tersering berupa muntah dan diare,
namun gejala yang dialami dapat berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya
bergantung kepada ketahanan fisik, jenis racun, jumlah racun yang termakan, dan
umur.
Dampak keracunan makanan dapat berakibat fatal karena itu perlu di
diagnosis dan ditangani secara tepat. Dari anamnesis perlu diperoleh informasi
mengenai masa inkubasi dan durasi penyakit, jens makanan yang disantap, tempat
makan, karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, serta keterkaitan dengan
gejala sistemik lain. Pemeriksaan fisik dilakukan terutama untuk melihat gejala
dehidrasi. Pemeriksaan penunjang dan laboratorium dapat dilakukan terutama
pada kasus diare berdarah dan bila ada keluhan nyeri perut hebat.
29