intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang...
Post on 28-Dec-2015
53 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang
menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan tingkat
kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek
toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia
OXYGEN THERAPY (TERAPI OKSIGEN)
Senin, 01 Maret 2010
TERAPI OKSIGEN UNTUK KEPERAWATAN
Oleh : Ni Luh Suciati
Pendahuluan
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme
tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal.
Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan
bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk
oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan
memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil
buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Oksigen adalah gas dengan rumus O2, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan
mudah terbakar, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam; unsur dengan nomor
atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994. Merupakan bahan farmakologik,
digunakan dalam proses pembakaran (oksidasi).
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun 1775 dan
diberi nama oleh Lavoiser, dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak
awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia
dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun
1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien
hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematology / hemoglobin (transport oksigen). Bila terjadi gangguan pada salah
satu sistem transports oksigen, bisa mengakibatkan gangguan oksigen jaringan.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi
demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan
segera untuk mengatasi masalah.
Oksigen dikatakan dan diperlakukan sebagai obat, serta bukan sebagai pengganti
pengobatan lain dan harus digunakan hanya jika ada indikasi. Oksigen mahal dan memiliki
efek samping yang berbahaya. Sebagaimana penggunaan obat, dosis atau konsentrasi
oksigen harus dipantau secara kontinyu. Perawat harus memeriksa rutin program dokter
untuk memverifikasi bahwa klien menerima oksigen dengan konsentrasi yang
diprogramkan. Lima benar pemberian obat juga berlaku untuk pemberian oksigen
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel
melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus
memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian
O2.
A. Pengertian
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar Pelayanan Keperawatan
di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 )
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosphir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 )
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan
dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik )
B. Organ-organ yang terlibat dalam terapi oksigen
Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam terapi oksigen, maka kita harus
membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya anatomi dan fisiologi
sistem pernafasan, peredaran darah paru yang merupakan bagian sistem kardiovaskuler
dan mekanisme kontrol pernafasan secara kimiawi maupun pengaturan oleh sitem saraf.
Anatomi sistem pernafasan
Pada dasarnya anatomi sistem pernafasan terdiri dari rangkaian saluran yang
menghantarkan udara dari luar yang kaya akan oksigen menuju membran kapiler alveoli
yang kaya kapiler darah merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler. Bernafas adalah
pergerakan udara keluar masuk saluran pernafasan disebut juga ventilasi. Fungsi dari
sistem persarafan termasuk saraf pusat adalah mengatur berlangsungnya ritme ventilasi,
dengan mengatur gerakan otot dada dan diafragma.
Susunan saluran udara pernafasan dimulai dari 1)hidung, 2)faring, 3)laring, 4)trachea,
5)bronchus dan 6)bronchiolus. Ketika udara masuk melalui hidung, udara tersebut akan
disaring, dihangatkan, dan dilembabkan, yang merupakan fungsi dari mukosa saluran nafas
bersilia dan bersel goblet yang memproduksi mucus. Partikel debu yang kasar disaring oleh
rambut yang terdapat dalam rongga hidung, sedangkan partikel yang halus terjerat dalam
lapisan mucus yang melapisi mukosa. Silia akan mendorong mucus menuju faring yang
kemudian akan dibatukkan atau tertelan. Kelembaban dijaga oleh air yang berasal dari
lapisan mucus, sedang pemanasan diberikan oleh jaringan pembuluh darah dibawahnya,
sehingga udara yang masuk hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dengan
kelembaban mendekati 100 % ketika mencapai faring.
Laring organ yang dibentuk tulang rawan dan otot, mengalirkan udara yang masuk dari
faring menuju trakea. Selain mengalirkan udara laring mempunyai fungsi yang lebih penting
sebagai organ fonasi atau organ suara dan sebagai organ pelindung. Pita suara berada di
pangkal laring, dan membentuk ruang segitiga yang dinamakan glottis. Glottis merupakan
antara saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Fungsi pelindung laring
adalah sebagai berikut, pada waktu menelan makanan glottis menjaga agar makanan tidak
masuk kedalam trachea, tetapi mengarahkan makanan masuk kedalam esophagus. Waktu
menelan laring bergerak ke atas dari epiglottis akan menutup auditus laring sehingga glottis
tertutup. Bila masih ada benda asing atau makanan masuk kedalam trachea, benda asing,
makanan atau secret akan dibatukkan keluar saluran nafas bagian bawah.
Trachea merupakan saluran yang disokong oleh tulang rawan yang berbentuk lingkaran
tidak sempurna seperti tapak kuda, sehingga permukaan posteriornya pipih. Pada
pemakaian endotraheal, balon yang digelembungkan terlalu besar atau pada pemakaian
yang lama, dapat menekan dinding posterior dan menimbulkan iritasi dan erosi sehingga
dapat menimbulkan fistula trakheo esophageal. Erosi pada bagian anterior yang menembus
tulang rawan dapat terjadi tetapi lebih jarang. Pipa dan balon dapat juga menyebabkan
pembengkakan dan kerusakan pita suara. Karena itu penempatan pipa dan balon
endotrakheal harus diperhitungkan baik posisinya dan tekanannya. Trachea bercabang
menjadi bronchus kanan dan kiri, tempat percabangan dinamakan karina, yang terdapat
banyak saraf dan dapat menyebabkan batuk dan bronchospasme jika dirangsang. Struktur
trachea dan bronchus digambarkan seperti sebuah pohon dan dinamakan tracheobronchial
tree atau pohon tracheobronchial.
Bronchus merupakan kelanjutan dari trachea yang mengalirkan udara ke bronchiolus,
disusun oleh cincin tulang rawan. Bronchus kanan membentuk sudut yang lebih landai
terhadap trachea dibandingkan bronchus kiri. Bronchus kanan juga lebih besar dan pendek,
sedangkan bronchus kiri lebih kecil dan panjang. Pada pemasangan pipa endotrakheal yang
terlalu dalam cenderung akan masuk ke bronchus kanan, sehingga udara tidak masuk ke
bronchus kiri dan menyebabkan atelektasis paru kiri. Bila melakukan pembersihan
bronchus, kateter lebih cenderung masuk ke bronchus kanan, demikian juga benda asing
yang terhirup lebih sering tersangkut di bronchus kanan dari pada kiri. Akan tetapi
percabangan bronchus kanan dan kiri pada neonatus lebih kurang membentuk sudut yang
sama, sehingga intubasi yang terlalu dalam dapat dengan mudah menjadi endobronchial
kanan dan kiri.
Selanjutnya bronchus akan bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian menjadi
bronchus segmentalis. Selanjutnya percabangan dilanjutkan menjadi bronchiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil dengan diameter sekitar 1 mm. Bronchiolus tidak ¬diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos, sehingga ukurannya dapat
berubah. Sampai ke bronchioles terminalis, saluran berfungsi menghantarkan aliran udara
menuju tempat pertukaran gas dalam jaringan paru.
Unit fungsional paru disebut juga asinus, terdapat setelah bronchiolus terminalis yaitu
tempat pertukaran gas.
Asinus / lobulus primer berdiameter 0,5 - 1 cm terdiri :
1. Bronchiolus respiratorius, memiliki beberapa kantung udara / alveolus pada dindingnya
2. Duktus alveolaris dindingnya dibatasi oleh alveolus.
3. Sakkus alveolaris terminalis
Struktur akhir yang strukturnya merupakan kelompok 7)alveolus. Dari trachea sampai
sakkus alveolaris terminalis terdapat 23 cabang. Alveolus dipisahkan oleh dinding tipis /
septum dari alveolus disebelahnya, terdapat lubang komunikasi yang disebut pori – pori
khon. alveolus hanva mempunyai satu lapisan sel saja yang lebih tipis dari diameter sel
darah merah. Dalam tiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus, yang apabila dibentangkan
menjadi seluas lapangan tenis. Untuk mencegah kolaps alveolus dilapisi oleh. surfaktan.
Paru merupakan organ yang elastis, terletak di dalam rongga dada atau toraks, berbentuk
kerucut, bagian atas disebut apeks dan bagian bawah disebut basis. Hilus merupakan
bagian paru tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, pembuluh limfe. Paru kanan dan
kiri dipisahkan oleh mediastinum, di dalamnnya dijumpai jantung dan pembuluh darah
besar. Paru kanan lebih besar dan terbagi 3 lobus, sedangkan paru kiri lebih kecil dan
terbagi 2 lobus. Pleura adalah lapisan kolagen elastis, yang melapisi dinding dada disebut
pleura parietalis dan yang melapisi paru dinamakan pleura viseralis.
Diantara kedua pleura terdapat ruangan yang disebut rongga pleura, sebetulnya kedua
pleura tersebut menempel karena tekanan dalam rongga tersebut lebih rendah dari tekanan
atmosfir untuk mencegah paru menjadi kolaps. Kedua pleura itu hanya dilapisi oleh lapisan
tipis, cairan pleura untuk memudahkan pergerakan paru, sehingga rongga pleura
sebetulnya ruangan potensial saja yang baru terlihat bila terisi oleh cairan atau udara yang
ada dalam jumlah yang bermakna.
Peredaran Darah Paru
Paru mendapat aliran darah dari 2 sumber yaitu arteri bronchialis dan arteri pulmonalis.
Arteri bronchialis mengalirkan darah yang kaya akan oksigen untuk kebutuhan metabolisms
jaringan paru, berasal dari arteri torakalis. Pembuluh darah baliknya vena bronchialis yang
besar bermuara ke vena kava superior dan yang kecil mengalirkan darah ke vana
pulmonalis.
Arteri pulmonalis mengalirkan darah dari ventrikel kanan ke jaringan kapiler paru yang
membungkus alveolus, sehingga terjadi pertukaran gas antara udara dalam alveolus dan
darah. Darah yang kaya akan oksigen dialirkan menuju atrium kiri melalui vena pulmonalis,
selanjutnya ke ventrikel kiri untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.
Sistem peredaran darah paru mempunyai tekanan rendah dan resistensi rendah. Tekanan
darah paru sekitar 25/10 mmHg, dengan tekanan rata - rata 15 mmHg, dengan demikian
beban kerja ventrikel kanan lebih kecil dibandingkan ventrikel kiri, tetapi pada waktu
kegiatan fisik aliran darah pulmoner dapat ditingkatkan tanpa kenaikan tekanan pulmoner
yang berarti.
Mekanisme Kontrol Pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama :
1. Kimiawi
Karbondioksida, produk asam dari metabolisme. Unsur kimia yang asam ini merangsang
pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja pada otot pernafasan.
Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi,
kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan.
2. Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan terletak di dalam medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka pusat itu
mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernafasan, yaitu otot
diafragma dan otot interkostalis.
Gerakan udara keluar masuk paru disebut ventilasi. Inspirasi merupakan proses masuknya
udara ke dalam paru dan ekspirasi merupakan proses keluarnya udara dari dalam paru.
Inspirasi merupakan proses aktif dimana otot pernafasan yang dapat mengangkat dinding
dada dan sternum termasuk diafragma bekerja untuk mengembangkan volume rongga dada
dan paru, sehingga udara masuk kedalam paru. Ekspirasi adalah proses pasif pada
pernafasan biasa, disebabkan elastisitas dari paru, dinding dada, diafragma, isi abdomen
dan dinding abdomen.
Otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari neuron dan reseptor di
daerah pons dan medulla oblongata. Faktor utama yang mengatur pusat pernafasan adalah
kemoreseptor yang peka terhadap perubahan partial CO2 dan Ph di arteri. Penurunan
tekanan partial O2 arteri juga dapat merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer seperti
badan carotid yang terletak dipercabangan arteri karotis, badan aorta pada lengkung aorta,
peka terhadap penurunan kadar O2 arteri. Refleks Hering – Breuer mengatur jumlah udara
yang masuk ke dalam paru, dimana reseptor regang mengirim sinyal kepusat nafas untuk
menghentikan pengembangan berlanjut dan memulai lagi pengembangan paru pada akhir
ekspirasi. Penelitian menunjukan reflek ini tidak aktif pada orang dewasa kecuali bila volume
yang besar melebihi 1 liter. Reflek ini penting pada bayi baru lahir. Mekanisme lain yang ikut
mengatur pernafasan pada saat seperti gerakan sendi otot akan meningkatkan ventilasi,
penghentian pernafasan pada saat tertawa, menangis dan tertawa.
C. Indikasi dan Kontra Indikasi
1. Indikasi
Adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot
tambahan pernafasan,
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 diberikan kepada klien
dengan keadaan / penyakit :
a. Hypoxemia / hypoxia
b. Henti nafas dan henti jantung.
c. Gagal nafas
d. Keracunan CO
e. Asidosis
f. Shock dengan berbagai sebab
g. Selama dan setelah operasi
h. Anemia berat
i. Klien dengan gangguan kesadaran.
j. Sebelum , selama , sesudah suction
k. Nyeri dada, infark miokard akut
l. Payah jantung
m. Meningkatnya kebutuhan oksigen, seperti : luka bakar, trauma ganda, infeksi berat,
demam tinggi, dll
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI tahun 2005, indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
2. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan
lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
D. Konsep Fisiologi / Pengaruh Terhadap Tubuh
O2 ditranspor dari paru ke dalam jaringan tubuh. O2 bergerak menuju ke daerah yang
memiliki perbedaan tekanan. Dari alveolar ke dalam darah. Dari darah arteri ke dalam
jaringan tubuh, ke dalam sel dan mitokondria.
Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenasi yang adekuat :
1. FiO2
2. Pertukaran udara pada alveoli
3. Kandungan O2 dalam vena
4. Distribusi ventilasi perfusi
Kandungan O2 dalam darah terdiri dari :
1. O2 terlarut dalam plasma : PaO2 (mmHg) x 0,003 mL
2. Terikat dengan Hb : Hb x 1,34 x saturasi O2
Kandungan O2 = O2 terlarut + O2 terikat Hb.
Solubilitas oksigen dalam plasma 0,003 ml / dL darah / mmHg.
Kapasitas pembawa yang efektif dari Hb 1,34 mL O2/g Hb .
Fisiologi pernafasan
Proses dimana oksigen berpindah dari udara ke jaringan dan pengeluaran CO2 dari jaringan
ke udara luar. Fisiologi pernafasan dibagi menjadi 4 stadium :
1. Ventilasi : Masuknya udara ke dalam dan keluar paru (Pemindahan O2&CO2 antara
Atmosfir & alveolus)
2. Difusi ( Pemindahan O2 & CO2 antara Alveolus & kapiler)
3. Transportasi ( membawa O2&CO2 transport O2 ke jaringan & CO2 dari jaringan ) :
a. Respirasi eksterna, yaltu difusi gas - gas antar alveolus dan antara pembuluh darah
sistemik dan sel - sel jaringan, distribusi darah dan udara dalam alveolus, reaksi kimia dan
fisika antara oksigen, karbon dioksida dan darah.
b. Respirasi interna : Metabolisms didalam sel untuk menghasilkan energi
4. Pengaturan respirasi( Pengaturan secara sentral)
1. Ventilasi
Pada saat inspirasi, rongga dada membesar sehingga tekanan intra pleura menurun dari -4
mmHg, menjadi -8 mmHg, tekanan intra pulmoner atau tekanan saluran nafas menurun
sampai sekitar -2 mmHg dari 0 mmHg saat dimulainya inspirasi. Hal ini menyebabkan udara
masuk sampai akhir inspirasi, dimana tekanan saluran nafas sama dengan tekanan atmosfir.
Ekspirasi merupakan proses pasif karena elastisitas dinding dada, pada pernafasan biasa.
Relaksasi otot pernafasan, lengkung diafragma naik menyebabkan volume toraks menurun,
tekanan intra pulmoner naik sampai 1 - 2 diatas tekanan atmosfir, udara mengalir keluar.
2. Difusi
Perbedaan tekanan parsial antara darah dan fase gas merupakan kekuatan pendorong
untuk perpindahan fase tersebut, melintasi membran antara alveolus dan kapiler yang
sangat tipis berkisar 0,5 µm.
Tekanan parsial oksigen diatmosfir 149 mmHg, 21 % dari 760 mmHg, di alveolus turun
menjadi 103 mmHg, karena tercampur uap air ruang rugi anatomik. Karena tekanan partial
oksigen dalam darah lebih rendah, maka oksigen mudah berdifusi masuk kedalam aliran
darah.
Perbedaan tekanan partial CO2, antara darah dan alveolus sebesar 6 mmHg, sekalipun
selisihnya relatif kecil, difusi tetap memadai melintasi membran alveolus karena CO2
berdifusi 20 kali lebih cepat melewati membran alveolus dibandingkan O2
Dalam keadaan normal istirahat, difusi berlangsung kurang lebih 0,25 detik dari total kontak
0,75 detik untuk mencapai keseimbangan antara alveolus dan darah. Ruang rugi anatomik,
kira - kira 1 ml per pound berat badan, sekitar 150cc/1501b.
Hubungan Oksigen Dalam Darah
Diperlukan kesesuaian antara ventilasi dan perfusi, yaitu distribusi yang merata dari udara
dalam paru dan perfusi darah dalam kapiler dan sebaliknya. Pada orang normal dengan
posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali
bagian apeks paru. Karena pengaruh gravitasi, sirkulasi pulmoner dengan tekanan dan
resistensi rendah mengakibatkan aliran darah dibasis paru lebih besar daripada diapeks.
Dengan laju ventilasi alveolar normal (4 I/menit) nilai keseimbangan rata–rata antara
ventilasi dan perfusi adalah 0,8 (V/Q adalah 0,8).
3. Transport Oksigen Dalam Darah
Eksternal dan internal respiration
Oksigen diangkut dari paru ke jaringan melalui 2 jalur, pertama secara fisik larut dalam
plasma dan kedua secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihaemoglobin
(HbO2).
PaO2 adalah tekanan partial oksigen di dalam darah arteri, ditentukan jumlah oksigen yang
larut dalam plasma darah. Oksigen yang larut dalam plasma, jumlahnya sangat kecil sekitar
1 % dari jumlah total oksigen yang diangkut ke jaringan, karena tekanan itu tidak memadai
sekalipun untuk bertahan hidup dalam keadaan istirahat. Oksigen yang terlarut plasma
mempunyai hubungan dengan PaO2 (tekanan partial oksigen dalain darah alveolus) dan
daya larut oksigen dalam plasma.
HbO2 (oksihemoglobin), adalah ikatan kimia antara oksigen dan hemoglobin yang bersifat
reversible, 1 gram hemoglobin dapat menglkat 1,34 ml oksigen, jadi bila konsentrasi rata-
rata hemoglobin dalam darah orang dewasa 15 gram per 100 ml darah, maka akan
mengangkut 15 X 1,34 ml atau 20,1 ml oksigen memberikan kejenuhan total (SaO2 100 %).
Tetapi darah yang meninggalkan kapiler paru mendapat sedikit campuran darah vena dari
sirkulasi bronchial, sehinga tingkat kejenuhan turun menjadi 97 % dan oksigen yang
diangkut dalam arterial menjadi 19,5 ml (0.97 x 20,2 ml) per 100 ml darah.
Pada tingkat jaringan,oksigen berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma,
yang kemudian berdifusi ke dalam sel-sel untuk memenuhi kebutuhan jaringan untuk
metabolisme, sekitar 75 % hemoglobin masih berikatan dan kembali ke sirkulasi paru dalam
bentuk vena campuran. Jadi hanya 25 % oksigen dalam darah arteri yang diperlukan untuk
keperluan metabolisme jaringan.
Hemoglobin yang telah melepaskan oksigen disebut hemoglobin tereduksi (HHb), berwarna
ungu, dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang terlihat pada vena-
vena superficial. Oksihemoglobin berwarna merah terang dan menyebabkan warna
kemerah-merahan pada darah arteria.
Kurva Disosiasi Oksihemoglobin
Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen pada
berbagai tekanan partial. Berbagai tekanan partial oksigen dalam darah dihubungkan
dengan kejenuhan hemoglobin, didapatkan gambaran kurva berbentuk huruf S, bagian atas
mendatar dan dikenal sebagai arteri, dan bagian lebih ke bawah berbentuk curam dan
dikenal sebagai bagian vena. Pada bagian datar perubahan besar pada tekanan oksigen
hanya mengubah sedikit kejenuhan oksihemoglobin, berarti jumlah oksigen yang diangkut
ke jaringan relatif konstan. Pada bagian vena yang curam, perubahan besar pada tingkat
kejenuhan hanya terjadi sedikit perubahan tekanan partial oksigen.
Afinitas oksigen terhadap haemoglobin, penting untuk memahami kapasitas angkut oksigen,
karena pangambilan oksigen oleh paru dan suplai oksigen untuk jaringan, yang dipengaruhi
oleh banyak faktor.
Faktor yang mempengaruhi afinitas oksihemoglobin
Kurva disosiasi oksi hemoglobin bergeser ke kiri
(P5O) menurun Kurva Disosiasi oksihemoglobin Bergeser Ke kanan
(P50) meningkat
pH ↑ pH ↓
PCO2 ↓ PCO2↑
Suhu ↓ Suhu ↑
2,3 DPG ↓ 2,3 DPG ↑
Kurva oksihemoglobin bergeser ke kanan, afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang.
Pergeseran kurva sedikit ke kanan, seperti digambarkan oleh bagian vena (Ph 7,38), akan
membantu pelepasan oksigen ke jaringan, hal ini dikenal sebagai efek Bohr.
Pergeseran kurva disosiasi ke kiri, menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap
oksigen. Akibatnya pengambilan oksigen di paru meningkat, tetapi pelepasan oksigen ke
jaringan terganggu.
Afinitas oksigen didefinisikan secara umum adalah PO2, yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kejenuhan 50 %. Bila kurva disosiasi bergeser ke kanan, maka P50 akan
meningkat, sedangkan pergeseran kurva ke kiri P50 akan menurun. Aktivitas karbon
monoksida terhadap hemoglobin sekitar 250 X lebih besar dari pada afinitas oksigen
terhadap hemoglobin. Bila karbon monoksida terhirup, akan berikatan dengan hemoglobin
membentuk karboksihemoglobin yang tidak reversibel, sehingga transport oksigen
berkurang.
Transport Karbondioksida Dalam Darah
Transport karbondioksida dari jaringan ke paru melalui tiga cara :
1. Larut dalam plasma secara fisik : 10 %, CO2 lebih mudah larut dalam plasma
dibandingkan oksigen
2. Karbaminohemoglobin : 20 % berikatan dengan gugus amino pada hemoglobin
3. Bikarbonat plasma : 70 % diangkut dalam bentuk ini
Karbon dioksida berikatan dengan bentuk reaksi berikut ini :
CO2 + H20 ↔H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Persamaan ini dinamakan persamaan dapar asam karbonat-bikarbonat, bersifat reversibel.
Pada keadaan hiperventilasi dimana ventilasi alvorlar berlebih, akan menyebabkan alkalosis
(Ph darah naik), akibat pelepasan CO2 meningkat. Dan pada keadaan hipoventilasi, dimana
ventilasi alveolar, akan menyebabkan asidosis (Ph darah turun), akibat retensi CO2. Kurva
disosiasi CO2, berbentuk hampir lintier, sepeni kandungan CO2, dalam darah berhubungan
langsung dengan PCO2, karena itu, PCO2 merupakan petunjuk yang balk akan kecukupan
ventilasi.
4. Pengaturan respirasi
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama :
a. Kimiawi
Karbondioksida, produk asam dari metabolisme. Unsur kimia yang asam ini merangsang
pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja pada otot pernafasan.
Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi,
kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan.
b. Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan terletak di dalam medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka pusat itu
mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernafasan, yaitu otot
diafragma dan otot interkostalis.
5. Kapasitas dan Volume Paru
E. Prinsip Pencegahan Infeksi
1. Humidifier harus steril dan selalu terisi aquades yang juga steril, sebatas garis bertuliskan
“batas aqua” dan harus diganti / dibersihkan tiap hari, bila aqua steril hendak ditambahkan,
sisa aquades sebelumnya harus dibuang terlebih dahulu.
2. Kalau perlu menggunakan humidifier dingin sekali pakai (Aquapak), yang terbukti selama
pemakaian 58 hari tidak terjadi pertumbuhan kuman.
3. Awasi atau batasi pengunjung. Hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi
saluran nafas atas.
4. Turunkan faktor risiko nosokomial melalui cuci tangan yang tepat pada semua perawat.
5. Gunakan alat terapi oksigen sekali pakai, dan bila harus menggunakan yang reuse, harus
disteril terlebih dahulu. Satu alat untuk satu pasien.
6. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Dorong cairan 2500 ml/hari (dewasa) dalam
toleransi jantung.
7. Berikan isolasi pernafasan bila diindikasikan. Tergantung pada diagnosis khusus pasien
memerlukan perlindungan dari orang lain atau harus mencegah transmisi infeksi ke orang
lain.
8. Khusus pada ventilator yang dipakai dalam jangka waktu lama, humidifier dan sirkuit
harus diganti dan disteril maksimal tiap 3 hari.
F. Prinsip / Hal Lain Untuk Terapi Oksigen
Metode Pemberian Oksigen
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja
dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa
volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan,
maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen
aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi
normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
Low flow low concentration :
a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Low flow high concentration :
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a. Kateter Nasal
kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Lebih jarang digunakan dari pada kanul
nasal. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung
sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada
pasien yang bernafas melalui mulut.
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan membersihkan
mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat
digunakan dalam jangka waktu lama.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik memasukan
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan
mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril,
maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi
distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah
tersumbat dan tertekuk.
b. Kanul Nasal / Binasal / Nasal Prong
Kanul nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1
– 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.
Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan
nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan
mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya
mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk
pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring
sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui
hidung.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila
klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak
dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4
liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan
menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan
mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung
akibat pemasangan yang terlalu ketat.
c. Sungkup Muka Sederhana
Sungkup muka sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian
oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan
konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5
liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan
batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat
menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat
disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan aliran 6 –
15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur
dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan
hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lendir.
Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa terlipat atau
terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan
pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan
minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel
pengikat.
f. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi
O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya
dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 - 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan selaput lendir.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat atau
terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau
batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-
anak.
2. Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume
inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan
PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana
FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi :
a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration)
Masker Venturi
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat
melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran
udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi
menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker
melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia
kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.
FiO2 estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 4 : 24
• Kuning : 4 – 6 : 28
• Putih : 6 - 8 : 31
• Hijau : 8 – 10 : 35
• Merah muda : 8 – 12 : 40
• Oranye :12 : 50
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk
Hudson :
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
Keuntungan
• Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada alat.
• FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser.
• Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
• Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian
• Mengikat
• Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien makan,
minum, atau minum obat.
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.
b. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
• Cardiac arrest .
• Respiratory failure
• Sebelum, selama dan sesudah suction
Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi
dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %.
Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi.
Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian
oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar
2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima
oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah
vital :
• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT )
• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak
Hal – hal yang harus diperhatikan :
• Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah
terjadi distensi abdomen
• Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru
• Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme bronkus
yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :
• Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut
• Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi terhadap muntah /
darah yang dapat mengakibatkan aspirasi
• Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut
• Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem
a. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup ventilasi pasien
per menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo
Trakeal Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada
pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan
adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration
(FiO2)
b. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada pasien di ruang
pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka
masker wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt (Hudak &
Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian aerosol, dapat
memberikan kelembaban yang tinggi.
Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
c. Collar trakeostomi
Keuntungan :
• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan trakeostomi,
• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
Kerugian :
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.
Alat terapi oksigen yang lain
a. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Dapat memberikan FiO2 dari 21 % sampai 100
%. Tujuan ventilasi meknik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat
untuk kebutuhan metabolic pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan
transport oksigen.
a. Inkubator
Digunakan untuk bayi, aliran oksigen : 3 – 8 liter/menit dengan FiO2 ± 40 %
c. Anestetik sirkuit
• Memberikan oksigen selama operasi.
• Pengaturan FiO2 sesuai dengan kondisi pasien ( 21 % - 100 % )
d. CPAP sirkuit
Tidak hanya mensuplai O2 tetapi juga melatih otot pernapasan dengan memberi Continous
Positive Pressure, meningkatkan ekspansi paru sehingga mencegah terjadinya atelektasis
Di berikan pada pasien :
• Selama proses weaning / penyapihan dari ventilator
• Pasien yg mengalami ggn oksigenasi tapi masih bisa bernapas secara adekuat
FiO2 dapat diatur dari 21 % sampai 100 %
Sungkup NIPPV/CPAP(high flow high concentration). c. FiO2 : 21 – 100 %
e. Oksigen Hood
Memberi oksigen sampai 100% (flow 10-15 L/mnt)
Keuntungan
• Memberi jalan untuk tindakan lebih lanjut ke daerah dada, perut, dan ekstremitas
• Toleransi oleh bayi baik
• Dapat memberikan humidifikasi hangat pada temperature yang spesifik.
Kerugian
• Bunyi berisik
• Tidak dapat untuk anak usia > 1 th
• Aliran kurang dari 5 liter/menit dapat menyebabkan CO2 Narcosis
f. Oksigen Tent
Biasanya digunakan untuk bayi, dapat memberikan konsentrasi oksigen sampai 50 %
dengan aliran 10-15 liter/menit.
Keuntungan
• Dapat memberikan kelembaban dan dapat memberikan lingkungan yang sejuk untuk
mengontrol suhu tubuh bayi.
Kerugian
• Tingkat kelembaban dan konsentrasi O2 selalu berubah bila oksigen tent setiap saat
dibuka.
G. Hal Yang Dikaji Sebelum Tindakan
1. Tanda dan gejala hipoksemia/hipoksia :
a. Perubahan status mental (gangguan penilaian, agitasi, disorientasi, kelam pikir, letargi,
dan koma)
b. Dispnea, peningkatan tekanan darah, perubahan frekuensi nadi, disritmia, sianosis sentral
(tanda lanjut), diaforesis, dan ekstremitas dingin.
c. Pada hipoksia akut , perubahan terjadi pada system saraf pusat karena pusat saraf yang
lebih tinggi lebih sensitive terhadap kekurangan oksigen
d. Hipoksia kronis (PPOK dan Gagal jantung kronis), dapat menimbulkan keletihan,
mengantuk, apatis, tidak perhatian, dan waktu bereaksi terlambat. Dan dapat terjadi
clubbing of nails.
2. Kebutuhan akan oksigen dikaji dengan hasil analisis gas darah, pulse oksimetri (SpO2),
dan evaluasi klinis seperti diatas.
3. Kaji riwayat merokok pasien, merokok menyebabkan kerusakan mekanisme pembersihan
mukosiliari paru, dan paralisis ciliary action, mucus menumpuk dalam saluran nafas yang
dapat meningkatkan risiko infeksi, dan berkembang menjadi bronchitis kronis dan hipoksia.
4. Berapa banyak konsentrasi oksigen yang akan diberikan
5. Metode yang akan digunakan.
H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan, kelembaban yang sangat
tinggi atau rendah, adanya jalan nafas buatan : ETT, tracheostomi.
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiper/hipo ventilasi, cemas, kerusakan persepsi/kognitif
3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran
kapiler-alveoli
4. Risiko Kerusakan integritas Kulit b/d faktor risiko eksternal : mekanik (tekanan, gesekan),
kelembaban udara, Iritan, substansi kimia (oksigen)
5. Cemas b/d ancaman kematian, stress.
6. Risiko teraspirasi. Faktor risiko : pemakaian oksigen masker, depresi reflek-reflek laring
dan glotik sekunder akibat terpasang ETT/trakeostomi.
7. Risiko infeksi. Faktor risiko : Intubasi, trakeostomi, destruksi jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan terhadap pathogen, penurunan gerak silia, lingkungan hangat,lembab
(humidifier)
8. Risiko keracunan. Faktor risiko : pemakaian terapi oksigen dengan FiO2 50 % terus-
menerus lebih dari 1-2 hari, tidak ada perlindungan saat kontak dengan bahan kimia, polusi
udara (eksternal), kesulitan kognisi atau emosional (internal)
9. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b/d tindakan : kompleksitas aturan
terapeutik, efeksamping terapi, Situasional : ketidakcukupan pengetahuan, kesulitan
ekonomi (untuk pemberian terapi oksigen di rumah)
I. Outcome Yang Ingin Dicapai
1. NOC Diagnosa keperawatan 1 :
a. Status Respirasi : Potensi jalan nafas
b. Aspirasi terkontrol
Kriteria Hasil :
• Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dispneu (Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
• Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi nafas
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
• Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
2. NOC Diagnosa Keperawatan 2 :
a. Respiratori status : ventilation
Kriteria hasil :
• Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi nafas
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
• Tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, pernafasan)
3. NOC Diagnosa Keperawatan 3 :
a. Respiratori status : gas exchange
b. Tissue perfusion : Pulmonary
c. Vital sign status
Kriteria hasil :
• Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
• Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
• Tanda-tanda vital dalam rentang normal
4. NOC Diagnosa Keperawatan 4 :
a. Tissue Integriti : skin and muccous membrans
Kriteria hasil :
• Integritas kulit dan mukosa bias dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi)
• Tidak ada lesi/luka pada kulit sekitar mulut dan hidung, serta sekitar telinga.
• Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
5. NOC Diagnosa Keperawatan 5 :
a. anxiety control
b. Coping
c. Impulse control
Kriteria hasil :
• Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan gejala cemas
• Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
• Vital sign dalam batas normal
• Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktifitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
6. NOC Diagnosa Keperawatan 6 :
a. Aspiration control
b. Swallowing status
Kriteria hasil :
• Klien dapat bernafas dengan mudah, irama teratur, frekuensi pernafasan normal
• Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas
abnormal.
• Tidak terjadi aspirasi pada pasien
7. NOC Diagnosa Keperawatan 6 :
a. Kontrol risiko
Indikator :
• Mengetahui risiko
• Memonitor faktor risiko dari alat, lingkungan
• Memonitor faktor risiko dari tingkah laku
• Mengembangkan strategi kontrol risiko secara efektif
• Mengidentifikasi dalam skrening untuk mengidentifikasi faktor risiko
• Memonitor perubahan status kesehatan
8. NOC Diagnosa Keperawatan 8 :
a. Knoledge : medication
b. Medication respon
c. Risk control
Kriteria hasil :
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya keracunan
oksigen
• Mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan tertentu
• Tidak terjadi keracunan oksigen
9. NOC Diagnosa Keperawatan 9 :
a. Compliance Behavior
b. Knowledge : Treatment regimen
c. Participation : Health care decisions
d. Treatment behavior : Illness or Injury
Kriteria hasil :
• Mengungkapkan maksud untuk melakukan prilaku kesehatan yang diperlukan atau
keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan komplikasi tindakan terapi oksigen.
• Menggambarkan definisi, tujuan, metode, dosis, efek samping dan pencegahan terhadap
komplikasi.
Tujuan terapi oksigen adalah :
1. Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat.
2. Menurunkan kerja nafas dan miokard.
3. Menilai fungsi pertukaran gas
Beri O2 100 % selama 30 menit, kemudian cek Analisa Gas Darah ( AGD )
AaDO2 > 200 : normal
20 – 40 : V/Q (ventilasi/perfusi) mitsmatch
40 – 60 : shunt
> 60 : ganguan difusi.
J. Persiapan Alat, Lingkungan dan Pasien Sebelum Terapi Oksigen Diberikan
1. Persiapan Alat
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
2. Persiapan Lingkungan
a. Oksigen delivery system jaraknya harus dijaga tidak kurang dari 10 kaki dari sumber
nyala api.
b. Oksigen bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus dihindari : merokok, membuka alat listrik
dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.
c. Jika menggunakan oksigen tabung/cylinders, harus dijaga pada tempatnya / diikat supaya
tidak jatuh, tabung menghadap keatas, dengan pegangan yang kuat.
d. Beri tanda “ Sedang Memakai Oksigen” diatas pintu ruangan, jika digunakan dirumah,
beri tanda tersebut diatas pintu masuk rumah.
3. Persiapan Pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan kondisi
dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
d. Orientasikan klien dan keluarganya mengenai oksigen dan set-up oksigen dan
pencegahan terhadap efek samping oksigen dan bahaya terhadap kebakaran
e. Kaji budaya klien/keluarga, seperti agama Hindu dan Buda yang memakai dupa untuk
sarana sembahyang supaya dijauhkan saat memakai terapi oksigen untuk mencegah
terjadinya kebakaran
K. Prosedur Tindakan dan Rasional
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2 dll,
diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi oksigen
yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
2. Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3. Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga, yang dapat menurunkan konsumsi
oksigen, dan meningkatkan kerja sama klien. Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan
dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Katheter Nasal
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan tindakan
b. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau (memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan)
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan nasal
kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan memasukkan kateter)
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien lebih
nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan)
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung telinga
( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter )
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter tidak
terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter)
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan (Mencegah
kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan
nafas)
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan mencegah
terjadinya efek samping)
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah iritasi dalam
pemasangan kateter)
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung (mencegah
kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter)
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan kemungkinan
distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, epistaksis dan
distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek samping)
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika mungkin
(mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter)
2. Kanul Nasal/binasal/nasal prong
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang elastis sampai
kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.(Membuat aliran oksigen
langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada
tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya)
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang diprogramkan
(1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa
oral serta sekresi jalan nafas)
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan mengurangi
tekanan ujung kanul pada hidung)
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril setiap
waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah inhalasi oksigen tanpa
dilembabkan)
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan permukaan
superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit. (terapi oksigen
menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga
akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit)
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah
hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
3. Sungkup muka sederhana
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi oksigen
adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar)
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan)
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan 5-8
liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis, dan mencegah penumpukan CO2 )
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain kasa pada
daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah iritasi kulit akibat
tekanan)
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.
4. Sungkup Muka Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2 kantong akan terisi waktu
ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi (mencegah kantong terlipat, menjaga
kepatenan sungkup, mencegah penumpukan CO2 yang terlalu banyak)
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.(menjaga
kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat (untuk
mencegah iritasi kulit)
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi akibat
terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah infeksi,
meningkatkan kenyamanan)
5. Sungkup Muka Non Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p) (
b. Atur posisi pasien
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan.
(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas dan mulut)
d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup non
rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90
% (menjaga kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis)
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat, terputar)
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(mencegah kebocoran sungkup)
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat (untuk
mencegah iritasi kulit).
h. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi akibat
terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah infeksi,
meningkatkan kenyamanan)
6. Sungkup Muka Venturi
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan
d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan masker venturi
mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini
memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada
kedalaman dan kecepatan pernafasan)
Contoh : venturi mask merk Hudson :
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut
f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.
Terminasi
1. Evaluasi perasaan pasien, simpulkan hasil kegiatan, berikan umpan balik positif (menkaji
efektifitas terapi, meningkatkan kepercayaan klien pada perawat, memudahkan untuk
kontrak selanjutnya)
2. Kontrak pertemuan selanjutnya (menjamin kepercayaan klien, evaluasi keberhasilan
tindakan)
3. Bereskan alat-alat (mencegah infeksi silang, alat siap pakai, menjamin kelancaran
tindakan berikutnya dengan alat yang sama)
4. Cuci tangan (mencegah penularan/mengurangi penyebaran mikroorganisme)
Dokumentasi
1. Catat hasil kegiatan, metode, kecepatan aliran, kepatenan alat, dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan (menjamin dokumentasi yang baik, memudahkan pelaksanaan
evaluasi, memudahkan komunikasi antar perawat dan petugas kesehatan yang lain)
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Aliran yang sudah ditentukan tekanan oksigen dan lamanya pemberian harus tepat dan
benar sesuai program pengobatan
2. Humidifier harus selalu terisi aquades sebatas garis bertulisan “batas aqua” dan harus
diganti / dibersihkan tiap hari
3. Setiap pemberian O2,harus selalu memakai humidifier yang berisi aquades untuk
mencegah kekeringan mukosa sal nafas
4. Pemeriksaan AGD secara periodik untuk menilai keberhasilan terapi oksigen
5. Pada pasien yang sadar, anjurkan untuk tidak banyak bicara selama pemberian terapi
oksigen
6. Perhatikan kemungkinan regurgitasi yang dapat menyebabkan aspirasi
7. Perhatikan kemungkinan adanya tanda-tanda cyanosis pada bibir,ujung jari tangan dan
ujung jari kaki
8. O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena
itu klien dengan terapi pemberian O2 harus dihindari : merokok, membuka alat listrik dalam
area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.
L. Evaluasi dan Dokumentasi pada Terapi Oksigen
1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan pengetahuan,
penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan warna kulit, peningkatan
saturasi oksigen
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri untuk menilai
keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai PaO2 dan PaCO2 yang
diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x FiO2
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung terhadap
iritasi.
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen yang lain
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien .
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2 yang
diberikan.
M. Hal Lain yang Diperlukan Untuk Memperjelas Konsep Dasar dan Prosedur
Tindakan
1. Humidifier.
Humidifier merupakan salah satu kelengkapan yang penting dalam memberikan terapi 02,
untuk mengetahui lebih lanjut kita perdu tabu tentang definisi, tujuan pemakaian humidifier,
dan jenis humidifier.
a. Definisi
Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & Bare, 2008). Proses penambahan air ke
gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi (Perry & Potter, 2006). Fucker, Canobbio,
Paquette, dan Wells (2000) menyebutkan humidifier merupakan alat yang digunakan untuk
memberikan kelembapan dengan gelembung- gelembung udara pada saat terapi oksigen.
Jadi humidifier merupakan alat humidifikasi atau penambahan kadar air dalam udara
(oksigen) sehingga dicapai kelembaban tertentu.
Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan yang penting karena
selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai konektor selang oksigen (nasal / masker)
yang ke pasien. Selang nasal / masker tidak dapat langsung di sambungkan dengan sumber
oksigen. (Perry & Potter, 2006).
b. Tujuan pemakaian humidifier.
Humidifier merupakan alat humidifikasi, diperlukan saat pemberian oksigen sebagai
pelembab udara. Kelembapan udara dapat mencegah mukosa saluran pernafasan atas
mengalami kekeringan dan iritasi. Humidifikasi juga sangat bermanfaat sebagai ekspektoran
yang mudah untuk mempertahankan sekresi. Humidifikasi dibutuhkan karena oksigen dari
sentral maupun tabung bersifat kering (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004). Pasien yang
mengalami gangguan pelembaban seperti dilakukan bypass (penggunaan endotrakheal
atau trakheostomi). Pasien yang dilakukan bypass dapat memakai humidifier kering bila
oksigen yang diberikan kurang dari 40% dan kurang dari 4 jam (Hilton, 2004).
c. Jenis humidifier
Humidifier dingin/aktif humidifier hangat/pasif
Sebagai alat pelembab udara / oksigen, humidifier mempunyai beberapa jenis humidifier.
Saraswati (2008) humidifier dibagi menjadi humidifier aktif yaitu humidifier yang
mengeluarkan gelembung udara dari tabung yang berisi air teraliri oksigen dan humidifier
pasif merupakan pelembab udara yang menggunakan alat pemanas. Hilton (2004) membagi
ada humidifier hangat dan humidifier dingin. Pembagian humidifier menurut Saraswati
dengan Hilton secara umum sama yaitu humidifier aktif sama dengan humidifier dingin
sedang humidifier pasif sama dengan humidifier hangat.
Humidifier hangat merupakan alat pelembab udara dengan melepaskan uap air atau embun
dari air hangat. Pemanasan air dilakukan dengan mesin listrik sehingga air
mendidih.Humidifier tipe ini digunakan pada terapi oksigen dengan cara closed system yang
digunakan pada ventilator (Rita, 2001).
Humidifier dingin adalah pelembab udara dengan suatu alas akan melepaskan uap / droplet
air yang dingin. Humidifier tipe ini diberikan pada terapi oksigen yang alirannya dapat
bernafas spontan lewat jalan nafas atas. Humidifier ini, secara konvensional dengan teknik
mengalirkan oksigen melalui air yang akhirnya akan timbul gelembung - gelembung udara
yang akan mendorong uap air ke udara (Rita, 2001). Kelembaban yang dihasilkan kurang
lebih 72,5% sampai 78,7% pada suhu ruangan. (Waugh & Granger, 2004). Weber, Palmer,
Jaffar dan Mulholland ( 1998) menyatakan bahwa di daerah cuaca tropis, kelembaban akan
mengalami penurunan, yang didapat hanya 34-56%. Humidifier dingin secara luas
menggunakan humidifier yang dapat digunakan berulang-ulang. Penggunaan humidifier ini
perlu diperhatikan beberapa hal antara lain reservoir (tabung humidifier) harus dalam
kondisi bersih, air dalam humidifier harus air steril dan diganti setiap 24 jam, dan reservoir
harus diisi segara sebelum dipakai, bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus
dibuang dahulu (Panmed Dalin DosokRSU Dr.Soetomo Surabaya, 2000).
Kemajuan teknologi memunculkan penemuan baru yaitu humidifier yang sekali pakai
(aquapak). Yamashita. Nishivama, Yokoyama, Abe, Manabe„ Nishivama, Yokoyama, Abe,
dan Manabe, (2005) menyebutkan bahwa dengan aquapak penggunaan selama 58 hari
secara terns menerus tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Pemakaian aquapak ini perlu
dipertimbangkan efisiensinya karena pemakaian pada klien yang mobilitas tinggi sangat
membebani biaya klien (Yamashita, at al. 2005). Kondisi tersebut kurang sesuai dengan
ruangan jantung dan ruang observasi intensif yang rata-rata pemakaian humidifier 1-7 hari
(buku laporan ruang jantung dan ROI RSU Dr. Soetomo Surabaya 2008).
Penggunaan humidifier penting pada terapi oksigen, tetapi beberapa buku menyebutkan
bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal kanul dengan kecepatan aliran oksigen
kurang dari 4 LPM tidak perlu memakai humidifier (Perry & potter, 2006). Hilton (2004)
menyebutkan bahwa pemberian non humidifier- tidak boleh lebih dari 4 Jam. Kenji (2004)
melakukan penelitian dengan demonstrasi matematika. Menyimpulkan bahwa pemakaian
oksigen 4¬5 LPM tidak membutuhkan humidifier karena aliran oksigen 4-5 LPM dengan
menggunakan alat nasal kanul atau simpel masker, masih dipengaruhi oleh udara ruangan.
Kelembapan udara ruangan masih mencukupi untuk membantu kelembapan terapi oksigen
yang diberikan.
Campbell, Baker, dan Crites (1988) melakukan penelitian bahwa pemakaian humidifier
dengan diisi air atau tidak diisi air dengan aliran oksigen kurang dari 5 liter per menit
selama perawatan, setiap harinya masih ditemukan keluhan kekeringan pada mukosa
hidung. Non humidifier masih dapat menjadi pilihan terapi karena dapat mengurangi biaya
dan mempermudah tugas perawat pada waktu perawatan tabung (Campbell, Baker, &
Crites, 1988).
Nakamura, Mori, Takizawa, dan Kawakami (1996) menambahkan bahwa pemakaian non
humidifier selama 8 jam tidak merusak mukosa hidung. Penelitian diatas menunjukkan
bahwa pemakaian non humidifier dapat dipergunakan selama pasien dirawat di rumah sakit.
Non humidifier dapat dihentikan pemakaiannya bila terapi oksigen lebih dari 5 liter per
menit, seperti yang di sebutkan Uyainah (2006) memastikan bahwa terapi oksigen dengan
FiO, lebih dari 44% dapat mengakibatkan keringnya mukosa.
Pencegahan pertumbuhan bakteri pada tabung humidifier sangat penting dilakukan meski
penelitian sebelumnya tidak menyebutkan kejadian infeksi nosokomial dengan adanya
bakteri pada humidifier. Staffer, at al (1996) menyebutkan bahwa terdapatnya bakteri pada
humidifier akibat masuknya bakteri yang ada diudara atau diri pasien. Aerosol bakteri yang
terdapat dalam air humidifier atau bakteri yang ada di selang oksigen dapat menjadikan
infeksi nosokomial, Aliran oksigen yang rendah dapat menjadi penyebab pertumbuhan
bakteri (Staffer, at al. 1996). Penelitian sebelumnya menemukan bakteri yang tumbuh di
humidifier diantaranya Pseudomonas Afaltol)hilia, Pseudomonas .Aeruginosa, Klebsiella
Pneumoniae, dan Staphylococcus Epidermidis (Cameron, 1987). Cahill dan Heath (1990)
menambahkan bakteri yang muncul Enterobacter Agglomerans, Serratia, and
Bacillus.bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa bakteri tidak membutuhkan oksigen tapi
ada yang membutuhkannya, pH dan temperature juga berpengaruh pada pertumbuhannya,
kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau sedikit alkali (pH
7,2- 7,6) dengan temperatur optimal pada suhu tubuh sekitar 37°C (Gibson, 1990).Bakteri
yang berada di lingkungan/ kondisi kurang baik, akan mati atau mengubah dirinya menjadi
spora. Spora dewasa dapat bertahan dalam keadaan itu hingga tahun, sampai menemukan
tempat/ lingkungan yang baik (Culloch, 2000). Bakteri yang di dapat di lingkungan / udara
rumah sakit antara lain Staphilococus Epidermidis, Bacillus sp, dan SIuphilococus Aureus
(Handiyani, 2001). Bakteri yang terdapat pada daerah mukosa hidung, oropharyng, dan
mulut yaitu Staphilococus Epidermidis, Staphilococus Aurcus, Staphilococus Pticulnomac,
Staphilococus Afulans, Laclobacillus, Bacteroides, dan Actinomyces (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2004).
Pertumbuhan bakteri.
Bakteri tumbuh dengan membelah, dalam waktu yang singkat akan terbentuk koloni. Waktu
pembelahan setiap bakteri berbeda, umumnya antara 1-3 jam, tetapi ada yang 24 jam atau
lebih. Kondisi yang ideal keadaan yang baik, waktu pembelahan dapat sekitar 20 menit,
misalnya pada bakteri E.Coli. Bakteri yang memiliki waktu pembelahan yang panjang adalah
Micobacterium tuberculosis yaitu sekitar 15 jam (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Waktu
petumbuhan bakteri sangat cepat dapat di lihat dari hasil penelitian yang dilakukan
Handayani (2006) dimana seragam klinik yang dipakai petugas kesehatan (mahasiswa)
pada hari pertama, kurang lebih kontak dengan pasien 8-10 jam sudah ditemukan adanya
pertumbuhan bakteri Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya :
air, dimana bakteri akan mati atau mati suri jika terlalu kering, zat-zat organik yang
dibutuhkan bakteri sebagai cumber energi untuk aktifitas metaboliknya, garam-garam
anorganik (fosfat, sulfat, magnesium, kalsium, besi, seng, tembaga, kobal dan molybdenum)
penting untuk sistem enzim di dalam bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa bakteri
tidak membutuhkan oksigen tapi ada yang membutuhkannya, pH dan temperature juga
berpengaruh pada pertumbuhannya, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium
yang netral atau sedikit alkali (pH 7,2-7,6) dengan temperature optimal pada suhu tubuh
sekitar 37 derajat Celcius Gibson,1990).
2. Efek samping dan Komplikasi Terapi Oksigen
a. Keracunan Oksigen
Patofisiologi toksisitas oksigen tidak dimengerti dengan baik, tetapi berkaitan dengan
penghancuran dan penurunan surfaktan, pembentukan lapisan membran hialin paru, dan
terjadinya edema paru yang bukan berasal dari jantung ( Brunner & Suddarth,2001 ).
Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan
surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu. Keracunan oksigen ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari.
Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan
akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru. Kerusakan
jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan
H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli( Razi,
2008 ). Oksigen murni akan menyebabkan kerusakan atau iritasi mukosa saluran
pernafasan. Mukosa saluran pernafasan ini mengandung faktor – faktor pertahanan tubuh,
diantaranya adalah PMN diatas, selain itu juga mengandung imunoglobulin (IgA), interferon,
dan antibiotik spesifik (Price,1995). Kerusakan lapisan ini akan memperparah keadaan suatu
penyakit dan menyebabkan kolaps paru yang berakhir dengan kegagalan nafas dan
kematian (Hole,1993).
First Signs :
a. Retro sternal depression
a. Extreme numb
b. Nausea, vomiting
c. Dyspnea, cough
d. Anxieties
e. Appetite decrease
Second Signs :
a. Worst Dyspnea
b. Cyanosis
c. Respiratory gets worst progressively
Pencegahan toksisitas oksigen dicapai dengan menggunakan oksigen hanya bila diresepkan.
Jika diperlukan konsentrasi tinggi, lamanya dijaga agar tetap minimal dan dikurangi
secepatnya(Brunner & Suddarth,2001). Penggunaan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu
yang lama tidak berarti tidak boleh dilakukan. Konsentrasi oksigen 100 % dapat diberikan
kalau memang masih diperlukan. Setalah hipoksia teratasi secara bertahap konsntrasi
oksigen harus diturunkan serendah mungkin selama SaO2 lebih dari 96 % (Materi Pelatihan
ICU RSUP Dr. Soetomo,2005). Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) atau
CPAP ( Continous Positive Airway Pressure ) sering dilakukan dalam kaitannya dengan terapi
oksigen untuk mencegah microatelektasis, dan dengan demikian memungkinkan
penggunaan oksigen dengan persentase yang lebih rendah.
b. CO2 Narkosis
Pada pasien PPOK, rangsang pernafasannya adalah penurunan oksigen darah, bukan
peningkatan kadar CO2. Dengan demikian pemberian konsentrasi oksigen yang tinggi akan
menyingkirkan dorongan bernafas yang sudah dibentuk sebagian besar oleh tekanan
oksigen rendah yang kronis pasien. Akibat penurunan ventilasi alveolar tersebut dapat
menyebabkan peningkatan progresif tekanan karbondioksida (PaCO2), akhirnya mengarah
pada kematian akibat narkosis CO2 dan asidosis.
c. Microatelektasis
Disebabkan oleh penurunan gas nitrogen dan surfaktan di alveoli.
d. Fibroplasia Retrolental pada bayi prematur
Pada bayi prematur, kapiler retinanya sangat sensitif terhadap pemberian oksigen yang
tinggi. Oksigen dengan persentase yang tinggi akan merangsang immature capillary retina
untuk spasme dan proliferasi (Titin,2007), sehingga merusak retina dan menyebabkan
kebutaan. Oleh karena itu PaO2 harus dijaga antara 60 – 80 mmHg.
e. Barotrauma
Disebabkan oleh tekanan udara yang tinggi, seperti :
Empisema mediastinum
Pneumothorax
Dapat terjadi pada pasien dengan :
1). Pasien dengan ventilator
• Oleh karena PEEP yang terlalu tinggi dan volume yang besar
• Fighting / melawan mesin
2). Pasien dengan bag and mask
• Tekanan / volume yang tinggi
• Not sincronize
3) Pasien yang diberi oksigen scara langsung ( wall outle / O2 cylinder ) tanpa melalui flow
meter.
f. Depresi nafas
Pada pasien gangguan paru tertentu, misalnya PPOK, pemberian oksigen konsentrasi tinggi
bukannya membantu, tapi kemungkinan dapat menekan ventilasi akibat loss of “ Hypoxic
drive “
g. Meledak dan Kebakaran
Karena oksigen mempunyai sifat kombusi (mudah terbakar), selalu ada bahaya api ketika
menggunakan oksigen. a. Don't use electricity tools during O2 therapy
Dilarang merokok dekat pasien yang mendapat terapi oksigen
Pastikan tangan bebas dari minyak saat membuka O2 tube
Letakkan O2 tube jauh dari sumber api dan sinar matahari langsung.
h. Infeksi
Peralatan terapi oksigen juga potensial sebagai sumber infeksi silang bakteri dan karenanya
selang harus sering diganti, tergantung kebijakan pengendalian infeksi dan jenis peralatan
pemberian oksigen. Air humidifier juga dapat sebagai media pertumbuhan kuman, oleh
karenanya harus dibersihkan dan diganti tiap hari.
j. Aspirasi bila pasien muntah.
k. Perut kembung
l. Gangguan gerakan silia dan selaput lendir (mucus blanket)
3. Syarat – syarat terapi oksigen
a. Bebaskan jalan nafas sebelumnya
b. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat dikontrol
c. Tidak terjadi penumpukan CO2
d. Mempunyai tekanan jalan nafas yang rendah
e. Ekonomis, efisien
f. Nyaman untuk pasien
g. Sistem Humidifikasi
h. Pemantauan tanda-tanda klinis
i. Pemantauan analisa gas darah
4. Koreksi Kebutuhan Oksigen
PAO2 = ( 760 - 47 ) x FiO2 – PaCO2
AaDO2 = PAO2 – PaO2
FiO2 = AaDO2 + 100 x 100 %
760
Keterangan :
a. PAO2 : Tekanan O2 dalam alveolus
b. PH2O : Tekanan uap air ( 47 % )
c. PaO2 : Tekanan parsial O2 arteri
d. FiO2 : Fraksi inspirasi O2 ( % )
e. P bar : Tekanan Barometrik (760 mmHg)
f. AaDO2 : Perbedaan tekanan alveolar - arteri
5. Tipe kekurangan oksigen dalam tubuh
a. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam
darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal
PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat
berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79
mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan
hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga
mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun
dan PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan
berada ditempat yang tinggi
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk
mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol
(PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol
(PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2)
menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami
vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup
jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan
kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di
area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi
pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan
menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
b. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan
anoksia, sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan,
secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai klasifikasi lain telah digunakan
namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat berguna apabila masing-masing definisi istilah tetap
diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
1). Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang
2). Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi
maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3). Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok
4). Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan
paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida
N. Pendidikan yang Perlu Diberikan pada Pasien dan Keluarga
1. Beri informasi klien dan keluarga tentang pentingnya dan rasionalisasi terapi oksigen
2. Ajarka klien dan keluarga tentang pencegahan terhadap bahaya penggunaan oksigen
3. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala keracunan oksigen dan retensi CO2.
4. Ajarkan klien dan keluarga teknik alternative komunikasi untuk menurunkan frustasi.
5. Klien dengan alat terapi oksigen menetap di rumah ( permanent tracheostomy), harus
diajarkan kepada klien,keluarga dan care giver tentang perawatan trakeostomi dan teknik
suction.
O. Evidence Base Terapi Oksigen.
1. Oksigen merupakan satu dari beberapa agen terapeutik yang efektif. Terapi oksigen
bermanfaat untuk mengatasi hipoksemia pada pasien yang tidak mengalami masalah paru,
mupun pada pasien PPOK eksaserbasi akut, dimana oksigen juga menurunkan
vasokonstriksi paru dan kerja jantung kanan serta menurunkan iskemia miokard. Dimana
hasilnya adalah terjadinya perbaikan cardiac output. Pada penambahan oksigen, terbukti
(fakta) dapat memperbaiki oksigen ke paru , meningkatkan pertahanan paru dan membantu
transport mucosiliari dan pembersihan mucus.
Perhatian utama pada pemberian oksigen untuk pasien PPOK eksaserbasi akut adalah
terjadinya peningkatan CO2 (hiperkarbia) dan peningkatan risiko gagal nafas. Pemberian
oksigen tetap pada level rendah (24-28 %), ternyata juga dapat menyebabkan kemungkinan
terjadinya hiperkarbia, sehingga harus digunakan dengan hati-hati (Snow & oders, 2001)
2. Perawat dianggap sebagai seorang yang ahli di area masing-masing, yang dibekali
dengan kemampuan dalam memberikan advokasi kepada klien, kepemimpinan klinis dan
kemampuan dalam berkolaborasi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Perawat di ruang
keperawatan medikal bedah bertugas sebagai perawat medikal bedah (KMB), pendidik,
manajer kasus, konsultan, dan peneliti untuk merencanakan atau meningkatkan asuhan
keperawatan. Perawat KMB dituntut memiliki peran yang lebih besar dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya dalam menerapkan konsep - konsep keperawatannya,
memiliki analisa dan mampu berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan konsep teori, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini (Ellies &
Hardley, 2003).
Oksigen merupakan obat, sehingga pemberiannya haruslah hati - hati supaya tidak terjadi
intoksikasi. Sesuai dengan peran perawat, dituntut untuk menerapkan konsep terapi oksigen
yang tepat. Memiliki analisa dan berfikir kritis dimana terapi oksigen membutuhkan
penggunaan humidifier, sehingga perawat harus mengevaluasi penggunaan air,
penggantian air dan pembersihan humidifier. Evaluasi humidifier sangat penting guna
mencegah pertumbuhan bakteri untuk pencegahan infeksi nosokomial. Sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini tersedia humidifier yang sekali
pakai yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri tetapi karena harganya yang
mahal disarankan menggunakan humidifier tanpa diisi dengan air. Sebagai perawat yang
mempunyai pemikiran kritis diharapkan dapat memanfaatkan humidifier tanpa air sesuai
dengan teori dan perlu melakukan penelitian pemakaian humidifier tanpa air dengan
pertumbuhan bakteri sehingga dapat dijadikan sebagai evidence-based.
DAFTAR PUSTAKA
Astowo. Pudjo, 2005, Terapi oksigen : Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi, Jakarta : FKUI
Budi Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Jakarta : Prima
Medika
Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta : EGC.
Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, 2005, Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Jakarta : Dir Jen Pelayanan Medik Dep.Kes RI
Herlina Raleda, 2001, Keperawatan Kardiovaskuler Edisi 1, Jakarta : Pusat Kesehatan Jantung
dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.
Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Volume 1, Edisi VI, Jakarta :
EGC.
Linelle N.B.Pierce, 1995, Mechanical Ventilation and Intensive Respiratory Care, Philadelpia :
W.B.Saunders
Loyd Y , 2006, Terapi Oksigen, Jakarta : Instalasi Rawat Intensif RSUP Fatmawati
Narsih , 2007, Terapi Oksigen, Yogyakarta : Instalasi Rawat Intensif RSUP Dr.Sarjito.
Instalasi Rawat Intensif & Reanimasi, SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUP Dr. Soetomo,
2007, Materi Pelatihan Intensif Care Unit (ICU), Surabaya : Bidang Diklit RSUP Dr. Soetomo.
Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC.
http://en.wikipedia.org/wiki/oxygen_toxicity
http://nursingbegin.com/terapi-oksigen/
http://razimaulana.wordpress.com/2008/11/02/terapi-oksigen/
Nasal Canule Dan Simple Mask
A. Definisi
Nasal kanul adalah selang bantu pernafasan yang di letakan pada lubang hidung. Nasal kanul memiliki keuntungan yaitu pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju, pernafasan teratur, Pemasangannya mudah, Klien bebas makan, Pasient bebas berbicara dengan nyaman. Selain itu nasal kanul juga memiliki kerugian di antaranya adalah tidak dapat memberi konsentrasi oksigen lebih dari 44% , suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, dapat mengiritasi selaput lendir.
Tujuan dari nasal kanul itu sendiri adalah untuk memenui kebutuhan oksigen dalam tubuh karena mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen. Sebelum kita melakukan nasal kanul ada beberapa persiapan yang harus di lakukan yaitu cek perencanaan keperawatan klien dan klien di beri penjelasan tentang prosedur yang akan di lakukan. Selain itu kita juga harus mempersiapkan alat-alat di antaranya adalah tabung oksigen yang sudah dilengkapi dengan socket dan manometer, humedifier yang di isi aquadest sampai pembatas yang sudah di lakukan, nasal kanul.
FiO2 estimation :Flows FiO2
a) 1 Liter /min : 24 %
b) 2 Liter /min : 28 %
c) 3Liter /min : 32 %
d) 4 Liter /min : 36 %
e) 5 Liter /min : 40
f) 6 Liter /min : 44 %
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman dan dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 - 1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.
Simple mask(sungkup muka sederhana)Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.FiO2 estimation Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar,dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
B. indikasi terapi O2 pada klien
Pengertian : Memberikan tambahan oksigen kepada pasien agar kebutuhan oksigennya terpenuhiTujuan : Agar oksigenasi seluruh tubuh pasien adekuat
Indikasi :
Sumbatan jalan nafas
Henti nafas
Henti jantung
Nyeri dada/angina pektoris
Trauma thorak
Tenggelam
Hipoventilasi (respirasi < 10 kali/menit)
Distress nafas
Hipertemia
Syok
Stroke (Cerebro Vasculer Attack)
Keracunan gas
Pasien tidak sadar
C. Monitoring dalam pemberian oksigen
Persyaratan dalam pemberian terapi oksigen: Yang harus diperhatikan pada pemberian terapi oksigen pada pasien antara
lain:
- Mengatur pemberian fraksi O2 (% FiO2) / jumlah liter per menit
- Mencegah terjadinya akumulasi kelebihan CO2 oleh karena salah metode
- Resistensi minimal untuk pernafasan (terutama pada kasus PPOK)
- Efesiensi & ekonomis dalam penggunaan O2 - Oksigen harus dapat diterima pasien
D. Analisa bagaimana tindakan tersebut dapat memperbaiki oksigen
Dalam konteks kardiologi, masalah oksigen terjadi disebabkan karena hambatan transport oksigen akibat penurunan fungsi jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dampak penurunan fungsi ini tampak dari tanda-tanda cepat lelah, nafas pendek, perfusi jaringan perifer menurun dll. Apabila oksigen diberikan pada gangguan jantung, maka oksigen masuk berdifusi ke dalam paru-paru relatif mudah. Dari alveoli oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah arteri. Karena
masalah utamanya adalah pada hambatan transport (gangguan cardiac output atau denyut jantung) maka pemberian oksigen akan meningkatkan PaO2 dan saturasi O2. Dengan peningkatan saturasi oksigen, maka hemoglobin mampu membawa oksigen lebih banyak dibandingkan dengan jika seseorang tidak diberikan oksigen. Pada kondisi demikian maka kebutuhan perfusi jaringan dapat dipenuhi meskipun terjadi penurunan rata-rata aliran darah ke jaringan.Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan.
Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen
JENIS ALAT KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN
Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask (Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10 LPM
Perhatian :
- pemberian oksigen atas indikasi yang tepat
- Awas pasien muntah, siapkan penghisap
- Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)
Catatan :
- Oksigen dapat menyebabkan mukosa kering
- Pergunakan hummidifier pada pemberian oksigen > 30 menit
- Terangkan pada pasien tindakan apa yang akan dilakukan.
Tabel 2. Tabung oksigen dengan 2000 PSI
Ukuran Vol (Liter) Durasi/Kecepatan Aliran
Kecil 300 29 menit
Sedang 650 50 menit
Besar 3000 4 jam 41 menit
Untuk keselamatan
Jangan menggunakan minyak/pelumas pada alat-alat oksigen (tabung, regulator, fitting, valve, kran)
Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen
Jangan simpan oksigen pada suhu lebih dari 125oF
Pergunakan sambungan-sambungan reguler/valve yang tepat
Tutup rapat-rapat katup/kran bila tidak dipakai
Jaga tabung agar tidak jatuh
Pilih posisi yangt epat pada saat menghubungkan katup/kran
Yakinkan oksigen selalu ada
Periksa dan pelihara alat-alat
Pakailah oksigen dengan benar
E. Prosedurnya/cara kerjanya
Peralatan : Oksigen medis (oksigen tabung)
Flowmeter/regulator
Humidifier
Nasal kanul
Face mask
Partial rebreather mask
Non rebreather mask
Venture mask
Bag valve mask (ambu bag)
Prosedur pelaksanaannya adalah:a) Anamnesa
b) Langkah-Langkah Pertolongan
c) Pemeriksaan Fisik
d) Penatalaksanaan
e) Penyuluhan
f) Follow Up
Cara kerjanya:
1. perawat cuci tangan dulu,
2. atur posisi yang nyaman,
3. periksa manometer sentral O2 atau tabung O2 humedifier dan flowmeter,
4. hubungkan kanul dengan O 2 atau alirkan O2 yang rendah,
5. masukan ke dua ujung kanul ke lubang hidung, membersihkan nasal kanul setiap 8 jan sekali,
6. perawat cuci tangan,
7. prhatikan dan catat reksi klien setelah melakukan tindakan tersebut, perhatikan respon klien dokumentasikan.
Alat : Nasal Canule
Langkah-langkah Pemasangan :
a) Mengatur posisi yang nyaman.
b) Memberi penjelasan pada pasien/keluarga tentang prosedur pemasangan nasal canule (maksud, tujuan dan prosedur).
c) Memasang nasal canula pada kedua hidung dengan fiksasi kedua telinga.
d) Mengalirkan oksigen 1 – 6 liter/ menit.
e) Memberi penjelasan pada pasien/keluarga bahwa prosedur sudah selesai.
f) Mengobservasi tentang perkembangan terapi.
g) Mencatat hasil kegiatan pada status klien
Alat : Sungkup Muka Sederhana (Simple Mask)
Langkah-langkah Pemasangan :
a) Mengatur posisi yang nyaman ( berbaring/ semi fowler/ fowler ).
b) Memberi penjelasan tentang maksud, tujuan dan prosedur pemasangan simple mask.
c) Memasang simple mask pada muka pasien sesuai ukuran, alirkan oksigen 5 – 8 liter/ menit dan fiksasi karet pengikat pada belakang kepala.
d) Memberikan penjelasan bahwa prosedur sudah selesai.
e) Mengobservasi tentang perkembangan terapi oksigen.
f) Mencatat hasil kegiatan pada status klien.
DAFTAR PUSTAKA
http://yankesdinkesmagetan.blogspot.com/2011/09/sop-pelayanan-luka-iris-di-puskesmas.html
http://medsur.blogspot.com/
http://psik9.blogspot.com/2010/04/1hiperventilas-2wheezing-3oksigenasi.html
http://dokter-medis.blogspot.com/2009/06/terapi-oksigen.html
top related