aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak...
TRANSCRIPT
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN
IRMA RAHMAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas
Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus
Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Irma Rahmayani
G851130261
RINGKASAN
IRMA RAHMAYANI. Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi
Nanokurkuminoid Temulawak Pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi
Streptozotosin. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan MEGA SAFITHRI.
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia
pada tikus dapat disebabkan oleh induksi senyawa kimia seperti streptozotosin
melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Penggunaan obat sintesis yang biasa
digunakan memiliki kelemahan diantaranya adalah menimbulkan efek samping
pada lambung. Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional seperti temulawak
dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut.
Temulawak memiliki komponen bioaktif salah satunya adalah kurkuminoid.
Kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktivitas diantaranya sebagai
antidiabetes. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan
dan kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun
bioavailabilitas kurkuminoid diketahui sangat rendah. Rendahnya bioavailabilitas
yang dimiliki kurkuminoid dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel lemak
padat. Nanopartikel lemak padat memiliki beberapa keuntungan diantaranya luas
permukaan yang besar, ukuran yang kecil, dan kapasitas pemuatan obat yang
tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan
emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan
metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Kurkuminoid
yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi
yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang digunakan berupa
karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat badan, pengukuran
kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Total rendemen ekstrak kurkuminoid yang diperoleh dari 100 gram serbuk
temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol adalah 8.32%.
Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama sampel terdiri atas
kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Ukuran partikel dan
nilai indeks polidispersitas (IP) dianalisis menggunakan alat particle size analizer
dengan hasil ukuran sebesar 523.5 nm dan IP 0.218. Efisiensi penjerapan yang
diperoleh sebesar 24.2%.
Bobot badan tikus yang diberi streptozotosin mengalami penurunan hingga
akhir perlakuan. Kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb
mengalami penurunan bobot badan terendah yaitu sebesar 15.47%. Sesuai dengan
perolehan data bobot badan, kadar glukosa darah tikus kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb juga mengalami penurunan yang paling
besar setelah perlakuan yaitu sebesar 30.93%. Kadar AST dan ALT darah tikus
yang diberi perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid menunjukkan tidak
terjadinya kerusakan pada organ hati tikus.
Kata Kunci : antihiperglikemia, bobot badan tikus, glukosa darah,
nanokurkuminoid.
SUMMARY
IRMA RAHMAYANI. Antihyperglicemia Activity of Nanocurcuminoid
Temulawak Emulsion in Streptozotocin - Induced Sprague Dawley Rats.
Supervised by LAKSMI AMBARSARI and MEGA SAFITHRI.
Diabetes mellitus is a disease caused by metabolic disorders, which is
characterized by high blood glucose levels (hyperglycemia). Hyperglycemia in
rats can be caused by chemical compounds induction such as streptozotosin
through the destruction of pancreatic beta cell’s DNA. The synthetic drugs which
used have drawbacks including the side effects on the stomach. Therefore, the use
of traditional medicines such as temulawak can be an alternative to overcome it.
Temulawak has bioactive components, one of them is curcuminoid.
Curcuminoid has a variety of activities such as anti-diabetic. Various studies have
been conducted to prove the safety and the efficacy of curcuminoid at very high
doses, but curcuminoid have a very low bioavailability. The low bioavailability of
curcuminoid can be overcome by making solid lipid nanoparticles. Solid lipid
nanoparticles has several advantages such as large surface area, small size, and
high drug loading capacity.
This study aimed to examine the antihyperglicemia activity of
nanocurcuminoid temulawak emulsion coated with palmitic acid made by
homogenization-ultrasonication method in Sprague Dawley rats. The curcuminoid
was extracted from the rhizome of temulawak with maceration method then
analyzed by HPLC. The parameters in this study were the characteristic of
nanocurcuminoid dosage, body weight, glucose level, and AST and ALT levels on
bloods of rats. Yield total of curcuminoid extracts were obtained from 100 grams
of temulawak powder with maceration method using ethanol 8.32%. The results
of HPLC analysis showed that the main component of the sample consists of
curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. The particle size and
polydispersity index values (IP) were analyzed by using a particle size analyzer,
showed the particle size and IP value are 523.5 nm and 0.218, respectively. The
entrapment efficiency obtained for 24.2%.
Body weight of rats, which induced with streptozotosin, decreased until the
end of the treatment. In the group of nanocurcuminoid emulsion treatment with
dose 10 mg/kg bw, the lowest body weight decrease in the hyperglycemia rats was
15.47%. In accordance with the data acquisition of body weight, blood glucose
levels of the nanocurcuminoid emulsion treatment group with dose 10 mg/kg bw
is also experiencing the greatest decline after treatment that is equal to 30.93%.
The AST and ALT level in rat’s blood which treated with nanocurcuminoid
emulsion showed no damage to liver organ of rats.
Keywords : antihyperglicemia, blood glucose, body weight of rats,
nanocurcuminoid.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN
IRMA RAHMAYANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Judul Tesis : Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin
Nama : Irma Rahmayani
NIM : G851130261
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Laksmi Ambarsari, MS
Ketua
Dr Mega Safithri, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Tanggal Ujian : 28 Agustus 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah sistem
penghantaran obat, dengan judul Aktivitas Antihiperglikmia Sediaan Emulsi
Nanokurkuminoid pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS dan Dr
Mega Safithri, MSi selaku pembimbing, serta Waras Nurcholis, SSi, MSi yang
telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang telah banyak membantu
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa juga terima kasih
penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman SPs IPB program studi Biokimia
2013 yang selalu mendukung penulis.
Penelitian ini di danai melalui Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian
Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor :
083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai oleh ibu Prof Dr Ir Latifah K
Darusman, MS.
Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2015
Irma Rahmayani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penenlitian 3
Hipotesis Penelitian 3
METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Prosedur Penelitian 4
HASIL 8
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 8
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 8
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 9
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak 10
Kadar AST dan ALT Darah Tikus 12
PEMBAHASAN 14
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 14
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 14
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 16
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak 17
Kadar AST dan ALT Darah Tikus 20
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL
1. Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan 10 2. Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan 12
DAFTAR GAMBAR
1. Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol 8 2. Sediaan emulsi nanokurkuminoid 9
3. Perubahan bobot badan tikus 9 4. Perubahan glukosa darah pada tikus 11 5. Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan 12
6. Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan 13
7. Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin 17
8. Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ 18
DAFTAR LAMPIRAN
1. Desain penelitian 28
2. Prosedur perlakuan pada hewan coba 29 3. Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer 30 4. Efisiensi penjerapan 31
5. Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964) 32
6. Perhitungan dosis 33
7. Data bobot badan tikus selama perlakuan 34 8. Data glukosa darah tikus selama perlakuan 35 9. Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah 36 10. Data kadar AST darah tikus 38 11. Data kadar ALT darah tikus 38 12. Analisis statistik kadar AST & ALT 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Diabetes telah
menjadi masalah kesehatan global yang mempengaruhi jutaan orang diseluruh
dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan (Singh
2011). Data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013
menunjukkan bahwa 8.3% orang dewasa dari 382 juta orang di seluruh dunia
menderita diabetes, dan jumlah ini akan meningkat melampaui 592 juta dalam
waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati posisi ke tujuh dengan
angka penderita diabetes mencapai 8.5 juta jiwa setelah Cina, India, Amerika,
Brazil, Rusia dan Meksiko (IDF 2013). Berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan pada tahun 2030 penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan
mencapai 21.3 juta jiwa (DEPKES 2013).
Diabetes melitus dapat terjadi melalui perusakan DNA sel beta pankreas
oleh senyawa kimia seperti streptozotosin (STZ). Di dalam sel beta pankreas,
streptozotosin merusak DNA melalui donor oksida nitrat (NO). Perusakan DNA
ini menstilmulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi
NAD+ dan ATP sehingga produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan
berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Selain donor NO, STZ
juga diketahui menghasilkan reactive oxygen spesies (ROS) yang juga
berkontribusi terhadap kerusakan DNA. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah
penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Szkudelski 2001).
Berbagai upaya untuk mengatasi penyakit ini telah dilakukan, diantaranya
dengan pengaturan pola makan, olah raga teratur (Malkawi 2012), penggunaan
obat antidiabetes oral, serta suntikan insulin (Levich 2011). Seperti yang telah
diketahui bahwa pemberian insulin secara intensif membutuhkan biaya yang
relatif mahal. Penggunaan obat sintesis seperti golongan sulfonil dan biguanida
juga tidak dapat menurunkan konsentrasi glukosa menjadi normal dan
mengembalikan pola normal homeostatis glukosa secara permanen. Selain itu
obat-obat tersebut juga memiliki kelemahan yaitu adanya efek samping pada
lambung (Hussain 2002), sehingga perlu dicari alternatif lain yang secara alami
mampu mengatasi masalah tersebut.
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) telah digunakan sebagai tanaman
obat tradisional di beberapa negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia (Kim et
al. 2014). Komponen utama temulawak yang berkhasiat sebagai obat salah
satunya adalah kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid terdiri atas tiga komponen
penting yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.
Kurkuminoid mengandung gugus fenolik dan ikatan terkonjugasi ganda, yang
tidak stabil terhadap cahaya dan pH rendah (Anand et al. 2007). Beberapa
aktivitas kurkuminoid diantaranya adalah antiinflamasi, antioksidan, antikanker
(Basnet 2011), antibakteri (Mangunwardoyo et al. 2012), antidiabetes ( Zhang et
al. 2013). Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Permasku (2014), ekstrak
kurkuminoid temulawak memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase
yang berpotensi sebagai antidiabetes. Chuengsamarn et al. (2012) dalam
2
penelitiannya mengungkapkan bahwa senyawa kurkumin dalam kurkuminod
dapat menghambat perkembangan penyakit diabetes dengan meningkatkan fungsi
sel-β, mencegah kematian sel-β, serta mengurangi resitensi insulin pada hewan
uji.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan dan
kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun bioavailabilitas
kurkuminoid diketahui sangat rendah seperti, metabolisme yang cepat, absorpsi
yang rendah dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007).
Kurkuminoid memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air yaitu sebesar 11
ng/mL pada pH asam maupun netral tetapi larut pada pH basa (Dutta and Ikiki
2013). Masalah ini dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak
padat (Mujib 2011). Nanopartikel lemak padat (solid lipid nanoparticle) adalah
suatu sistem pembawa obat baru yang berbasis teknologi nanopartikel dengan
kisaran diameter 50-1000 nm (Shi et al. 2012). Nanopartikel lemak padat
diketahui memiliki keuntungan yang tinggi dalam meningkatkan pengisian obat,
memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap kinetika pelepasan senyawa yang
terenkapsulasi, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-senyawa bioaktif yang
terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang lama (Ghalandarlaki et al.
2014). Formulasi kurkumin kedalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan
Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan
sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Mujib tentang nanopartikel kurkuminoid
tersalut lemak padat menghasilkan nanopartikel dengan ukuran partikel kecil,
seragam, kristalinitasnya baik dan efisiensi penjerapannya tinggi (>70%) dengan
ukuran (199.03 ± 67.62) nm. Metode ini dikembangkan dengan metode
homogenasi-ultrasonikasi pada amplitudo 20% selama 60 menit (Mujib 2011).
Ayuningtyas (2013) dalam penelitiannya melakukan karakterisasi dan toksisitas
akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat terhadap hewan uji.
Pemberian nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat hingga dosis 5000
mg/kg BB pada hewan uji tidak termasuk dalam klasifikasi tosik (Ayuningtyas
2013). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas
antihiperglikemia pada variasi dosis sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak
tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi
pada tikus Sprague Dawley.
Perumusan Masalah
Obat sintesis antihiperglikemia diketahui memiliki beberapa kekurangan,
seperti adanya efek samping. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk
menggantikan obat sintetik adalah temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) yang
mengandung senyawa kurkuminoid yang mempunyai efek farmakologis sebagai
antihiperglikemia secara in vitro. Akan tetapi, secara oral bioavailabilitas
kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia. Masalah ini dapat
diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak padat, dengan
menggabungkan senyawa kurkuminoid ke dalam koloid pembawa salah satunya
berupa asam palmitat.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan
emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan
metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Parameter yang
digunakan berupa karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat
badan, pengukuran kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai aktivitas
antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak yang dapat
digunakan sebagai pengganti obat oral sintesis yang sudah ada.
Hipotesis Penelitian
Sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat
memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan cara memperbaiki kerusakan sel-sel
beta pankreas dan meningkatkan kadar insulin darah. Selain itu, sediaan emulsi
nanokurkuminoid temulawak mampu menekan penurunan bobot badan, serta
mempertahankan keadaan normal fungsi hati.
4
METODE
Bahan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 3 bulan, sehat,
memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 200-300 gram.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain simplisia temulawak yang
berasal dari daerah Ciemas - Sukabumi, etanol 96%, n-heksana, asam palmitat
(Merck), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosys (RO) dengan pH 7,
Streptozotosin, glibenklamid.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain pengaduk magnet,
neraca analitik, batch pemanas, hotplate, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer
(Delsa Nano C, Beckman Coulter), HPLC (Hitachi seri L-2000), coolbox,
glukometer, sonde oral, tabung Eppendorf, pipet mikro, syringe, mikrosentrifus
(MIKRO 200R, Hettich Zentrifugen).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi
Biofarmaka LPPM-IPB, Laboratorium Kimia Fisika Departemen Kimia,
Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika dan Laboratorium Biokimia
FMIPA IPB. Penelitian ini berlangsung dari Desember 2014 sampai Mei 2015.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Kurkuminoid (Sutrisno et al. 2008)
Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 100 g diekstraksi secara
maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya
dikumpulkan. Ekstrak etanol hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n-heksana
(1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar (rotary
evaporator).
Persentase rendemen =berat akhir (ekstrak)
berat awal (sampel) 𝑥 100 %
5
Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC (Jayaprakasha et
al. 2002) Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL metanol.
Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam
vial HPLC. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar
kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan
adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang diameter
kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan
menggunakan detektor UV.
Pembuatan Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat (Mujib
2011 dan Ekaputra 2013)
Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta
kurkuminoid dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk dengan ultrasonikator di
dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100
mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk
menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase
berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan
stirer magnetik pada suhu 750 C. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan
kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama lima menit.
Emulsi nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan pada suhu dingin,
dengan cara ditempatkan pada wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL
emulsi nanokurkuminoid diambil dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca
kecil untuk diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 1 jam. Hal ini dilakukan
hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi. Emulsi yang dihasilkan
kemudian diukur ukuran partikelnya menggunakan particle size analyzer (PSA)
berdasarkan distribusi jumlah.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Larutan standar kurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang
dilarutkan dalam larutan campuran. Larutan campuran dibuat dari metanol dan air
dengan perbandingan 8:1. Deret standar kurkuminoid dibuat menggunakan larutan
standar kurkuminoid. Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan
kecepatan 14000 rpm (18.626×g) pada suhu 40C selama 40 menit dan
supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan larutan campuran untuk
mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan
supernatan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 426.58 nm.
Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan
menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.
Efisiensi penjerapan =konsentrasi kurkuminoid terjerap
konsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan x 100 %
6
Hewan Percobaan (Rauter et al. 2009)
Tikus putih jantan galur Sprague dawley berusia 12 minggu di dapat dari
Pusat Studi Biofarmaka IPB. Sebelum percobaan dilakukan, tikus ditimbang berat
badannya dan dilakukan pengambilan darah untuk baseline. Tikus dikandangkan
pada jenis kandang biasa dari plastik secara kelompok. Kondisi gelap terang
kandang diatur 12 jam gelap dan 12 jam terang, dengan suhu ruangan kandang
230C.
Rancangan Penelitian
Sebanyak 21 ekor tikus dibagi menjadi 7 kelompok secara acak. Kelompok
normal (N) merupakan kelompok yang tidak diinduksi streptozotosin (STZ).
Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades.
Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok obat
komersil glibenklamid 5 mg/kg bb. Kelompok ekstrak (E) diinduksi STZ 50
mg/kg bb dan dicekok ekstrak kurkuminoid 100 mg/kg bb. Kelompok NE 5, NE
10 dan NE 20 adalah kelompok tikus diabetes diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan
berturut-turut dicekok sediaan emulsi nanokurkuminoid 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb
dan 20 mg/kg bb. Pencekokan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Induksi
streptozotosin dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian intraperitonial
rongga bawah perut tikus. Pencekokan dilakukan setelah 48 jam disuntik
streptozotosin dan berakhir pada hari ke-14.
Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Soemardji 2004)
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 4, 7, 11, dan 15.
Tikus dipuasakan selama 16 jam dan dihangatkan dengan sinar matahari selama
±15 menit sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor.
Ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor ditusuk
pembuluh darahnya menggunakan jarum. Ekor tikus diurut hingga darah menetes.
Tetesan darah yang diperoleh diteteskan di atas strip glukometer. Kadar glukosa
darah akan terukur setelah 10 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL. Setiap
pengambilan darah, tikus sebelumnya diukur berat badannya.
Penurunan glukosa darah
=glukosa darah hiperglikemia − glukosa darah akhir
glukosa darah hiperglikemia x 100 %
Analisis AST dan ALT darah tikus (IFCC 1986)
Analisis fungsi hati tikus dilakukan dengan mengamati aktivitas enzim
Aspartat Amino Transferase (AST) dan Alanin Amino Transferase (ALT). Sampel
darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
mendapatkan serumnya. Setelah itu, 100 µl serum darah tikus dicampur dengan 1
ml reagen, ukur serapannya dengan menggunakan alat photometer pada λ 340 nm.
Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer Tris pH 7.8
(80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L, 2-oksoglutarat (12 mmol/L), laktat
dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18
mmol/L). Pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer
7
Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat
dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data
yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Model rancangan tersebut adalah
sebagai berikut.
Keterangan:
Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Pengaruh rataan umum
τ = Pengaruh rataan ke-i
εi = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan
95%, taraf α = 0.05. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5.
Yij = μ + τ + εi
8
HASIL
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan rimpang
temulawak lokal Ciemas 100 gr dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Hasil
maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dan selanjutnya dipekatkan dengan
rotary evaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam bentuk
pasta.
Hasil analisis kromatogram HPLC menunjukkan terdapat tiga puncak utama
dengan waktu retensi masing-masing 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit
(Gambar 1b). Hal tersebut sesuai dengan analisis HPLC kurkuminoid standar
yang diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) yang menunjukkan waktu retensi
masing-masing 7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1a). Ketiga
puncak kromatogram tersebut di identifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002).
(a)
(b)
Gambar 1 Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Parameter yang diamati terhadap keberhasilan produksi nanokurkuminoid
temulawak diantaranya adalah penampakan secarara fisik, ukuran partikel, indeks
polidispersitas (IP), dan efisiensi penjerapan. Penampakan secarara fisik dari
9
nanokurkuminoid diamati dari kestabilan emulsi yang tidak meng-agregat,
sehingga dihasilkan emulsi yag homogen dan tidak terpisah (Gambar 2).
Gambar 2 Sediaan emulsi nanokurkuminoid
Analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan alat particle size analyzer
(PSA) yang menghasilkan ukuran partikel nanokurkuminoid sebesar 523.5 nm.
Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat
menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel. Keseragaman ukuran
partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai indeks polidispersitas (IP). Hasil
penentuan IP dari nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah 0.218. Menurut
Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel
memiliki distribusi yang sempit. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam
nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah sebesar 24.2%.
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Pemberian STZ menyebabkan penurunan bobot badan tikus hingga akhir
perlakuan kecuali pada kelompok normal (Gambar 3). Penurunan bobot badan
pada kelompok normal terjadi sampai hari ke-4 perlakuan. Setelah hari ke-7
sampai ke-15, bobot badan tikus kembali naik meskipun nilainya tidak berbeda
nyata (p>0.05).
Gambar 3 Perubahan bobot badan tikus. Normal, Kontrol Negatif,
Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid ( : 5
mg/kg bb, : 10 mg/kg bb, : 20 mg/kg bb)
10
Persentase penurunan bobot badan tikus dihitung pada hari ke-7 dan ke-15.
Tabel 1 menunjukkan, pada hari ke-7 perlakuan bobot badan tikus kelompok
normal mengalami penurunan sebesar 3.82%. Kelompok kontrol negatif turun
sebesar 9.43%. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada kelompok kontrol
positif sebesar 13.61%. Pada kelompok ekstrak bobot badan tikus turun 10.42%.
Penurunan bobot badan pada hari ke-7 sebesar 8.84%, 4.70% dan 9.56% terjadi
pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan masing-masing dosis 5,
10, dan 20 mg/kg bobot badan.
Tabel 1 Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan
Kelompok
perlakuan
Penurunan bobot badan (%)
Hari 0 – 4 Hari 0 - 7 Hari 0 – 11 Hari 0 - 15
N 4.52 3.82 1.97 1.39
KN 5.18 9.43 23.66 26.43
KP 1.70 13.61 19.66 22.68
E 7.86 10.42 20.48 27.42
NE 5 3.02 8.84 18.02 24.53
NE 10 4.21 4.70 12.13 15.47
NE 20 4.91 9.56 20.41 23.77
Pada kelompok normal terjadi penurunan bobot badan sebesar 1.39% pada
hari ke-15, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dari
keadaan awal. Berbeda dengan kelompok normal, kelompok tikus yang diinduksi
STZ cenderung mengalami penurunan bobot badan yang signifikan dari keadaan
awal. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif dan
ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kelompok kontrol positif
terjadi penurunan bobot badan sebesar 22.68%. Untuk kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan 20 mg/kg
bb penurunan bobot badan sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Penurunan
bobot badan terendah terjadi pada kelompok nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan yang diberi sediaan emulsi
nanokurkuminoid dengan variasi dosis, memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif meskipun nilainya tidak
berbeda nyata (p>0.05).
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak
terlihat dari kadar glukosa darah tikus selama 15 hari ( Gambar 4). Glukosa darah
tikus untuk semua kelompok perlakuan sebelum induksi STZ tidak berbeda nyata
(p>0.05). Setelah 48 jam pemberian STZ dengan dosis 50 mg/kg bb, glukosa
darah meningkat signifikan (p<0.05) dari keadaan awal. Pada hari ke-4 tidak
terjadi penurunan kadar glukosa darah meskipun telah diberi berbagai perlakuan
seperti obat komersil (glibenklamid), ekstrak kurkuminoid dan sediaan emulsi
nanokurkuminoid temulawak dengan variasi dosis yang berbeda. Kenaikan
glukosa darah cenderung meningkat pada hari ke-4 setelah pemberian STZ kecuali
pada kelompok NE 10 (sediaan emulsi nanokurkuminoid 10 mg) walaupun
11
penurunannya tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok yang
lain. Pada kelompok perlakuan KN (kontrol negatif), tikus diinduksi STZ dan
dicekok akuades yang digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan yang tidak
memberikan efek antidiabetes. Setelah pemberian STZ terjadi peningkatan
glukosa darah sampai hari ke-7 perlakuan kemudian menurun pada hari ke-11 dan
15.
Gambar 4 Perubahan glukosa darah tikus. Normal, Kontrol Negatif,
Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid ( : 5
mg/kg bb, : 10 mg/kg bb, : 20 mg/kg bb)
Kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid dosis 5
mg/kg bb, glukosa darah masih mengalami peningkatan pada hari ke-4 dan ke-7
kemudian turun pada hari ke-11 dan ke-15 namun penurunannya tidak berbeda
nyata dengan keadaan setelah induksi STZ. Pada kelompok ekstrak kurkuminoid
dosis 100 mg/kg bb, glukosa darah tikus cenderung meningkat sampai hari ke-15
perlakuan. Pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak dengan
variasi dosis terlihat bahwa kadar glukosa darah tikus mengalami fluktuasi dari
keadaan setelah pemberian STZ sampai pada hari ke-15 perlakuan. Kelompok
sediaan emulsi nanokurkuminoid (NE) 10 mg/kg bb terjadi penurunan glukosa
darah yang bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4
glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7 glukosa
darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa darah tikus
sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar
30.93% (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif terlihat
perbedaan penurunan glukosa darah tikus walaupun nilainya tidak berbeda nyata
(p>0.05).
12
Tabel 2 Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan
Kelompok
perlakuan
Penurunan glukosa darah (%)
Hari 0 – 4 Hari 0 - 7 Hari 0 – 11 Hari 0 – 15
N 7.12 8.81 4.07 3.05
KN -4.33 -13.33 7.66 18.83
KP -31.06 -50.35 -17.88 -6.59
E -11.15 -18.08 -11.54 -53.08
NE 5 -32.36 13.26 3.84 -0.66
NE 10 11.98 18.34 19.32 30.93
NE 20 -26.92 -4.87 3.90 -11.81 Keterangan: Tanda negatif ( - ) menunjukkan peningkatan glukosa darah tikus
Kadar AST dan ALT Darah Tikus
Analisis fungsi hati dilakukan dengan mengambil darah tikus untuk
melihat pengaruh berbagai perlakuan terhadap aktivitas enzim AST (Aspartat
Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino Transferase). Selama masa
perlakuan masing-masing kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak
terdapat satu ekor tikus yang mengalami kematian. Pada masing-masing
kelompok tersebut aktivitas AST beragam, bahkan kadarnya ada yang mencapai
angka 0. Hal yang sama terjadi terhadap aktivitas ALT pada kelompok ekstrak
(lampiran 8 & 9).
Aktivitas AST pada Gambar 5 terhadap seluruh kelompok perlakuan
berada pada kisaran 0.44 - 56.75 U/L. Aktivitas AST terendah terdapat pada
kelompok ekstrak, sedangkan aktivitas tertinggi terdapat pada kelompok
perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb. Pada kelompok normal aktivitas
.
Gambar 5 Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan. Normal,
Kontrol negatif, Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi
Nanokurkuminoid ( :5, : 10, :: 20 mg/kg bb)
28.52b
13.97b 13.97b
0.44b
56.75a
15.13b
31.82a
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
N KN KP E NE 5 NE 10 NE 20
Akti
vit
as A
ST
(U
/L)
Kelompok perlakuan
13
AST sebesar 28.52 U/L. Hasil pengukran statistik menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata (p<0.05) pada nilai AST kelompok normal terhadap kelompok
perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb.
Aktivitas enzim ALT ditunjukkan pada Gambar 6. Kelompok kontrol positif
memiliki aktivitas ALT tertinggi sebesar 42.35 U/L. Aktivitas ALT terendah
terdapat pada kelompok ekstrak kurkuminoid sebesar 3.49 U/L. Kelompok normal
aktivitas ALT sebesar 20.95 U/L, dan pada perlakuan nanokurkuminoid dosis 5,
10 dan 20 mg/kg bb masing-masing nilai ALT sebesar 28.52, 25.02 dan 33.46
U/L.
Gambar 6 Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan. Normal,
Kontrol negatif, Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi
Nanokurkuminoid ( :5, : 10, :: 20 mg/kg bb)
20.95ab
42.34a
42.35a
3.49b
28.52ab
25.02ab
33.46ab
0
10
20
30
40
50
60
70
N KN KP E NE 5 NE 10 NE 20
Akti
vit
as A
LT
(U
/L)
Kelompok perlakuan
42.35a
14
PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Metode yang digunakan dalam ekstraksi kurkuminoid temulawak dalam
penilitian adalah metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena lebih
praktis dan efisien serta mampu menghasilkan kadar kurkuminoid yang lebih
tinggi (Mujahid et al. 2012). Pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol. Etanol
menurut Faraouq (2003) merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia
tumbuhan untuk tujuan herbal dan mudah diuapkan. Hal ini didasarkan pada
kemampuan pelarut-pelarut alkohol untuk meningkatkan permeabilitas dinding sel
serta efisien dalam mengekstrak sejumlah besar komponen-komponen polar
maupun semi polar. Hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dengan
tujuan untuk menghilangkan minyak atsiri (Popuri 2013), selanjutnya dipekatkan
dengan rotary ovaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam
bentuk pasta.
Penetapan kandungan kukuminoid pada rimpang temulawak dilakukan
dengan metode HPLC deteksi UV/VIS. Analisis HPLC kurkuminoid standar yang
diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) menunjukkan waktu retensi masing-masing
7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1). Ketiga puncak
kromatogram HPLC tersebut diidentifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002). Kromatogram
HPLC (Gambar 1) ekstrak temulawak menunjukkan dua puncak utama dengan
waktu retensi 8.507 menit dan 9.153 menit, serta terdapat satu puncak yang lebih
rendah dengan waktu retensi 7.887 menit. Hasil tersebut sesuai dengan yang
dilakukan oleh Ambarsari et al. (2014) yang menunjukkan bahwa komponen
utama ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak adalah demetoksikurkumin dan
kurkumin serta terdapat sedikit komponen bisdemetoksikurkumin.
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan menggunakan metode
homogenisasi-ultrasonikasi karena merupakan metode yang sederhana. Formula
yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Mujib (2011) dengan
mencampurkan fase lemak yang terdiri dari pasta kurkuminoid 0.1 g ditambah
asam palmitat 1 g dan fase air yang terdiri dari 0.5 g poloxamer dan 100 ml air
reverse osmosys (RO). Pencampuran dilakukan dengan mendispersikan fase
lemak ke dalam fase air pada suhu 750 C dan diaduk selama lima menit.
Selanjutnya formula dihomogenisasi dengan modifikasi waktu terbaik oleh
Ekaputra (2013) selama lima menit dengan kecepatan 13.500 rpm. Homogenisasi
bertujuan untuk menyatukan kedua fase sehingga dihasilkan emulsi
nanokurkuminoid dengan ukuran yang seragam. Emulsi hasil homogenisasi
didinginkan di dalam wadah yang berisi air dingin. Tujuan pendinginan emulsi
dimaksudkan agar tetesan-tetesan lemak yang terdispersi pada fase cair dapat
sesegera mungkin mengkristal dengan ukuran partikel kecil sebelum tetesan-
tetesan tersebut menggumpal kembali menjadi tetesan-tetesan yang lebih besar
(Anton et al. 2008).
15
Penggunaan surfaktan dalam pembuatan nanopartikel lemak padat bertujuan
untuk mengendalikan proses kristalisasi. Selain itu, pengemulsi atau surfaktan
berperan dalam memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang dihasilkan
(Weiss et al. 2008). Poloksamer 188 yang digunakan pada penilitian ini berfungsi
sebagai pengemulsi yang menstabilkan lapisan nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat. Emulsi nanokurkuminoid hasil homogenisasi selanjutnya diultrasonikasi
dengan amplitudo 20% selama 60 menit. Kondisi ultrasonikasi ini didasarkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Mujib (2011), hasil yang diperoleh dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi energi ultrasonikasi maka
akan menghasilkan rata-rata ukuran partikel yang semakin kecil dengan distribusi
yang semakin sempit. Akan tetapi, hal tersebut dapat merusak kestabilan emulsi.
Untuk mencapai energi ultrasonikasi yang tinggi dengan tidak merusak kestabilan
emulsi dapat dilakukan dengan pengaplikasian intensitas (amplitudo) yang rendah
dengan waktu yang relatif lama (Mujib 2011). Ultrasonikasi dilakukan dengan
tujuan untuk penyeragaman ukuran partikel yang lebih kecil.
Karakterisasi nonokurkuminoid dapat diamati melalui beberapa parameter
diantaranya penampakan fisik, ukuran partikel, indeks polidispersitas (IP) dan
efisiensi penjerapan. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan dalam penelitian
ini memiliki warna kuning cerah yang tidak mengagregat sehingga dihasilkan
emulsi yang homogen. Ukuran partikel nanopartikel lipid dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah komposisi formulasi seperti surfaktan, sifat
lemak dan obat yang dimasukkan. Berdasarkan penelitian Ambarsari et al. (2014)
komposisi surfaktan dapat meningkatkan stabilitas nanopartikel lemak padat.
Nanokurkuminoid temulawak yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki
ukuran partikel 523.5 nm. Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-
1000 nm) yang dapat menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel.
Semakin kecil ukuran partikel penyerapan kurkumin semakin besar melalui
pemberian oral (Ravichandran 2013).
Keseragaman ukuran partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai
indeks polidispersitas (IP). Hasil penentuan IP dari nanokurkuminoid pada
penelitian ini adalah 0.218. Menurut Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3
menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit. Hal ini
mengindikasikan bahwa pembuatan nanopartikel kurkuminoid temulawak pada
penelitian ini telah cukup baik (Lampiran 3).
Faktor yang menentukan besarnya efisiensi penjerapan diantaranya adalah
jumlah zat aktif yang ditambahkan pada pembuatan nanopartikel lemak padat
(Yadav et al. 2008). Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam nanokurkuminoid
pada penilitian ini adalah sebesar 24.2%. Hasil ini lebih kecil dibandingkan
dengan yang dilakukan Ekaputra (2013) yaitu sebesar 86.02%. Hal ini disebabkan
oleh kurkuminoid yang sukar larut dalam lemak cair. Efisiensi penjerapan
menunjukkan banyaknya kurkuminoid yang terjerap di dalam matriks lemak.
Kurkuminoid yang tidak terjerap larut dalam media pendispersi yang distabilkan
oleh pengemulsi (Parhi dan Suresh 2010). Efisiensi penjerapan yang rendah tetap
digunakan pada penelitian ini karena yang digunakan adalah seluruh sediaan
kurkuminoid, bukan hanya yang terjerap saja. Nilai efisiensi penjerapan
menunjukkan karakterisasi nanokurkuminoid yang dihasilkan. Parhi dan Suresh
(2010) mengungkapkan bahwa efisiensi penjerapan juga dipengaruhi oleh
kelarutan zat aktif di dalam lemak cair. Jika zat aktif tidak larut sempurna dalam
16
lemak cair, maka sebagian zat aktif akan terlepas dari matriks lemak, dan terlarut
dalam media pendispersi yang distabilkan oleh pengemulsi. Kelarutan zat aktif
pada lemak cair dapat ditingkatkan dengan menambahkan surfaktan untuk zat
peningkat kelarutan.
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Kondisi bobot badan tikus selama percobaan merupakan salah satu
parameter yang diamati pada penilitian secara in vivo. Pengamatan bobot badan
dilakukan pada hari ke - 0, 4, 7, 11 dan 15 dengan tujuan untuk mengamati
pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid serta
sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak pada tikus. Selain itu, induksi STZ
dan NaCl juga diamati terhadap bobot badan tikus. Kondisi hiperglikemia pada
tikus dilakukan dengan menginduksi STZ dosis 50 mg/kg bb.
Induksi STZ dosis 50 mg/kg bb pada Gambar 3 menunjukkan bahwa, STZ
mampu menurunkan bobot badan tikus secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan
efek STZ yang merusak sel beta pankreas dan mengarah pada insulinitas, akan
berpengaruh buruk pada mobilisasi zat gizi antara lain tidak mampu menghasilkan
energi dari glukosa yang berasal dari makanan (Retnaningsih 2013). Menurut
Szkudelski (2001), STZ menyebabkan produksi ATP (adenosine triphosphat)
mitokondria terbatas dan menimbulkan deplesi pada sel nukleotida.
Pada kelompok normal penurunan bobot badan tikus sebesar 1.39%. Angka
ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut, bobot badan tikus tidak
mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan tikus tidak di induksi STZ.
Hal ini berarti pada kelompok normal metabolisme tubuh tikus berfungsi normal
dan bekerja dengan baik. Persentase penurunan bobot badan tikus pada kelompok
ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Penurunan
bobot badan pada tikus kelompok normal disebabkan karena tikus mengalami
stres selama masa percobaan karena satu kelompok tikus dikandangkan ke dalam
kandang yang sama.
Kelompok tikus yang di induksi STZ cenderung mengalami penurunan
bobot badan yang signifikan dari keadaan awal. Penurunan tertinggi terjadi pada
kelompok kontrol negatif pada tikus diabetes yang hanya dicekok akuades dan
kelompok ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Persentase
penurunan bobot badan pada dua kelompok perlakuan ini menunjukkan angka
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kb bb STZ pada tikus selama 15 hari mampu
menghambat peningkatan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak kurkuminoid
yang dicekok menggunakan akuades pada tikus diabetes tidak mampu menekan
penurunan bobot badan disebabkan karena sifat kurkuminoid yang tidak larut
dalam air dan bioavailabilitas kurkuminoid yang rendah didalam tubuh. Pada
kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid penurunan bobot
badan tikus sebesar 22.68%. Pada kelompok ini, glibenklamid mampu menekan
penurunan bobot badan sebesar 3.75% dari kelompok kontrol negatif.
Penurunan bobot badan terhadap kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid temulawak masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan
20 mg/kg bb berturut-turut adalah sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Badan
Pengawasan Obat dan Makanan menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari
temulawak adalah untuk memperbaiki nafsu makan (BPOMRI 2005). Selama
17
masa perlakuan terlihat bahwa nafsu makan tikus kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan
kelompok ekstrak. Penurunan bobot badan terendah terjadi pada kelompok
sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb. Berdasarkan hal tersebut,
perlakuan terhadap seluruh kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu
menekan penurunan bobot badan sebesar 2-11% jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif. Persentase penurunan bobot badan yang semakin
rendah menunjukkan pemberian perlakuan yang lebih baik terhadap tubuh tikus
yang diiduksi STZ. Penurunan bobot badan terhadap kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ekstrak. Hal ini
disebabkan karena kurkuminoid telah diformulasi ke dalam nanopartikel lemak
padat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitasnya didalam tubuh tikus.
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak Tingginya kadar glukosa darah atau hiperglikemia dianggap menjadi salah
satu penyebab utama terjadinya komplikasi diabetes. Streptozotosin yang
diinduksikan pada tikus dengan dosis 50 mg/kg bb mampu meningkatkan kadar
glukosa darah secara signifikan. Hal ini terjadi karena pemberian STZ dapat
mengganggu respon tikus terhadap glukosa dan sensitivitas sel β pada 8-10
minggu (Szkudelski 2001). Streptozotosin merupakan analog glukosa dan N-asetil
glukosamin (Gambar 7) yang bersifat sitotoksik, memiliki rumus molekul
C8H15N3O7, berat molekul 265 g/mol dan strukturnya terdiri dari sebagian
nitrosourea dengan gugus metil yang melekat pada salah satu ujungnya dan
molekul glukosa pada ujung yang lain (Eleazu et al. 2013). Streptozotosin (2-
deoksi-2- (3-metil-3-nitrosourea) - 1-D glukopiranosa) merupakan senyawa alami
yang diproduksi oleh bakteri tanah Streptomyces achromogenes yang digunakan
sebagai bahan induktor hiperglikemia pada hewan coba dengan cara merusak
DNA sel-β pankreas sehingga terjadi penghambatan sekresi dan sintesis insulin
(Szkudelski 2001). Kondisi tersebut menimbulkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein dan bermanifestasi pada peningkatan kadar
glukosa darah (Retnaningsih 2013).
Gambar 7 Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin
(Eleazu et al. 2013)
18
Pengamatan terhadap glukosa darah pada tikus hiperglikemia dilakukan
untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil
glibenklamid serta sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan berbagai dosis jika
dibandingkan dengan tikus normal dan tikus hiperglikemia tanpa pemberian obat.
Glukosa darah pada kelompok tikus normal yang tidak di induksi STZ selama
masa perlakuan sebesar 89.67±4.41 - 98.33±3.71 mg/dl. Khon & Clifford (2002)
menyebutkan bahwa nilai glukosa darah normal pada tikus adalah 85-135 mg/dl.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut glukosa darah tikus berada
pada kondisi normal.
Persentase penurunan glukosa darah tikus pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
terjadi fluktuasi kadar glukosa darah setelah induksi STZ sampai pada perlakuan
hari ke-15. Pada perlakuan kontrol negatif, tikus hiperglikemia yang hanya
dicekok akuades kadar glukosa darahnya hingga akhir perlakuan masih berada di
atas normal. Pengaruh STZ terhadap kelompok ini masih menyebabkan tikus
berada pada kondisi hiperglikemia hingga akhir perlakuan. Streptozotosin yang
memiliki molekul glukosa pada struktur kimianya dapat masuk ke dalam sel beta
pankreas melalui glucose 2 transporter dengan afinitas yang rendah di dalam
membran plasma. Hal ini terjadi karena sel-sel beta pankreas lebih aktif dalam
penyerapan glukosa dan juga lebih sensitif terhadap STZ dibandingkan dengan
sel-sel yang lain (Elsner et al. 2007). Sel-sel beta pankreas yang mati melalui
fragmentasi DNA menyebabkan tingginya kadar glukosa di dalam darah, yang
kemudian mengakibatkan terjadinya kondisi hiperglikemia. Tiga jalur utama yang
berkaitan dengan kematian sel yang disebabkan oleh STZ seperti pada Gambar 7
adalah : (i) metilasi DNA melalui pembentukan ion karbonium (CH3+) yang
mengakibatkan pengaktifan enzim poli ADP-ribosa sintase sebagai bagian dari
mekanisme perbaikan sel yang mengakibatkan terjadinya deplesi NAD+; (ii)
produksi Oksida nitrat; (iii) turunan radikal bebas hidrogen peroksida.
Gambar 8 Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ (Szkudelski 2001)
Alkilasi DNA
DNA rusak Ribosilasi poli ADP
19
Perlakuan terhadap kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid
menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-4 dan ke-7, kemudian
mengalami penurunan pada hari ke-11 dan ke-15. Penurunan kadar glukosa darah
ini terjadi disebabkan pemberian glibenklamid sebagai salah satu agen
hipoglikemia golongan sulfonylurea yang bekerja dengan menstimulasi pelepasan
insulin dari sel-sel beta pankreas (Bastaki 2005).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Permasku (2014) secara in vitro
menunjukkan bahwa ekstrak kuruminoid temulawak memiliki potensi sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase yang berpotensi sebagai antidiabetes. Namun pada
penelitian ini diketahui bahwa ekstrak kurkuminoid temulawak yang diberikan
pada tikus hiperglikemia belum mampu menurunkan kadar glukosa darah
meskipun dosis yang diberikan jauh lebih besar dibandingkan dengan sediaan
emulsi nanokurkuminoid. Kadar glukosa darah pada kelompok ini cenderung
mengalami peningkatan setelah induksi STZ hingga akhir perlakuan. Hal ini tidak
saja disebabkan oleh pemberian ekstrak kurkuminoid yang tidak berpengaruh
terhadap penurunan glukosa darah, pencekokan pada tikus hiperglikemik juga
mampu meningkatkan kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan
terganggunya metabolisme pada tubuh tikus.
Pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb menurunkan
kadar glukosa darah tikus hiperglikemia hingga hari ke-7 perlakuan, namun pada
hari ke-11 dan 15 glukosa darah kembali mengalami peningkatan. Glukosa darah
yang meningkat pada kelompok ini jauh lebih rendah dari keadaan awal setelah
induksi STZ. Pada dosis 10 mg/kg bb sediaan emulsi nanokurkuminoid
berdasarkan Tabel 2 menunjukkan hasil terbaik dengan menurunkan glukosa
darah secara bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4
persentase glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7
glukosa darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa
darah tikus sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15
yaitu sebesar 30.93%. Kelompok tikus hiperglikemia yang diberi perlakuan
sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 20 mg/kg bb mampu menurunkan glukosa
darah hingga hari ke-11, dan kembali mengalami peningkatan pada hari ke-15.
Akan tetapi, meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 lebih rendah
dibandingkan dengan keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Pemberian
sediaan emulsi nanokurkuminoid efektif hingga hari ke-11, dilihat dari kembali
meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 meskipun peningkatannya lebih
rendah dari keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Berdasarkan hal tersebut,
secara keseluruhan pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu
menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia selama masa perlakuan.
Pemberian perlakuan terhadap kelompok ekstrak dengan dosis 100 mg/kg
bb diketahui mengandung bahan aktif dengan konsentrasi sebesar 54800 ppm,
sedangkan perlakuan dengan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb
mengandung bahan aktif dengan konsentrasi sebesar 5.4 ppm (lampiran 6). Hal
tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa bioaktif pada ekstrak
kurkuminoid 10148 kali lebih besar dibandingkan dengan sediaan emulsi
nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb, akan tetapi memiliki aktivitas
antihiperglikemia yang jauh lebih kecil.
20
Faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas antihiperglikemia dari
ekstrak kurkuminoid ini salah satunya adalah bioavailabilitas kurkuminoid yang
rendah. Rendahnya bioavailabilitas ini mengakibatkan penyerapan kurkuminoid di
dalam tubuh kecil sehingga cepat di metabolisme di dalam usus dan hati
(Kocher et al. 2015). Penggunaan nanopartikel lemak padat pada penelitian ini
memberikan keuntungan yang jauh lebih baik dibandingkan ekstrak kurkuminoid.
Ghalandarlaki et al. (2014) menyebutkan bahwa nanopartikel lemak padat
diketahui memiliki keuntungan dalam meningkatkan pengisian obat,
meningkatkan kontrol pelepasan obat, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-
senyawa bioaktif yang terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang
lama. Formulasi kurkumin ke dalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan
Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan
sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa pemberian sediaan ekstrak
kurkuminoid yang di formulasi ke dalam nanopartikel lemak padat memiliki
aktivitas antihiperglikemia terbaik dibandingkan dengan perlakuan menggunakan
ekstrak dan kontrol positif.
Kadar AST dan ALT Darah Tikus
Hati merupakan organ penting yang berperan dalam regulasi metabolisme
karbohidrat. Organ ini memiliki fungsi penting dalam mengatur kadar glukosa
darah dan menyediakan sumber energi glukosa secara terus menerus ke organ-
organ yang membutuhkan (Levinthal dan Tavill 1999). Kerusakan yang terjadi
pada hati dapat mengakibatkan terganggunya proses metabolisme pada tubuh
sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit. Salah satu faktor yang
menyebabkan keruskan hati adalah adanya senyawa kimia seperti STZ didalam
tubuh. Streptozotosin tidak hanya merusak sel-sel beta pankreas, sel-sel lain
seperti hepatosit dan tubulus ginjal yang mengekspresikan transporter GLUT 2
juga rentan terhadap senyawa ini. Hal ini menjelaskan, mengapa hewan coba yang
diinduksi STZ cenderung mengalami kerusakan hati dan ginjal (Eleazu et al.
2013). Streptozotosin juga menyebabkan kerusakan pada jantung dan jaringan
adiposa, meningkatkan stres oksidatif, inflamasi, dan disfungsi endotelial dengan
konsentrasi obat atau metabolismenya di dalam hati, ginjal, usus dan pankreas
secara konsisten lebih tinggi daripada didalam plasma (Eleazu et al. 2013).
Indikator yang umum digunakan melihat adanya kerusakan hati adalah
aktivitas enzim AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino
Transferase). Kedua enzim transaminase ini merupakan enzim intraseluler
sehingga apabila terjadi kerusakan sel seperti gangguan permeabilitas dinding sel
hati akan mengakibatkan aktivitasnya meningkat. Enzim ALT mengkatalisis
reaksi bolak-balik pemindahan gugus amino dari L-alanin kepada asam α-
ketoglutarat sehingga menghasilkan piruvat dan glutamat (Qureshi et al. 2010).
Enzim ini banyak terdapat didalam sitosol sel-sel parenkim hati. Enzim AST
berfungsi mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke
asam α-oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Aspartat
transaminase (AST) ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria dari hepatosit.
21
Pengukuran AST dan ALT yang dilakukan menggunakan metode
International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) tahun 1986. Prinsip
pengukuran AST dan ALT menggunakan satuan unit yang berdasarkan jumlah
enzim yang dapat mengubah 1 μmol substrat per menit yang bertujuan untuk
melihat aktivitas ALT dan AST berdasarkan jumlah NADH yang digunakan.
Reaksi yang terbentuk selama pengukuran aktivitas AST terdiri atas dua reaksi,
substrat yang digunakan α-ketoglutarat yang kemudian bereaksi dengan L-aspartat
menghasilkan glutamat dan oksaloasetat. Oksaloasetat yang terbentuk kemudian
bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat dehidrogenase membentuk
malat dan NAD+. Pada pengukuran aktivitas ALT juga terdapat 2 reaksi, substrat
yang digunakan adalah α-ketoglutarat yang bereaksi dengan L-alanin (enzim) dan
dikatalisis oleh ALT pada serum membentuk glutamat dan piruvat. Setelah itu
piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat
dehidrogenase membentuk laktat dan NAD+.
Aktivitas AST dan ALT pada penelitian ini diukur untuk mengetahui
pengaruh pemberian perlakuan ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid
serta sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan berbagai dosis jika dibandingkan
dengan tikus normal dan tikus hiperglikemia tanpa pemberian obat. Aktivitas AST
serum darah tikus pada seluruh kelompok setelah perlakuan berkisar antara 0–
89.05 U/L (lampiran 10). Kelompok normal rata-rata kadar AST sebesar
28.52±1.9 U/L. Berbeda dari kelompok normal, pada kelompok kontrol negatif,
kontrol positif dan ekstrak masing-masing kadar AST memiliki nilai rata-rata
yang sangat rendah. Rendahnya kadar AST terjadi karena pada masing-masing
kelompok perlakuan tersebut hanya terdapat dua ekor tikus yang digunakan
sebagai ulangan. Selama perlakuan berlangsung terdapat satu ekor tikus yang mati
pada masing-masing kelompok tersebut, serta terdapat nilai 0 pada kadar AST
kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak. Pembacaan akhir yang sangat
rendah, bersamaan dengan kecilnya perubahan absorbansi antara pembacaan
mengindikasikan kadar AST yang sangat tinggi (Pointescientific 2015). Kadar
AST yang mencapai nilai 0 tidak sesuai jika dibandingkan dengan kelompok
normal maupun berdasarkan literatur. Girindra (1989) menyebutkan bahwa nilai
normal AST yaitu berada pada kisaran 45.7-80.8 U/L. Kadar AST yang berada
diluar rentang kadar AST normal menunjukkan bahwa terjadi kelainan pada hati
tikus. Hal ini didukung dari data sebelumnya pada kelompok kontrol negatif dan
kelompok ekstrak yang menunjukkan kondisi fisik tikus terlihat tidak sehat
dengan nafsu makan yang rendah, penurunan bobot badan terbesar dan kadar
glukosa darah yang paling tinggi. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada dua
kelompok tersebut yaitu masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kadar
glukosa darah tertinggi juga terjadi pada kelompok ekstrak yaitu sebesar 53.08%.
Kerusakan hati pada tikus menggambarkan kondisi stres oksidatif pada sel
hepatosit yang disebabkan oleh induksi STZ. Kondisi ini terjadi dengan
meningkatnya pembentukan reactive oxygen species (ROS) seperti anion
superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), dan hidrogen peroksida (H2O2). ROS
akan mengoksidasi fosfolipid secara berantai yang disebut oksidasi lipid. Hal ini
mengakibatkan kerusakan sel hati sampai timbul nekrosis hati, yaitu terjadinya
gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel, dan timbulnya respon
inflamasi (Tiwari & Khosa 2010).
22
Aktivitas AST pada kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 5
dan 20 mg/kg bb masing-masing sebesar 56.75±5.94 U/L dan 31.82±6.5 U/L.
Nilai ini masih berada pada rentang nilai kadar AST normal yang disebutkan oleh
Girindra (1987). Berbeda dengan perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 10
mg/kg bb, rata-rata aktivitas kadar AST pada kelompok ini lebih rendah yaitu
sebesar 15.13±11.27 U/L. Hal ini disebabkan perbedaan kadar AST pada masing-
masing ulangan pada tikus nomor 1 dan tikus nomor 3 yang memiliki kadar AST
yang rendah(lampiran 10). Pengukuran aktivitas enzim AST tidak spesifik
terhadap kerusakan hati, hal ini disebabkan karena enzim ini tidak hanya terdapat
dihati tetapi juga tersebar pada otot rangka, otot jantung, ginjal dan otak (Shyamal
et al. 2006). AST masih digunakan di laboratorium sebagai parameter untuk
menilai kerusakan hati karena dianggap sebagai indikator yang sensitif terhadap
kerusakan mitokondria khususnya di wilayah centrilobular hati (Devaraj et al.
2010).
Hasil aktivitas AST berbeda dengan ALT, pada kelompok normal kadar
ALT sebesar 20.95±2.31 U/L sedangkan pada perlakuan kontrol negatif dan
kontrol positif nilai ALT berada diatas nilai normal yaitu sebesar 42.34±18.77 U/L
dan 42.35±3.05 U/L. Kadar ALT yang tinggi pada dua kelompok perlakuan
tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada hati tikus. Pada
kelompok kontrol negatif yang hanya diberi akuades dan tidak diberi obat, kadar
ALT meningkat diakibatkan pengaruh STZ hingga akhir perlakuan. Pada
perlakuan kontrol positif, pemberian obat antihiperglikemik berupa glibenklamid
belum mampu menurunkan aktivitas ALT menjadi normal pada hati tikus yang di
induksi STZ.
Rata-rata kadar ALT pada kelompok ekstrak yaitu sebesar 3.49±3.49 U/L.
Sama halnya seperti pada pengukuran AST, kadar ALT pada kelompok ini juga
rendah karena pengukuran aktivitas ALT hanya menggunakan dua ekor tikus yang
digunakan sebagai ulangan dan masing-masing kadar ALT tikus ulangan 1 dan 2
yaitu 0 dan 6.98 U/L. Perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan dosis 5,
10 dan 20 mg/kg bb memiliki aktivitas ALT masing-masing sebesar 28.52±11.61
U/L, 25.02±8.21 U/L dan 33.46±10.62 U/L. Nilai tersebut berada pada rentang
nilai ALT normal seperti yang disebutkan oleh Girindra. Aktivitas ALT pada
kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminid dengan variasi dosis menunjukkan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol
postif meskipun nilainya tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan
penilitian yang dilakukan El Marsy (2012), yang mengungkapkan bahwa ekstrak
air dan ekstrak etanol kurkumin memiliki aktivitas perlindungan terhadap
senyawa toksik pada tikus diabetes yang di induksi STZ.
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim AST dan ALT diatas, dapat
disimpulkan bahwa pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu
mempertahankan fungsi normal hati tikus hiperglikemia yang di induksi STZ. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2013) yang
menyebutkan bahwa pemberian emulsi nanokurkuminoid dengan dosis 5000
mg/kg bb tidak termasuk senyawa hepatotoksik karena tidak menyebabkan
peningkatan aktivitas enzim hati.
23
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Rendemen ekstrak kurkuminoid yang dihasilkan sebesar 8.32%, dan hasil
karakterisasi nanokurkuminoid dengan ukuran partikel 523.5 nm, nilai indeks
polidispersitas 0.218, dan efisien penjerapan sebesar 24.2%. Pemberian sediaan
emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb selama 15 hari memiliki aktivitas
antihiperglikemia terbaik yang dapat menurunkan glukosa darah tikus sebesar
31%, serta menekan penurunan bobot badan pada tikus sebesar 15.5%.
Nanokurkuminoid juga mampu mempertahankan keadaan normal fungsi hati
tikus.
SARAN
Ekstrak kurkuminoid perlu dilarutkan sempurna pada pembuatan sediaan
emulsi nanokurkuminoid agar diperoleh efesiensi penjerapan yang lebih besar.
Perlu digunakan tikus standar agar respon seluruh tikus seragam, sehingga dapat
meminimalisasi kematian tikus selama perlakuan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari L, Nurcholis W, Darusman LK, Mujib MA, Heryanto R. 2014. The
curcuminoids extract of curcuma xanthorriza roxb loaded solid lipid
nanoparticles. IJSR. 3:852-858.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability
of curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics. 4:807-818.
Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and production of nanoparticles
formulated from nano-emulsion templates – A Review. J Control Release.
128:185–199.
Arakawa H, Kodama H, Matsouka N, Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma
activity in rats: differential effects of andrenergic and cholinergic
blockades. J Pharmacol Experiment Therapeutics. 280:1296-1303.
Ayuningtyas N. 2013. Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel
Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat Terhadap Tikus Sprague Dawley
Betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Basnet P, Natasa SB. 2011. Curcumin: An anti-inflammatory molecule from a
curry spiceon the path to cancer treatment. Molecules. 16:4567-4598.
Bastaki. 2005. Review diabetes mellitus and its treatment. Int J Diabetes &
Metabolism. 13:111-134.
[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan nasional minum temulawak. InfoPOM. 6:1-12.
Chuengsamarn S, Rattanamongkolgul S, Luechapudiporn R, Phisalaphong C,
Jirawatnotai S. 2012. Curcumin extract for prevention of type 2 diabetes.
Diabetes Care. 35:2121-2127.
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2013. Diabetes melitus penyebab kematian
nomor 6 di dumia: KEMENKES tawarkan solusi cerdik melalui posbind
[internet]. [diunduh 2015 jul 28]. Tersedia pada :
www.depkes.go.id/article/view/2383.
Devaraj S, Ismail S, Ramanathan S, Marimuthu S, Fei YM. 2010. Evaluation of
the hepatoprotective activity of standardized ethanolic extract of Curcuma
xanthorrhiza Roxb. JMPR.. 4(23):2512-2517.
Dutta KA and Ikiki E. 2013. Novel drug delivery systems to improve
bioavailability of curcumin. J Bioequiv Availa. 6:1.
Ekaputra, HR. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, Essien UN. 2013. Review of the
mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in
experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J
Diabetes Metab Disord. 12:60.
El-Marsy AA. 2012. Potential therapeutic effect of curcuma longa on
streptozotocin induced diabetic rats. J Med Med Sci. 1(4):91-98.
Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R, Lenzen S. 2007. Relative
importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell toxicity of
streptozotocin. Diabetolgia. 43:1528–1533.
25
Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.
Dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII.
Jakarta. Hal: 45-52.
Ghalandarlaki N, Alizadeh AM, Ashkani-Esfahani S. 2014. Nanotechnology-
applied curcumin for different diseases therapy. BioMed Research
International. 1-23.
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Aisyah BI, penerjemah.
Jakarta: UI. Terjemahan dari: Drugs Metabolisme.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi. Bogor : IPB.
Hollands MA, Logan JE. 1966. An examination of commercial kits for the
determination of glutamic oxaloacetic transaminase (GOT) and glutamic
pyrupic transaminase (GPT) in serum. Canad. J Med. Ass. 95:303-307.
Hussain. 2002. Hypoglycemic, hypolipidemic and antioxidant properties of
combination of curcumin from curcuma longa, linn, and partially purified
product from abroma augusta, linn. in streptozotocin induced diabetes.
Indian J Clin Biochem. 17(2):33-43.
[IDF] International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Atlas Sixth Edition
[internet]. [diunduh 2014 Ags 12]. Tersedia pada:
www.idf.org/diabetesatlas.
[IFCC] International Federation of Clinical Chemistry. 1986. Methods for the
measurement of catalytic concentrations of enzymes. J Clin. Chem Clin
Biochem. 24:481.
Jayaprakasha Gk, Rao LJ, Sakariah KK.2002. Improved HPLC method for
determination of curcumin, demethoxycurcumin, and
bisdemothoxycurcumin. Food Chemistry. 50:3668-3672.
Kakkar V, Singh S, Singla D, Kaur IP. 2011. Exploring solid lipid nanoparticles
to enhance the oral bioavailability od curcumin. Mol. Nutr. Food Res.
55:495–503.
Kim M, Kim C, Song Y, Hwang J. 2014. Antihyperglycemic and anti-
Inflammatory effects of standardized curcuma xanthorrhiza roxb. Extract
and its active compound xanthorrhizol in high-fat diet-induced obese mice.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2014:1-10.
Kocher A, Schiborr C, Behnam D, Frank J. 2015. The oral bioavailability of
curcuminoids in healthy humans is markedly enhanced by micellar
solubilisation but not further improved by simultaneous ingestion of
sesamin, ferulic acid, naringenin and xanthohumol. Journal of Functional
Foods. 14:183-191.
Kohn DF, Clifford CB, 2002 - Biology and diseases of rats. In: J..G Fox, L.C.
Anderson, F.M. Lowe, et al., eds. Laboratory Animal Medicine, 2nd ed.
New York: Academic Press, 121-167.
Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of drug activities:
pharmacometrics. London: Academic Press.
Levich BR. 2011. Diabetes management : optimizing roles for nurses in insulin
initiation. J Multidiscip Healthc. 4:15-24.
Levinthal GN, and Tavill M. 1999. Liver disease and Diabetes Mellitus. Clin.
Diabetes. 17:73.
26
Malkawi. 2012. Review Article: The effectiveness of physical activity in
preventing type 2 diabetes in high risk individuals using well-structured
interventions: a systemic review. Journal of Diabetology. 2:1.
Mangunwardoyo W, Deasywaty, Tepy U. 2012. Antimicrobial and identification
of active compound curcuma xanthorriza roxb. IJBAS-IJENS. 12:01.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Jilid 1 Edisi ke-2
dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr.
Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2012. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada
penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb). Tawangmangu (ID): Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat
Tradisional Tawangmangu.
Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Parhi R, Suresh P. 2010. Production of solid lipid nanoparticles-drug loading and
release mechanism. J Chem Pharm Res. 2:211–227.
Permasku G. 2014. Aktivitas inhibisi enzim α-Glukosidase dan sitotoksisitas
ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak dari berbagai aksesi (In Vitro)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pointescientific. 2015. Liquid AST(SGOT/ALT(SGPT) reagen set. Canton MI
48188. USA.
Popuri A.K. 2013. Extraction od curcumin from turmeric roots. IJIRS. 2:290-299.
Qureshi MN, Kuchekar BS, Logade NA, Haleem MA. 2010. In – vitro antioxidant
and in-vivo hepatoprotective activity of Leucas ciliata leaves. J Record Na
Prod. 4: 124-130.
Rauter et al. 2009. Bioactivity studies and chemical profile of the antidiabetic
plant Genista tenera. Journal of Ethnopharmacology. 122:384–393.
Ravichandran R. 2013. Pharmacokinetic study of nanopaticulate curcumin: oral
formulation for enhanced bioavailibility. JBNB. 4: 291-299.
Retnaningsih C, Darmono, Widianarko B, Muis SF. 2013. Peningkatan aktivitas
antioksidan superoksida dismutase pada tikus hiperglikemi dengan asupan
tempe koro benguk (Mucuna pruriens L.). Agritech. 33: 154-161.
Shi F, Ji-Hui Z, Ying L, Yong Tai Z, Nian-Ping F. 2012. Preparation and
characterization of solid lipid nanoparticles loaded with frankincense and
myrrh oil. Int J Nanomedicine. 7:2033-2043.
Shyamal S, Latha PG, Shine VJ, Suja SR, Rajasekharan S, Devi TG (2006).
Hepatoprotective effects of Pittosporum neelgherrense Wight & Arn, a
popular Indian ethnomedicine. J. Ethnopharmacol. 107:151-155.
Singh S. 2011. The genetics of type 2 diabetes mellitus : A Review. J Sci Res.
55:35-48.
Soemardji, AA. 2004. Penentuan kadar gula darah mencit secara cepat: untuk
diterapkan dalam penapisan aktivitas antidiabetes in vivo. Acta
Pharmaceutical Indon. 29:115 - 116.
Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Kusumaningtyas DI. 2008.
Curcuminoids from Curcuma xanthorriza Roxb: Isolation,
characterization, identification, and analysis of antioxidant activity.
Proceedings of The First International Symposium on Temulawak, Bogor,
27–29 Mei 2008.
27
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in β cells
of the rat pancreas. Physiology Research. 50:536- 540.
Tiwari KB, Khosa RL. 2010. Hepatoprotective and antioxidant effect of
Sphaeranthus indicus against acetaminophen-induced hepatotoxicity in
rats. J. Tropical Med. 6:1-11.
Weiss J, Decker EA, McClements DJ, Kristbergsson K, Helgason T, Awad T.
2008. Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bioactive food
components. Food Biophysics. 3:146–154.
Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2008. Curcumin loaded palmitic acid
microparticles. InPharm Communique. 1:15-18.
Zhang D, Fu M, Gao S, Liu J. 2013. Curcumin and Diabetes: A systematic
review. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.
2013:1-16.
28
LAMPIRAN
Lampiran 1 Desain Penelitian
Kelompok Normal
Induksi NaCl dan cekok akuades
Kelompok
normal
Kelompok
kontrol
positif
Ekstraksi dan analisis
HPLC kurkuminoid
temulawak
Pembuatan sediaan emulsi
nanokurkuminoid
Uji PSA
Uji efisiensi
penjerapan
Karakterisasi sediaan
emulsi nanokurkuminoid
Pengukuran bobot
badan dan glukosa
darah
Kadar AST – ALT
darah tikus
Uji aktivitas
antihiperglikemia pada
hewan coba
29
Lampiran 2 Prosedur perlakuan pada hewan coba
Persiapan alat dan bahan
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa
darah normal
Induksi streptozotosin dosis 50 mg/kg bb kecuali
kelompok normal (biarkan selama 48 jam)
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa
darah hiperglikemia
Cekok dengan sediaan obat
Timbang bobot badan tikus
(250-350gram)
Tikus dipuasakan selama 16 jam
(tetap diberi minum)
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa
darah selanjutnya pada hari ke-4, 7,11, 15
Nekropsi hari ke-15 dengan pengambilan
serum darah untuk pemeriksaan kadar AST-
ALT darah tikus
30
Lampiran 3 Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer
Nanokurkuminoid
Hasil PSA Nanokurkuminoid dengan ukuran partikel 523.5 nm dan indeks
polidispersitas 0.218
31
Lampiran 4 Efisiensi penjerapan
Kurva Standar
Tabel 2. Hasil sentrifugasi nanokurkuminoid (10x pengenceran)
Pengulangan Absorbansi [Kurkuminoid
Terjerap] (mg/ml)
Efisiensi
Penjerapan (%)
1
2
0.513
0.461
0.255
0.229
25.5
22.9
Rata-rata
Standar Deviasi
0.487
0.036
0.242
0.018
24.2
1.834
[Kurkuminoid Terjerap] = (𝐴𝑏𝑠−0.0043
19.941𝑥 Faktor pengenceran) mg/ml
= (0.513−0.0043
19.941x 10) mg/ml
= 0,255 mg/ml
Efisiensi Penjerapan = [Kurkuminoid Terjerap]
[Kurkuminoid Teoritis]𝑥 100%
= 0.255 mg/mL
1.000 mg/mL 𝑥 100%
= 25.5 %
y = 19.941x + 0.0043R² = 0.9995
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045
Ab
sorb
an
si (
A)
Konsentrasi (mg/mL)
32
Lampiran 5 Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964)
33
Lampiran 6 Perhitungan Dosis
Contoh Perhitungan :
Dosis nanokurkuminoid:
Berat badan tikus = 270 gram
Dosis = 10 mg/Kg
Dosis yang diberikan = 270 gram
1000 gram 𝑥 10 mg/Kg
= 2.7 mg
Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.1 gram dalam
100 ml air RO. Sediaan ini konsentrasinya dianggap sama dengan bobot jenis
1 g/ml atau 1 mg/µL. sehingga :
Volume nanokurkuminoid yang diberikan (µL) = 2.7 mg
1mg x 1µL
= 2.7 µL (dilarutkan dengan
akuabides hingga 0.5 ml)
Karena volume nanokurkuminoid yang diberikan sangat kecil sehingga
menyebabkan sulitnya perlakuan cekok pada tikus. maka nanokurkuminoid
diencerkan kedalam akuades hingga 0.5 ml.
Konsentrasi pengenceran = (𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑒𝑘𝑜𝑘)𝑥 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑛𝑎𝑛𝑜𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛𝑜𝑖𝑑)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
= 2.7 𝜇𝐿 𝑥 1000 𝑝𝑝𝑚
500 𝜇𝐿
= 5.4 ppm
Dosis ekstrak 100 mg/Kg BB
Berat badan tikus = 274 gram
Dosis yang diberikan = 274 gram
1000 gramx 100 mg/Kg
= 27.4 mg
Ekstrak kurkuminoid ditimbang sesuai dengan dosis. kemudian dilarutkan ke
dalam 0.5 ml air.
Konsentrasi yang dihasilkan = 27.4 𝑚𝑔
0.5 𝑚𝑙=
27.4 𝑚𝑔
0.0005 𝐿= 54800 𝑝𝑝𝑚
Glibenklamid
Berat badan tikus = 263 gram
Dosis tunggal Glibenklamid = 5 mg
Faktor konversi dosis manusia ke tikus = 0.018 (lihat lampiran 5)
Dosis yang diberikan =263 g
1000 g x 5 mg x 0.018
= 0.02367 mg
Glibenklamid yang ditimbang :
Dosis glibenklamid dalam 1 tablet = 5 mg
Total serbuk yang terdapat dalam 1 tablet = 168 mg
Perbandingan Dosis : Total serbuk = 5 : 168 = 1 : 33.6
Glibenklamid = 0.02367 mg x 33.6
= 0.79 mg
Konsentrasi Glibenklamid = 0.79 𝑚𝑔
0.5 𝑚𝑙=
0.79 𝑚𝑔
0.0005 𝐿= 1580 𝑝𝑝𝑚
34
Lampiran 7 Bobot badan tikus selama perlakuan
Perlakuan No
tikus
Bobot badan (gram)
Hari ke-
0
Hari ke-
4
Hari ke-
7
Hari ke-11 Hari ke-
15
Normal 1 329 313 313 317 318
2 274 259 263 270 272
3 260 252 254 259 261
Standard Error 21.06 19.27 18.35 17.78 17.46
Rata-rata 287.67 274.67 276.67 282.00 283.67
Kontrol negatif 1 255 236 222 181 177
2 286 277 268 232 221
Standard Error 15.50 20.50 23.00 25.50 22.00
Rata-rata 270.50 256.50 245.00 206.50 199.00
Kontrol positif 1 263 256 223 216 216
2 266 264 234 209 193
Standard Error 1.50 4.00 5.50 3.50 11.50
Rata-rata 264.50 260.00 228.50 212.50 204.50
Ekstrak 1 274 258 243 214 197
2 273 246 247 221 200
Standard Error 0.50 6.00 2.00 3.50 1.50
Rata-rata 273.50 252.00 245.00 217.50 198.50
Nanokurkuminoid 1 305 288 274 250 233
5 mg/kg bb 2 264 263 250 225 207
3 291 283 260 230 209
Standard Error 12.03 7.64 6.96 7.64 8.35
Rata-rata 286.67 278.00 261.33 235.00 216.33
Nanokurkuminoid 1 270 238 239 205 185
10 mg/kg bb 2 267 266 256 286 300
3 271 270 275 219 198
Standard Error 1.20 10.06 10.40 24.99 36.36
Rata-rata 269.33 258.00 256.67 236.67 227.67
Nanokurkuminoid 1 254 232 220 187 172
20 mg/kg bb 2 253 245 233 205 196
3 267 259 247 224 222
Standard Error 4.51 7.80 7.80 10.68 14.44
Rata-rata 258.00 248.53 233.33 205.33 196.67
35
Lampiran 8 Glukosa darah tikus selama perlakuan
Perlakuan No
tikus
Glukosa darah (mg/dl)
Hari ke-
0
Hari ke-
4
Hari ke-
7
Hari ke-11 Hari ke-
15
Normal 1 91 89 83 102 83
2 101 98 98 90 104
3 103 87 88 91 99
Standard Error 3.71 3.38 4.41 94.33 6.33
Rata-rata 98.33 91.33 89.67 3.84 95.33
Kontrol negatif 1 327 301 335 282 253
2 273 325 345 272 234
Standard Error 27.00 12.00 5.00 5.00 9.50
Rata-rata 300.00 313.00 340.00 277.00 243.50
Kontrol positif 1 277 274 317 221 177
2 148 283 322 280 276
Standard Error 64.50 4.50 2.50 29.50 49.50
Rata-rata 212.50 278.50 319.50 250.50 226.50
Ekstrak 1 236 303 335 288 303
2 284 275 279 292 493
Standard Error 24.00 14.00 28.00 2.00 95.00
Rata-rata 260.00 289.00 307.00 290.00 398.00
Nanokurkuminoid 1 246 349 241 286 328
5 mg/kg bb 2 300 330 219 304 323
3 208 319 194 135 108
Standard Error 26.69 8.76 13.58 53.59 72.51
Rata-rata 251.33 332.67 218.00 241.67 253.00
Nanokurkuminoid 1 286 282 255 268 195
10 mg/kg bb 2 261 116 85 101 237
3 271 322 328 291 133
Standard Error 7.27 63.06 71.99 59.87 30.21
Rata-rata 272.67 240.00 222.67 220.00 188.33
Nanokurkuminoid 1 298 343 289 261 364
20 mg/kg bb 2 230 347 258 191 267
3 293 352 314 337 287
Standard Error 21.88 2.60 16.20 42.16 29.57
Rata-rata 273.67 347.33 287.00 263.00 306.00
36
Lampiran 9 Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah
ANOVA
Hari Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.
Sebelum Stz Glukosa Antar kelompok 939.500 6 156.583 1.155 .394
Dalam kelompok 1491.000 11 135.545
Total 2430.500 17
Bobot Antar kelompok 5025.500 6 837.583 2.416 .097
Dalam kelompok 3813.000 11 346.636
Total 8838.500 17
Sesudah Stz Glukosa Antar kelompok 76287.333 6 12714.556 7.569 .002
Dalam kelompok 18477.167 11 1679.742
Total 94764.500 17
Bobot Antar kelompok 2074.944 6 345.824 .918 .518
Dalam kelompok 4145.500 11 376.864
Total 6220.444 17
Hari Ke 4 Glukosa Antar kelompok 132517.778 6 22086.296 9.658 .001
Dalam kelompok 25154.500 11 2286.773
Total 157672.278 17
Bobot Antar kelompok 2392.444 6 398.741 .976 .485
Dalam kelompok 4495.833 11 408.712
Total 6888.278 17
Hari Ke 7 Glukosa Antar kelompok 118164.444 6 19694.074 6.099 .005
Dalam kelompok 35519.833 11 3229.076
Total 153684.278 17
Bobot Antar kelompok 4485.333 6 747.556 1.847 .179
Dalam kelompok 4451.167 11 404.652
Total 8936.500 17
Hari Ke 11 Glukosa Antar kelompok 71522.167 6 11920.361 2.557 .084
Dalam kelompok 51285.833 11 4662.348
Total 122808.000 17
Bobot Antar kelompok 12169.611 6 2028.269 2.778 .068
Dalam kelompok 8030.833 11 730.076
Total 20200.444 17
Hari Ke 15 Glukosa Antar kelompok 134511.444 6 22418.574 3.757 .028
Dalam kelompok 65642.333 11 5967.485
Total 200153.778 17
Bobot Antar kelompok 16281.278 6 2713.546 2.356 .103
Dalam kelompok 12667.667 11 1151.606
Total 28948.944 17
37
Lampiran 10 Kadar AST darah tikus
Perlakuan No tikus Kadar AST (U/L)
Normal 1 26.19
2 27.06
3 32.3
Standard error 1.9
Rata-rata 28.52
Kontrol negatif 1 0
2 27.94
Standard error 13.97
Rata-rata 13.97
Kontrol positif 1 27.06
2 0.87
Standard error 13.1
Rata-rata 13.97
Ekstrak 1 0
2 0.87
Standard error 0.44
Rata-rata 0.44
Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 59.36
2 65.48
3 45.4
Standard error 5.94
Rata-rata 56.75
Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 6.11
2 37.54
3 1.75
Standard error 11.27
Rata-rata 15.13
Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 89.05
2 61.11
3 64.6
Standard error 6.5
Rata-rata 31.82
Pengukuran aktivitas AST (Metode Bergmeyer)
0.1 mL plasma
+ 0.1 pereaksi AST, t= 1 menit T= 30 ºC
diukur pada λ = 340 nm pada menit ke-1, 2 dan 3
Aktivitas AST = 1746 x Δ A 340 nm/menit
= 1746 x 0.015
= 26.19 U/L
38
Lampiran 11 Kadar ALT darah tikus
Perlakuan No tikus Kadar ALT (U/L)
Normal 1 24.44
2 16.59
3 21.83
Standard error 2.31
Rata-rata 20.95
Kontrol negatif 1 61.11
2 23.57
Standard error 18.77
Rata-rata 42.34
Kontrol positif 1 39.29
2 45.4
Standard error 3.05
Rata-rata 42.35
Ekstrak 1 0
2 6.98
Standard error 3.49
Rata-rata 3.49
Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 48.02
2 29.68
3 7.86
Standard error 11.61
Rata-rata 28.52
Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 34.9
2 31.43
3 8.73
Standard error 8.21
Rata-rata 25.02
Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 38.41
2 13.1
3 48.88
Standard error 10.62
Rata-rata 33.46
Pengukuran aktivitas ALT (Metode Bergmeyer)
0.1 mL plasma
+ 0.1 pereaksi ALT, t= 1 menit T= 30 ºC
diukur pada λ = 340 nm pada menit ke-1, 2 dan 3
Aktivitas ALT = 1746 x Δ A 340 nm/menit
= 1746 x 0.014
= 24.44 U/L
39
Lampiran 12 Analisis statistik kadar AST dan ALT
ANOVA AST
Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.
Between Groups 10721.133 6 1786.856 8.961 .001
Within Groups 2193.490 11 199.408
Total 12914.623 17
AST Duncan
ULANGAN N
Subset for alpha = 0.05
1 2
E 2 .4350
KP 2 13.9650
KN 2 13.9700
NE 10 3 15.1333
N 3 28.5167
NE 5 3 56.7467
NE 20 3 71.5867
Sig. .068 .267
ANOVA ALT
Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.
Antar kelompok 2289.479 6 381.580 1.573 .244
Dalam kelompok 2668.922 11 242.629
Total 4958.401 17
ALT Duncan
ULANGAN N
Subset for alpha = 0.05
1 2
E 2 3.4900
N 3 20.9533 20.9533
NE 10 3 25.0200 25.0200
NE 5 3 28.5200 28.5200
NE 20 3 33.4633 33.4633
KN 2 42.3400
KP 2 42.3450
Sig. .076 .192
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 4 September 1987 dari ayah
Abdul Rahman dan ibu Hariani. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan. Gelar sarjana
pendidikan diraih pada tahun 2010 dari Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan
Kimia, Universitas Negeri Medan. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program
Magister Sains pada Program Studi Biokimia, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh
pada tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) DIKTI. Penulis telah
mempublikasikan sebagian tesis ini pada jurnal Current Biochemistry, volume 3,
edisi 2 dengan judul “Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi
Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi
Streptozotosin”.