laporan hplc kel 2

43
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya. Secara tradisional, kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun anorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu cuplikan. Kimia analitik modern dikategorisasikan melalui dua pendekatan, target dan metode. Berdasarkan targetnya, kimia analitik dapat dibagi menjadi kimia bioanalitik, analisis material, analisis kimia, analisis lingkungan, dan forensik. Berdasarkan metodenya, kimia analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri massa, kromatografi

Upload: eka-hardiyanti-husain

Post on 10-Aug-2015

668 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Hplc Kel 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis

material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya.

Secara tradisional, kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu

unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun anorganik, sedangkan

analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau

senyawa dalam suatu cuplikan. Kimia analitik modern dikategorisasikan

melalui dua pendekatan, target dan metode. Berdasarkan targetnya, kimia

analitik dapat dibagi menjadi kimia bioanalitik, analisis material, analisis

kimia, analisis lingkungan, dan forensik. Berdasarkan metodenya, kimia

analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri massa, kromatografi

dan elektroforesis, kristalografi, mikroskopi, dan elektrokimia.

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada

kromatografi, komponen – komponennya akan dipisahkan antara dua buah

fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen

campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.

Page 2: Laporan Hplc Kel 2

Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan

komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.

Sekarang ini, kromatografi sangat diperlukan dalam memisahkan

suatu campuran senyawa.  HPLC didefinisikan sebagai kromatografi cair

yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada

penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit ( kolom ) dan fase gerak

yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai

tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan

waktu yang relative singkat.

HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara

luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel

pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer;

dan industri- industri makanan. Pada praktikum ini akan dilakukan analisis

kadar kafein dengan menggunakan metode HPLC atau KCKT.

II.2 Maksud dan Tujuan

II.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara melakukan analisis suatu senyawa

yang terkandung dalam suatu sampel sediaan farmasi dengan menggunakan

metode tertentu.

Page 3: Laporan Hplc Kel 2

II.2.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui cara melakukan analisis senyawa kofein yang terdapat

dalam sediaan tablet Bodrex®, kopi toraja, dan minuman energy Hemaviton®

dengan menggunakan metode HPLC.

II.2.3 Prinsip Percobaan

Melakukan analisis senyawa kafein yang terdapat dalam suatu sampel

tablet Bodrex®, kopi toraja, dan minuman energy Hemaviton® dengan

menggunakan metode HPLC pada panjang gelombang 272 nm dengan

menggunakan metode kromatografi fase terbalik yaitu fase geraknya polar,

maka untuk analit yang kepolarannya lebih tinggi akan terelusi terlebih

dahulu, sehingga waktu retensinya pendek. Hal ini didasarkan prinsip “Like

dissolves like”, yaitu senyawa yang sifatnya sama akan saling berinteraksi

lebih kuat.

Page 4: Laporan Hplc Kel 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani

Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna

dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom

gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi

merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan

dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan

analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang

farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu

teknik pemisahan yang menggunakan fase diam dan fase gerak. (11)

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk

memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang

kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. (11)

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga

disebut dengan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dikembangkan pada

akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan

teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik

dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik. (11)

Page 5: Laporan Hplc Kel 2

Adapun klasifikasi teknik kromatografi dapat dilihat pada tabel berikut :

Teknik Fase diamFase

gerakbentuk

Mekanisme sorpsi

yang utama

Kromatografi

kertas

Kertas

(selulosa)

Cair Planar Partisi (adsorpsi,

pertukaran ion,

ekslusi)

Kromatografi

lapis tipis (KLT)

Silika, selulosa,

resin penukar

ion, padatan

yang porosnya

dikendalikan

Cair Planar Partisi (adsorpsi,

pertukaran ion,

ekslusi)

Kromatografi gas

Kromatografi gas-

cair (KCG)

Cair Gas Kolom Partisi

Kromatografi gas-

padat (KGP)

Padat Gas Kolom Adsorpsi

Kromatografi cair

Kromatografi cair

kinerja tinggi

(KCKT)

Padatan atau

fase terikat

Cair Kolom Partisi yang

dimodifikasi

Kromatografi cair Padatan dengan

porositas yang

Cair Kolom Ekslusi

Page 6: Laporan Hplc Kel 2

Kromatografi

eksklusi ukuran

dikendalikan

Kromatografi cair

Kromatografi

penukar ion

Resin penukar

ion atau fase

terikat

Cair Kolom Pertukaran ion

Kromatografi cair

Kromatografi kiral

Pemilih kiral

padat

Cair Kolom Adsorpsi secara

selektif

Sistem Peralatan HPLC

Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,

pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor,

wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator

atau perekam. Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :

Page 7: Laporan Hplc Kel 2

1. Wadah Fase gerak dan Fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan

lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat

digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat

menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut(1).

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan

resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan

pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.

Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase

gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas

pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk

menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase

gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan

komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap

selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak

berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu

Page 8: Laporan Hplc Kel 2

pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan

resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai

kisaran polaritas yang luas. (2)

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase

terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air

dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak

yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut

hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-

pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum

dibanding dengan fase terbalik.(3)

2. Pompa. Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa

harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa

adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang

digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan

mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk

tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase

gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah

untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara

tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis

Page 9: Laporan Hplc Kel 2

pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa

dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase

gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe

pompa dengan tekanan konstan.(4)

3. Tempat penyuntikan sampel. Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan

secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan

menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga

tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel

(sample loop) internal atau eksternal

4. Kolom dan Fase diam. Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom

konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang

mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan

solut/analit.

Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama dibanding

dengan kolom konvensional, yakni:

Page 10: Laporan Hplc Kel 2

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil

dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor

kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 μl/menit).

Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor

lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,

karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel

terbatas misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan

kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.(5)

Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara

kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan

divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena

adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-

reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus

silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan

kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang

lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika

Page 11: Laporan Hplc Kel 2

aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika

yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan

waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air

yang digunakan. 

5. Detektor HPLC. Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan

yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum,

tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks

bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang

spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,

seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.

2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut

pada kadar yang sangat kecil.

3. Stabil dalam pengopersiannya.

4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan

pelebaran pita.

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut

pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

(3)

Page 12: Laporan Hplc Kel 2

Migrasi dan Retensi Solut (11)

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh

perbandingan distribusinya (D), dan besarnya D ditentukan oleh afinitas

relatif solut pada kedua fase (fase diam dan fase gerak). Dalam konteks

kromatografi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut

dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm)

D= CsCm

Jadi semakin besar nilai Dmaka migrasi solut semakin lambat, dan semakin

kecil nilai D maka migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut

perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut

cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat

dipisahkan.

Puncak Asimetris (11)

Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio

dsitribusi solut (D) konstan selama di kisaran konsentrasi keseluruhan

puncak, sebagaimana ditunjukkan oleh isoterm sorpsi yang linier yang

merupakan plot konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) terhadap konsentrasi

solut dalam fase gerak (Cm). meskipun demikian, kurva isoterm akan

berubah menkadi 2 jenis puncak asimetris yakni membentuk puncak yang

Page 13: Laporan Hplc Kel 2

berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu (fronting) jika ada perubahan

rasio distribusi solut ke arah yang lebih besar.

Baik tailing maupun fronting tidak dikehendaki karena dapat

menyebabkan pemisahan kurang baik dan data retensi kurang treprodusibel.

Jika keduanya terjadi, maka pengurangan jumlah solut yang akan dilakukan

kromatografi akan memperbaiki bentuk puncak akan tetapi adanya desorpsi

yang lambat masih dapat menyebabkan tailing.

Adanya puncak, yang asimetri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :

1. Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar

maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna

karenanya akan terjadi pengekoran atau tailing.

2. Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan

solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak

yang mengekor.

3. Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu

sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting).

Untuk menentukan tingkat asimetri puncak dilakukan dengan menghitung

faktro asimetris atau disebut juga dengan tailing factor (TF) yang

dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak.

Profil Puncak dan pelebaran Puncak (11)

Page 14: Laporan Hplc Kel 2

Selama pemisahan kromatografi, solut individual kan membentuk profil

konsentrasi yang simetri atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam

arah aliran fase gerak. Profil, dikenal juga dengan puncak atau pita, secara

perlahan-lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang

asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. Prinsip

yang mendasari alasan-alasan bentuk puncak dan pelebaran puncak dapat

diringkas sebagai berikut :

- Sorpsi dan desorpsi solut yang terus-menerus antara fase diam dan fase

gerak, secara inheren akan menghasilkan profil konsentrasi Gaussian

yang akan melebar karena solut bermigrasi lebih lanjut.

- Perjalanan solut melalui partikel fase diam sedikit berbeda, sehingga

menyebabkan profil konsentrasinya melebar secara simetris. Keadaan

seperti ini disebut dengan pengaruh lintasan ganda (multiple-path effect)

- Spesies solut menyebar ke segala arah dengan difusi ketika berada di

dalam fase gerak. Difusi terjadi dengan arah yang sama dan berlawanan

dengan aliran fase gerak (longitudinal or axial difussion) karenanya akan

berkontribusi terjadinya pelebaran pita secara simetris.

- Sorpsi dan desorpsi, atau transfer massa antara fase diam dan fase

gerak, bukanlah suatu proses yang instan dan terkadang proses tersebut

terjadi secara lambat secara kinetika. Karena fase gerak berjalan secara

terus-menerus, maka distribusi kesetimbangan solut yang sebenarnya

Page 15: Laporan Hplc Kel 2

tidak pernah terjadi. Profil konsentrasi dalam fase diam tertinggal sedikit

dibanding profil konsentrasi dalam fase gerak yang akan mengakibatkan

adanya pelebaran puncak lebih lanjut. Desorpsi yang lambat dapat juga

menghasilkan puncak yang asimetris atau condong.

- Adanya variasi rasio distribusi solut dengan total konsentrasinya juga

berperan terjadinya puncak yang asimetris atau condong.

Resolusi Kromatogram, Jumlah Lempeng (N), Efisiensi, dan Tailing

Faktor (11)

Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2

puncak yang saling berdekatan (tR = tR2 – tR1) dibagi dengan rata-rata lebar

puncak (W1 + W2) / 2

Rs= 2∆ tR(W 1+W 2)

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa yang sangat berpengaruh

terhadap pemisahan suatu komponen adalah waktu retensi masing-masing

solut (tR2 dan tR1) serta lebar puncak masing-masing komponen yang

dipisahkan (W1 dan W2). Nilai Rs harus mendekati 1,5 karena akan

memberikan pemisahan puncak yang baik

Tujuan umum pada kromatografi adalah pemisahan yang cukup dari

suatu campuran yang akan dipisahkan. Ada 2 parameter yang digunakan

untuk menilai kualitas pemisahan kromatografi yakni ukuran banyaknya

Page 16: Laporan Hplc Kel 2

pelebaran puncak dari masing-masing puncak solut (efisiensi) dan tingkat

pemisahan puncak-puncak yang berdekatan (resolusi).

Untuk kolom kromatografi, jumlah lempeng atau plate number (N)

yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi kolom

digunakan sebagai ukuran efisiensi. Selain dengan N, efisiensi kolom dalam

kromatografi secara umum berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya

waktu komponen atau molekul yang akan dianalisis dalam kolom.

Tailing faktor (TF) dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah

tinggi puncak. Kromatogram yang memberikan harga TF = 1 menunjukkan

bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF > 1

menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin

besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan

demikian harga TF dapatr digunakan untuk melihat efisiensi kolom

kromatografi.

Pendekatan Analisis Kualitatif dan Kuantitatif (11)

Ada 3 pendekatan untuk analisis kualitatif yakni :

1. Perbandingan antara data retensi solut yang tidak diketahui dengan data

retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang

sama.

Page 17: Laporan Hplc Kel 2

Untuk kromatografi planar (kromatografi kertas dan kromatografi lapis

tipis), faktor retardasi (nilai Rf) baku dan senyawa yang tidak diketahui

dibandingkan dengan cara kromatografi secara bersama-sama untuk

menghilangkan adanya variasi kondisi bahan yang digunakan dan

laboratorium.

Untuk kromatografi yang menggunakan kolom (seperti KCKT dan KG),

waktu retensi (tR) atau volume retensib (VR) senyawa baku dan senyawa

yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara

berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu

pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.

2. Dengan cara spiking

Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan

menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan

diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama.

Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi

sampel yang tidak dispiking. Kedua, sampel yang telah dispiking dengan

senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu

yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan

tinggi puncak/luas puncak setelah dispiking dibandingkan dengan tinggi

puncak/luas puncak yang tidak dilakukan spiking maka dapat

diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki.

Page 18: Laporan Hplc Kel 2

3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa

Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini

akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu

retensi tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan

dengan spektra yang ada di database komputer atau diinterpretasi

sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku

murninya.

Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif

stabil dan reproduksibel, baik pada penyiapan sampel atau proses

kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis

kuantitatif :

- Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari

komponen-komponen lain dalam kromatogram

- baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia

- prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan.

Untuk kromatografi planar, luas bercak (spot) atau kerapatan bercak

dapat diukur secara in situ atau dapat juga dilakukan dengan cara : bercak

dikerok, dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, dan ditentukan konsentrasinya

dengan menggunakan teknik yang lain seperti dengan spektrofotometri UV,

KCKT, dsb

Page 19: Laporan Hplc Kel 2

Sementara untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi

dapat dilakukan dengan : luas puncak atau dengan tinggi puncak. Tinggi

puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang

dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier.

Keterbatasan dan Kelebihan Metode HPLC (11)

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali

jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan

lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik

sulit diperoleh.

KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan

baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT paling sering

digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-

asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis,

menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses

sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi, memonitor

sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam

suatu campuran, memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat

molekulnya dalam suatu campuran, kontrol kualitas, dan mengikuti jalannya

reaksi sintetis.

Page 20: Laporan Hplc Kel 2

II.2 Uraian Bahan

1. Air suling (6)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquades, air suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Metanol (7)

Nama Lain : Metil Alkohol

RM/BM : CH3OH / 32,04

Pemerian : Cairan jernih, mudah menguap

Kegunaan : Murni Pereaksi

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

3. Kofein (6)

Nama Resmi : Coffeinum

Nama Lain : Kofein

RM/BM : C8H10N4O2 / 194,19

RB :

Page 21: Laporan Hplc Kel 2

Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat,

biasanya menggumpal putih ; tidak berbau ; rasa

pahit

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%)

P; mudah larut dalam kloroform P ; sukar larut

dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3 Uraian Sampel

1. Bodrex® (8)

Komposisi : Parasetamol 600 mg, kofein 50 mg.

Indikasi : Meringankan sakit kepala, pusing, pening berat, sakit

gigi dan menurunkan demam.

Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita dengan gangguan fungsi hati.

Kemasan : 2 blister x 10 tablet

Page 22: Laporan Hplc Kel 2

II.4 Prosedur Preparasi

1. Tablet Kofein

a. Larutkan lebih kurang 5 mg dalam 1 ml HCl P dalam cawan porselin,

tambahkan 50 mg kalium klorat P, uapkan di atas tangas uap hingga

kering. Balikkan cawan di atas bejana berisi beberapa tetes NH4OH

6N. Sisa berwarna lembayung yang hilang dengan penambahan

larutan alkali larut. (7)

b. Ekstraksi dengan larutan kloroform dari campuran aspirin, fenasetin,

dan kafein dengan larutan NaHCO3; aspirin akan berada dalam larutan

basa. Pada larutan kloroform terdiri dari fenasetin dan kofein diuapkan.

Residu yang dikeringkan ditimbang. Residu dicampur dengan air dan

difiltrasi, fenasetin tidak larut. (9)

c. Campuran dari asam encer dan aspirin, fenasetin dipisahkan dari

kofein dengan ekstraksi eter. Kofein dipisahkan dari larutan asam

dengan ekstraksi kloroform. Aspirin dipisahkan dari fenasetin dengan

ekstraksi dengan larutan NaHCO3. (9)

II.4 Prosedur Kerja

1. Pembuatan Larutan baku Kofein. Baku kofein pro analisis ditimbang 50,0

mg secara seksama, dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100,0

ml. kemudian ditambahkan aquades sampai batas atas.

Page 23: Laporan Hplc Kel 2

Pembuatan Fase Gerak

Metanol : air = 1 : 4

Metanol : air = 3 : 7

Panjang gelombang maksimum 275 nm

Pembuatan Kurva Kalibrasi. Membuat seri pengenceran dari larutan baku

dengan konsentrasi 500 ppm, 400 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm.

(10)

Page 24: Laporan Hplc Kel 2

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain : baskom, botol semprot, buret,

Erlenmeyer, gelas ukur, labu tentukur, pipet skla, pipet tetes, plat tetes,

seperangkat alat UV, seperangkat alat densitometer, statif dan klem, sendok

tanduk, dan timbangan analititk.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : aluminium foil, aquabidest,

metanol pa dan sampel sediaan tablet Bodrex®, kopi toraja dan minuman

berenergi Hemaviton®.

III.2 Cara Kerja

1. Penyiapan Larutan Baku

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Dibuat larutan baku kofein dengan melarutkan kafein 50 mg dalam

labu takat 50 ml, dicukupkan hingga batas tanda dengan pelarut

aquabidest dan metanol (3:2).

c. Dibuat pengenceran baku kofein 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm,

dan 100 ppm, dengan melarutkan 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; 3

Page 25: Laporan Hplc Kel 2

ml larutan induk, masing-masing ke dalam labu takar 10 ml yang

dicukupkan dengan pelarut aquabidest dan metanol (3:2).

d. Disaring larutan kofein murni dengan menggunakan filter 0,2 mikro

meter, lalu diinjeksikan ke dalam sistem UFLC.

2. Penyiapan Larutan Sampel

1) Hemaviton®

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Dipipet sampel sebanyak 1 ml larutan sampel ke dalam labu takar 10

ml dan cukupkan volume dengan pelarut aquabidest dan metanol

(3:2).

c. Dipipet 1 ml larutan stock lalu dimasukkan ke dalam tabung khusus

injeksi dengan menggunakan filter 0,2 mikro meter.

3. Uji identitas dengan ULFC

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Diset alat UFLC pada panjang gelombang 272 nm, laju alliran 1

ml/menit, fase gerak aquabidest dan metanol (3:2) pada suhu 30o.

c. Disuntikan larutan kafein murni ke dalam sistem UFLC, dapatkan

kromatogram dan catat waktu retensi serta nilai area puncak.

Page 26: Laporan Hplc Kel 2

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

Konsentrasi (bpj) Peak Area20 416334640 500640060 526040480 4197864

100 5055517

Sampel Peak AreaBodrex 50792963Hemaviton 1931459Kopi Toraja 1291106

IV.2 Perhitungan

y = a + bx

y = 4443964,4 + 4879,03x

r = 0,2986

- Kopi toraja

Area (y) = 1291106

y = a + bx

1291106 = 4443964,4 + 4879,03x

3152858,4 X = -

4879,03

= -646,20 ppm dalam 20 L

Page 27: Laporan Hplc Kel 2

- Hemaviton

Area (y) = 1931459

y = a + bx

1931459 = 4443964,4 + 4879,03x

2512505 X = -

4879,03

= -514,95 ppm dalam 20 L

50 mg 150 ml (333,33 ppm)

1 ml 10 ml (33,33 ppm)

- Bodrex

Area (y) = 50792963

y = a + bx

50792963 = 4443964,4 + 4879,03x

50348566,6 x = -

4879,03

= 10319,38 ppm dalam 20 L

100 mg 10 ml (10000 ppm)

B. sampel x = x 100%

B. teori

10319,38 = x 100%

10000 = 103,19%

Page 28: Laporan Hplc Kel 2

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini dilakukan analisis kafein pada berbagai sampel

dengan menggunakan metode HPLC. Sebelum pengukuran dan identifikasi

dilakukan dahulu penyiapan larutan baku kafein dan preparasi sampel

lainnya.

Pada pembuatan larutan baku kafein, dibuat dengan melarutkan kafein

baku dan dilarutkan dengan pelarut akua bidestillata dan metanol for HPLC

(60:40). Dari larutan stok, diencerkan baku tersebut dengan konsentrasi 20

ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Tiap 1 ml di konsentrasi

tersebut dimasukkan ke dalam vial namun sebelumnya disaring dengan filter

m.

Digunakan kolom ODS (Oktadesil silika) atau C18 karena ODS

merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karen amampu

memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,

maupun tinggi.

Digunakan detektor PDA (photodiode-array) karena detektor PDA

merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini

mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang

gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses

Page 29: Laporan Hplc Kel 2

berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan dapat

ditampilkan. Dengan demikian PDA memberikan lebih banyak informasi

komposisi sampel dibanding dengan detektor Uv-Vis. Dengan detektor ini,

juga diperoleh spektrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat

dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang

maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor

ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan

spektra analit dengan spektra senyawa yang sudah diketahui.

-

Page 30: Laporan Hplc Kel 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Settle, F (Editor). 1997. Handbook of Instrumental Techniques for

Analytical Chemistry. New Jersey, USA: Prentice Hall PTR.

2. Kenkel, J. 2002. Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition.

USA: CRC Press.

3. Meyer, F.R. 2004. Practical High-Performance Liquid

Chromatography, 4th Ed. New York: John Wiley & Sons.

4. Snyder, L. R.,  Kirkland, S.J., and Glajch, J.L. 1997. Practical HPLC

Method Development. New York: John Wiley & Son.

5. Kealey, D and Haines, P.J. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry.

New York: BIOS Scientific Publishers Limited.

6. Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Depkes

RI.

7. Dirjen, POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Depkes

RI.

8. IAI. 2011. ISO Indonesia Volume 46.Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

9. Higuchi, Takeru. 1990. Phamaceutical Analysis. New York : A Wiley-

Interscience Publication.

10.Hartono, Elina. 2009. Skripsi. Penetapan Kadar Kafein dalam Biji Kopi

Secara KLTP. Surakarta: Universitas Setia Budi.

Page 31: Laporan Hplc Kel 2

11.Gandjar, I.G dan Rohman A. 2009. Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar