acetaminophen (paracetamol) induced hepatotoxic

22
ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) INDUCED HEPATOTOXIC ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) BEREFEK HEPATOTOKSIK

Upload: usi-wulandari-ii

Post on 11-Nov-2015

387 views

Category:

Documents


131 download

DESCRIPTION

pct

TRANSCRIPT

ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) INDUCED HEPATOTOXIC ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) BEREFEK HEPATOTOKSIK

ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) INDUCED HEPATOTOXIC

ACETAMINOPHEN (PARACETAMOL) BEREFEK HEPATOTOKSIKAbstrak Asetaminofen menyebabkan nekrosis centrilobular hepatic pada pemberian dosis berlebih. Hal ini diindikasikan bahwa asetaminofen diaktivasi oleh enzim sitokrom P450 menjadi senyawa metabolit yang reaktif menurunkan gluthathionine (GSH) dan secara kovalen terikat dengan protein.Metabolit reaktif ini diidentifikasi sebagai N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI).

Walaupun mempertimbangkan dosis aman untuk terapi, pada dosis yang lebih tinggi asetaminophem memproduksi centrilobular hepatic necrosis yang dapat bersifat fatal (Prescott, 1980).Berikut beberapa faktor yang terlibat dalam toksisitas asetaminofen antara lain; stress oksidatif, nitrotyrosine formation, inflamatory cytokines, dan MET (mitokondrial permeability transition)Metabolic activation of acetaminophen ( AKTIVASI METABOLIT ASETAMINOFEN)Metabolisme asetaminofen dibantu oleh enzim sitokrom P450 menjadi metabolit yang yang lebih aktif, yang mana secara kovalen terikat dengan protein.Reaktif metabolit ini ditemukan dalam bentuk N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) , (Dahlin et al., 1984)Hasil laboratorium Dr. Gillettes menunjukkan bahwa NAPQI didetoksifikasi oleh gluthionine (GSH) membentuk asetaminofen GSH konjugasi. Setelah pemberian dosis toksik, total GSH hati menurun sebesar 90% dan sebagai hasilnya metabolit asetaminofen terikat dengan protein sistein secara kovalen.

Pemeriksaan ikatan protein dengan asetaminofen telah digunakan sebagai studi toksisitas pada pasien overdosis.Dengan menggunakan HPLC dengan pendeteksi elektrochemical, dapat dilaporkan adanya senyawa tersebut dalam sampel darah dari pasien overdosis dengan toksisitas kecil sampai menengah.Pemeriksaan ini berperan dalam diagnosis pasien dengan gangguan hati akut.BIOCHEMICAL MECANISM OF TOXICITYSatu kemungkinan dari mekanisme kematian sel adalah bahwa ikatan kovalen dengan sel protein mengakibatkan sel kehilangan aktivitas dan fungsinya, sehingga pada akhirnya sel mati dan mengalami lisis.Sel target utama adalah protein mitokondria dengan akibat kehilangan energi sebanyak protein yang terbawa dalam kontrol ion selular (Nelson, 1990)Dilaporkan adanya perubahan aktivitas ATP-ase plasma membran mengikuti dosis toksik asetaminofen.Rusakya sel mitokondria atau keseimbangan ion inti juga berpengaruh terhadap mekanisme toksik asetamonifen, yaitu dengan melibatkan asetaminafen- sebagai mediasi kematian sel karena kehilangan dari salah satunya dapat meningkatkan konsentrasi sitosolik Ca2+, siklus Ca2+ mitokondria, aktivasi protease dan endonuclease, dan putusnya rantai DNA.

Adanya NAPQI dapat menyebabkan disfungsi mitokondria.Early Research on Oxidative StressPenelitian Dini pada Stress Oksidatif

Stress Oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya.Ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dan kemampuan sistem tubuh untuk mendetoksifikasi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.Stres oksidatif merupakan mekanisme lain yang telah dinyatakan penting dalam pengembangan toksisitas asetaminofen. Dengan demikian, peningkatan pembentukan superoksida akan menyebabkan hidrogen peroksida dan reaksi peroksidasi dengan mekanisme Fenton-type.Dalam kondisi pembentukan NAPQI yang diikuti dengan dosis toksik acetaminophen, konsentrasi GSH mungkin sangat rendah dalam sel centrilobular, dan enzim utama detoksifikasi peroksida, GSH peroksidase, yang fungsinya sangat tidak efisien dalam kondisi GSH deplesi diharapkan akan terhambat. `Selama pembentukan NAPQI oleh sitokrom P450, anion superoksida sudah terbentuk, dengan dismutasi mengarah ke pembentukan hidrogen peroksida. Penelitian lain mengabarkan bahwa peroksidasi dari acetaminophen ke semiquinone radikal bebas akan menyebabkan reaksi redoks antara acetaminophen dan semiquinone tersebut. Mekanisme ini akan meningkatkan superoksida dan toksisitas.Namun telah diteliti bahwa semiquinone bereaksi cepat menjadi polimer dan tidak ada bukti terjadinya reaksi oksigen.Beberapa bukti telah menunjukkan keterlibatan potensi stres oksidatif dalam toksisitas asetaminofen. Nakae et al. (1990) melaporkan bahwa pemberian encapsulated superoxide dismutase menurunkan toksisitas asetaminofen pada tikus. Selain itu, chelator besi, deferoxamine, telah terbukti menurunkan toksisitas pada tikus (Sakaida et al., 1995). Penelitian menunjukkan bahwa deferoxamine menyebabkan keterlambatan dalam laju perkembangan toksisitas asetaminofen pada tikus, tetapi setelah 24 jam, jumlah relatif toksisitas tidak terpengaruh.Role of Kupffer CellsPeranan Sel Kupffer

Sel Kupffer adalah makrofag fagositik hati. Ketika diaktifkan, sel Kupffer melepaskan banyak molekul sinyal, termasuk enzim hidrolitik, eikosanoid, oksida nitrat, dan superoksida.

Sel Kupffer juga dapat melepaskan sejumlah sitokin inflamasi, termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-, dan beberapa sitokin yang dilepaskan pada toksisitas asetaminofen.Laskin et al. (1995) meneliti peran sel Kupffer pada toksisitas acetaminophen dengan pretreating tikus dengan senyawa yang menekan fungsi sel Kupffer (gadolinium klorida dan dekstran sulfat). Penelitian ini melaporkan bahwa tikus pretreating dengan senyawa ini kurang sensitif terhadap efek racun dari asetaminofen. Efek serupa dilaporkan pada mencit (Blazka et al., 1995). Goldin et al. (1996) menunjukkan bahwa perlakuan mencit dengan liposom yang mengandung dichloromethylene disphosphonate untuk melumpuhkan sel Kupffer juga mengalami penurunan toksisitas asetaminofen. Demikian pula, dilaporkan bahwa pretreatment tikus dengan gadolinium klorida atau sulfat dekstran menurunkan efek racun dari acetaminophen (Michael et al., 1999). Studi ini menunjukkan peran penting sel Kupffer dalam pengembangan hepatotoksisitas acetaminophen.Namun, karya terbaru oleh Ju et al. (2002) sampai pada kesimpulan yang berbeda. Pretreatment tikus dengan gadolinium klorida ditemukan bahwa jumlah sel Kupffer di hati hanya sebagian yang menurun. Konsisten dengan laporan sebelumnya, mereka menunjukkan penurunan toksisitas asetaminofen pada tikus pretreament. Namun, pengobatan tikus dengan dichloromethylene diphosphonate benar-benar menghilangkan sel kupffer di hati, tetapi toksisitas meningkat. Data ini menimbulkan pertanyaan relatif terhadap pentingnya sel Kupffer dalam toksisitas asetaminofen.

CYTOKINES AND OTHER INFLAMMATORY MEDIATORS IN ACETAMINOPHEN TOKSISITYBeberapa laboratorium telah melaporkan bahwa sitokin inflamasi meningkat pada toksisitas asetaminofen

Selektif immunoneutralisasi baik dari TNF-alpha atau IL-1 alpha secara parsial menurunkan toksisitas selama periode waktu tertentu.

sitokin proinflamasi berkontribusi terhadap toksisitas, dan bahwa mereka diatur oleh sitokin anti-inflamasi, seperti IL-10 dan lain-lain.

Faktor penghambatan Migrasi makrofag (MIF) adalah protein yang memiliki karakteristik sitokin, hormon, dan enzim memiliki efek anti-regulasi pada glukokortikoid endogencyclooxygenase-2 telah dilaporkan hepatoprotektif di acetaminophen (Reilly et al., 2001)Berbagai kemokin juga telah dilaporkan berperan dalam toksisitas asetaminofen. Kemokin awalnya diakui untuk peran mereka dalam pengambilan leukosit. Namun, Lawson et al. (2000) menunjukkan bahwa neutrofil mengikuti perkembangan toksisitas dan pemberian antibodi untuk 2 integrin tidak berpengaruh pada toksisitasDalam studi tambahan, pengiriman vektor virus MIP-2 tikus acetaminophen diobati adalah perlindungan terhadap toksisitas asetaminofen (Hogaboam et al., 1999b). Studi pada tikus kekurangan CCR2, reseptor utama untuk kemokin MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1), menunjukkan tikus ini mengalami peningkatan toksisitas untuk acetaminophen dan peningkatan pembentukan TNF- dan IFN- (Hogaboam et al., 2000). sitokin mempunyai peran yang kompleks dalam toksisitas serta perubahan dalam keseimbangan pembentukan sitokin pro dan anti-inflamasi. Kemokin muncul untuk memfasilitasi regenerasi hepatosit dengan meningkatkan translokasi nuklir faktor transkripsi pertumbuhan.

SUPEROKSIDA DAN MPTSuperoksida dapat terbentuk melalui mekanisme pembentukan dari cytokrom P450 dan enzim lainnya.MPT (mitocondria permeability transisition) terjadi dengan pembentukan superoksida, yangberasal dari peroxynitrite dan tyrosine nitrat.MPT menyebabkan disfungsi mitokondria.Moldeus dan Orrenius melaporkan bahwa keberadaan NAPQI menurunkan sintesis ATP dan meningkatkan Ca2+ yang keluar (disfungsi mitokondria) KESIMPULANMetabolisme asetaminofen oleh enzim sitokrom P450 menjadi metabolit aktif akan memberi efek toksisitas. Setelah pemberian dosis terapi asetaminofen, metabolit aktif tersebut didetoksifikasi oleh GSH. Namun, pada dosis toksik, GSH dapat menurun oleh reaksi konjugasi dan terikatnya metabolit pada protein secara kovalen. Ikatan kovalen ini berhubungan dengan perkembangan toksisitas.Pemeberian cystein untuk meningkatkan GSH detoksifikasi ditunjukkan sebagai antidot yang efektif.