corticosteroid induced cushing syndrome

39
Pemicu 3 Tn S (35) datang dengan keluhan badan lemas. Sejak 3 tahun minum 2 jenis obat penambah berat badan yang dibeli dari took di pasar pramuka. Obat terdiri dari tablet hijau yang diminum 4-6 tablet sehari dan tablet oranye kecil 3x sehari. Berat badan naik 20 kg dalam waktu 3 tahun menjadi 57 kg (TB: 160cm). Pada PF tampak muka bulat, TD 160/90 mmHg, suhu 36,8 celcius, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen: membesar, tampak striae, lemas dan hepar serta lien tidak teraba, bising usus normal. Kedua lengan tampak kurus dibandingkan tubuhnya. Ditemukan edema pada kedua tungkai bawah. Rumusan masalah Apakah yang menyebabkan timbulnya keluhan yang dialami Tn S (35)? Hipotesis

Upload: alif-ketjil

Post on 13-Jun-2015

2.239 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: corticosteroid induced cushing syndrome

Pemicu 3

Tn S (35) datang dengan keluhan badan lemas. Sejak 3 tahun minum 2 jenis obat penambah berat badan yang dibeli dari took di pasar pramuka. Obat terdiri dari tablet hijau yang diminum 4-6 tablet sehari dan tablet oranye kecil 3x sehari. Berat badan naik 20 kg dalam waktu 3 tahun menjadi 57 kg (TB: 160cm).

Pada PF tampak muka bulat, TD 160/90 mmHg, suhu 36,8 celcius, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen: membesar, tampak striae, lemas dan hepar serta lien tidak teraba, bising usus normal. Kedua lengan tampak kurus dibandingkan tubuhnya. Ditemukan edema pada kedua tungkai bawah.

Rumusan masalah

Apakah yang menyebabkan timbulnya keluhan yang dialami Tn S (35)?

Hipotesis

BAB II

Pembahasan

2.1. Fisiologi hormone adrenal

Page 2: corticosteroid induced cushing syndrome

Hormon Adrenokortikal

Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari dua

bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai bagian terbesar. Medula

adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin yang berkaitan dengan sistem saraf

simpatis, sedangkan korteks adrenal mensekresikan hormon kortikosteroid. Korteks adrenal

mempunyai 3 zona:

1. Zona glomerulosa : sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh

konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.

2. Zona fasikulata : lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol, kortikosteron,

dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh sumbu hipotalamus-

hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).

3. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan

androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh ACTH,

dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh hipofisis.

Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua jenis

yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol sebagai

glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (“mineral”) cairan

ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan glukosa darah,

serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat

(Guyton and Hall, 2007).

B. Hormon Glukokortikoid

Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari

sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas

glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1) perangsangan

glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari

jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan

menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa

darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.

Page 3: corticosteroid induced cushing syndrome

Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan

protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan kadar

asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan

peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek

kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk

memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan

enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.

Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam

lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga

menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena

penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah

“moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai

pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada

mobilisasi dan oksidasinya.

Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi stres

dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar tinggi,

dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas kapiler,

menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak, menekan sistem

imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol

mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan

mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi

jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun

mekanismenya yang belum jelas.

Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1) hormon

masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam

sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA pengatur

spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan

transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak

gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh

fisiologis.

Page 4: corticosteroid induced cushing syndrome

Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH

ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH

(Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel

adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat

(cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH

dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF,

ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal (Guyton and Hall, 2007).

Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi

Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini

disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga

dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal (Gunawan et.al, 2007).

2.2 Kelainan penyebab hiperkortisolisme

C. Adenoma Hipofisis

Tumor hipofisis merupakan 10-15% dari seluruh neoplasma intrakranial. Dari

pemeriksaan histopatologi diketahui bahwa 85-90% tumor hipofisis merupakan tumor

functioning yang terdiri dari prolaktinoma (60%), tumor yang memproduksi GH dan ACTH

masing-masing 20% dan 10%, sementara tumor dengan hipersekresi TSH dan gonadotropik

sangat jarang. Sedangkan tumor hipofisis yang non-functioning hanya 10%.

Tumor dapat diklasifikasikan menjadi mikroadenoma dan makroadenoma berdasarkan

ukurannya. Morbiditas akibat mikroadenoma disebabkan oleh sekresi hormon yang berlebih,

sedangkan morbiditas makroadenoma disebabkan oleh efek massa tumor, ketidakseimbangan

hormonal (karena defisiensi hormon karena kompresi sel normal, atau produksi hormon yang

berlebih oleh tumor), dan komorbiditas pasien.

Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi, berupa: 1)

defisiensi satu atau lebih hormon hipofisis; 2) kelebihan hormon; 3) efek massa tumor; dan 4)

ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT scan atau MRI (Soedoyo et.al, 2006).

Page 5: corticosteroid induced cushing syndrome

2.3 Manifestasi klinis penyakit hiperkortisolisme

D. Cushing Syndrome

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan

dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).

Etiologi dari sindrom ini adalah :

a. Iatrogenik

Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada

penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima

glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.

b. Spontan

Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.

Adenoma pituitary (70%kasus), tumor adrenokortikal (20% kasus) dan tumor

ekstrapituitari (10% kasus) seperti karsinoma sel kecil-kecil paru.

Manifestasi Klinik dari sindrom ini :

a. Wajah yang khas (moon face)

b.Penipisan rambut kepala disertai jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan rambut

berlebihan pada wajah dan tubuh seperti layaknya pria)

c.Obesitas batang tubuh dengan fosa supraklavikula yang terisi penuh, punuk kerbau

(buffalo hump)

d. Striae pada kulit

e. Kelemahan dan atropi otot

f. Osteoporosis

g. Kulit yang rapuh dan penyembuhan luka yang lama

h. Ulkus peptikum

i. Hipertensi

j. Kelabilan emosi

Gejala khusus penyakit Cushing adalah adanya mobilisasi lemak dari bagian bawah

tubuh, wajah membengkak, dan potensi androgenik dapat menimbulkan timbulnya jerawat dan

hirsutisme (penumbuhan bulu wajah yang berlebihan). Gambaran wajah tersebut sering

digambarkan seperti “moon face”. Kira-kira 80% pasien juga mengalami hipertensi ringan akibat

efek mineralokortikoid ringan dari kortisol. Selain itu juga terjadi kenaikan kadar gula darah,

Page 6: corticosteroid induced cushing syndrome

lemahnya otot, dan timbulnya striae. Mungkin pasien juga mengalami osteoporosis akibat

berkurangnya endapan protein pada tulang (Guyton and Hall, 2007).

E. Penatalaksanaan Cushing Syndrome

Pengobatan Cushing syndrome terdiri atas pengangkatan tumor adrenal atau mengurangi

sekresi ACTH bila dimungkinkan. Tumor hipofisis kadang dapat diangkat dengan tindakan

operasi atau dapat dirusak dengan cara radiasi. Obat yang dapat menghambat steroidogenesis

seperti metirapon, ketokonazol, dan aminoglutemid, atau yang menghambat sekresi ACTH

seperti anatagonis serotonin dan inhibitor transaminase-GABA dapat pula dilakukan bila

pembedahan tidak dapat dilakukan (Guyton and Hall, 2007).

2.4 Interpretasi pemeriksaan pada pemicu

Presentasi klinis

Onsetnya perlahan-lahan.

Perubahan tampilan disertai redistribusi lemak tubuh, wajah seperti ‘bulan’, dan batang

tubuh mengalami obesitas ‘seperti kerbau’ (sekitar 90% kasus). Ekstremitas biasanya

tetap normal tetapi obesitas bisa menyeluruh. pada anak-anak pertumbuhan menjadi

terhambat.

Pemecahan protein menyebabkan kelemahan otot yang bisa menimbulkan keluhan

miopati proksimal, striae ungu lebar (50%) pada perut, paha, dan bokong, dan mudah

memar (30%). Striae pada obesitas berwarna merah muda.

Osteoporosis disertai nyeri punggung seperti kolaps vertebra (50%).

Gangguan toleransi karbohidrat yang bisa turut menyebabkan diabetes (10%).

Gangguan elektrolit disertai retensi natrium, kehilangan kalium, dan alkalosis

hipokalemik, khususnya pada sindrom ACTH ektopik, di mana terdapat kadar ACTH

sangat tinggi. Bisa terbentuk batu ginjal (20%).

Hipertensi, mungkin berhubungan dengan retensi natrium (60%).

Page 7: corticosteroid induced cushing syndrome

Maskulinisasi akibat androgen adrenal amenorea, hirtusisme, suara berat, kulit berminyak

disertai jerawat pada wanita (80%).

Gangguan mental depresi atau mania dan kadang-kadang perburukan dari kelainan

psikiatri yang telah ada.

NB: Hampir semua kasus ini disebabkan oleh kortikosteroid tinggi

Pemeriksaan Penunjang

Tes skrining untuk mencari kelebihan kortisol.

Kadar kortisol

Mengukur kadar kortisol plasma secara acak kecil manfaatnya. Sering kali ditemukan hilangnya

irama sirkardian normal, Urin 24 jam bebas kortisol menunjukan produksi kortisol total dan

merupakan tes skrining yang paling bermanfaat.

Tes supresi deksametason

Deksametason 2 mg ditengah malam biasanya menekan kadar kortisol plasma sebanyak

< 200 nmol/18 jam kemudian.

Jika tes ini menunjukkan adanya kelebihan produksi kortisol, hal-hal berikut bisa

membantu menegakkan diagnosis pasti dan menentukan etiologinya.

Kadar ACTH tinggi pada sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis ( penyakit

Cushing) atau produksi yang ektopik. Kadar ACTH rendah pada pasien dengan adenoma

adrenal.

Deksametason 2 mg tiap 6 jam selama 3 hari menekan kadar kortisol dalam urin pada

sindrom Cushing, namun tidak ada lesi adrenal yang biasanya autonom.

Pasien dengan penyakit Cushing menunjukkan peningkatan ACTH dan kortisol yang

hebat sebagai respon terhadap CRH, sedangkan pasien dengan sekresi ACTH ektopik

atau adenoma jarang memberikan respon.

Page 8: corticosteroid induced cushing syndrome

CT scan atau MRI pada hipofisis bisa menunjukan adanya adenoma, atau CT scan

dengan hasil yang abnormal bisa mengungkapkan adanya lesi adrenal.

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan

1 KGD puasa (Nuchter) 70-110 mg/dL

60-100 mg/dL

60-100 mg/dL

30-80 mg/dL

Orang Dewasa (OD)

Whole Blood OD

Anak

Bayi baru lahir

2 KGD 2 jam setelah makan

(Post Prandial)

< 140 mg/dL/2 jam

<120 mg/dL/2 jam

Orang Dewasa (OD)

Whole Blood OD

3 HbA1C 4-6% total SDM

< 8%

Setiap Penurunan 1%

Orang dewasa

Kadar Anjuran untuk

penurunan risiko komplikasi

Menurun risiko gangguan

mikrovaskular 35%

Menurunnya risiko

komplikasi lain dan kematian

21%

1. Pemeriksaan Glukosa Darah

Page 9: corticosteroid induced cushing syndrome

Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam

sebelum pemeriksaan (GDP/ Gula darah puasa/ nuchter) atau 2 jam setelah makan (post

prandial).

Nilai normal:

Orang Dewasa (OD) : 70-110 mg/dL

Whole Blood OD : 60-100 mg/dL

Anak : 60-100 mg/dL

Bayi baru lahir : 30-80 mg/dL

Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan:

Orang Dewasa (OD) : < 140 mg/dL/2 jam

Whole Blood OD : <120 mg/dL/2 jam

Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita Diabetes Mellitus.

Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksan kadar gula dalam darah puasa (sebelum

diberi glukosa 75 gram oral), 1 jam setelah diberi glukosa dan 2 jam setelah diberi glukosa.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap pemberian

glukosa dari waktu ke waktu.

2. HbA1C (Hemoglobin Glikosilasi)

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk memperoleh informasi kadar gula

darah yang sesungguhnya, karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun waktu 2-

3 bulan. Glikosilasi adalah masuknya gula ke dalam sel darah merah dan terikat. Naka tes ini

berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (A1C) sepanjang umur sel

darah merah (120 hari). A1C menunjukkan kadar hemoglobin darah terglikosilasi yang pada

orang normal antara 4-6%.

Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial berisiko terkena

komplikasi. Pada penderita DM tipe II akan menunjukkan penurunan risiko komplikasi apabila

Page 10: corticosteroid induced cushing syndrome

A1C dapat dipertahankan 8% (hasil study United Kingdom prospective diabetes). Setiap

penurunan 1% saja akan menurunkan risiko gangguan pembuluh darah (mikro-vaskular)

sebanyak 35% komplikasi DM lain 21% dan menurunnya risiko kematian 21%. Kenormalan A1C

dapat diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang waktu, tidak

hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah dipersiapkan sebelumnya (kadar gula

rekayasa penderita). Olah raga teratur, diet dan taat obat adalah kuncinya.

3. Glukosa sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah tanpa persiapan bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat

tanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu setelah makan. Dilakukan untuk penjajagan awal

pada penderita yang diduga DM sebelum dilakukan pemeriksaan yang sungguh-sungguh

dipersiapkan nucther, setelah makan dan toleransi.

4. Fruktosamin

Merupakan gula jenis lain yaitu fruktosa dan galaktosa, sakarosa dan lain-lain.

Fruktosemia (peningkatan kadar fruktosa dalam darah) mengambarkan adanya defisiensi enzim

yang juga berpengaruh pada berkurangnya kemampuan tubuh mensintesis glukosa dari gula jenis

lain sehingga terjadi hipoglikemi. Pemeriksaan fruktosamib menggunakan metoda enzymatic

seperti pada pemeriksaan glukosa.

Sebab-sebab Kadar Gula dalam Darah Abnormal

Rujukan glukosa darah puasa: 60-110 mg%

No Peningkatan / penurunan kadar

gula darah

Kemungkinan penyebab

1 Hiperglikemi menetap Diabetes Mellitus

Sindrom Cushing (hiperaktif cortex adrenal)

Hiperfungsi kelenjar tiroid

Page 11: corticosteroid induced cushing syndrome

Akromegali

Obesitas

2 Hiperglikemi sejenak Feokromositoma

Penyakit hati berat

Stres fisik emosi akut

Renjatan

Kejang

3 Hipoglikemi menetap Insulinoma

Penyakit Addison (insufisiensi coetex

adrenal)

Hipofungsi hipofisis

Galaktosemia

Produksi insulin ektopik oleh tumor

4 Hipoglikemi sejenak/ sementara Alkoholis

Obat-obat salisilat

Obat tuberkulostik

Penyakit hati berat

Intoleransi fruktosa herediter

Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah

Page 12: corticosteroid induced cushing syndrome

N

o

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Keterangan

1 Kolesterol <200 mg/dL

200-240 mg/dL

>240 mg/dL

90-130 mg/dL

130-170 mg/dL

>185 mg/dL

Orang Dewasa (OD)

OD Risiko sedang

OD Risiko tinggi

Bayi

Anak

Bayi/ Anak Risiko tinggi

2 Trigliserida s/d 150 mg/dL

s/d 190 mg/dL

5,0-40 mg/dL

10-135 mg/dL

Dewasa muda

Dewasa > 50 tahun

Bayi

Anak

3 HDL > 55 mg/dL

> 65mg/dL

< 35 mg/dL

35-45 mg/dL

> 60 mg/dL

Pria Dewasa

Wanita Dewasa

Risiko tinggi jantung koroner

Risiko sedang jantung koroner

Risiko rendah jantung koroner

4 LDL < 150 mg/dL

> 160 mg/dL

130-159 mg/dL

Normal OD

Risiko tinggi jantung koroner

Risiko sedang jantung koroner

Page 13: corticosteroid induced cushing syndrome

< 130 mg/dL Risiko rendah jantung koroner

Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah

1. Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah Kolesterol

Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam

lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan

sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan

cenderung membuat endapan/ kristal/ lempengan yang akan mempersempit atau menyumbat

pembuluh darah.

Nilai ideal:

Orang Dewasa (OD) : <200 mg/dL

OD Risiko sedang : 200-240 mg/dL

OD Risiko tinggi : >240 mg/dL

Bayi : 90-130 mg/dL

Anak : 130-170 mg/dL

Bayi/ Anak Risiko tinggi : >185 mg/dL

Klinis:

Peningkatan kolesterol menyebabkan aterosklerosis dan terdapat pada penderita

hipotiroidisme, DM, sirosis bilier, pankreatektomi, kehamilan trimester III, stres berat,

hiperlipoproteinemi, diet tinggi kolesterol, dan sindrom nefrotik. Dapat juga disebabkan oleh

obat pil KB, epinefrin, fenotiazin, vitamin A, sulfonamid, dan fenitoin.

2. Trigliserida

Page 14: corticosteroid induced cushing syndrome

Merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak yang teresterasi menjadi

gliserol, disintesis dari karbohidrat, dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum

dibawa oleh lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakitarteri dibanding kolesterol.

Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan VLDL (very low density lipoprotein).

Pada peristiwa hidrolisis lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk

lemak bebas.

Nilai normal:

Dewasa muda : s/d 150 mg/dL

Dewasa > 50 tahun : s/d 190 mg/dL

Bayi : 5,0-40 mg/dL

Anak : 10-135 mg/dL

Klinis:

Penurunan kadar trigliserid serum dapat terjadi karena kongenital, hipertiroid, dan

malnutrisi protein. Dapat juga oleh obat-obatan, asam askorbat, Atromid-S (kofribat), penformin,

dan metformin.

Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada lipoproteinemi, hipertensi, hipotiroidisme,

sindrom nefrotik, trombosis cerebral, sirosis alkoholik, DM tak terkontrol, Down sindrom, diet

tinggi karbohidrat, dan kehamilan. Obat pil KB terutama esterogen dapat juga meningkatkan

trigliserid.

3. HDL (High Density Lipoprotein)

Merupakan salah satu dari tiga komponen lipoprotein, kombinasi lemak dan protein,

mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat umum

protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik yang membnatu mengurangi

penimbunan plak pada pembuluh darah.

Nilai normal:

Page 15: corticosteroid induced cushing syndrome

Pria Dewasa : 55 mg/dL

Wanita Dewasa : > 65mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner : < 35 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner : 35-45 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner : > 60 mg/dL

Klinis:

Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, cortisone, kontrasepsi, fenotiazin

dan sulfonamid, juga penyakit: DM, hipotiroid, nefrotik, dan eklamsia.

4. LDL (Low Density Lipoprotein)

Adalah lipoprotein dalam plasma yang mengandung sedikit trigliserid, fosfolipid sedang

protein sedang dan kolesterol tinggi.

Normal:

Normal OD : < 150 mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner : > 160 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner : 130-159 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner : < 130 mg/dL

Klinis:

Merupakan lipoprotein Beta yang mempunyai andil utama terjadinya aterosklerosis dan penyakit

arteriakoronaria.

5. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserid tinggi, fosfolipid dan kolesterol

sedang, serta protein rendah. Termasuk lipoprotein beta yang andil besar dalam aterosklerosis

beta dan PJK.

Page 16: corticosteroid induced cushing syndrome

Kadar fraksi lemak dalam lipoprotein

Jenis

Lipoprotein

Trigliserid

%

Kolesterol

%

Fosfolipid

%

Protein

%

1. Chilomicron 85-95 3-5 5-10 1-2

2. VLDL 60-70 10-15 10-15 10

3. LDL 5-10 45 20-30 15-25

4. HDL Sangat sedikit 20 30 50

Albumin

Adalah protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma

ditemukan hampir pada tiap jaringan Albumin (C720 H 1134 N 218 S5 ) 248), dibuat di hati dan

berfungsi utama untuk mempertahankan tekanan koloid osmotic darah sehingga cairan vakular

dapat dipertahankan.

Nilai normal :

Dewasa : 3.8-5.1 gr/dl (biuret) atau 52-68% protein total

Anak : 4.0-5.8 gr/dl

Bayi : 4.4-5.4 gr/dl

Bayi baru lahir : 2.9-5.4 gr/dl

Page 17: corticosteroid induced cushing syndrome

Interpretasi :

Penurunan Albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular menuju ke jaringan sehingga

terjadi edema. Penyakit/ kondisi yang sering menyebabkan hipoalbuminemia (penurunan dalam

darah) :

1. Berkurangnya sintesi albumin : malnutrisi, sindroma malabsorpsi, radang kronik,

penyakit hati kronik, kelainan genetic.

2. Peningkatan akskresi (kehilangan) : nefrotik sindrom, luka bakar luas, dan penyakit usus.

3. Katabolisme meningkat : Luka bakar luas, sirosis hati, kehamilan, gagal jantung kongesti

Hipoalbuminemia menunjukkan tanda kehilangan protein à radang di jejunum, ileum, colon

atau sindroma malabsorbsi.

Diagnosis banding untuk menurunya albumin serum pada sistem gastrointestinal:

Ankilostomiasis

Emboli arteri mesenterika

Enteritis regional

Enteropati kahilangan protein

Gastritis

Gastroenteritis dan kolitis

Kolitis ulseratif

Malabsorbsi: Sebab tidak ditentukan

Obstruksi usus

Penyakit kolon (Celiac disease)

Peritonitis

Sindroma Zollinger-Ellison

Strongiloidiasis

Ulkus peptik: tempat tidak ditentukan

Kortikosteroid dalam Plasma

Page 18: corticosteroid induced cushing syndrome

Kortikosteroid (kortisol) adalah hormon glukokorticoid yang dihasilkan oleh korteks

adrenal akibat stimulasi ACTH. Kadar kortisol dalam plasma tinggi pada pagi hari dan rendah

pada sore hari.

Peningkatan kortisol dapat disebabkan oleh hiperfungsi adrenokortikal pada sindrom Cushing’s,

kanker kelenjar adrenal, stress, kehamilan, asidosis diabetik, hipertiroidisme, AMI, dan nyeri

atau panas yang hebat. Dapat juga karena obat-obat pil KB, esterogen, spironolakton, dan

triparanol.

Penurunan kadar kortisol dapat disebabkan oleh hipofungsi adrenokortikal pada penyakit

Addison’s, hipofungsi adenohipofisa, dan hipotiroidisme.

Nilai normal:

Dewasa:

Pagi : 5-23 ug/dl atau 138-635 nmol/l,

Sore :3-13 ug/dl atau 83-359 nmol/l

Anak:

Pagi : 15-25 ug/dl

Sore : 5-10 ug/dl

Catatan:

Pagi : jam 08.00-10.00

Sore : jam 16.00-18.00

Pemeriksaan Kadar Hormon Adrenal dan Test Poros Kelenjar Pitutari-Adrenal

Mengukur kadar hormon yang beredar

Glukokortikoidà hati merombak glukokortikoid menjadi metabolit yang dieksresikan

dalam urin. Metabolit ini diukur sebagai kelompok 17-hidroksikortikoid (17-OHCS). Dapat

bereaksi dengan fenilhidrazine membentuk senyawa berwarna kuning (Reaksi Porter-Silber).

Page 19: corticosteroid induced cushing syndrome

Aldosteron dan sistem angiotensin à metabolit yang mempunyai ari diagnostik tidak

dieksresi dalam urin.

Adrogen adrenal à hormon androgen adrenal maupun testis dimetabolisasi menjadi

senyawa yang disebut 17-ketosteroid (17-KS).

Hormon dalam plasma yang beredar dipengaruhi oleh kecepatan sekresi dan kecepatan

sekresi dan kecepatan perombakan hormon; kadar protein pengikat hormon juga mempengaruhi

konsentrasi hormon dalam darah. Kelenjar adrenal mensekresi kortisol tidak secar terus menerus

tetapi pada waktu tertentu, pengikatan CBG menyebabkan terjadinya keseimbangan, sehingga

bagian hormon bebas yang merupakan bentuk yang mempunyai aktivitas biologis dapat

dilepaskan secara kontinue. Penentuan tunggal kadar ACTH atau kortisol dapat menyesatkan

angka-angka berubah menyolok tergantung waktu ada sekresi atau waktu tidak aktif. Letusan

sekresi kortisol terjadi paling sering malam hari sehingga kadar kortisol dalam plasma selalu

lebih tinggi pada waktu bangun tidur daripada siang hari.

Semua hormon adrenal dan hormon yang mengatur yang mengatur sekresi hormon

adrenal dapat diukur dengan cara radioimmunoassay. Pengukuran kadar kortisol dan adrenal

secara langsung dapat mempermudah melakukan tes penyaringan atau tes diagnostik, tetapi

memeriksa kadar hormon dalam urin tetap berguna, terutama bila ada dugaan kelainan yang

disertai produksi zat androgen, seperti tumor adrenal atau gangguan sintesa hormon steroid. zat-

zat yang disekresi ke dalam urin sering diukur berulang kali untuk mengikuti hasil manipulasi

farmakologik. Tes dengan urin umumnya lebih murah dari mengukur kadar hormon dalam

serum.

Tes poros kelenjar pituitari adrenal

Kadar glukokortikoid dikendalikan oleh sekresi ACTH dan sebaliknya kadar ACTH

dipengaruhi kadar hormon adrenal yang beredar. Dikenal dua tes untuk mengukur keadaan

mekanisme umpan balik ini.

1. Tes supresi deksametasone

Deksametasone dan 19-alfa-fluorohydracortisone keduanya merupakan glukokortikoid

yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar adrenal dan pituitari tanpa menyebabkan perubahan

Page 20: corticosteroid induced cushing syndrome

ekskresi steroid secara kuantitatif yang menyolok. Kedua jenis obat ini dapat digunakan untuk

tes supresi deksametasone, tetapi 19-alfa-fluorohydracortisone menyebakan retensi natrium

sebagai pengaruh sampingan yang kurang baik. Setelah jumlah awal sekresi 17-hidroksi-

kortikoid 24 jam diukur, 0,5 mg deksametasone diberikan tiap 6 jam selama 2 hari. Pada

penderita dengan fungsi poros kelenjar pituitari adrenal yang normal, produksi hormon steroid

berkurang sebagai akibat dari rangsangan ACTH yang berkurang. Biasanya penurunan terjadi

sampai 2,5 mg berkurang per 24 jam pada hari kedua pemberian obat. Obat anti konvulsi fenitoin

dan fenobarbital yang mengakibatkan terbentuknya oksidase dengan fungsi campuran oleh hati

dapat menyebabkan degradasi deksametasone yang cepat sekali sehingga pengaruh fisiologik

menjadi kurang dan seolah-olah menyebabkan kegagaln supresi hormon.

Dosis deksametasone bertambah

Penderita dengan sindroma cushing tidak dapat mengurangi ekskresi steroid setelah dosis

total 4 mg. Seringkali dimungkinkan untuk membedakan antara hiperplasia bilateral dari tumor

adrenal sebagai penyeba dari hiperfungsi kelenjar adrenal setelah mengulang tes deksametsone

dengan dosis yang lebih tinggi. Pada hiperplasia bilateral, pemberian 2 mg deksametasone tiap 6

jam sebanyak delapan dosis biasanya menyebabkan penurunan ekskresi 17-OHCS hingga 50%

atau kurang dari kadar basal, sedangkan pada adenoma tidak dipengaruhi pada oleh dosis total

sebanyak 16 mg. Pada penderita dengan sinroma cushing yang disebabkan tumor kelenjar

pituitari mungkin hasil ekskresi berkurang setelah dosis deksametasone yang lebih tinggi tetapi

tidak setelah dosis yang lebih tinggi.

Tes deksametasone cepat

Untuk menghindari akibat buruk dari pemberian obat yang berlangsung lama dan

kesulitan pengumpulan urin selama 24 jam, dapat dilakukan tes supresi deksametasone cepat

sebagai tes penyaring. Pada tes yang lebih sederhana ini diberikan deksametasone 1 mg per oral

tengah malam dan pada pagi harinya kortisol plasma diukur dan urin 5 jam diperiksa terhadap

17-OHCS dan kreatinin. Pada ornag normal didapat kadar kortisol plasma pada jam 8 pagi tidak

melebihi 5 μg/dl atau 10 μg/dl dan eksresi 17_OHCS per g kreatinin tidak melibihi 4 mg dalam

periode 7 jam pagi hingga siang hari.

2. Tes Metyrapone

Page 21: corticosteroid induced cushing syndrome

Penetuan sebab hiperfungsi korteks adrenal

Keadaan poros kelenjar adrenal pituitari harus diselidiki untuk mengetahui sebab dari

hiperfungsi kelenjar adrenal. Tes Deksametason dosis tinggi biasanya mengurangi ekskresi 17-

OHCS melalui urin hingga 50% atau lebih bila ada hiperaktivitas kelenjar pituitari. Peningkatan

17-OCHS seperti yang diharapkan setelah pemberian metyrapone, terjadi pada sindroma cushing

karena kelainan kelenjar pituitari dan sering terjadi peningkatan dalam jumlah berlebihan.

Bila ACTH disekresi oleh neoplasma di luar kelenjar pituitari, pemberian deksametasone

dosis berapapun tidak akan memberi dampak.

Bila kadar 17-OHCS dan 17-KS keduanya meningkat, berarti terjadi stimulasi ACTH berlebihan,

pada adenoma kelenjar adrenal kadar androgen sering normal, sehingga kadar 17-KS dalam urin

juga normal. Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal

meningkatkan kadar 17-KS lebih tinggi dari kadar 17-OHCS.

Deksametason Supresi Test (DST)/ Pemeriksaan Supresi ACTH

Deksametason adalah kelompok glukokortikoid yang kuat. Pemeriksaan ini bertujuan

untuk mendeteksi adanya supresi deksametason dan memeriksa ACTH. Apabila ACTH turun

setelah pemberian deksametason berarti umpan balik negatif dan berdampak pada penurunan

kortisol dalam plasma dan urine. Dalam kasus psikiatrik tes deksametason sangat bermanfat

dalam mendiagnosa penyakit afektif, misalnya depresi, melankolia, dll.

Lima puluh persen (50%) pasien gangguan afektif tidak terjadi supresi plasma kortisol.

Nilai rujukan: > 50% reduksi kortisol plasma atau 17-OHCS urine

Screening cepat: kortisol plasma jam 08.00; < 10 ug/dl, jam 16.00: < 5 ug/dl

Urine 17-OHCS: < 4 mg/ 5jam

2.5 Tatalaksana dan komunikasi, informasi dan edukasi bagi pasien dalam pemicu

1. obat antidiabetik oral

karena pasien pada pemicu harus menjalani tempering off terhadap obat

yang dikonsumsinya selama ini; dan obat tersebut dicurigai mengandung

Page 22: corticosteroid induced cushing syndrome

kortikosteroid; maka obat-obatan antidiabetik oral yang aman dikonsumsi pasien

ini adalah :

biguanid

sebenarnya dikenal 3 jenis ado dari golongan biguanid: fenformin,

buformin, dan metformin, tetapi fenformin telah ditarik dari peredaran karena

sering menyebabkan asidosis laktat.

i. mekanisme kerja

metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan

meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. efek

ini terjadi karena adanya aktivitas kinase di sel (amp-activated protein

kinase). meski masih kontroversial, adanya penurunan fungsi glukosa di

hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat

penurunan glukoneogenesis. preparat ini tidak memiliki efek yang berarti

pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.

biguanid tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa

menjadi lemak. pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat

menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada

orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan

kadar glukosa darah.

metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah

tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh.

masa paruhnya sekitar 2 jam.

dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (mantenance

dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. obat diminum pada waktu makan.

ii. efek samping

hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual; muntah,

diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis,

keluhan-keluhan tersebut segera hilang.

Page 23: corticosteroid induced cushing syndrome

pada psien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem

kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar asam laktat

dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit

dalam cairan tubuh.

iii. indikasi

sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen,

dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.

iv. kontraindikasi

biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien dengan

penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung

kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. pada pasien yang

akan diberikan zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian

obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. setelah lebih dari 48 jam, biguanid

baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. hal

ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat

berakhir fatal akibat asidosis laktat. insidens asidosis akibat metformin

kurang dari 0,1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnya lebih

rendah lagi.

penghambat enzim α-glikosidase

obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch),

dekstrin, dan disakarida di intestin. dengan menghambat kerja enzim α-

glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma

pada orang normal dan pasien dm.

karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan

menimbulkan efek samping hipoglikemia. akarbose dapat digunakan sebagai

monoterapi pada dm usia lanjut atau dm yang glukosa postprandialnya sangat

tinggi. di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.

obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk.

Page 24: corticosteroid induced cushing syndrome

akarbose, merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan

miglitol suatu derivat desoksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat

glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α-amilase pankreas lemah. kedua

preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada dm tipe 1 dan 2,

dan pada dm tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan hba1c

secara bermakna. pada pasien dm dengan hiperglisemia ringan sampai sedang,

hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik

oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan hba1c).

efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain, malabsorpsi,

flatulen, diare, dan abdominal bloating. untuk mengurangi efek samping tersebut,

sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk

selama 4-8 minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap 4-8 minggu

sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. dosis yang lebih kecil

dapat diberikan dengan makanan kecil (snack).

akarbose paling efektif diberikan bersama makanan yang berserat,

mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. bila

akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan

menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada

pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltosa.

2. obat antiobesitas

sibutramin

suatu obat antiobesitas yang kerjanya menghambat ambilan serotonin dan

noradrenalin, dan secara lebih lemah juga dopamin. hal tersebut memberikan efek

penurunan berat badan dengan mengurangi asupan energi melalui efek

memberikan rasa cepat kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah

berat badan turun, serta mempertahankan berat badan yang sudah turun. demikian

pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan, pemberian

sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik dapat

memperbaiki kadar trigliserida dan kolesterol hdl.

Page 25: corticosteroid induced cushing syndrome

efek sampingnya serupa dengan amfetamin; namun dalam kejadian yang

lebih jarang; yaitu kegelisahan, pusing, tremor, refleks hiperaktif, suka bicara,

rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang juga euforia.

dosis awal yang dianjurkan adalah 10 mg. namun bila setelah 4 minggu

penurunan berat badan hanya sejumlah <2 kg, dosis dapat ditingkatkan hingga

15mg/hari. bila penurunan berat badan masih hanya sebesar <2 kg setelah 4

minggu, maka penggunaan obat harus dihentikan.

3. obat untuk mikroalbuminuria

valsartan

merupakan suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi

mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen

kardiovaskular.

dosis 80-320 mg/hari, dengan frekuensi pemberian satu kali. obat ini

tersedia dalam bentuk tablet 40 dan 80 mg.

Komunikasi, informasi dan edukasi pasien

• Terangkan secara sederhana mengenai penyakit yang dideritanya

• Nasehati pasien untuk tidak makan obat sembarangan/tidak sesuai indikasi

• Minta pasien untuk menjaga kesehatannya secara umum, makan dengan baik dan

melakukan olahraga yang rutin. Namun karena disebabkan tulang2nya yang rapuh,

jangan sampai pasien melakukan olahraga high impact yang menyebabkan dia jatuh,

karena bisa memperbesar kemungkinan patah tulang.

• Menginformasikan pada pasien bahwa apabila dalam hasil periksa tulang massa tulang

berkurang, bisa diberi tambahan vitamin D dan suplementasi kalsium

• Jika pasien merokok, edukasi dia untuk berhenti, karena merokok bisa menyebabkan

pseudo-cushing syndrome, begitu juga dengan alkohol

Page 26: corticosteroid induced cushing syndrome

• Jaga diet karbohidrat agar glukosa darah terkontrol, jangan lupa mengecek gula darah

secara berkala selama tappering off

• Jaga diet lemak agar kadar kolesterol total bisa menurun

Daftar Pustaka

Sutedjo, AY. Buku saku mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium.

Edisi II (revisi). Yogyakarta: Penerbit amara books; 2007.

Speicher, Carl E., Jack W. Smith, Pemilihan uji laboraturium yang efektif. Cetakan 2.

Jakarta: EGC; 1996

Rubenstein, David, David wayne, John Bradley. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi

6. Jakarta; Penerbit Erlangga, 2007.

Sacher R. A., McPherson R. A. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed. 11.

Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta ; 2002

Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat ; Jakarta ; 2008

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan

Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC.

Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,

Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.

gunawan, sulistia g, setiabudy, rianto, nafrialdi, elysabeth. farmakologi dan terapi, edisi

5. jakarta: dept. farmakologi dan terapeutik fkui. 2007.

davis sn, granner dk. insulin, oral hypoglycemic agents, and the pharmacology of the

endocrine pancreas. dalam: hardman jg, limbird le, eds. goodman & gilman’s the

pharmacological basis of therapeutics, 10th ed. new york: mcgraw-hill. 2001. p. 1679-

710.

Page 27: corticosteroid induced cushing syndrome

nathan dm, cagliero e. diabetes mellitus. dalam: felig p, frohman la, eds. endocrinology &

metabolism, 4th ed. new york: mcgraw-hill. 2001. p. 827-912.

nolte ms, karam jh. pancreatic hormones and antidiabetic drugs. dalam: katzung bg, ed.

basic & clinical pharmacology, 9th ed. singapura: mcgraw-hill. 2004. p. 693-712.

kuliah dr. suharti. k. suherman. drugs for obesity. 2009.

National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Cushing syndrome.US

Department of Health and Human Services.

The Pituitary Society. Patient information: Cushing syndrome and cushing disease. Eli

Lilly company.