askep cushing syndrom
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona
glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan
dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona
fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan
oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor
pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu
gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan,
akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi
akibat kortisol berlebih (Dinar, 2009).
Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh
hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan
glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid
yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease (Dorland, 2002).
Gejala klinis yang timbul pada pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta
laboratorium dapat mengarah ke suatu kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus
didasarkan pada mekanisme patogenesis dan patofisiologi penyakit tersebut, sehingga
selanjutnya dapat ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien dalam kasus
(Dinar, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar adrenal?
2. Bagaimana pengaruh hormon glukokortikoid bagi metabolisme tubuh?
3. Apa definisi dari Cushing Syndrome?
4. Bagaimana etiologi dari Cushing Syndrome?
1 | C u s h i n g S y n d r o m e
5. Apa manifestasi klinis dari Cushing Syndrome?
6. Bagaimana patofisiologi dari Cushing Syndrome?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Cushing
Syndrome?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Cushing Syndrome?
9. Apa saja komplikasi dari Cushing Syndrome?
10. Bagaimana prognosis dari Cushing Syndrome?
11. Bagaimana woc (web of caution) dari Cushing Syndrome?
12. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Cushing
Syndrome?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Cushing Syndrome.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal.
2. Mengetahui dan memahami pengaruh hormon glukokortikoid bagi metabolisme
tubuh.
3. Mengetahui dan memahami definisi Cushing Syndrome.
4. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Cushing Syndrome.
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Cushing Syndrome.
6. Mengetahui dan memahami patofisiologi Cushing Syndrome.
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Cushing Syndrome.
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Cushing Syndrome.
9. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Cushing Syndrome.
10. Mengetahui dan memahami prognosis dari Cushing Syndrome.
11. Mengetahui dan memahami WOC Cushing Syndrome.
12. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Cushing Syndrome.
2 | C u s h i n g S y n d r o m e
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat
asuhan keperawatan pada klien dengan Cushing Syndrome, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
3 | C u s h i n g S y n d r o m e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Adrenal
Pada mamalia, kelenjar adrenal (atau kelenjar suprarenalis) adalah kelenjar
endokrin berbentuk segitiga yang terletak di atas ginjal (ad, "dekat" atau "di" + renes,
"ginjal"). Kelenjar ini bertanggung jawab pada pengaturan respon stress pada sintesis
kortikosteroid dan katekolamin, termasuk kortisol dan hormon adrenalin.
Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior
(depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang punggung
thorax ke-12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Tiap kelenjar berbobot
sekitar 4 gram.
Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian korteks
berbobot sekitar 90% [[massa] kelenjar, pada orang dewasa bagian ini diklasifikasi lebih
lanjut menjadi tiga lapisan zona: zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Tiap
zona menghasilkan hormon steroid masing-masing :
a. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh
konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.
b. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol,
kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh
sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).
c. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh
ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh
hipofisis.
4 | C u s h i n g S y n d r o m e
Gambar 1: Kelenjar Adrenal
Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua
jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol
sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit
(mineral) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid
meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak
seperti pada metabolisme karbohidrat (Guyton and Hall, 2007).
Zona yang keempat disebut zona fetal yang terdapat hanya sepanjang masa tumbuh
kembang. Oleh karena enzim 17α-hydroxylase (CYP 17) tidak terdapat pada lapisan korteks
terluar, hormon kortisol dan androgen tidak dapat disintesis pada bagian korteks. Steroid dan
produk sampingan lain seperti lipid hidroperoksida dilepaskan ke dalam sirkulasi adrenal
melalui pembuluh darah dan menghambat beberapa enzim penting sehingga, misalnya
hormon aldosteron tidak dapat disintesis pada zona di bawah zona glomerulosa, dan 17-OH
progesteron tidak dapat dikonversi menjadi kortisol pada zona retikularis, namun dibutuhkan
untuk membentuk formasi androgen.
Bagian dalam kelenjar disebut medula mengandung sel kromafin yang merupakan
sumber penghasil hormon jenis katekolamin yaitu hormon adrenalin dan norepinefrin,
dengan jenjang reaksi yang distimulasi kelenjar hipotalamus sbb:
Tirosina → DOPA → dopamina → norepinefrin → adrenalin
5 | C u s h i n g S y n d r o m e
Hormon kortisol dari zona fasikulata yang menjadi medulla akan menstimulasi
sintesis enzim phenylethanolamine-N-methyltransferase yang mempercepat konversi
norepinefrin menjadi adrenalin (Wikipedia, 2011).
2.2 Hormon Glukokortikoid
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil
dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil
aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1)
perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan
asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa
oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3)
peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan sensitivitas
jaringan terhadap insulin.
Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan
protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan
kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik,
dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek
kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk
memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama
meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.
Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam
lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga
menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan
karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat
dan wajah “moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara
berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih
cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.
6 | C u s h i n g S y n d r o m e
Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi
stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar
tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas
kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak,
menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam
terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol
juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi
pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan
produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas.
Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1)
hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor
protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna
urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk
membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan
atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein
yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.
Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis.
ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh
CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini
mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif
terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan
hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal (Guyton and
Hall, 2007).
Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan
retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada
aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli;
selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal (Gunawan et.al, 2007).
7 | C u s h i n g S y n d r o m e
2.3 Definisi Cushing Syndrome
Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang
disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi. Gangguan ini
juga sering disebut dengan hypercortisolism. Sindrom cushing relatif langka dan paling
sering mempengaruhi orang dewasa berusia 20 tahun sampai 50 tahun. Orang yang gemuk
dan menderita penyakit diabetes tipe 2 dengan hipertensi dan memiliki control buruk akan
kadar gula darah, memiliki peningkatan risiko yang lebih besar pada gangguan tersebut
(Sylvia, 2006).
Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi
berlebihan pada kelenjar adrenal.
1. Sindrom cushing biasanya diakibatkan dari tumor yang menyebabkan kelenjar adrenalin
menghasilkan kortikosteroid berlebihan.
2. Orang dengan sindrom cushing biasanya menghasilkan lemak berlebihan melalui torso
dan mempunyai bentuk wajah yang besar.
Sindrom cushing bisa terjadi juga pada orang yang harus menggunakan kortikosteroid
dosis tinggi karena keadaan medis serius. Mereka yang harus mengggunakan dosis tinggi
memiliki gejala yang sama dengan mereka yang menghasilkan terlalu banyak hormon
tersebut. Gejala-gejalanya bisa kadangkala terjadi bahkan jika kortikosteroid dihirup, seperti
untuk asma, atau digunakan khususnya untuk sebuah kondisi kulit (Sylvia, 2006).
Sindrom cushing dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu dependen ACTH dan independen
ACTH. Pada jenis dependen ACTH, hormon kortisol yang diproduksi secara berlebih oleh
korteks adrenal disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan
berlebihan. Keadaan ini juga disebut sebagai penyakit cushing (Harvey Cushing, 1932). Pada
80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang menyekresi ACTH. Sedangkan 20%
sisanya terdapat bukti-bukti histology hyperplasia hipofisis kortikotrop. Pada kasus lain
didapatkan kelebihan sekresi ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH dan
berkurangnya sensitivitas sistem control umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah (Sylvia,
2006).
8 | C u s h i n g S y n d r o m e
Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik pada pasien, Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol
yang abnormal dalam darah dan urine. Berbagai macam tes spesifik dapat menentukan ada
tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan meanisme pengaturan umpan balik
yang sensitif. Tidak adanya irama sirkadian atau hilangnya kepekaan system pengaturan
umpan balik merupakan cirri sindrom cushing (Sylvia, 2006).
Klasifikasi sindrom cushing. ACTH, Adrenocorticotropic hormone.
2.4 Etiologi Cushing Syndrome
Sindrom cushing disebabkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan). Sindrom cushing terjadi ketika jaringan tubuh yang
terkena tingkat tinggi kortisol terlalu lama. Banyak orang mengembangkan sindrom cushing
karena mereka mengambil hormon glukokortikoid-steroid yang secara kimiawi mirip dengan
kortisol yang diproduksi secara alami seperti prednisone untuk asma, rheumatoid arthritis,
lupus, dan penyakit inflamasi lainnya. Bahan tersebut juga digunakan untuk menekan sistem
kekebalan tubuh setelah transplantasi untuk menjaga tubuh dari menolak organ baru atau
jaringan. Orang lain mengembangkan sindrom cushing karena tubuh mereka memproduksi
terlalu banyak hormon kortisol.
9 | C u s h i n g S y n d r o m e
Independen ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal tumor
Hiperplasia korteks adrenal autonom
Adenoma
Karsinoma
Dependen ACTH
Sindrom ACTH ektropik
Hiperfungsi korteks adrenal nontumor
Tabel 1: Etiologi Cushing Syndrome
Penyebab paling umum dari sindrom Cushing adalah pemberian glukokortikoid
eksogen ditentukan oleh seorang praktisi kesehatan untuk mengobati penyakit lain (disebut
sindrom cushing iatrogenik's). Hal ini dapat menjadi efek pengobatan steroid dari berbagai
gangguan seperti asma dan rheumatoid arthritis, atau dalam imunosupresi setelah
transplantasi organ. Penambahan ACTH sintetik juga mungkin, tapi ACTH kurang sering
diresepkan karena biaya dan kegunaan yang lebih rendah. Meskipun jarang, Sindrom
Cushing juga dapat disebabkan penggunaan medroksiprogesteron. Selain itu, beberapa
kekacauan sistem tubuh sendiri akan merespon untuk mensekresi kortisol. Biasanya, ACTH
dilepaskan dari kelenjar pituitari bila diperlukan untuk merangsang pelepasan kortisol dari
kelenjar adrenal. Dalam pituitari Cushing, seorang adenoma jinak mengeluarkan ACTH
hipofisis. Ini juga dikenal sebagai penyakit Cushing dan bertanggung jawab atas 70% dari
sindrom Cushing endogen's. Sindrom Cushing juga disebabkan oleh tumor hipofisis atau
tumor yang melepaskan ACTH (Niemen, 2005).
Pada tumor korteks adrenal dapat terjadi tanpa bergantung pada kontrol ACTH yang
dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal.
Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing yang jinak (adenoma) atau
10 | C u s h i n g S y n d r o m e
yang ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindrom cushing
berat, namun biasanya berkembang secara lamba dan gejala dapat timbul bertahun-tahun
sebelum diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adreokortikal berkembang secara cepat
dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian (Niemen, 2005).
2.5 Manifestasi Cushing Syndrome
Gejala sindrom cushing salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan yang
cepat, terutama dari badan dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral). Tanda umum
lainnya adalah pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher dan di bagian
belakang leher (punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebagai moon face. Gejala
lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan), telangiectasia (pelebaran kapiler),
penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar dan kekeringan, khususnya tangan dan
selaput lendir, ungu atau merah striae. Berat badan pada sindrom cushing akan meregangkan
kulit yang tipis dan lemah hingga menyebabkan perdarahan pada pantat, lengan, kaki atau
payudara. Selain itu, kelemahan otot proksimal (pinggul, bahu), dan hirsutisme (wajah laki-
pola pertumbuhan rambut), kebotakan dan atau menyebabkan rambut menjadi sangat kering
dan rapuh. Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom cushing dapat menyebabkan
hiperkalsemia, yang dapat menyebabkan nekrosis kulit. Kelebihan kortisol juga dapat
mempengaruhi sistem endokrin lainnya dan menyebabkan insomnia, menghambat
aromatase, libido berkurang, impotensi, amenorea / oligomenore dan infertilitas akibat
peningkatan di androgen (Govindan, 2006).
Pasien dengan sindrom cushing akan sering mengalami gangguan psikologis, mulai
dari euforia ke psikosis. Depresi dan kecemasan juga umum. Perubahan kulit lainnya
mencolok yang mungkin muncul dalam sindrom Cushing termasuk jerawat, kerentanan
terhadap infeksi dermatofit dan malassezia dangkal, dan karakteristik keunguan, striae atrofi
pada perut. Tanda-tanda lainnya termasuk poliuria, hipertensi persisten (karena peningkatan
kortisol tentang efek vasoconstrictive epinefrin) dan resistensi insulin (terutama umum
dalam produksi ACTH ektopik), menyebabkan hiperglikemia (gula darah tinggi) dan
resistensi insulin yang dapat menyebabkan diabetes mellitus. Resistensi insulin ini disertai
dengan perubahan kulit seperti nigricans acanthosis di ketiak dan di sekitar leher, serta
tanda kulit di ketiak. Sindrom Cushing yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit
11 | C u s h i n g S y n d r o m e
jantung dan kematian meningkat. Sindrom Cushing karena kelebihan ACTH juga dapat
mengakibatkan hiperpigmentasi, Hal ini disebabkan produksi hormon yang merangsang
melanosit sebagai produk sampingan dari sintesis ACTH dan dari Pro-opiomelanocortin
(POMC). Kortisol juga dapat menunjukkan aktivitas mineralcorticoid dalam konsentrasi
tinggi, memperburuk hipertensi dan menyebabkan hipokalemia (umum di sekresi ACTH
ektopik). Selanjutnya, gangguan pencernaan, infeksi oportunistik dan gangguan
penyembuhan luka (kortisol adalah hormon stres, sehingga menekan respon imun dan
inflamasi). Osteoporosis juga merupakan masalah dalam sindrom Cushing karena,
sebagaimana disebutkan sebelumnya, membangkitkan respon stres kortisol seperti.
Akibatnya, perawatan tulang (dan jaringan lainnya) menjadi sekunder untuk pemeliharaan
respon stres. Selain itu, Cushing dapat menyebabkan sakit sendi, terutama di pinggul, bahu,
dan punggung bawah (Govindan, 2006).
Gambar 2: Penderita Cushing Syndrome
Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan tekanan darah, melemahkan
tulang (osteoporosis), dan mengurangi perlawanan terhadap infeksi. Resiko terbentuknya
batu ginjal dan diabetes meningkat, dan gangguan mental, termasuk depresi dan halusinasi,
bisa terjadi. Wanita biasanya memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Anak dengan
sindrom cushing lambat tumbuh dan tetap pandek. Pada beberapa orang, kelenjar adrenal
12 | C u s h i n g S y n d r o m e
juga menghasilkan androgen dalam jumlah besar (testosteron dan hormon sejenisnya),
menyebabkan moon face dan bulu rambut tubuh pada wanita dan kebotakan (Govindan,
2006).
Gambar 3: Striae, memar dan moon face
2.6 Patofisiologi Cushing Syndrome
Penyebab cushing sindrom adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu
membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks adrenal mensintesis
dan mensekresi empat jenis hormon:
a. Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah
kortisol
b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron,
c. Androgen
d. Estrogen
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
1. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein,
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis
protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot,
13 | C u s h i n g S y n d r o m e
pembuluh darah, dan tulang. Secara klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan
mudah rusak, luka- luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada
kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami
atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong vaskule menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang
menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi
fraktur patologis. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya
penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas
produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan
meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya
penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2. Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh Obesitas Wajah
bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal
(punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3. Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum. Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu
besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema,
hipokalemia dan alkalosis metabolic
.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan
antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang
lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
14 | C u s h i n g S y n d r o m e
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini: Proses
pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag. Induksi dan proleferasi
limfosit imunokompeten. Produksi anti bodi. Reaksi peradangan. Menekan reaksi
hipersensitifitas lambat.
5. Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin
dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor
ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai
dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, rangsangan pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari
glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini
glukokortikoid dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan
permeabilitas kapiler, menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menekan
fagositosis. Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi
anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri
sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price;
Patofisiologi, hal 1090-1091).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Cushing Syndrome
1. Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara
10.000 – 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm pada 10 % kasus) dan
hipokalemia.
15 | C u s h i n g S y n d r o m e
2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik. Pemeriksaan kadar kortisol dan “overnight
dexamethasone suppression test” yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11
malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini
menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil metabolisme
kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.
3. Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxikostikosteroid dalam
urin 24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi
kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin ada
kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi
kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila
tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada
17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan naik
sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma.
d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 – 3 kali, pada
kasinoma tidak ada kenaikan (Mansjoer, 2007).
16 | C u s h i n g S y n d r o m e
Tanda Klinik
Osteoporosis, Diabetes MIlitus, Hipertensi Diastolik, Adipositas sentral, Hirsutisme dan aminore
Tes Skrining
Kortisol Plasma pada jam 08.00 > 140 nmol/L (5gr/dL) setelah 1 mg deksametason pada tengah malam: kortisol
bebas urine > 275 nmol/L (100 g/hari)
Tes Supresi Deksametason
Respon kortisol pada hari ke-2 menjadi 0,5 mg per 6 jam
Tabel 2: Alur diagnostic untuk mengevaluasi pasien tersangka menderita Cushing Syndrome
2.8 Penatalaksanaan Cushing Syndrome
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah
sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai
gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik.
17 | C u s h i n g S y n d r o m e
Respon Abnormal
Cushing Syndrome
Respon normal
Tidak ada respon
Hiperplasia adrenal sekunder terhadap tumor yang menghasilkan ACTH
Neoplasma adrenal
Supresi
Hiperplasi adrenal sekunder tehadap sekresi ACTH hipofisis
Respon kortisol pada hari ke-2 supresi deksametason (2mg/6jam)
ACTH rendah
Neoplasia adrenal
ACTH tinggi
Hiperplasia adrenal sekunder terhadap tumor yang menghasilkan ACTH
Positif
Adenoma hipofisis
Normal-rendah (<3 cm)
Adenoma adrenal
Tinggi (> 6cm)
Karsinoma adrenalNegatif
Tumor ektopik
Pencitraan pituitary dan atau pengambilan sampel darah vena yang selektif
17-KS-urine atau DHEA sulfat serum CT scan abdomen
ACTH plasma
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita
dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang bisa mensekresikan
kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093).
2.9 Komplikasi Cushing Syndrome
a. Osteoporosis
b. Diabetes Melitus
c. Hipertensi
2.10 Prognosis Cushing Syndrome
Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena
gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik,
bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskular irreversible. Pengobatan
substitusi permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan diperlukan
perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena
kakeksia dan/atau metastasis.
18 | C u s h i n g S y n d r o m e
19 | C u s h i n g S y n d r o m e
ACTH
Rangsangan pelepasan neutrifil
Kehilangan protein pada
jaringan (kulit, otot,
pembuluh darah, tulang)
Metabolisme Protein
Mengganggu kerja
insulin pada sel2 perifer
Glukoneo- genesis
Involusi jar. limfoid
Distribusi jar. adiposa
Terakumulasi di sentral tubuh
Fossa supraklavikula memadat dan tonjolan servikodorsal
Elektrolit Sistem Kekebalan
Mengganggu pembentukan Ab. Humoral & menhambat ploriferasi
pusat2 germinal limpa & jar. limfoid
Edema, hipokalemia,
alkalosis metabolik
Retensi Na, pembuangan
kalium
Menghambat respon
kekebalan
Sekresi lambung
Fungsi Otak
Ketidakstabilan emosional,
euphoria, insomnia, episode depresi singkat
Eritopoiesis
Faktor protektif mukosa
diubah oleh steroid
Sekresi as. Hidroklorida & Pepsin
eritopoiesis
Kortisol
Hipotalamus
MK: Perubahan proses pikir
MK: PK Hiper- glikemi
Cyrcadian RhythemStress
CRH
Korteks Adrenal
Anterior Pituitary
Iatrogenik
Tumor korteks adrenal (Adenoma & karsinoma)
Hiperplasia korteks adrenal
Aktivitas korteks yg berlebih
Tumor di luar hipofisis
Metabolisme Karbohidrat
Efek katabolik
sintesis protein
Androgen Aldosteron Aldosteron
AldoteronismeAldoteronisme Cushing Syndrome
Gangguan di Korteks Adrenal
Jerawat, hirsutis, amenore
20 | C u s h i n g S y n d r o m e
Atropi kulit & mudah rusak, luka sulit sembuh.
Ruptur serabut2 elastis kulit
Protein matriks tulang mjd. rapuh
Penipisan dinding pembuluh& melemahnya jar. Penyokong perivaskuler
Striae
Osteoporosis nyeri punggung, fraktur patologis, pengurangan tinggi badan
Luka memar petekiae/ ekimosis pada lengan atas
Obesitas trunkus dg pengurangan ekstremitas atas & bwh karna atropi
Moon face
Punguk bison
Chusingoid
Menghambat:
Pengenalan antigen o/ monosit makrofag
Induksi & proliferasi limfosit immunokompeten
Produksi antibody
Reaksi peradangan
MK: Intoleransi aktivitas
MK: Gangguan citra tubuh
MK: Resiko cedera
MK : Nyeri
MK: Defisit perawatan diri
MK: Gangguan citra tubuh
MK: Kerusakan
integritas kulit
MK: Kelebihan volume cairan
MK: PK Hipertensi
Pembentukan tukak
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian pada klien dengan Cusing Sindroma
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari
hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal
untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riwayat kesehatan
mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien dengan
sindrom cushing mencakup:
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan
apakah ada anggota keluaraga yang menderita penyakit yang sama. Penyakit Cushing
lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) tingkat kesetresan wanita lebih besar
dibandingkan pria sters berkepanjangan merangsang hormon ACTH meningkat dan
menghasilkan kortisol dan glukokortikoid. Vertilisasi akibat dari produksi androgen yang
berlebihann dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a. Pola makan : anorexia, gejala setres yang berkepanjangan.
b. Pola tidur : lebih banyak tidur akibat kelelahan yang abnormal. Aldosteron yang
meningkat mengakibatkan hipokalemia dan mencegah transmisi action potensial dan
menjadikan otot lemah hingga paralisis
c. Pola aktivitas : mudah lelah dengan aktivitas yang sedikit, hipokalemi.
3. Keluhan utama klien,mencakup gangguan pada berbagai system tubuh ;
a. B1 (Breating) : sesak jika melakukan aktifitas ringan, apakah mempunyai riwayat
asma mempunyai riwayat asma. Kelemahan diakibatkan menurunnya kemampuan
sel-sel pembentuk protein untuk mensitesis protein, mengakibatkan kehilangan pada
jaringan otot. Etiologi dari pemberian obat asma yang berlebihan
b. B2 (Blood) : hipertensi dan edema. Hipertensi disebabkan bila aldosteron
meningkat denag kadar yang lama dan kronis mengakibatkan kerusakan pada ginjal
dan funfsi ekskresi terganggu menjadikan hipertensi. Edema dikarenakan efek
21 | C u s h i n g S y n d r o m e
minimal pada elektrolit serum, bila diberikan dalam kadar yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium.
c. B3 (Brain) : mudah marah, dan tersinggung, nyeri kepala. Akibat dari
meningkatnya hormone ACTH mengakibatkan hipersensivitas. Nyeri kepala
diakibatkan oleh hipertensi yaitu mengecilnya aliran pembuluh darah oksigen keotak
d. B4 (Bladder) : poliuria, fungsi seksual organ reproduksi yang menurun pada
wanita: amenore. Glukokortikoid berlebihan mengakibatkan kerja insulin terganggu
hingga berkurang kerja tubulus ginjal untuk mengabsorbsi air juga berkurang
mengakibatkan poliuria. Pubertas terjadi karena kenaikan sekresi hormone
Gonadotropin oleh hipofisis, jika hipofisis terganggu, gonadotropin anak menurun
dan menagkibatkan aminore.
e. B5 (Bowel) : nyeri pada lambung,dan adanya garis-garis seperti orang
melahirkan pada perut. Distribusi jaringan diposa yang terakumulasi disentral tubuh
menyebabkan obesistas trunkus dengan ekstermitas atas dan bawah kurus karena
antropi
f. B6 (Bone) : mudah lelah jika melakukan kegiatan ringan sehari-hari,nyeri
pada punggung, kelemahan pada otot. Glukokortikoid mempunyai efek katabolic dan
anabolik. Pada protein menyebabkan anabolik. Pada protein menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein,
mengakibatkan kehilangan protein pada jaringan kulit, otot, tulang dan pembuluh
darah. Matriks protein tulang mudah rapuh dan menyebabkan osteoforosis
4. Pemeriksaan fisik mencakup :
a. Penampilan secara umum : amati wajah klien terhadap banyak jerawat dan wajah
mooface seperti wajah bulan, Obesitas batang tubuh dengan fosa supraklavikula yang
terisi penuh, punuk kerbau (buffalo hump)
b. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar dan edema. Luka sukar
sembuh, penipisan pada kulit, Striae pada kulit. Glukokortikoid mempunyai efek
katabolic dan anabolik. Pada protein menyebabkan anabolik. Pada protein
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein, mengakibatkan kehilangan protein pada jaringan kulit, otot, tulang dan
22 | C u s h i n g S y n d r o m e
pembuluh darah. Matriks protein tulang mudah rapuh dan menyebabkan osteoforosis.
Penipisan dinding pembuluh dan melemahnya jaringan penyongkong mudah timbul
luka memar.
c. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respon terhadap
pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Perubahan emosi
mudah marah atau kelabilan emosi
d. Penipisan rambut kepala disertai jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan rambut
berlebihan pada wajah dan tubuh seperti layaknya pria) kelebihan hormone androgen
pada wanita mengakibatkan timbulnya cirri-ciri klitoris membesar, antrofi payudara,
tumbuh bulu-bulu wajah belebihan.
5. Pemeriksaan penunjang mencakup :
Tes supresi dexamethason
1) Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah
hipofisis atau adrenal
2) Untuk menentukan kadar kortisol
a. Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 uL à Normal
b. Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl à Sindrom Cushing
c. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam
d. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
e. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
f. CT SCAN , USG, dan MRI
6. Penatalaksanan
1) Terapi Operatif
a. Hipofisektomi
b. Adrenalektomi à terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
2) Terapi Medis
Preparat (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol)
23 | C u s h i n g S y n d r o m e
3.2 Diagnose keperawatan Cushing Sindroma
Diagnosa keperawatan umum yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom
Cushing adalah sebagai berikut :
a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabolisme
protein.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah tersinggung
dan depresi.
e. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
f. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intak in adekuat.
g. Potensial komplikasi: Hiperglikemia.
3.3 Intervensi Keperawatan Cushing Sindroma
a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabolisme
protein.
Tujuan: Menurunkan resiko cedera
Kriteria hasil:
1) Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur
2) Klien bebas dari area ekimotik
3) Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri, atau tanda-tanda
infeksi dan inflamasi lainnya
Intervensi Rasional
a. Kaji tanda-tanda ringan infeksi
b. Ciptakan lingkungan yang protektif.
a. Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat
mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi
dan infeksi.
b. Mencegah jatuh, fraktur dan cedera
24 | C u s h i n g S y n d r o m e
c. Bantu klien ambulasi
d. Kolaborasi. Berikan diet tinggi protein,
kalsium, dan vitamin D
lainnya pada tulang dan jaringan lunak.
c. Mencegah terjatuh atau terbentur pada
sudut furniture yang tajam
d. Meminimalkan penipisan massa otot dan
osteoporosis
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.
Tujuan: Menurunkan resiko terjadinya lesi atau penurunan integritas pad kulit.
Kriteria hasil:
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan/cedera kulit.
Intervensi Rasional
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,
turgor, vaskular.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit
dan membran mukosa.
c. Inspeksi area tergantung edema.
d. Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau
krim.
e. Anjurkan menggunakan pakaian katun
longgar.
f. Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
a. Menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan infeksi.
b. Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi
dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
c. Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek.
d. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
e. Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
f. Menurunkan tekanan lama pada jaringan.
25 | C u s h i n g S y n d r o m e
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
Tujuan: Klien dapat menrima situasi dirinya.
Kriteria hasil:
Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang
perubahan penampilan, fungsi seksualitas, dan tingkat aktivitas. Menyatakan
penerimaan terhadap situasi diri.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
kondisi dan pengobatan.
b. Diskusikan arti perubahan pada pasien.
c. Anjurkan orang terdekat memperlakukan
pasien secara normal dan bukan sebagai
orang cacat.
d.
e. Rujuk ke perawatan kesehatan. Contoh:
kelompok pendukung.
a. Mengidentifikasi luas masalah dan
perlunya intervensi.
b. Beberapa pasien memandang situasi
sebagai tantangan, beberapa sulit menerima
perubahan hidup/penampilan peran dan
kehilangan kemampuan control tubuh
sendiri.
c. Menyampaikan harapan bahwa pasien
mampu untuk mangatur situasi dan
membantu untuk mempertahankan
perasaan harga diri dan tujuan hidup.
d. Memberikan bantuan tambahan untuk
manajemen jangka panjang dari perubahan
pola hidup.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah
tersinggung dan depresi.
Keriteria hasil:
Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita sehari-hari, mengenali
perubahan pada pemikiran dan tingkah laku
Intervensi Rasional
26 | C u s h i n g S y n d r o m e
a. Evaluasi tingkat stress individu dan hadapi
dengan tepat
b. Panggil pasien dengan namanya.
c. Catat perubahan siklik dalam
mental/tingkah laku. Ikutsertakan dalam
latihan rutin dan program aktivitas.
d. Dukung keikutsertaan pasien dalam
perawatan diri sendiri.
a. Tingkat stress mungkin dapat meningkat
dnegan pesat karena perubahan yang baru,
sedang atau telah terjadi.
b. Untuk menolong mempertahankan orientasi.
c. Penelitian menunjukkan bahwa penarikan
diri dan pasien yang tidak aktif memiliki
resiko yang lebih besar untuk mengalami
kebingungan
d. Pilihan merupakan komponen yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
e. Nyeri berhubungan dengan terjadinya perlukaan pada mukosa lambung.
Keriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan postur tubuh rileks
dan mampu tidur dengan tepat
Intervensi Rasional
a. Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya,
intensitas (skala 0-10)
b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan
menurunkan nyeri
c. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai
indikasi untuk pasien
d. Berikan obat sesuai indikasi. Mis, antasida.
a. Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus
dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
b. Membantudalam membuat diagnosa dan
kebutuhan terapi.
c. Makanan mempunyai efek penetralisir asam,
juga menghancurkan kandungan gaster.
Makanan sedikit mencegah distensi dan
haluaran gaster.
d. Menurunkan keasaman gaster dengan
absorbsi atau dengan menetralisir kimia
27 | C u s h i n g S y n d r o m e
f. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intak in adekuat
Keriteria hasil :
Mempertahankan berat badan stabil, bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi Rasional
a. Kaji riwayat nutrisi
b. Catat berat badan
c. Diskusikan makanan yang disukai oleh
pasien dan masukan dalam diet murni
d. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
e. Rujuk ke ahli gizi.
a. Mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi
b. Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian
kebutuhan nutrisi/keefektifan terapi.
c. Dapat maningkatkan masukan,
meningkatkan rasa partisipasi
d. makan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan pemasukan
juga mencegah distensi gaster.
e. Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan nutrisi
g. Potensial komplikasi: Hiperglikemia
Keriteria hasil:
Tidak terjadi hiperglikemi
Intervensi Rasional
a. Observasi tanda-tanda hipeglikemi
b. Berikan suntik insulin menurut sleding
scale
a. Membantu dalam menentukan intervensi
selanjutnya
b. Mengupayakan agar gula darah dalam
28 | C u s h i n g S y n d r o m e
c. Awasi pemeriksaan laboratorium terutama
GDS
keadaan normal
c. Gula darah yang tinggi merupakan indicator
terjadi hiperglikemi
3.4 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan
cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana
keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan
rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data
subyek, Obyek, Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).
29 | C u s h i n g S y n d r o m e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang
disebabkan oleh paparan berkepanjangan dari jaringan tubuh untuk tingkat tinggi hormon
kortisol. Gangguan ini juga sering disebut dengan hypercortisolism. Sindrom cushing relatif
langka dan paling sering mempengaruhi orang dewasa berusia 20 tahu sampai 50 tahun.
Orang yang gemuk dan menderit penyakit diabetes tipe 2 dengan hipertensi dan memiliki
control buruk akan kadar gula darah, memiliki peningkatan risiko yang lebih besar pada
gangguan tersebut (Sylvia, 2006).
Penyebab Cushuing Syndrome antara lain Glukokortikoid yang berlebih , Aktifitas
korteks adrenal yang berlebih, Hiperplasia korteks adrenal, Pemberian kortikosteroid yang
berlebih, Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol, Tumor-tumor non
hipofisis, Adenoma hipofisis, Tumor adrenal.
Gejala yang dapat muncul pada Cushing Syndrome antara lain Amenorea, Jerawat,
Nyeri punggung, Kelemahan otot, Moonface, Nyeri kepala, Hiperpigmentasi, Luka sukar
sembuh, Penipisan kulit, Hipertensi, Petechie, Miopati, Ekimosis, Osteoporosis, Striae,
Pembesaran klitoris, Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah), Obesitas, Punuk kerbau pada
posterior leher . Hipokalemia, Psikosis . Perubahan emosi
30 | C u s h i n g S y n d r o m e
DAFTAR PUSTAKA
Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/. diakses pada tanggal 2 maret 2010 pukul 13.15 WIB
De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing Sindrom. http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judul-skripsi.html . diakses pada tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGCGovindan R, N Page, Morgensztern D, et al. Mengubah epidemiologi kanker paru sel kecil di
Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir: analisis epidemiologi, pengawasan, dan hasil akhir database. Jurnal Onkologi Klinik. 2006; 24:4539-4544.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGCMansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUINieman LK, Ilias I. Evaluasi dan perawatan dari sindrom Cushing. Jurnal Kedokteran Amerika.
2005; 118 (12) :1340-1346
Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom Cushing. http://baioe.wordpress.com/about. html. diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB
Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta: EGCSudoyo, Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam
Sylvia, P. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit vol.2 edisi 6. Jakarta : EGC
31 | C u s h i n g S y n d r o m e