contrast induced nephropathy
DESCRIPTION
Contrast Induced NephropathyTRANSCRIPT
Pendahuluan
Contrast Induced Nephropathy (CIN) paling sering didefinisikan sebagai gangguan ginjal
atau cedera ginjal akut yang terjadi dalam 24 jam setelah pemberian bahan radiasi kontras aktif.
Gambaran CIN sangat bervariasi mulai dari peningkatan kreatinin serum sementara sampai
oliguria sampai gagal ginjal akut. Patogenesa CIN diduga akibat perubahan hemodinamik renal
dan efek toksik langsung media kontras. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai faktor risiko
CIN di antaranya status fungsi ginjal sebelumnya, diabetes mellitus, status hidrasi, usia,
osmolalitas media kontras, volume kontras yang dipakai, dan lain-lain. CIN mempunyai berbagai
sebutan seperti nefropati kontras, nefropati agen kontras, nefropati diinduksi agen kontras, dan
lain-lain.
Nefropati yang diakibatkan zat kontras atau contrast induced nephropathy ( CIN) menjadi
sumber nyata mortalitas dan morbiditas dirumah sakit seiring dengan peningkatan penggunaan
kontras iodine dalam pencitraan diagnostik dan proses intervensi seperti halnya angiografi pada
pasien dengan resiko tinggi. Radiokontras yang mengandung iodine intravena diketahui
mempunyai efek toksik terhadap ginjal (nephrotoxicity). Saat ini terus dikembangkan
radiokontras yang lebih fisiologis untuk mengurangi efek samping terjadinya nefropati
radiokontras.
Batasan CIN yang dipakaipun berlainan diantaranya kenaikan kreatinin serum 50%,
kenaikan kreatinin serum 25%, kenaikan kreatinin serum 0,5 atau 1.0 mg/dl atau penurunan
persentase bersihan kreatinin hitung (calculated creatinine clearance/CCC ). Karena kreatinin
serum sangat dipengaruhi umur, jenis kelamin dan masa otot, sulit menggambarkan fungsi ginjal
yang sebenarnya dengan pemeriksaan ini.2,3
Angka kejadian dan risiko nefropati radiokontras telah banyak dipelajari, yaitu perubahan
pada fungsi ginjal yang terjadi pada semua kasus atau yang lebih berat yaitu nefrotoksik
radiokontras yang biasanya bersifat akut, reversibel, sampai gagal ginjal dengan derajat yang
berbeda. Gagal ginjal yang terjadi tidak selalu bersifat reversibel oleh karena banyak faktor lain
yang mempengaruhi nefrotoksisitas. Nefrotoksisitas radiokontras merupakan hal yang sangat
1
penting secara klinis terutama pada pasien dengan nefropati diabetik atau adanya faktor lain yang
mempengaruhi fungsi ginjal seperti kekurangan cairan dan penggunaan obat anti inflamasi non
steroid.1,3,4
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal berjumlah dua buah dengan berat + 150 gr dengan panjang 5 – 7,5 cm dan tebal
2,5 – 3 cm. letak retroperitoneal sebelah dorsal cavum abdominal, ginjal kiri bagian atas setinggi
vertebra lumbal I, bagian bawah setinggi vertebra lumbal IV, pada posisi berdiri letak ginjal
kanan lebih rendah. Ginjal terletak di dinding posterior abdomen dibelakang peritoneum pada
sisi vertebra thorakalis 12 sampai vertebra lumbalis 3. Bentuk ginjal seperti biji kacang, ginjal
kanan sedikit lebih rendah disbanding ginjal kiri, karena ada lobus hepatis dextra yang besar.5
Gambar 1. Anatomi dari ginjal
Ginjal dilapisi; dibagian dalam oleh kapsula adipose dan bagian luar dilapisi oleh kapsula
renalis. Struktur ginjal bila dibuat irisan memanjang dari medial ke lateral tampak dua bagian
cortex sebelah luar dan medulla sebelah dalam. Pada cortex tampak agak pucat dan di dalam
terdapat corpusculi renalis, tubuli contorti, tubulus collectus. Medulla terdiri dari bangunan
berbentuk pyramid disebut pyramid renalis, ujung pyramid akan menjadi calyx minor, beberapa
2
calyx minor akan bergabung menjadi calyx major, beberapa calyx major akan bergabung
menjadi pelvis renalis dan bermuara hingga ke ureter.5
Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan mudah terlaserasi.
Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri dan nervus masuk, dan dimana
vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut cortical coloumn atau columna Bertini;
sementara porsi yang menghubungkan antara satu cortical coloumn dengan yang lainnya disebut
cortical arch dengan kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3 cm.5
Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya, berwarna merah,
striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut, pyramids of Malpighi; jumlahnya bervariasi dari
8 – 18 bergantung pada pembentukan lobus organ pada masa embrional.6,5
Gambar 2. Ginjal, parenkim dan pelvis ginjal
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung + 2,4 juta.
Nefron terdiri dari dua bagian utama yaitu :
1. Glomerulus adalah suatu anyaman jaringan kapiler yang dibungkus oleh suatu kapsul
“ Kapsula Bowman” yang saling beranastomose yang berasal dari arteriole afferent
dan kemudian kapiler – kapiler tersebut bersatu menuju ke arterioele efferent. Di
glomerulus terjadi proses filtrasi.5
2. Tubulus; dimana di tubulus cairan hasil filtrasi akan diubah menjadi urin. Tubulus
sendiri terdiri dari 3 bagian yakni;
3
a. Tubulus prokosimalis berfungsi mengadakan reabsorpsi bahan – bahan dari
cairan tubuli atau menampung hasil filtarsi dari glomerulus mengadakan
reabsorbsi bahan-bahan ke dalam cairan tubuli. Jadi tubulus proksimalis
bertanggung jawab pada proses awal pembentukan filtrat glomeruli. Hampir
75% Na dan air dan hampir semua glukosa dan asam amino yang difiltrasi
akan direabsorbsi kembali pada bagian ini.5
b. Lengkung henle ( loop of henle ); kelanjutan dari tubulus proksimalis terdiri
pars descendes, pars ascendens dan ansa henle pertemuan pars ascendens dan
pars descendens. Dalam lengkung henle cairan isotonic yang kaya Na+ dan
Cl- dari tubulus proksimal akan mengalami penurunan dalam volume dan
akan dirubah menjadi cairan hipotonik dengan bahan osmotik aktif utamanya
berupa urea. Lengkung henle memegang peranan penting dalam mekanisme
pemekatan dan pengenceran urin. Lengkung Henle mempunyai fungsi
reabsorbsi bahan-bahan dan cairan tubulus dan sekresi bahan ke dalam
tubulus. Misalnya pada nefron juxtamedullaris 25% air dan natrium
direabsorbsi pada lengkung Henle, sedangkan urea disekresi kedalamnya.
Lengkung Henle juga memegang peranan penting dalam proses pemekatan
dan pengenceran urine.5
c. Tubulus distalis. Tubulus distalis adalah bagian mulai dari bagian akhir
segmen tebal ascendens sampai ujung dari papilla. Pada setiap nefron
segmen ascendens tebal ini akan mengadakan kontak dengan glomerulus
asalnya pada kutub vaskuler, dan pada tempat ini terdapat struktur yang
disebut Juxtaglomerular Apparatus berkelok-kelok dan berakhir menjadi
tubulus arcuatus yang bermuara ke dalam tubulus colectivus bergabung
menjadi ductus papillaris bellini dan menjadi calix minor.5,6
4
Gambar 3. Struktur dan fungsi dari nefron
Fungsi utama dari ginjal adalah mempertahankan komposisi dan volume cairan agar tetap
konstan. Mekanisme utama didalam mempertahankan homeostasis tersebut melalui fungsi
eksresinya. Untuk mempertahankan suatu “internal environment” lingkungan dalam yang
konstan, ginjal harus memberikan suatu reaksi yang tepat terhadap keadaan – keadaan yang
menimbulkan perubahan homeostasis.6,7
Secara spesifik fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan volume dan osmolalitas cairan tubuh
2. Mengatur keseimbangan asam basa
3. Ekskresi bahan yang telah didetoksifikasi
4. Fungsi endokrin dengan menghasilkan renin, eritropoetin, dan prostaglandin
5. Mengubah pro vitamin D menjadi vitamin yang aktif
6. Sintesa ammonia dari asam amino
7.Melepaskan glukosa kedalam sirkulasi selama starvasi yang kronis (glukoneogenesis)
Kecepatan filtrasi glomerulus (GFR)
GFR adalah jumlah filtrat yang terbentuk pada kedua ginjal setiap menitnya. Pada orang
normal jumlahnya sekitar 125 ml/menit atau 180 liter perhari. Lebih dari 99% filtrat ini
akan direabsorbsi kembali pada tubulus dan sisanya dibuang/dikeluarkan sebagai urine. Terdapat
5
dua faktor yang mempengaruhi GFR yaitu tekanan filtrasi efektif dan permeabilitas membrane
glomerulus. Tekanan filtrasi adalah keseimbangan tekanan pada kapiler glomerulus dan kapsula
Bowman yang menyebabkan terjadinya filtrasi dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula
bowman.6
GFR = Kf ((Pg-Pb) - (Og-Ob))
Kf = Koefisien filtrasi
Pg = Tekanan hidrostatik glomerulus
Pb = Tekanan hidrostatik kapsula bowman
Og = Tekanan onkotik glomerulus
Ob = Tekanan onkotik kapsula bowman
Epidemiologi CIN
Dengan meningkatnya penggunaan media kontras dalam prosedur kedokteran untuk
kepentingan diagnostik ataupun intervensi selama 30 tahun terakhir, nefropati yang diinduksi
media kontras dapat menjadi problem didalam praktek klinik. Sebagai contoh, di Amerika pada
tahun 2000 terdapat kurang lebih 1.318.000 prosedur kateterisasi jantung untuk kepentingan
diagnostik dan 561.000 prosedur angioplasti koroner perkutan. Jenis nefropati ini telah menjadi
penyebab ketiga terbesar gagal ginjal akut yang didapat di rumah sakit, terhitung 12% dari
semua kasus. Risiko CIN terus berkembang dengan penggunaan media kontras pada pasien-
pasien dengan risiko tinggi.2,7
CIN makin menarik selama beberapa tahun terakhir untuk beberapa alasan: pertama,
berpotensi dengan efek klinisnya. Kedua dengan populasi yang semakin tua insidens disfungsi
ginjal juga meningkat. Dan yang sangat perlu dipertimbangkan, sejumlah laporan bahwa insidens
dan keparahan CIN dapat diturunkan. Riwayat CIN pertama kali disebutkan pada tahun 1955
oleh Alwall dalam sebuah artikel yang menerangkan penyebab gagal ginjal setelah tindakan
urografi intra vena.
Insidens CIN bervariasi 0 sampai 100% pada penelitian-penelitian retrospektif, hal
seperti ini mungkin disebabkan ketidaksamaan definisi yang dipergunakan, metode investigasi
dan perbedaan populasi yang sangat tergantung pada kriteria yang dipakai dan adanya faktor
risiko yang berhubungan dengan pasien. Yang ideal ganguan fungsi ginjal diukur berdasarkan
6
bersihan kreatinin hitung (CCC) serial, tapi karena kurang praktis dan memerlukan biaya tinggi,
banyak literatur menggunakan pengukuran kreatinin serum. Harus diingat parameter terakhir ini
kurang sensitif dalam merefleksikan perubahan awal fungsi ginjal dan mungkin lebih lambat
mencapai sensitifitas maksimal dari pada bersihan kreatinin.1,7
Penggunaan radiokontras menyebabkan meningkatnya kasus gangguan ginjal akut
nefrotoksik, diperkirakan 10 % kasus terjadi selama rawatan pasien.Variasi insiden nefropati
kontras yang dilaporkan dari beberapa penelitian dipengaruhi oleh perbedaan definisi, periode
observasi setelah pengunaaan kontras dan prevalensi faktor resiko dalam suatu populasi
penelitian. Mitchell dkk dalam penelitiannya menemukan nefropati radiokontras terjadi lebih 10
% pada pasien yang menjalani computed tomography scanning (CT Scan) dengan kontras di
bagian emergensi.1,2,6
Definisi
Nefropati radiokontras didefinisikan sebagai peningkatan serum kreatinin 0,5-1,0 mg/dl
atau 25% - 50% dari nilai awal yang terjadi 24 jam pertama setelah pemberian media kontras dan
mencapai puncak 5 hari kemudian. European Society of Urogenital Radiology mendefinisikan
nefropati radiokontras adalah gangguan pada fungsi ginjal (peningkatan serum kreatinin > 0,5
mg/dl atau > 25 %) dalam waktu 3 hari setelah pajanan kontras, tanpa alternative etiologi yang
lain.1,2,7
Menurut Acute Kidney Injuri Network (AKIN) nefropati radiokontras adalah peningkatan
serum kreatinin ≥ 0,3 mg/dl dengan oliguria. Peningkatan absolut serum kreatinin ≥ 0,3 mg/dl
sama sensitifnya dan lebih spesifik untuk komplikasi gangguan ginjal berat dan bersihan
kreatinin serum hitung mungkin lebih akurat, tapi pemeriksaan ini sulit dilakukan karena perlu
pengumpulan keseluruhan urin sepanjang hari.2,8
Nefropati akibat penggunaan zat kontras ini paling sering didefinisikan sebagai gagal
ginjal akut yang terjadi dalam waktu 48 jam sejak paparan bahan kontras radiografi intravaskular
dan tidak ditemukan penyebab lain. Idealnya, penurunan fungsi ginjal harus diukur dengan
creatinine clearance serial, tetapi karena langkah ini mungkin tidak praktis dan tidak efektif
secara biaya di berbagai pusat kesehatan, maka sebagian besar literatur menjelaskan penggunaan
pengukuran terisolasi kadar kreatinin serum, meskipun parameter ini mungkin kurang sensitif
7
untuk mencerminkan perubahan awal yang halus dari fungsi ginjal dan mungkin akan lebih
lambat dalam mencapai sensitivitas maksimal dibandingkan creatinine clearance.1,6,8
Kadar Serum kreatinin mungkin terbukti lebih sensitif, namun, dalam kasus yang
sebelumnya sudah terjadi kerusakan ginjal, di mana sekresi tubular kreatinin dapat menyebabkan
perkiraan berlebihan terhadap keadaan laju filtrasi glomerulus (GFR). Adanya Peningkatan pada
nilai kadar kreatinin serum dalam rentang antara 25% dan 50% (peningkatan nilai absolut dari
0,5-1,0 mg / dL) dari normal telah dapat dikategorikan sebagai nefropti akibat zat kontras.3,6
Media Kontras
Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan
visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostik medik. Bahan
kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X
(Bahan kontras positif) yang akan dibahas lebih luas disini atau menurunkan daya attenuasi
sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar udara atau gas). Selain itu bahan kontras
juga digunakan dalam pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging), namun metode ini
tidak didasarkan pada sinar-X tetapi mengubah sifat-sifat magnetic dari inti hidrogen yang
menyerap bahan kontras tersebut. Bahan kontras MRI dengan sifat demikian adalah
Gadolinium.1.2.4
Media kontras mulai menarik perhatian sejak 1896, segera setelah diperkenalkan pertama
kalinya X-rays oleh Roentgen. Saat itu dipakai sodium iodida dengan komponen lainnya.
Kemudian pada tahun 1900 dikenal media kontras monomer ionik (seperti Conray, Renografin
Urografin) yang mengandung 3 atom iodine menggantikan cincin benzene dengan disosiasi
rantai cabang. Osmolalitasnya berkisar 1200-2000 mOsm/l.1,3,5
Mengingat toksisitas kontras hipertonus, kemudian berkembang media kontras monomer
non-ionik pertama dengan kemampuan radioopak yang sama tapi karena tidak terdapat disosiasi
rantai cabang maka osmolalitasnya menurun. Selanjutnya media kontras dimer ionik dan non-
ionik dikembangkan dengan osmolalitas yang juga rendah mendekati osmolalitas darah, kurang
lebih 300mOsm/l, sehingga menurunkan efek samping. Media kontras dimer non-ionik
mempunyai 6 atom iodine per molekul, secara teori osmolalitasnya turun hingga 50%, mendekati
osmolalitas darah dan efek sampingnya juga menurun.1,3,7
8
Radiokontras yang pertama digunakan adalah triiodobenzene dengan osmolaritas tinggi
(1.600 mOsm) seperti diatrizoate, meglumine, dan metrizoate. Sejak awal tahun 1990, para ahli
menggunakan radiokontras osmolaritas rendah (600 - 800 mOsm) seperti iohexol, ioversol,
iopromide dan iopamidol yang tidak terion dan jenis yang terion seperti ioxaglate dimmer,
khusus untuk pasien risiko tinggi. Generasi ketiga radiokontras adalah golongan isoosmolar (300
mOsm) yang tidak terion seperti iodixanol dan iotrolan yang telah dikenal tahun 90-an. Struktur
dasar dari radiokontras osmolaritas tinggi seperti natrium diatrizoate adalah cincin benzene
tunggal yang berisi tiga atom iodine dan residu ionik pendek yang mengatur solubilitas cairan.6,8
Monomer yang tidak terion seperti iohexol tidak mempunyai residu ion dan bersifat
hipertonik sedang. Susunan ion dimerik seperti ioxagalate terdiri dari dua rangkaian benzene
yang berisikan enam atom iodine dan residu kation seperti natrium dan metylglucamine. Saat ini
berkembang dimmer non ionik seperti susunan dimerik ionik. Modifikasi struktur ini mengurangi
osmolaritas dan mencapai nila fisiologis.8,10
Tabel 1. Karakteristik media kontras
Patogenesis
Bermacam mekanisme diperkirakan berperan pada patofisiologi CIN. Minimal tiga
mekanisme yang berbeda terlibat yaitu cedera hipoksia ginjal, penyumbatan tubulus dan
mungkin melalui efek toksik langsung pada sel epitel tubulus.1,2,4
Mekanisme yang terlibat meliputi :
9
1. Perubahan hemodinamik ginjal
Penelitian-penelitian awal memperlihatkan terjadinya peningkatan aliran darah ginjal
setelah pemberian suntikan media kontras yang berlangsung lebih dari 20 menit diikuti oleh
berkurangnya aliran darah yang lebih lama dari 20 menit sampai berjam-jam. Penelitian pada
hewan memperlihatkan bahwa media kontras berhubungan dengan nekrosis sel epitel, terutama
di medula asendens ginjal. Medula ginjal sangat mudah terjadi iskemi dan media kontras dapat
menyebabkan hipoksia medula dengan adanya shunting aliran darah ke korteks ginjal.1,4
CIN dipengaruhi juga oleh perubahan hemodinamik ginjal akibat efek media kontras
pada beberapa substansi, yaitu meningkatnya aktifitas vasokonstriktor ginjal (vasopresin,
angiotensin II, dopamine-1, endothelin dan adenosin) dan berkurangnya aktifitas vasodilator
ginjal (nitrat oksida dan prostaglandin). Faktor-faktor lain yang mungkin menurunkan aliran
darah ginjal termasuk peningkatan viskositas media kontras dan agregasi eritrosit, yang
mengakibatkan terganggunya hantaran oksigen. Juga dikemukakan isu hipoksia ginjal, yang
langsung diakibatkan oleh perubahan hemodinamik atau meningkatnya pengeluaran energi
tubulus karena stress osmotik.2,4
Stress ini makin berat jika sirkulasi ginjal juga terganggu, sebagai contoh, pada pasien
dengan diabetes melitus dan gagal ginjal (yang punya risiko paling tinggi untuk CIN) dimana
hipoksia medula dan gangguan vasorelaksasi endotelium sudah terjadi. Pengaruh media kontras
intratubulus (tubuloglomerular) yang akan membuat hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) akan
mempengaruhi hemodinamik ginjal, dan terjadi vasokonstriksi ginjal lokal. Blokade produksi
vasodilator prostaglandin oleh indometasin dan berkurangnya sodium menunjukkan peningkatan
efek adenosin pada ginjal. Kondisi iskemi ginjal sebelum pemberian kontras akan meningkatkan
efek toksik dari penghambatan prostaglandin dan meningkatkan adenosin, makin membuat
vasokonstriksi ginjal.1,4,6
2. Efek toksik langsung pada sel – sel ginjal
Perubahan patologi yang diinduksi media kontras (seperti vakuolisasi sel epitel, inflamasi
jaringan interstisial dan nekrosis selular) diperkirakan sebagai efek toksik langsung media
kontras pada sel epitel tubulus ginjal (Gambar 2). Apoptosis juga terjadi akibat cedera sel
(Gambar 3). Media kontras menurunkan aktifitas enzim anti oksidan pada ginjal tikus, dan
menyebabkan efek sitotoksik langsung yang dimediasi oleh radikal bebas oksigen.4,8
10
Mekanisme nefrotoksik dasar utama belum terungkap tapi sepertinya terlibat beberapa
faktor patogen. Penyebab intrinsik termasuk peningkatan hal-hal yang menyebabkan
vasokonstriksi, menurunnya prostaglandin lokal dan nitrat oksida, yang disebabkan radikal bebas
oksigen, peningkatan konsumsi oksigen, dan meningkatnya tekanan intratubulus akibat diuresis
karena kontras, meningkatnya viskositas urin, dan penyumbatan tubulus, semua berkumpul di
medula ginjal yang iskemia. Kerja faktor intrinsik dengan faktor ekstrinsik (prarenal)
menyebabkan dehidrasi dan berkurangnya volume intravaskular yang efektif. Pada hasil uji
laboratorium hewan tidak memperlihatkan gagal ginjal bila diberikan media kontras kecuali
sirkulasi ginjal dan sistemik sudah terganggu.1,4
Mekanisme yang mendasari terjadinya nefrotoksisitas belum jelas sepenuhnya, tetapi
cenderung melibatkan interaksi beberapa faktor patogen. Penyebab intrinsik meliputi: meningkat
kekuatan vasokontriksi, penurunan prostaglandin dan oksida nitrat (NO)-yang memediasi
vasodilatasi setempat, efek toksik secara langsung pada sel-sel tubulus ginjal dengan kerusakan
yang disebabkan oleh oksigen radikal bebas, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan
tekanan intratubuler karena diuresis yang diakibatkan zat kontras, peningkatan viskositas urin,
dan obstruksi tubular, semua hal tersebut akan mengakibatkan iskemia medula ginjal. Intrinsik
penyebab bertindak dalam konser dengan ekstrinsik berbahaya (prerenal) menyebabkan seperti
dehidrasi dan penurunan volume intravaskuler yang efektif.2,5
Suatu keadaan hipoksia intrarenal kemudian terjadi, yang secara langsung berhubungan,
baik dengan perubahan hemodinamik maupun peningkatan pengeluaran energi tubular akibat
dari stres osmotik. Stres ini tidak dapat ditoleransi jika sirkulasi ginjal terganggu, misalnya, pada
pasien dengan diabetes dan gagal ginjal (yang memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya
nefropati karena zat kontras) dimana hipoksia meduler dan keadaan gangguan endotelium akibat
vasorelaxation telah ada sebelumnya.1,4,6
Agen kontras intratubuler menyebabkan terjadinya umpan balik tubuloglomerular dan
meningkatkan konsentrasi adenosin ginjal sebagai akibat dari peningkatan hidrolisis trifosfat
adenosin. Adenosine telah diketahui meningkatkan efek hemodinamik ginjal zat kontras, yang
menghasilkan vasokonstriksi lokal di ginjal. Penghambatan produksi prostaglandin yang
menyebabkan vasodilator oleh indometasin dan deplesi natrium telah terbukti meningkatkan efek
adenosin dalam ginjal.1,2,4
11
Adanya Iskemia ginjal sebelum pemberian zat kontras meningkatkan toksisitas terhadap
penghambatan prostaglandin dan meningkatkan jumlah adenosin, yang menyebabkan
vasokonstriksi ginjal. Adenosin dan bahan kontras menunjukkan efek yang berbeda dalam hal
pengaruhnya terhadap aliran darah regional ginjal yang mengalami vasodilatasi meduler. Model
eksperimental pada binatang yang mengungkapkan efek nephroprotective antagonisme adenosin
(baik menggunakan teofilin atau aminofilin) menguatkan temuan ini.2,4
Oksigen reaktif juga telah terlibat sebagai faktor yang berkontribusi dan mungkin
menjadi penyebab terjadinya vakuolisasi sel epitel di tubulus proksimal. Ada bukti bahwa
produksi radikal bebas ginjal meningkat setelah pemberian kontras sedangkan pemberian infus
superoxide dismutase dan allopurinol, yang masing-masing harusnya mengurangi kadar radikal
bebas, telah dilaporkan dapat memperbaiki hipoperfusi yang diakibatkan zat kontras . Meskipun
peroksidasi lipid dan kerusakan oksidatif tubular mungkin dapat menyebabkan disfungsi ginjal
sementara, bukti eksperimental definitif menegaskan peran kerusakan oksidatif ginjal pada
terjadinya nefropati akibat zat kontras tetap jarang ditemukan.1,2,6
Gambar 5. Peran faktor prerenal dan renal diperlihatkan dalam patogenesa CIN
12
Faktor Resiko
1. Gangguan fungsi ginjal sebelumnya
Tanpa melihat penyebabnya, gangguan fungsi ginjal yang telah ada tampaknya menjadi
faktor risiko penting CIN. Pada satu studi dikatakan 50% dari pasien dengan nilai kreatinin 176
μmol/L (2 mg/dL) makin memperburuk fungsi ginjal.2 Pada dua studi lain dengan populasi yang
kreatinin dasar rata-rata 2.5 mg/dL (220 μmol/L), terjadi komplikasi CIN pada 30-50% pasien.1,6
Davidson dkk meneliti 1.144 pasien yang menjalani kateterisasi jantung, menemukan
bahwa risiko terjadi CIN lebih rendah (menggunakan definisi kenaikan kreatinin serum > 0.5
mg/dL) pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tapi risiko akan tinggi pada pasien dengan
riwayat azotemia (kreatinin serum >1.2 mg/dL). Resiko meningkat secara eksponensial pada
kreatinin serum 2 mg/dl.10 Penelitian lain mendapatkan hubungan sangat signifikan antara
peningkatan kreatinin dasar dan frekuensi nefrotoksik ( bervariasi mulai 2% pada kreatinin dasar
< 1.5 mg/dL sampai 20% dengan kreatinin > 2.5 mg/dL). Studi kohort besar oleh Levy dkk
menunjukkan bahwa walau gangguan fungsi ginjal yang terjadi itu ringan tapi dapat menjadi
masalah besar dengan menurun nya laju filtrasi glomerolus.2,6
2. Diabetes melitus dengan insufisiensi ginjal
Diabetes melitus dengan insufisiensi ginjal telah dibuktikan sebagai faktor risiko
independen CIN, dimana sebanyak 56% dari kasus menjadi gagal ginjal yang menetap.
Tambahan lagi pasien diabetes mellitus yang menderita gagal ginjal kronik lanjut (kreatinin > 3.5
mg/dL) karena sebab selain nefropati diabetikum mempunyai risiko yang lebih tinggi lagi untuk
menjadi CIN. Beberapa penulis menduga bahwa diabetes melitus saja mungkin merupakan
faktor risiko independen untuk terjadinya CIN. Tetapi Parfrey dkk pada penelitian prospektif
menunjukkan bahwa tak ada satupun dari 85 pasien diabetes dengan fungsi ginjal normal
berkembang menjadi gangguan ginjal yang signifikan (ditunjukkan dengan peningkatan kreatinin
serum > 59%) setelah terpapar media kontras.2,4,6
3. Status hidrasi yang kurang
Berkurangnya status hidrasi ( disebabkan gagal jantung kongesti, sirosis hati atau
kehilangan cairan yang abnormal), hipotensi yang lama ( khususnya bila disebabkan terapi
kombinasi ACE inhibitor dan furosemid) serta dehidrasi telah dilaporkan memberi kontribusi
13
berkurangnya perfusi ginjal prarenal, yang kemudian membuat iskemia. Penting diperhatikan
penilaian status hidrasi secara klinis saja tidak selalu dapat dipercaya. Beberapa metode
pengukuran dapat meningkatkan akurasi penilaian status hidrasi diantaranya pengukuran
diameter vena kava inferior dan indeks kolaps vena kava inferior, tekanan atrial rata-rata, volume
tubuh total yang ditentukan dengan metode albumin serum radioiodinasi dan bioimpedans
elektrik. Prediksi non-invasif dari tekanan baji kapiler pulmonal (pulmonary capillary wedge
pressure/PCWP) penting untuk diagnosa. Kombinasi parameter klinik dan beberapa metode ini
dipandang lebih akurat untuk mengevaluasi status hidrasi pasien.1,4
4. Volume dan waktu pemberian media kontras
Dosis besar dan pemberian media kontras yang multipel dalam 72 jam meningkatkan
risiko pasien untuk terjadinya CIN. Dosis letal, 50% (LD 50) diatrizoat, media kontras
osmolaritas tinggi (hiperosmolar contrast media/HOCM), pada tikus diperkirakan 7.6 g l/kg,
sedang dosis letal iohexol, media kontras osmolaritas rendah (low osmolar media
contrast/LOCM), adalah 24.2 g l/kg. Tapi sayangnya nilai dosis letal pada tikus tidak dapat
memprediksi bagaimana media kontras akan mempengaruhi ginjal manusia.4,6,7
Cigarroa dkk membuat rumusan volume media kontras berdasarkan berat badan pada
pasien yang menjalani angiografi koroner. Batasannya adalah 5 ml media kontras per kilogram
berat badan dengan maksimal 300 ml, dibagi nilai kreatinin serum (dalam mg/dl). Terjadi
nefropati pada 21% pasien yang penggunaan media kontras nya melebihi formula yang dibuat
dibandingkan dengan hanya 2% saja pasien yang menggunakan volume kontras dalam batasan
yang dibuat.
5. Osmolaritas kontras
Pada studi klinis besar dan meta analisis menunjukkan bahwa penggunaan media kontras
osmolaritas rendah (LOCM) menurunkan risiko nefropati dibandingkan dengan penggunaan
media kontras osmolaritas tinggi (HOCM) pada pasien risiko tinggi. Kenyataan ini terlihat hanya
pada pasien dengan disfungsi ginjal sebelumnya dimana material kontras diberikan secara
intraarteri. Tapi tak terlihat perbedaan manfaat pada pasien dengan fungsi ginjal normal (dengan
atau tanpa diabetes) dimana material kontras diberikan secara intravena.2,4
Studi terbaru memperkirakan bahwa iodixanol, media kontras dimer isoosmolar non
ionik (iso osmlar contrast media/IOCM) dengan tingkat toksisitas yang lebih rendah daripada
media kontras osmolaritas rendah (LOCM), mempunyai manfaat yang berarti pada kelompok
14
pasien resiko tinggi untuk terjadinya CIN. Masih perlu penelitian klinik lebih lanjut untuk
membuktikan peran osmolaritas media kontras sebagai faktor risiko independen dan pilihan
pemberiannya.1,4
Pertanyaan berikut adalah apakah terdapat perbedaan antara media kontras monomer
non-ionik dan dimer non-inoik. Penelitian oleh Chalmers dan Jackson menunjukkan insidens
CIN (peningkatan kreatinin serum 10%) yang lebih rendah dengan menggunakan iodixanol. Tapi
kriteria itu tidak umum dipakai. Dengan menggunakan definisi kenaikan kreatinin serum 25%,
tidak dijumpai perbedaan diantara keduanya. Suatu penelitian kontrol yang lebih besar,
NEPHRIC, oleh Aspelin dkk, secara prospektif mengevaluasi 129 pasien dengan diabetes
melitus dan peningkatan kreatinin serum berkisar 1.5 – 3.5 mg/dL yang menjalani angiografi
koroner atau perifer menemukan bahwa kenaikan kreatinin puncak rata-rata pada hari ketiga
sampai ketujuh adalah 0.13 mg/dl dengan iodixanol dan 0.55 mg/dl dengan iohexol (monomer
non-ionik).2,5,6
Insidens kenaikan kreatinin > 1 mg/dl ditemukan nol diantara 64 pasien yang
menggunakan iodixanol dan 10 diantara 65 pasien yang menggunakan iohexol. Selain itu sebuah
studi kecil pada pasien dengan peningkatan kreatinin serum ringan sampai sedang yang
menjalani urografi intravena, tidak memperlihatkan perbedaan antara iodixanol dan iopamidol.4,8
CIN terjadi dengan frekuensi 3-33% pada penelitian dengan iodixanol, 21-26% pada
penelitian dengan iohexol, 6-12% dengan iopamidol, 16% pada penelitian dengan iomeprol dan
11% dengan iopromide. Keakuratan perbandingan ini belum jelas karena ketidaksamaan variabel
yang digunakan, termasuk bersihan kreatinin hitung (CCC), tempat pemberian kontras, dosis
pemberiannya, ada atau tidaknya diabetes mellitus, kondisi hidrasi pasien dan ada atau tidaknya
faktor risiko lain, tidak sama. menunjukkan perbandingan CIN pada penggunaan berbagai media
kontras.1,4
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering tampak adalah gejala penurunan fungsi ginjal akut setelah
injeksi intravascular radiokontras iodine. Nefropati radiokontras non oligouri lebih sering terjadi
dari pada oligouri. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang mendapatkan radiokontras
biasanya akan mengalami fase oligouri setelah hari kedua sampai kelima pemberian radiokontras
dan terjadi perbaikan volume urin dan serum kreatinin pada hari ketujuh. Perbaikan fungsi ginjal
15
lebih lama bila terjadi gangguan fungsi ginjal yang lebih berat dan lebih dari 30% pasien akan
berakhir dengan gagal ginjal derajat yang bervariasi. Gagal ginjal dapat bersifat ireversibel dan
memerlukan tindakan hemodialis.1,2
Nefropati akibat zat kontras biasnya memberikan manifetsasi berupa keadaan tanpa
oligouri dan asimpomatik sementara terjadi penurunan fungsi ginjal. Kadar kratinin serum mulai
meningkat dalam 24 jam setelah pemberian bahan kontras, biasanya memuncak dalam waktu 3-5
hari, dan kembali menjadi kadar awalnya dalam waktu 10-14 hari. Dapat terjadi oligouri akibat
gagal ginjal akut memerlukan hemodialisa. Keadaan ini tampak dengna oligouri (jumlah urin <
400 mL dalam waktu 24 jam) selama 24 jam pemberian bahan kontras dan biasanya menerap
selama 2-5 hari. Kadar kreatinin serum memuncak dalam waktu 5-10 hari dan kembali ke kadar
awalnya dalam 14-21 hari. Laju morbiditas dan mortalitas sangat tinggi pada kelompok ini bila
dibandingkan dengan mereka yang gagal ginjal tanpa oligouri.1,2
Diagnosis
Diagnosis dapat diperkirakan dengan adanya oliguria setelah 24 – 48 jam pemberian
radiokontras. Diagnosis pre renal dan post renal juga harus tetap dipertimbangkan, faktor
komorbid seperti sepsis, gagal hati, pemaparan nefrotoksin lainnya dan emboli kolesterol. Satu
gambaran yang sering ditemukan adalah konsentrasi natrium urine dan fraksi eksresi natrium
menjadi rendah. Urinalisis menunjukkan cast nekrosis tubular akut. Terdapat elemen seperti cast,
debris di urine pada pasien yang mendapat radiokontras, adanya kristal urat amorphic dan
menunjukkan eksresi kristal kalsium berat. Adanya nefrogram yang persisten setelah 24 – 48 jam
setelah pemberian radiokontras merupakan sebuah karakteristik.1,4
Nefrogram persisten merupakan indikator yang sensitive untuk gagal ginjal akut (83 %
pasien gagal ginjal akut dengan nefrogram positif). Dengan spesifikasi tinggi ( 93% pasien tanpa
gagal ginjal akut tidak dengan nefrogram persisten). Adanya biomarker urine dikeluarkan dari
sel tubulus seperti gamma glutamyltranspeptidase, alanin aminopeptidase, alkaline phospatase
atau N asetil beta glucosaminidase, protacted enzimuria, lima hari setelah radiokontras
merupakan indikasi kerusakan tubulus.2,5
Penatalaksanaan
16
Pengobatan yang telah dipercaya untuk nefropati akibat media kontras harusnya dimulai
dengan pengenalan gangguan ginjal setelah pemberiannya. Pada pasien-pasien dengan risiko
tinggi, fungsi ginjal harus dimonitor lebih hati-hati dengan mengukur nilai kreatinin serum
sebelum dan tiap hari selama 5 hari setelah pemberian media kontras atau prosedur radiografi.
Bila CIN teridentifikasi, penangananya sama seperti yang dilakukan terhadap gagal ginjal akut
karena sebab lainnya.1,4,6
Perawatan rumah sakit dan monitor berkala elektrolit serum diperlukan untuk mencegah
hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia dan asidosis
metabolik yang berhubungan dengan kasus gagal ginjal akut tersebut. Pemberian nutrisi yang
tepat dan sesuai serta perhatikan asupan dan keluaran cairan yang sesuai dengan kebutuhan,
sampai nilai kreatinin kembali seperti semula. Kenaikan fosfat yang tinggi bisa diterapi
menggunakan pengikat fosfat (phosphate binder) seperti kalsium karbonat (calcium carbonate);
hiperkalemia diterapi dengan restriksi diet dan resin pengikat kalium (potassium-binding resins)
atau infus dekstros-insulin jika nilai kalium > 6.5 mmol/L. Koreksi asidosis mungkin
memerlukan natrium bikarbonat per oral. Pada kasus berat mungkin memerlukan hemodialisa
sementara. Hanya sedikit pasien yang tidak menunjukkan respon baik dengan terapi konservatif
sehingga memerlukan dialisa permanen atau transplantasi ginjal.1,2,4
Vasodilator
Beberapa jenis vasodilator digunakan untuk mencegah nefropati radiokontras dengan
meningkatkan laju filtrasi glomerolus, menurunkan konsentrasi radiokontrasintralumen dan
memperpendek waktu transit. Radiokontras menurunkan aliran darah kortek dan laju filtrasi
glomerolus. Calcium channel blocker telah digunakan untuk menurunkan insiden nefropati
radiokontras. Obat ini meningkatkan aliran darah ginjal dan menurunkan reperfusi injuri setelah
iskemia ginjal. Pemberian 10 mg nifedipin pada pasien yang diberikan radiokontras osmolaritas
tinggi pada pasien non diabetes, proteinuria < 300 mg/dL dan laju filtrasi glomerolus lebih dari
100 mL/mnt. Calcium channel blocker menyebabkan peningkatan aliran plasma ginjal dan laju
filtrasi ginjal dan kedua parameter ini berkurang pada pasien yang mendapat radiokontras
osmolaritas tinggi dan tidak berubah pada radiokontras osmolaritas rendah.1,4
Radiokontras removal
17
Sejak radiokontras baik dikeluarkan melalui hemodialisis, prosedur ini dapat mengurangi
risiko nefropati radiokontras pada pasien gagal ginjal atau pemberian radiokontras yang terlalu
besar. Penelitian 30 pasien yang dilakukan hemodialisis setelah satu jam pemberian radiokontras
tidak mengurangi risiko nefropati radiokontras, begitu juga dengan profilaksis hemodialisis tidak
mengurangi angka nefropati radiokontras. Terdapat efek yang baik pada pasien yang
mendapatkan profilaksis hemofiltrasi veno-venous. Keperluan terapi pengganti ginjal dapat
diturunkan hingga delapan kali dan angka kematian dapat diturunkan (2% pada kelompok
hemofiltrasi dibandingkan kontrol yaitu sebesar 14%). Keuntungan continuous venovenous
hemofiltration adalah untuk menjaga hemodinamik serta menghindari hipovolumia dan
hipotensi.1,2
Theophyllin
Katholi meneliti 93 pasien yang diobati dengan theophyllin dan randomisasi radiokontras
osmolaritas rendah dan tinggi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa theophyllin dapat mencegah
nefropati radiokontras dan menurunkan kliren kreatinin. Kapoormeneliti 70 pasien diabetes yang
mendapatkan radiokontras molekul tinggi, ditemukan nefropati radiokontras terjadi 3% pada
pasien yang diberikan theophyllin dibandingkan 31% pada kelompok kontrol. Penelitian
terhadap 100 pasien yang mendapat radiokontras osmolaritas rendah, ditemukan insiden
nefropati radiokontras 4% dibandingkan control 16%.2,4
Dopamin dan fenoldopam
Dopamin dosis rendah merupakan vasodilator ginjal dan memperbaiki laju filtrasi ginjal
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Weisberg et al. merandomisasi 50 pasien gagal
ginjal kronis, diabetes dan mendapatkan hidrasi, dopamin, atrial natriuretik peptida dan manitol.
Pada non diabetes, dopamine menurunkan kreatinin plasma dan pada diabetes terjadi perbaikan
signifikan aliran darah ke ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien diabetes dengan
disfungsi endotel terjadi perbaikan aliran darah kortek dan laju filtrasi glomerolus yang
mempengaruhi oksigenasi medula.Fenoldopam merupakan agonis DA- 1 selektif dapat
menginduksi vasodilatasi ginjal, meningkatkan laju filtrasi glomerolus, diuresis dan natriuresis.
Studi prospektif membandingkan 110 pasien risiko tinggi (kreatinin > 1,5 mg/dL) dengan
kontrol, didapatkan insiden nefropati radiokontras 4,5% dibandingkan kontrol 19%. Terdapat
pasien risiko tinggi pada kliren kreatinin < 60 L/min, insiden nefropati kelompok fenoldopam
18
adalah 34% dibandingkan 30% pada kelompok kontrol, sehingga dengan hasil inipemberian
dopamin dan fenoldopam tidak direkomendasikan pada pasien yang mempunyai risiko tinggi.1,3,5
Antioksidan N-Acetylsistein
N-acetylsistein memproteksi sel epitel tubulus, memperbaiki disfungsi endotel dan
mengurangi hipoksia medula. N-acetylsistein mencegah sitotoksik dengan menetralisir radikal
bebas, vasodilatasi regional, memperbaiki disfungsi endotel, memperbaiki suplai oksigen,
memperbaiki mikrosirkulasi medula ginjal karena injuri reperfusi dan vasokonstriksi yang
disebabkan oleh radiokontras.Tepel et al. merandomisasi 83 pasien gagal ginjal kronis dengan
pemberian radiokontras osmolaritas rendah non ionik dan diberikan N-acetylsistein 600 mg oral
setiap 12 jam sehari sebelum dan sehari setelah prosedur. Insiden nefropati radiokontras setelah
48 jam adalah 2% pada pasien yang diberikan N-acetylsistein dibandingkan 21% pada kontrol.
Dosis tinggi N-acetylsistein sebelum prosedur radiokontras efektif mencegah nefropati
radiokontras (5% vs 21%).2,4,5
Natrium bikarbonat
Pemberian natrium bikarbonat akan meningkatkan PH urine dan medula ginjal yang akan
menurunkan produksi radikal bebas dan memproteksi ginjal dari injuri oksidasi pada nefropati
radiokontras. Studi eksperimental menunjukkan pemberian natrium bikarbonat lebih
renoprotektif dibandingkan natrium klorida pada gagal ginjal iskemi. Efikasi natrium bikarbonat
dibandingkan dengan hidrasi natrium klorida ditunjukkan pada studi prospektif terhadap 119
pasien, ditemukan nefropati radiokontras terjadi pada 13,6% pasien yang menerima natrium
klorida dibandingkan dengan 1,7% pada pasien yang mendapat natrium bikarbonat. Penelitian
terhadap 191 pasien yang menerima profilaksis natrium bikarbonat hanya terjadi tiga kasus
(1,6%) nefropati radiokontras. Studi ini juga menunjukkan bahwa infus natrium bikarbonat lebih
efektif dari pada hidrasi dengan natrium klorida. Kombinasi N-asetylsistein dan natrium
bikarbonat sebelum prosedur akan lebih protektif nefropati radiokontras dibandingkan pemberian
masing-masing.1,4,8
Hemofiltrasi
Hemofiltrasi merupakan terapi pengganti ginjal berkelanjutan dan memerlukan infus
cairan pengganti isotonic (1.000 mL/h). Teknik ini memberikan hidrasi volume yang besar tanpa
menyebabkan kelebihan cairan dan terjadi hemostabilitas selama prosedur. Studi yang
melibatkan pasien dengan gagal ginjal (kliren kreatinin 26 mL/mnt) yang mendapat angioplasti
19
koroner dengan radiokontras osmolaritas rendah (247 mL) dan dilakukan hemofiltrasi selama 4 -
8 jam sebelum prosedur dan dilanjutkan 18 - 24 jam sesudah prosedur menurunkan insiden
nefropati radiokontras dari 50% pada kelompok kontrol menjadi 5% pada kelompok yang
dihemofiltrasi. Pasien dengan gagal ginjal terminal dan mendapat radiokontras media dengan
volume besar, hemofiltrasi akan menyebabkan stabilitas hemodinamik, menghindari hipoperfusi
renal, dan menurunkan pemaparan radiokontras pada ginjal. Hemofiltrasi efektif untuk
menurunkan kadar radiokontras dalam sirkulasi. Kekurangan teknik ini adalah biaya yang mahal
(costeffective) dan memerlukan terapi yang intensif.1,4,6
Pencegahan
Pada individu sehat tanpa faktor risiko, insiden nefropati radiokontras sangat rendah
(kurang dari 1%) dan jarang memerlukan renal replacement therapy. Pada pasien risiko tinggi
beberapa strategi dilakukan melibatkan seleksi pasien, radiokontras osmolaritas rendah atau
isoosmolar, pemberian dosis rendah dan protokol hidrasi.1,4,5
Seleksi pasien
Pendeteksian faktor risiko dan pemeriksaan fisik untuk mengurangi insiden nefropati
radiokontras. Penggunaan obat inflamasi non steroid dan obat-obatan yang mempengaruhi
oksigenasi parenkim ginjal seperti cyclosporine dan amphoterisine. Pasien dengan risiko tinggi
dianjurkan untuk perawatan lebih awal dan pemilihan prosedur imaging lain. Monitor fungsi
ginjal 48 -72 jam sebaiknya dilakukan sebelum prosedur. Rekomendasi dan seleksi pasien untuk
pencegahan nefropati kontras.2,6
1. Pasien yang mendapat angiografi terjadwal harus diperiksa serum kreatinin.
2. Pemeriksaan kliren kreatinin.
3. Pasien dengan risiko sedang sampai berat.
a. Pemilihan pemeriksaan imaging (gadolinium angiography).
b. Penghentian NSAID, dipiridamol, metformin 48 jam sebelum prosedur.
c. Hentikan diuretik dan ACE inhibitor 24 jam sebelum prosedur.
d. Hidrasi
- risiko sedang: 0,45% saline (1,0 - 1,5 mL/Kg /jam) 4 jam sebelum prosedur s/d
24 jam setelah prosedur.
20
- risiko berat: 0,45% saline (1,0 - 1,5 mL/Kg /jam) 12 jam sebelum prosedur s/d
24 jam setelah prosedur.
e. Penggunaan radiokontras molekul rendah.
f. Volume radiokontras dibatasi.
g. Monitor produksi urine, pemeriksaan BUN dan SC 24 jam setelah prosedur.
Tabel 2. Ringkasan rekomendasi intervensi untuk mengurangi resiko kontras induced nefropati
Protokol hidrasi
21
Pemberian cairan bertujuan untuk mengurangi rangsangan vasokonstriksi pada pasien
yang mengalami kekurangan cairan, mengkompensasi kehilangan cairan akibat penggunaan
diuresis osmosis, menurunkan konsentrasi radiokontras pada intralumen tubulus dan mengurangi
viskositas urine serta megurangi toksisitas terhadap jaringan ginjal. Pemberian cairan pasien
rawat inap dilakukan dengan saline 0,45% 1 mL/Kg/jam selama 24 jam dan 6 sampai dengan12
jam sebelum pemberian radiokontras.2,4
Pada pasien rawat jalan pemberian cairan dilakukan dengan jalan oral sebelum tindakan
diikuti saline 0,45% enam jam sebelum posedur. Metode ini cukup efektif pada pasien gangguan
fungsi ginjal derajat ringansedang. Pemilihan saline 0,45% saat ini diganti dengan saline 0,9%
karena berdasarkan studi yang melibatkan 1620 pasien yang melakukan kateterisasi jantung.
Dilakukan pemberian cairan saline 0,45% dan 0,9% dan didapatkan insiden nefropati masing-
masing 2% dan 0,7% (p = 0,04).1,6
Pemilihan radiokontras
Penggunaan radiokontras dengan osmolaritas rendah berguna untuk mengurangi insiden
nefropati radiokontras. Penelitian metaanalisis membandingkan radiokontras osmolaritas tinggi
dan rendah, didapatkan radiokontras dengan osmolaritas rendah sedikit menyebabkan nefropati
radiokontras.7 Aspelin et al. membandingkan insiden nefropati radiokontras pada pasien gagal
ginjal (serum kreatinin 1 mg/dL) antara kelompok isoosmolar dengan osmolaritas rendah,
didapatkan insiden nefropati radiokontras pada
kelompok isoosmolar lebih rendah yaitu 2% dibandingkan osmolaritas rendah yaitu 17%.1,6
Kesimpulan
Radiokontras jarang menimbulkan toksisitas pada pasien dengan fungsi ginjal yang
normal. Radiokontras non ionik, isoosmolar sebaiknya dipilih karena lebih aman dan mempunyai
efek toksik yang lebih ringan. Pasien dengan risiko gengguan fungsi ginjal, gagal jantung akut,
penurunan volume arteri efektif, penggunaan obat yang dapat mengganggu fungsi ginjal akan
meningkatkan toksisitas radiokontras. Patogenesis nefropati radiokontras melibatkan kombinasi
toksisitas langsung pada tubulus dan iskemia injuri ginjal. Pasien dengan faktor risiko yang tidak
bisa dikoreksi sebaiknya diberikan dosis dosis radiokontras, theophillin, natrium bikarbonat
direkomendasikan. N-acetylsistein direkomendasikan untuk pencegahan nefropati
radiokontras.1,2,6
22
N-Acetylsistein mencegah terjadinya sitotoksik dengan menetralisir radikal bebas,
vasodilatasi regional, memperbaiki disfungsi endotel dan memperbaiki suplai oksigen serta
memperbaiki mikrosirkulasi medula ginjal yang menyebabkan injuri reperfusi dan vasokonstriksi
yang disebabkan oleh radiokontras. Pencegahan nefropati radiokontras dengan hemodialsis atau
hemofiltrasi tidak dianjurkan tetapi pada pasien dengan gagal ginjal terminal, hemofiltrasi dapat
dipertimbangkan karena dapat menyebabkan stabilitas hemodinamik, mencegah hipoperfusi
ginjal dan mengurangi pemaparan radiokontras pada ginjal.2,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleeson G Tadhg, Bulugahapitiya Sudi. Review : Contras – Induced Nephropathy.
Department of Cardiology, St. James, Ireland. Received September 19, 2004. p 1673 –
684.
2. Murphy W Sean, Barret B, dkk. Contras Nephropathy. Disease of The Month. Division
of Nephrology and Clinical Epidemiology Unit, Memorial University of Newfoundland,
Canada. Journal of The American Society of Nephrology 11: 177-82, 2000.
3. Bansal R, MD, Batuman MD, FACP, FASN. Contras – Induced Nephropathy.
Department of Internal Medicine, University of Connecticut School of Medicine.
Updated, Jul 10, 2012. Article available from
http://emedicine.medscape.com/article/246751-overviewall.
4. Sudarsky D, Nikolsky E. Contras – Induced Nephropathy in Interventional Cardiology.
Cardiology Department Ramba Health Care Campus. Publisher and licensed Dove
23
Medical Press Ltd; 2011. International Journal of Nephrology and Renovaskular 1:4, p 85
– 99.
5. Schweiger MJ, Chambers CE, Davidson CJ, dkk. Prevention of Contrast Induced
Nephropathy : Recommendations for the high risk patient undergoing cardiovascular
Procedure. Cath Cardiovas Interven. 2007; 69:135-40.
6. Yuniadi Y, Ningrum R. Review Article : Contrasr Induced Nephropathy. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-UI. Jurnal Kardiologi Indonesia. Vol. 30, No. 2.
Agustus 2009, p71 – 79.
7. Hoenig M David, Gest T, PhD. Kidney Anantomy. Department of of Urology, Albert
Einstein College of Medicine. Updated, Jun 24, 2011. Article available from
http://emedicine.medscape.com/article/1948775-overviewall.
8. Sanjaya S, Suwitra K. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nefropati Radiokontras. SMF
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Penyakit Dalam,
Volume 10, nomor 2, mei 2009, hal 136 – 47.
9. Rudnick R. Michale, Kesselheim MD, dkk. Contrast induced nephropathy : How it
develops, how to prevent it. Cleveland Clinic Journal of Medicine, Vol. 73, No. 1, Jan
2006, p75 – 86.
24