acara iii pp

27
PROG PENGUJ GRAM ST UNI JIAN KAR BIODE D Rezki Ti TUDI TE FAKUL IVERSIT SU RAKTERI GRADABL Disusun ole iara Siwi EKNOLO TAS PER TAS SEBE URAKAR 2010 ISTIK DA LE FILM eh : (H060 OGI HASI RTANIAN ELAS MA RTA AN APLIK 07078) IL PERTA N ARET KASI ANIAN

Upload: kinkkong

Post on 19-Jun-2015

1.126 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

edible film edible coating

TRANSCRIPT

Page 1: Acara III Pp

PROG

PENGUJ

GRAM ST

UNI

JIAN KARBIODE

D

Rezki Ti

TUDI TE

FAKUL

IVERSIT

SU

RAKTERIGRADABL

Disusun ole

iara Siwi

EKNOLO

TAS PER

TAS SEBE

URAKAR

2010

ISTIK DALE FILM

eh :

(H060

OGI HASI

RTANIAN

ELAS MA

RTA

AN APLIKM

07078)

IL PERTA

N

ARET

KASI

ANIAN

Page 2: Acara III Pp

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara ini adalah :

1. Menentukan kelarutan biodegradable film.

2. Menentukan WVP biodegradable film dengan polimer polar dan plastic

non polar.

3. Mengukur susut berat buah yang dikemas dengan biodegradable film.

B. Tinjauan Pustaka

a. Tinjaun Bahan

Bahan jenis plastik yang bisa terurai oleh mikroorganisme menjadi

polimer rantai-rantai pendek yang dipotong mikroorganisme. Kalau bahan

plastik konvensional tidak bisa diurai. Bahan itu bisa diambil dari pati jagung

atau ketela pohon, kayu, atau cangkang udang. Pembuatannya bisa juga

melalui proses minyak sawit. Jenis plastik bahan biodegradable ini mudah

terurai oleh mikroorganisme. Otomatis bahan itu sangat ramah lingkungan

dan tidak membahayakan. Untuk aplikasi, bahan plastik bisa digunakan bahan

pengantar obat. Juga untuk kegunaan medis lain, misalnya untuk operasi.

Pengembangan bahan plastik biodegradable sudah banyak dikembangkan di

LIPI atau lembaga penelitian lain, tetapi belum mengaplikasi dalam bentuk

bahan dibuat produk secara masal. Di Jepang pun produk polimer yang

menggunakan ramah lingkungan ini masih mahal (Suherman, 2008).

Jenis plastik biodegradable antara lain polyhidroksialkanoat (PHA) dan

poli-asam amino berasal dari sel bakteri. Polylaktida (PLA) merupakan

modifikasi asam laktat hasil perubahan zat tepung kentang atau jagung oleh

mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yang dapat terdegradasi. Bahan

dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau tepung yang

terkandung dalam tumbuhan. Lalu beberapa material plastik atau polimer lain

Page 3: Acara III Pp

yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan. Plastik biodegradable ini dapat

terurai secara cepat di dalam tanah atau alam. Sedangkan, plastik tradisional

membutuhkan waktu sekira 50 tahun agar dapat terurai di dalam tanah atau

alam. Hasil uraian plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak.

Bisa juga sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak

menghasilkan senyawa kimia berbahaya (Anonim b, 2008).

Kantung plastik tergolong ‘barang sekali pakai‘ (single-use plastic

shopping bags) sehingga memperbanyak Sampah. Kalau kita belanja bulanan

di supermarket, sekali belanja kita akan ‘dihadiahi’ paling sedikit 4 kantung

plastik dalam berbagai ukuran, Jakarta menghasilkan sekitar 6.000 ton

sampah setiap hari, yang lebih dari setengahnya adalah sampah non-organik

terutama plastik dan kertas. Sampah kantong plastik yang dibuang di Jakarta

dapat menutupi 2600 lapangan sepakbola. Sampah Plastik baru bisa terurai di

alam (biodegradble) dalam waktu 500 – 1.000 tahun, sehingga jika

tercecer di tanah akan merusak lingkungan (menghambat peresapan air yang

menyebabkan banjir dan merusak kesuburan tanah). Pemerintah Bangladesh

melarang kantung plastik karena dianggap sebagai penyebab banjir karena

menyumbat saluran pembuangan air di musim hujan. Sekitar 3% plastik di

dunia berakhir sebagai sampah yang terapung-apung di permukaan air,

termasuk di laut yang menyebabkan kematian banyak ikan paus dan penyu

karena sampah plastik tersangkut di pencernaan mereka Kini mulai tersedia

‘Kantung Plastik Ramah Lingkungan’ (Bio-Degradable Plastic Bag) yang

terbuat dari tepung singkong (maizena) dan dapat terurai 6 bulan sampai 5

tahun ( Anonim c, 2008).

Pati dapat menjadi bahan dasar dalam pembuatan plastik. Pati

merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah di

alam dan bersifat dapat diperbaharui. Pati sendiri memiliki batasan bervariasi

terkait dengan kelarutan dalam air. Pati mempunyai lapisan tipis yang mudah

rusak, sehingga untuk meningkatkan karakteristik pati dicampur dengan suatu

Page 4: Acara III Pp

polimer sintetik. Penelitian yang telah dilakukan adalah dengan

mencampurkan pati tapioka dengan LLDPE (low linear density poly ethylene)

yang merupakan produk sintetis. Plastik yang dihasilkan tersebut merupakan

campuran polimer sintetik dan polimer alam sehingga dapat mengurangi laju

degradasi plastik menjadi semakin pendek, namun masih dalam jangka waktu

yang lama karena masih terdapat adanya bahan sintetik yaitu LLDPE. Dari

hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, pati yang digunakan adalah pati

tapioka. Untuk itu, kami mencoba alternatif pati selain tapioka sebagai bahan

dasar plastik biodegradable, yaitu jagung. Sebab jagung mempunyai

kandungan karbohidrat yang tinggi dan bisa diperoleh dalam bentuk pati

(Mufidah dkk, 2008).

Kulit putih yang diperoleh diparut/dihaluskan dengan pemarut semi

mekanis sehingga diperoleh bubur/pulp kulit singkong basah. Selanjutnya

diekstrak sari patinya dengan pelarut air limbah kemudian dipisahkan dalam

bejana berbeda. Ampas singkong basah 20 gram (sekali proses) dicampur

dengan ekstrak kulit 100 ml, dipanaskan sambil diaduk pada suhu 80-90 0C

selama 5-10 menit, setelah terbentuk biopolimer, segera ditambahkan pelarut

ethanol 70 % 20 ml dan gliserol 10 ml sambil diaduk dengan pemanasan

berlanjut selama 2-3 menit. Untuk sampel kulit singkong dapat diproses

seperti halnya pada sampel ampas singkong. Biopolimer yang dihasilkan

dicetak di atas cetakan bahan PE yang licin kemudian disimpan dalam oven

pada suhu 40-50 0C selama 2-3 hari, setelah itu dikondisikan dalam suhu

kamar selama 2 hari. Diperoleh masing-masing dua jenis. film yang berasal

dari kulit dan ampas singkong yang siap untuk diuji karakteristiknya

(Feris, 2004).

Amilosa telah digunakan untuk mensintesis poliuretan. Campuran

polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul 400 dengan amilosa direaksikan

dengan difenilmetan-4,4’- diisosianat (MDI) pada temperatur kamar

menghasilkan poliuretan. Penggunaan amilosa dalam sintesis poliuretan

Page 5: Acara III Pp

karena struktur amilosa memiliki gugus hidroksil bebas dalam molekulnya,

sehingga amilosa diharapkan dapat berfungsi sebagai poliol, yang apabila

direaksikan dengan diisosianat akan terbentuk poliuretan. Selain itu poliuretan

telah digunakan pula untuk furniture, bangunan dan konstruksi, insulasi tank

dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai bahan pembungkus

Artikel ini membahas pengaruh penambahan amilosa terhadap pembentukan

poliuretan dari PEG 400 dan MDI, serta biodegradabilitasnya dengan

menggunakan Pseudomonas aeruginosa ( Eli dkk, 2003).

Komponen Penyusun Edible packaging mempengaruhi secara langsung

bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen

utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi 3 yaitu hidrokoloid

lipida, dan komposit. Hidrokoloid banyak terdapat pada selulosa, protein utuh,

selulosa dan turunannya, alginate, pectin, dan pati. Dari kelompok lipida yang

sering digunakan adalah lilin asilgliserol dan asam lemak. Komposit adalah

bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida (Harris, 2001).

b. Tinjaun Teori

Kemasan yang bersifat dapat menahan laju transmisi gas oksigen, laju

transmisi uap air dan menurunkan aw permukaan produk. Berdasarkan hal ini

ada beberapa bahan kemasan yang mungkin dapat digunakan. Kemasan

plastik (wrapping), kemasan kertas lilin (beeswax) dan alumunium foil. .

Bahan-bahan kemasan ini mudah didapat dipasaran, harga relatif murah,

bersifat fleksibel atau mudah dibentuk. Dibandingkan dengan perlakuan

kemasan yang lain kemasan wrapping merupakan kemasan yang umur

simpannya paling rendah. nilai densitas kemasan wrapping yang rendah yaitu

sebesar 0,915-0,939 g/cm3 , sehingga memudahkan terjadinya hidrolisis dan

proses oksidasi lemak, menambahkan bahwa plastik dengan densitas rendah

menandakan plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah

atau dapat ditembusi oleh zat yaitu H2O, O2 dan CO2 (Budi, 2008).

Page 6: Acara III Pp

Penggunaan edible film sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama

pada sosis, yang pada zaman dahulu menggunakan usus hewan. Selain itu

pelapisan buah-buahan dan sayuran dengan lilin juga sudah dilakukan sejak

tahun 1800-an. Aplikasi dari edible film untuk kemasan bahan pangan saat ini

sudah semakin meningkat, seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya

menjaga lingkungan hidup. Edible film dan biodegradable film banyak

digunakan untuk pengemasan produk buah-buahan segar yaitu untuk

mengendalikan laju respirasi, akan tetapi produk-produk pangan lainnya juga

sudah banyak menggunakan edible coating, seperti produk konfeksionari,

daging dan ayam beku, sosis, produk hasil laut dan pangan semi basah

(Elisa dkk, 2006).

Selama berabad-abad, plastik konvensional dituding sebagai biang

pencemaran lingkungan karena tidak membusuk di dalam tanah. Namun, saat

ini sudah dikembangkan plastik biodegradable yang ramah lingkungan karena

mudah melebur di tanah. Plastik yang dimaksud dibuat dari material yang

disebut polyhydroxybutyrate atau disingkat PHB. Material tersebut berasal

dari senyawa organik yang diproduksi bakteri, tidak seperti plastik biasa yang

dibuat dari minyak bumi. Sebagai gantinya, para ilmuwan di Unversitas

Cornell, New York, AS telah merekayasa agar plastik PHB lebih kuat dan

cepat terurai. Kuncinya berada pada partikel lempung berdiameter beberapa

nanometer (sepermiliar meter). Partikel-partikel berukuran sangat kecil ini

ditambahkan pada senyawa tersebut agar membantu proses kristalisasi yang

memperkuat plastik. Di sisi lain, partikel-partikel tersebut juga bekerja

sebagai katalis yang membantu degradasi saat di dalam tanah

(Anonim a, 2007).

Edible film ialah salah satu pelapis makanan yang dapat digunakan

untuk melindungi produk dari kerusakan akibat faktor luar. Edible film

berfungsi sebagai barier terhadap transfer massa (misal kelembaban atau uap

air, oksigen dan gas lain, lemak dan zat terlarut) juga sebagai carrier dalam

Page 7: Acara III Pp

bahan makanan, untuk memperbaiki penampakan pangan serta dapat

digunakan untuk mempertahankan kualitas pangan, melindungi pangan dari

serangan mikroba. Fungsi edible film dapat ditingkatkan dengan

menambahkan bahan seperti antimikroba, antioksidan, cita rasa, pewarna dan

plasticizer (Gomama, 2008).

C. Metodologi

1. Alat

Alat yang diperlukan pada praktikum acara ini antara lain mangkuk

WVP beserta kelengkapannya, desikator untuk mengatur kelembapan ruang

penyimpanan, oven, selotip, toples, higrometer yang juga dilengkapi dengan

alat pengukur suhu, mikrometer dan gunting.

2. Bahan

Bahan yang diperlukan pada praktikum acara ini antara lain desikan

berupa silica gel, film plastik biodegradable, aquadest, asam asorbat 10%,

plastik polimer non polar dan malam (wax), serta buah (apel).

Page 8: Acara III Pp

3. Cara kerja

1. Karateristik Biodegradable Film

a. Penentuan kelarutan film

Disimpan selama 24 jam pada suhu 20°C sambil diaduk-aduk secara periodik

Dimasukan dalam gelas, dan ditambah 50 ml aquadest

Dipotong film (ukuran 2 cm x 2 cm) sebanyak 2 b h

Ditentukan berat film kering mula-mula setelah pengeringan pada suhu 100°C selama 24 jam

Disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya

Dikeringkan pada suhu 100°C selama 24 jam

Dihitung kelarutan film dengan mengurangi berat film awal dengan berat film yang tidak larut dan

dinyatakan sebagai berat kering

Ditimbang

Page 9: Acara III Pp

b. Penentuan permeabilitas air

Ditentukan beratnya

Disimpan kedalam toples yang berisi larutan garam

Ditimbang mangkuk WVP beserta isinya pada inkubasi jam ke 0, 1, 2, 3 dan4

Dibuat grafik hubungan kenaikan berat mangkuk dan waktu inkubasi dan ditentukan slopenya

Ditentukan kecepatan transfer massa uap air melewati kemasan uji dengan mengikuti persamaan:

B = (atm) x tekanan)(mA

(mm) x tebalslope2

Ditutup dengan kemasan dan direkatkan dengan menggunakan selotip

Dimasukkan desikan ke dalam mangkuk WVP sebanyak 20 gram

Ditentukan diameter mangkuk dan ditentukan luas permukaan kemasan mengukuti persamaan

A = π D2/4

Dipotong bahan mengikuti permukaan mangkuk WVP, diberi toleransi untuk menempelkan selotip

Ditentukan tebal kemasan yang diuji (mm)

Page 10: Acara III Pp

2. Aplikasi Biodegradable Film

a. Coating

Buah apel segar dicuci dan dipotong 3 cm x 1,5 cm x 1,5 cm

Ditimbang pengamatan susut berat pada jam ke 0, 1, 2, 3, 4

Disimpan dalam cawan dengan ukuran diameter yang sama

Dicelup Edible Film, selama 5 menit

Dicelup dalam larutan Asam asorbat 10 %, selama 5 menit

Dihitung nilai susut berat

Dikeringkan sampai kering

Dikeringkan sampai kering

Dicelup Edible Film, selama 5 menit

Dimasukkan kedalam toples

Page 11: Acara III Pp

b. Wrapping

Buah apel segar dicuci dan dipotong 3 cm x 1,5 cm x 1,5 cm

Ditimbang pengamatan susut berat pada jam ke 0, 1, 2, 3, 4

Dimasukkan kedalam cawan

Dicelup dalam larutan Asam asorbat 10 %, selama 5 menit

Dihitung nilai susut berat

Dikeringkan sampai kering

Ditutup pengemas, dan rekatkan dengan selotip

Disimpan kedalam toples

Page 12: Acara III Pp

D. Hasil dan Pembahasan

1. Karakterisasi Biodegradable Film

a. Penentuan Kelarutan Film

Tabel 3.1 Data Perhitungan Kelarutan Film Kel.

Bahan Berat Film

Awal (gr)

Berat Kertas Saring (gr)

Berat setelah

dioven (gr) 1 Bidegradable film

tepung maizena 0,0117 0,7934 0,8051

2 Bidegradable film tepung maizena 0,1510 0,7514 0,8824

3 Bidegradable film tepung maizena + jahe 0,0280 0,7983 0,8263

4 Bidegradable film tepung maizena + jahe 0,0219 0,7941 0,8160

5 Bidegradable film tepung tapioka 0,0007 0,7605 0,7612

6 Bidegradable film tepung tapioka 0,0336 0,7704 0,8060

7 Bidegradable film tepung tapioka + jahe 0,0194 0,7783 0,7977

8 Bidegradable film tepung tapioka + jahe 0,0152 0,7870 0,8022

Sumber : Laporan Sementara Pembahasan:

Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan

layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh

aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida

setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang

dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik

yang ramah terhadap lingkungan (Feris, 2008). Pati dapat menjadi bahan

dasar dalam pembuatan plastik. Pati merupakan biopolimer karbohidrat

yang dapat terdegradasi secara mudah di alam dan bersifat dapat

diperbaharui. Pati sendiri memiliki batasan bervariasi terkait dengan

kelarutan dalam air. Pati mempunyai lapisan tipis yang mudah rusak,

Page 13: Acara III Pp

sehingga untuk meningkatkan karakteristik pati dicampur dengan suatu

polimer sintetik (Mufidah dkk, 2008). Pati terdiri dari dua polisakarida,

amilosa dan amilopektin, yang bisa dipisahkan menurut perbedaan

kelarutan. Amilosa terutama berstruktur linier dan amilopektin sangat

bercabang. Pati asetat membentuk film-film yang transparan, telah dipakai

secara komersial sebgai pengganti kertas dan tekstil. Turunan-turunan pati

telah direaksikan dengan stirena di bawah kondisi radikal bebas untuk

memberikan pati yang terstirenasi. Ada banyak daya tarik dalam

kopolimer-kopolimer cangkok pati, karena potensinya sebagai bahan

pengemas yang bisa terbiodegradasi dan sebagai pupuk pertanian

(Stevens, 2001).

Pada dasarnya karakter uji kelarutan film plastik dalam air hampir

sama dengan uji biodegradabilitas dalam tanah. Konsep dasarnya adalah

bahwa film plastik yang dihasilkan dapat dengan mudah dihancurkan

secara alamiah, efektif dan efisien ekonomis dan tentunya ramah

lingkungan. Pada uji kelarutan, faktor yang paling menentukan adalah

sifat hidrofilik film plastik dan didukung oleh pengadukan yang secara

mekanis dapat mempercepat kelarutan film plastik dalam air (Feris, 2008).

Dalam penentuan kelarutan film adalah berat kering dari film yang terlarut

setelah dicelupkan dalam air selama 24 jam. Pada penentuan kelarutan

film ini digunakan 4 buah sampel fim yaitu film dengan tapioka jahe,

tapioka, maizena jahe, maizena dengan pengulangan 2 kali. Berdasarkan

tabel 3.1 dapat dibandingkan kelarutan film kel. 1-8 berdasarkan

perbandingan berat awal film, berat kertas saring, dan berat setelah dioven

yaitu data kelompok 1 dengan film Maizena memiliki berat film awal

0,0117 gr, 0,7934 gr berat kertas saring, dan 0,8051 gr berat setelah

dioven. kelompok 2 dengan film Maizena memiliki berat film awal

0,1510 gr, 0,7514 gr berat kertas saring, dan 0,8824 gr berat setelah

dioven. kelompok 3 dengan film Maizena Jahe memiliki berat film awal

Page 14: Acara III Pp

0,0280 gr, 0,7983 gr berat kertas saring, dan 0,8263 berat setelah dioven.

kelompok 4 dengan film Maizena Jahe memiliki berat film awal 0,0219

gr, 0,7941 gr berat kertas saring, dan 0,8160 berat setelah dioven.

kelompok 5 dengan film Tapioka memiliki berat film awal 0,0007 gr,

0,7605 gr berat kertas saring, dan 0,7612 berat setelah dioven. kelompok 6

dengan film Tapioka memiliki berat film awal 0,0356 gr, 0,7704 gr berat

kertas saring, dan 0,8060 berat setelah dioven. kelompok 7 dengan film

Tapioka Jahe memiliki berat film awal 0,0194 gr, 0,7783 gr berat kertas

saring, dan 0,7977 berat setelah dioven. kelompok 8 dengan film Tapioka

Jahe memiliki berat film awal 0,0152 gr, 0,7870 gr berat kertas saring, dan

0,8022 berat setelah dioven.

Seharusnya dengan komposisi yang sama kelarutan pada

biodegradable film mamiliki nilai kelarutan yang sama. Perbedaan ini

terjadi karena pada saat pembuatan film penimbangan sampel kurang

tepat, selain itu dapat juga terjadi karena pengadukan dan pemanasan

kurang sempurna. Kelarutan dipengaruhi oleh perbedaan kandungan

amilosa dan amilopektin tepung. Semakin tinggi kandungan amilopektin

pada tepung yang digunakan, nilai kelarutan Biodegradable film semakin

kecil sehingga kemampuan film untuk melindungi produk yang dikemas

dari pengaruh air akan lebih tinggi, maka semakin jelek kualitas film

tersebut untuk dijadikan bahan pengemas makanan karena film mudah

sekali larut dalam air sehingga dapat memperbesar terjadinya

kemungkinan kerusakan pada produk terutama sifat-sifat bahan yang

terpengaruh oleh kadar air. Menurut Haryadi (1999), amilopektin

umumnya merupakan penyusun utama kebanyakan granula pati. Dengan

kadar amilopektin yang tinggi maka kelarutan tepung tapioka dalam air

lebih rendah.

Page 15: Acara III Pp

Tabel 3.2 Perhitungan WVP dari Berbagai Jenis Biodegradable Film Kelompok Perlakuan Nilai WVP

1 Maizena + jahe 23,8574 2 Maizena+ jahe 65,4408 3 Maizena 57,9217 4 Maizena 65,5618 5 Maizena 177,9240 6 Maizena 59,38146 7 Clingwrap 24,1540 8 Clingwrap 29,098

Sumber : Laporan Sementara Pembahasan:

Permeabilitas uap air (WVP) menyatakan kemudahan kemasan

untuk ditembus oleh uap air, atau dapat dinyatakan sebagai laju transmisi

uap air dan dilambangkan sebagai B. Penentuan permeabilitas uap air pada

kemasan dapat ditentukan dengan meletakkan kemasan dengan luasan

tertentu pada suatu alat yang dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan

tekanan antara sisi dalam dan sisi luar. Permeabilitas kemasan biasanya

dinyatakan dalam gram H2O yang melewati kemasan dengan luas

permukaan tertentu per hari untuk tebal dan suhu serta kelembaban

relative (RH) tertentu. Satuannya dinyatakan dalam gr H2O mm/m2 hari

atm. Pada penentuan permeabilitas uap air digunakan 1 sampel pengemas.

Sampel pengemas yang digunakan yaitu Cling warp, kemasan plastik PP

serta enam biodegradable film dengan komposisi yang sama yaitu 2 film

dari maizena jahe, dan 4 film yang terbuat dari maizena. Pada penentuan

permeabilitas uap air digunakan silika gel yang dimasukkan ke dalam

cawan. Cawan yang berisi silika gel dimasukan ke dalam wadah yang

berisi larutan garam. Silika gel dan cawan selanjutnya ditimbang setiap

satu jam sekali hingga didapat hasil lima kali penimbangan. Silica gel

bersifat menyerap air yang ada dalam mangkuk WVP akibatnya terdapat

perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar mangkuk WVP. Perbedaan

tekanan akan menyebabkan uap air atau gas masuk ke dalam mangkuk

Page 16: Acara III Pp

WVP. Uap air yang masuk ke dalam mangkuk WVP ini akan

mempengaruhi berat mangkuk WVP. selisih berat mangkuk WVP yang

diukur tiap satu jam sekali dari jam ke 0 hingga jam ke-4, selisih berat

dianggap sebagai jumlah uap air yang masuk ke dalam mangkuk WVP

melalui kemasan. Keuntungan penggunaan silica gel sebagai desikan

antara lain adalah: mampu menyerap sepertiga dari jumlah uap air yang

ada, dapat diturunkan dan digunakan kembali dengan cara pemberian

panas, silica gel adalah material yang inert (tidak bereaksi dengan bahan),

lebih sering dan mudah digunakan dengan dibungkus sachet atau kantong

(Anonim1 2006).

Data nilai WVP dari masing-masing kelompok, untuk kelompok

1 dan 2 dengan menggunakan film yang terbuat dari maizena nilai

WVPnya sebesar 23,8574 gr H2O mm/m2 jam atm dan 65,4408 gr H2O

mm/m2 jam atm, sedangkan untuk kelompok 4, 5, 6, 7 yang menggunakan

film yang terbuat dari maizena mempunyai nilai WVP sebesar 57,9217 gr

H2O mm/m2 jam atm; 65,5618 gr H2O mm/m2 jam atm; 177,9240 gr H2O

mm/m2 jam atm; 59,38146 gr H2O mm/m2 jam atm, dan untuk kelompok 7

dan 8 yang menggunakan pengemas Cling wrap nilai WVPnya didapat

24,1540 gr H2O mm/m2 jam atm dan 29,098 gr H2O mm/m2 jam atm..

Nilai WVP yang tinggi menunjukkan uap air yang masuk ke dalam

bahan besar. Pada tabel 3.2 perhitungan WVP dari berbagai jenis

biodegradable film diketahui bahwa kemasan plastik polypropilen

memiliki permeabilitas yang rendah. Sedangkan antara Hal ini sesuai

dengan pustaka untuk data semua kelompok yaitu plastik jenis

polipropilen memiliki sifat lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen,

dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap

lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilat (Bukle, et all

(1985) namun tidak sesuai teori dengan data kelompok 1 yang mana nilai

WVP yang didapat lebih kecil dari pada nilai WVP dari Cling Wrap.

Page 17: Acara III Pp

Seharusnya dengan komposisi yang sama nilai WVP pada biodegradable

film mamiliki nilai WVP lebih tinggi dari pada nilai WVP Cling wrap.

Perbedaan ini terjadi karena pada saat pembuatan film penimbangan

sampel kurang tepat, selain itu dapat juga terjadi karena penutupan film

dalam mangkuk kurang rapat atau dapat terjadi karena terdapat kebocoran

yang tidak terditeksi secara visual. Kecilnya permeabilitas yang ada pada

kemasan maka kemampuan kemasan untuk melindungi produk sehingga

dapat menambah daya simpan produk. juga tinggi.

Tabel 3.3 Hasil Percobaan Penentuan Susut Berat Buah Apel pada Aplikasi Biodegradable Film

Kel Perlakuan Slope 1 Coating Tapioka 0,19145 2 Coating Tapioka 0,18591 3 Coating Maizena 0,22020 4 Coating Maizena 0,21268 5 Wrapping Maizena 0,13825 6 Wrapping Maizena 0,06909 7 Wrapping clingwrap 0,06077 8 Wrapping Alumunium foil 0,00463 9 Kontrol 0,04479

Sumber: Laporan sementara

ANOVA

Susut

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups .050 5 .010 12.321 .033Within Groups .002 3 .001 Total .052 8

Keterangan: H0 = keenam rata-rata populasi adalah sama

H1 = keenam rata-rata populasi adalah tidak sama

Jika p > 0.05; maka H0 diterima artinya keenam rata-rata populasi

adalah sama

Page 18: Acara III Pp

Jika p < 0.05 ; maka H0 ditolak artinya keenam rata-rata populasi adalah

tidak sama

Pembahasan:

Apel sebagai sampel digunakan. untuk mengetahui pengaruh

kemasan terhadap susut berat. Apel dimasukkan ke dalam cawan dengan

jumlah dan ukuran yang sama kemudian ditutup dengan kemasan. Cawan

yang berisi anggur dimasukkan ke dalam wadah yang di dalam nya

terdapat silika gel. Pengamatan dilakukan dengan menimbang cawan yang

berisi anggur setiap satu jam sebanyak lima kali penimbangan berat.

Penentuan Susut Berat Buah Apel pada Aplikasi Biodegradable Film

menggunakan perlakuan coating dengan menggunakan 2 film yaitu

tapioka dan maizena dengan pengulangan 2 kali, dan perlakuan wrapping

juga dengan menggunakan 1 film yaitu maizena ditambah, penggunaan 2

pengemas yaitu alumunium foil dan cling wrap sebagai control. Untuk

mengetahui beda nyata pada setiap perlakuan antar sampel dan kontrol

maka data diolah dengan menggunakan SPSS, dengan metode One way

ANOVA.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data slope seperti pada

tabel. Nilai slope dapat diketahui melalui regresi dari selisih berat apel

pada masing-masing sampel yang dikemas dengan pengemas yang

berbeda dan waktu yang digunakan untuk pengamatan. Pada tabel dapat

diketahui urutan nilai slope dari masing-masing kelompok yaitu sebagai

berikut, slope kelompok 1 nilainya 0,19145 dengan perlakuan coating

menggunakan film tapioka, slope kelompok 2 0,18591 dengan perlakuan

coating menggunakan film tapioka, slope kelompok 3 0,22020 dengan

perlakuan coating menggunakan film maizena, slope kelompok 4 0,21268

dengan perlakuan coating menggunakan film maizena, Slope kelompok 5

0,13825 dengan perlakuan wrapping menggunakan film maizena, Slope

kelompok 6 0,06909 dengan perlakuan wrapping menggunakan film

Page 19: Acara III Pp

maizena, Slope kelompok 7 0,06077 dengan perlakuan wrapping

menggunakan pengemas alumunium foil, Slope kelompok 8 0,06909

dengan perlakuan wrapping menggunakan pengemas cling wrap.

Berdasarkan output uji ANOVA dimana merupakan tes untuk menguji

apakah keenam rata-rata populasi dengan berbagai perlakuan memiliki

rata-rata (mean) yang sama. Untuk itu diperoleh F hitung adalah 12,321

dengan probabilitas 0,033. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka H0

(keenam rata-rata populasi adalah tidak sama) ditolak. Hal ini terjadi

karena pada perlakuan wrapping tidak ada pengulangan untuk pengemas

alumunium foil serta perlakuan kontrol dengan menggunakan cling wrap.

Bila dibandingkan dengan pengemas sintetik seperti plastik saran

cling wrap da alumunium foil hal ini terlihat dari nilai slope yang didapat

kecil, nilai susut berat buah memiliki perbedaan yang cukup nyata. Hasil

praktikum ini sudah sesuai dengan teori bahwa kemasan yang terbuat dari

polisakarida (tepung tapioka dan maizena) mempunyai nilai permeabilitas

uap air yang tinggi sedangkan kemasan yang terbuat dari polimer kimia

yang bersifat non ploar yaitu plastic PP mempunyai nilai permeabilitas

uap air yang rendah. Seperti pernyataan Bucle, et all (1985) PP adalah

bahan kemasan yang mempunyai sifat lebih kaku, kuat dan ringan dengan

daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak,

stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilat. Plastik Saran (Cling

Wrap) adalah plastik yang dibuat dari polimer vinil klorida dengan

monomer seperti ester aclirik dan kelompok karbonil. Plastik jenis ini

sangat resisten terhadap oksigen, air dan asam, serta basa (Anonim1,

2006). Biodegradable film memiliki permeabilitas uap air yang lebih

tinggi. Namun demikian, Biodegradable film memiliki potensi yang cukup

besar untuk digunakan sebagai bahan pengemas alternatif mengingat jenis

plastik jenis bisa terurai oleh mikroorganisme menjadi polimer rantai-

rantai pendek sehingga ramah lingkungan. Faktor-faktor yang

Page 20: Acara III Pp

mempengaruhi besar kecilnya kecepatan susut berat pada acara aplikasi

biodegradable film ini yaitu terutama karena jenis komposisi yang dipakai

dalam formula film. Sedangkan dengan penambahan tepung komposit

(tapioka dan maizena) ke dalam formula film, maka rata-rata

meningkatkan sifat biodegradable film, yaitu susut berat buah anggur

menjadi lebih kecil.

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara “’Pengujian

Karakteristik dan Aplikasi Biodegradable Film” antara lain sebagai berikut:

1. faktor yang paling menentukan pada uji kelarutan adalah sifat hidrofilik

film plastik dan didukung oleh pengadukan yang secara mekanis dapat

mempercepat kelarutan film plastik dalam air.

2. Semakin tinggi kandungan amilopektin pada tepung yang digunakan, nilai

kelarutan Biodegradable film semakin kecil

3. Data nilai WVP dari masing-masing kelompok, untuk kelompok 1 dan 2

dengan menggunakan film yang terbuat dari maizena nilai WVPnya

sebesar 23,8574 gr H2O mm/m2 jam atm dan 65,4408 gr H2O mm/m2 jam

atm, sedangkan untuk kelompok 4, 5, 6, 7 yang menggunakan film yang

terbuat dari maizena mempunyai nilai WVP sebesar 57,9217 gr H2O

mm/m2 jam atm; 65,5618 gr H2O mm/m2 jam atm; 177,9240 gr H2O mm/m2

jam atm; 59,38146 gr H2O mm/m2 jam atm, dan untuk kelompok 7 dan 8

yang menggunakan pengemas Cling wrap nilai WVPnya didapat 24,1540

gr H2O mm/m2 jam atm dan 29,098 gr H2O mm/m2 jam atm.

4. Nilai WVP yang tinggi menunjukkan uap air yang masuk ke dalam bahan

besar.

5. Untuk perhitungan WVP dari berbagai jenis biodegradable film sesuai

dengan pustaka untuk data semua kelompok yaitu plastik jenis

polipropilen memiliki sifat lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen,

Page 21: Acara III Pp

dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap

lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilat (Bukle, et all

(1985) namun tidak sesuai teori dengan data kelompok 1 yang mana nilai

WVP yang didapat lebih kecil dari pada nilai WVP dari Cling Wrap.

6. Slope kelompok 1 nilainya 0,19145 dengan perlakuan coating

menggunakan film tapioka, slope kelompok 2 0,18591 dengan perlakuan

coating menggunakan film tapioka, slope kelompok 3 0,22020 dengan

perlakuan coating menggunakan film maizena, slope kelompok 4 0,21268

dengan perlakuan coating menggunakan film maizena, Slope kelompok 5

0,13825 dengan perlakuan wrapping menggunakan film maizena, Slope

kelompok 6 0,06909 dengan perlakuan wrapping menggunakan film

maizena, Slope kelompok 7 0,06077 dengan perlakuan wrapping

menggunakan pengemas alumunium foil, Slope kelompok 8 0,06909

dengan perlakuan wrapping menggunakan pengemas cling wrap.

7. Nilai F yang didapat pada hasil ANOVA adalah 12,321 dengan

probabilitas 0,033. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka H0 (keenam rata-

rata populasi adalah tidak sama) ditolak.

8. Hasil praktikum ini sudah sesuai dengan teori bahwa kemasan yang

terbuat dari polisakarida (tepung tapioka dan maizena) mempunyai nilai

permeabilitas uap air yang tinggi sedangkan kemasan yang terbuat dari

polimer kimia yang bersifat non ploar yaitu plastic PP mempunyai nilai

permeabilitas uap air yang rendah.

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kecepatan susut berat

pada acara aplikasi biodegradable film ini yaitu terutama karena jenis

komposisi yang dipakai dalam formula film. Sedangkan dengan

penambahan tepung komposit (tapioka dan maizena) ke dalam formula

film, maka rata-rata meningkatkan sifat biodegradable film, yaitu susut

berat buah anggur menjadi lebih kecil.

Page 22: Acara III Pp

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2007. Plastik Biodegradable Membusuk dalam 7 Minggu http://www.kompasberitaiptek.com. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Anonim b. 2008. Ramah Lingkungan dengan Plastik dari Jagung [email protected]. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Anonim c. 2008. Ada Apa Dengan Kantung Plastik? www.dmi.or.id. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Mufidah dkk. 2008. Inovasi Pembuatan Plastik Ramah Lingkungan (Biodegradable) Berbahan Dasar Pati Jagung (Zea mays) dan Chitosan (Limbah Cangkang Udang). http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Gomama, Gurrotul Shinta Nurul. 2008. Aktivitas Air Dan Tipe Sorpsi Isotermis Edible Film Dari Tepung Koro Pedang Dengan Penambahan Ekstrak Teh Hijau Pada Berbagai Suhu Ekstraksi [email protected]. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Firdaus, Feris dan Chairil Anwar. 2008. Potensi Limbah Padat-cair Industri Tepung Tapioka sebagai Bahan Baku Film Plastik Biodegradabel. Logika. Yogyakarta.

Harris, Helmi. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka Untuk Pengemasan Lempuk Jurnal iIlmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 3, No. 2. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Julianti, Elisa dkk, 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Rohaeli, Eli dkk. 2003. Pengaruh Variasi Komposisi Amilosa terhadap Kemudahan Biodegradasi Poliuretan Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 4 Jurdik Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Santoso, Budi dan Amien Rejo. 2008. Peningkatan Masa Simpan Lempok Durian Ukuran Kecil Dengan Menggunakan Empat Jenis Kemasan Jurnal Pembangunan Manusia Edisi 3 Vol. II ISSN. Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya. Sumatra Selatan.

Suherman. 2008. Jagung atau Ketela Pohon http://www.biotek.lipi.go.id. Diakses pada Kamis 10 Desember 2009.

Page 23: Acara III Pp

LAMPIRAN

Penentuan Permeabilitas Uap Air

Ketebalan film = 0,05cm = 0,5 mm

D mangkuk = 0,053 m

Luas mangkuk = ¼ π D2

= ¼ 3,14. (0,053)2

= 0,002223 m2

Permeabilitas kel 6

Jam Berat mangkuk WVP + Isi(gr) 0 114,2011 1 114,4902 2 114,8035 3 115,0153 4 115,2856 

Sumber:Laporan Sementara

A = 114,2275

B = 0,26401

R = 0,9974

Y = A+Bx

Y = 114,22572 + 0,26401x

Permeabilitas = )1()(

)(atmxtekananmmA

mmlslopexteba

= atmx

x1002223,0

5,026401,0

= 59,38 gr H2O mm/m2 hari atm

Page 24: Acara III Pp

Permeabilitas dikemas dengan wrapping maizena kel 6

Jam Berat mangkuk WVP + Isi(gr) 0 88,2406 1 88,1689 2 88,0769 3 88,0176 4 87,9708

A = 88,23314

B = -0,06909

R = - 0,99305

y = 0,264x + 114,2R² = 0,997

114

114.2

114.4

114.6

114.8

115

115.2

115.4

0 1 2 3 4 5

berat

jam

Permeabilitas Kel 6

berat

Linear (berat)

Page 25: Acara III Pp

Lampiran SPSS

GET FILE='F:\PENGEM~1\DATAME~1.SAV'. ONEWAY Susut BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05). Oneway

Notes

Output Created 13-Dec-2009 21:03:41

Comments Input Data F:\PENGEM~1\DATAME~1.SAV

Active Dataset DataSet1 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working Data File

9

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.

Syntax ONEWAY Susut BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).

Resources Processor Time 0:00:00.031Elapsed Time 0:00:00.046

[DataSet1] F:\PENGEM~1\DATAME~1.SAV

Warnings

Post hoc tests are not performed for Susut because at least one group has fewer than two cases.

Page 26: Acara III Pp

Descriptives Susut

95% Confidence Interval for Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

1 2 .1886800 .00391737 .00277000 .1534838 .22387622 2 .2164400 .00531744 .00376000 .1686647 .26421533 2 .1036700 .04890350 .03458000 -.3357106 .54305064 1 .0607700 . . . .5 1 .0046300 . . . .6 1 .0497900 . . . .Total 9 .1258633 .08096466 .02698822 .0636284 .1880983

Descriptives Susut

Minimum Maximum

1 .18591 .191452 .21268 .220203 .06909 .138254 .06077 .060775 .00463 .004636 .04979 .04979Total .00463 .22020

Test of Homogeneity of Variancesb Susut

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.a 2 . .a. Groups with only one case are ignored in computing the test of homogeneity of variance for Susut. b. Test of homogeneity of variances cannot be performed for Susut because the sum of caseweights is less than the number of groups.

Page 27: Acara III Pp

ANOVA Susut

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .050 5 .010 12.321 .033 Within Groups .002 3 .001 Total .052 8