5 ukm manajemen puskesmas kasus tuberkulosis (mini project) pamela

26
LAPORAN MANAJEMEN KASUS TUBERKULOSIS PUSKESMAS EMPAGAE, KECAMATAN WATANG SIDENRENG, KABUPATEN SIDRAP I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization (WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO pada tahun 2009, insiden kasus TB di dunia telah mencapai 8,9–9,9 juta, prevalensi mencapai 9,6–13,3 juta, dan angka kematian mencapai 1,1–1,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,45–0,62 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Data yang dilaporkan tiap tahun menunjukkan insiden atau kasus TB baru cenderung meningkat setiap tahun, sebagai contoh insiden pada tahun 2008 diestimasi sebesar 9,4 juta, dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006 sebelumnya yang masing-masing sebesar 9,27 juta dan 9,24 juta. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus TB yang terjadi di dunia, dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan. Persebaran kasus TB di 1

Upload: ari-utukufu

Post on 25-Nov-2015

269 views

Category:

Documents


65 download

TRANSCRIPT

LAPORAN MANAJEMEN KASUS TUBERKULOSISPUSKESMAS EMPAGAE, KECAMATAN WATANG SIDENRENG,

KABUPATEN SIDRAPI. PENDAHULUANa. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization (WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO pada tahun 2009, insiden kasus TB di dunia telah mencapai 8,99,9 juta, prevalensi mencapai 9,613,3 juta, dan angka kematian mencapai 1,11,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,450,62 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Data yang dilaporkan tiap tahun menunjukkan insiden atau kasus TB baru cenderung meningkat setiap tahun, sebagai contoh insiden pada tahun 2008 diestimasi sebesar 9,4 juta, dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006 sebelumnya yang masing-masing sebesar 9,27 juta dan 9,24 juta.Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus TB yang terjadi di dunia, dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan. Persebaran kasus TB di dunia memang tidak merata dan justru 86% dari total kasus TB global ditanggung oleh negara berkembang. Sekitar 55% dari seluruh kasus global tersebut terdapat pada negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Berdasarkan tingginya angka insiden TB di setiap negara, sampai tahun 2007 Indonesia masih menduduki peringkat ke-3 setelah India dan Cina, disusul oleh Nigeria pada peringkat ke-4 dan Afrika Selatan pada peringkat ke-5. Sementara berdasarkan laporan pada tahun 2008, kelima negara tersebut masih tetap masuk dalam daftar lima besar negara dengan kasus TB baru terbanyak tetapi dengan urutan yang berubah dimana Indonesia menduduki peringkat ke-5 dengan insiden yang mengalami penurunan dari sekitar 528-ribu di tahun 2007 menjadi 429-ribu di tahun 2008 Untuk wilayah kerja dari Puskesmas Empagae sendiri, jumlah insiden kasus TB yang ditemukan sejak awal tahun 2012 adalah 12 kasus. Kasus-kasus TB ini didapatkan dari pemeriksaan skrining dahak beberapa pasien yang datang berobat di puskesmas Empagae dan dicurigai sebagai pengidap TB paru. Dimana data insidens ini merupakan keseluruhan jumlah kasus TB baru yang ditemukan mulai dari awal bulan Januari sampai akhir bulan Juni 2012. Sedangkan jumlah pencarian kasus TB baru yang ditargetkan Puskesmas Empagae adalah sebanyak 36 kasus selama setahun.

Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular, yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat, pembatasan disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus TB di wilayah Indonesia secara umum dan wilayah Puskesmas Empagae secara khusus, maka tahapan ke-3 sangat penting guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang yang sehat. Selama ini, upaya yang ditempuh dalam hal pengobatan penderita TB di Indonesia adalah dengan pemberian obat anti-tuberkulosis (OAT) lini-1. Pada tahun 2006, angka keberhasilan pengobatan mencapai 91%, tapi keberhasilan pengobatan ulangan hanya mencapai 77%, dan tidak semua kasus TB mendapatkan pengobatan seperti yang diharapkan sebab angka case detection rate Indonesia hanya 51% pada tahun yang sama. Permasalahan ini sejalan dengan masalah yang ditemukan di Puskesmas Empagae di mana case detection ratenya hanya 46% pada tahun 2011b. Pernyataan Masalah

Dari data tahun 2011 di Puskesmas Empagae diperoleh terdapat 96 penderita klinis TB Paru, diantaranya yang memiliki hasil pemeriksaan positif pada sputum BTA sebesar 15 penderita, negative sebesar 76 penderita, dan yang tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum BTA sebesar 5 penderita. Jika meninjau data tersebut di atas dapat dikatakan bahwa terdapat 5 penderita yang tidak diketahui jelas apakah penderita tersebut positif TB Paru atau infeksi saluran pernapasan yang lain. Untuk Tahun 2011 target pencarian kasus baru TB sebesar 36 kasus pertahun, sedangkan jumlah kasus baru yang didapatkan selama tahun 2011 hanyalah sebesar 15 kasus. Hal ini berarti persentase kasus baru yang ditemukan hanyalah sebesar 46%. Hal ini bahkan belum mencapai setengah dari target yang diharapkan.

Permasalahan lain yang biasanya ditemukan selama menjelang 2 bulan terakhir, pada saat kunjungan pasien ke poliklinik Puskesmas, ditemukannya 2 kasus relaps setelah 1-4 tahun post terapi TB paru. Hal ini tentunya perlu dievaluasi lebih lanjut dan dilakukan deteksi dini kembali untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat sehingga tingkat penularan dapat dicegah.

Semua permasalahan yang dijelaskan sebelumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai TB paru meliputi gambaran penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit dan bagaimana mengurangi tingkat penularan di lingkungan masyarakat.

c. Tujuan

Tujuan dari intervensi yang hendak dilakukan adalah menurunkan angka kasus TB di I ndonesia secara umum dan di Sidrap secara khusus. d. Manfaat

Adapun manfaat yang didapatkan dengan berjalannya intervensi yang dilakukan antara lain:

Dapat menambahkan pengetahuan masyarakat mengenai TB

Dapat menemukan lebih dini kasus TB sehingga pengobatan dapat dimulai lebih cepat

Dapat meningkatkan angka kesembuhan penderita TB Dapat mencegah penularan TB dari penderita ke orang sehat Dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyaraka dit kecamatan Watang Sidenreng.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS

Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria, tulang, persendian, bahkan kulit.Etiologi

Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira 0,2-0,4 x 2-10 m, dan termasuk gram positif. Pada medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen maupun tanzil, yang mana tampak sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang virulen sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dan dapat menimbulkan penyakit. Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa.Epidemiologi

TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di kawasan Asia dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4 juta kasus baru TB, dengan prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,52 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun 2007, Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dan termasuk ke dalam 22 high-burden countries dalam penanggulangan TB.

.Di Indonesia, angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah kelompok usia lanjut (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun.Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi, dan laboratorium.

a. Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. b. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.c. Pemeriksaan radiologiAkan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.d. Pemeriksaan laboratorium:

Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).18 Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap darah.18 Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.17,18 Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.17 Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak tumbuh pada sediaan biakan.18Terapi

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan sesuai dengan berat badan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat digunakan secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB ekstra paru.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh, pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

Kategori Anak: 2HRZ/4HR.

Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu: Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT < 4 minggu.

Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.III. METODE DAN PELAKSANAAN INTERVENSI

a. Pemilihan IntervensiBerdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat maka harus ditingkatkan partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit Tuberkulosis secara bertahap dan menyeluruh di setiap dusun, dan kelurahan di Kecamatan Watang Sidenreng. Hal penting yang harus disampaikan dalam penyuluhan yaitu bagaimana gambaran penyakit TB, siapa saja yang bisa mengidap penyakit TB, bagaimana penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit, bahaya dan komplikasi bila pasien tidak diobati segera dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memotivasi penderita dan keluarganya serta masyarakat agar dapat hidup terbebas dari infeksi TB paru. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan hak-hak pasien TB (TB Patient Charter) kepada kelompok-kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, penyedia pelayanan dan pihak lainnya yang terkait. Intervensi yang dilakukan mencakup kampanye TB (Stop TB Campaign) untuk meningkatkan pengetahuan dan dukungan untuk Stop TB secara nasional, mengurangi stigma TB dengan cara meningkatkan jumlah tersangka TB yang memeriksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan, mempromosikan obat TB program yang berkualitas dan tanpa biaya serta pengobatan pasien TB di setiap fasilitas kesehatan.

Intervensi kedua yang dilakukan adalah proteksi dini bagi pasien yang memiliki riwayat keluarga dan lingkungan tempat tinggal dengan kasus TB paru yang cukup tinggi. Misalnya untuk setiap individu yang memiliki faktor risiko terinfeksi Tuberkulosis Paru diberikan INH dengan dosis yang telah ditentukan.

Intervensi ketiga yaitu dengan menegakkan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat terhadap penderita TB Paru guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang sehat. Salah satu caranya dengan memantau secara aktif setiap pasien-pasien dengan gejala klinis TB paru yang pernah datang berobat ke Puskesmas Empagae, khususnya pasien-pasien yang tidak kembali membawa dahak yang hendak diperiksa.

Intervensi keempat adalah melakukan monitoring pengobatan TB dengan memantau setiap minggu kepatuhan pasien untuk minum obat TB dan melakukan pemeriksaan sputum bulan ke-2, 3,4,5/6, 7/8 dan akhir pengobatan.

b. Metode dan Pelaksanaan IntervensiDeteksi dini kasus TB dilakukan melalui skrining pasien TB di poliklinik Puskesmas Empagae pada tanggal 1 Juni 1 Juli 2012. Ditemukan 12 penderita TB klinis, masing-masing 2 pasien dengan sputum BTA positive, dan 7 pasien dengan sputum BTA negative dan 3 pasien yang tidak mempunyai hasil sputum BTA. Untuk ketiga pasien dilakukan pengobatan TB Kategori 1 dengan tahap Intensif selama 2 bulan dengan jumlah dosis 4 KDT (FDC) 3 tablet setiap hari. Selanjutnya untuk ketiga pasien tersebut akan dilakukan kunjungan secara aktif ke rumah pasien untuk melakukan pengambilan sputum dan penyuluhan kecil dalam keluarga pasien.IV. PROFIL KOMUNITAS, DATA GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIKa. Letak Geografis Puskesmas EmpagaePuskesmas Empagae adalah salah satu dari 14 Puskesmas dalam Kabupaten Sidenreng rappang. Puskesmas Empagae berada di Kecamatan Watang Sidenreng yang terletak kurang lebih 10 Km2 disebelah timur Kota Pangkajene Sidenreng (Ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang)Letak Kecamatan Sidenreng berbatasan dengan :

Sebelah Utara :Kecamatan Panca Rijang

Sebelah Timur:Kecamatan Pitu Riawa

Sebelah Selatan:Kecamatan Tellu LimpoE

Sebelah Barat:Kecamatan MaritengngaE

Wilayah Kecamatan Sidenreng dengan Luas 112,81 Km2 terbagi dalam 3 Kelurahan dan 5 desa. Kondisi Topografi kecamatan Sidenreng dengan Keadaan tanah datar 100% dengan ketinggian permukaan laut