tuberkulosis peritonitis

29
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN TUBERKULOSIS PERITONITIS DISUSUN OLEH : Indah Triayu Irianti STAMBUK 110207018 SUPERVISOR dr. Harun Iskandar, SP.PD,SP.P,K-P DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2012 1 REFERAT JUNI 2012

Upload: indah-triayu-irianti

Post on 02-Aug-2015

1.438 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum parietalatau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat pada penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinial,mesenterium, dan organ genitalia interna

TRANSCRIPT

Page 1: TUBERKULOSIS PERITONITIS

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN

TUBERKULOSIS PERITONITIS

DISUSUN OLEH :

Indah Triayu Irianti

STAMBUK110207018

SUPERVISOR

dr. Harun Iskandar, SP.PD,SP.P,K-P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR2012

1

REFERATJUNI 2012

Page 2: TUBERKULOSIS PERITONITIS

TUBERKULOSIS PERITONITIS

I. PENDAHULUAN

Tuberkulosis peritonitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberkulosis yang berasal dari peritoneum, penyakit ini jarang berdiri

sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain

terutama dari tuberkulosis paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa

ditegakkan proses tuberkulosis di paru sudah tidak terlihat lagi. Hal ini bisa terjadi

karena proses tuberkulosis di paru mungkin sudah menyembuh sedangkan

penyebarannya masih berlangsung ditempat lain.1

Tuberkulosis peritonitis jarang di jumpai dan sangat jarang ditemukan di

negara maju, tetapi tidak jarang ditemukan di negara dengan prevalensi tuberkulosis

tinggi, termasuk di negara-negara berkembang dan terbelakang, terutama di negara

dengan pandemi HIV dan peningkatan imigrasi. Di Amerika Serikat, Tuberkulosis

mempunyai prevalensi yang relatif rendah, dan kebanyakan pasien yang baru di

diagnosis adalah mereka yang berasal dari luar Amerika Serikat (imigran). Pada

negara-negara industri, tuberkulosis meningkat pada populasi imigran dan pada

pasien yang menderita AIDS dan mereka yang sedang menjalani terapi

immunosupresan.2,3,4

Tuberkulosis peritonitis diperkirakan terjadi pada 0,1% sampai 3,5% dari

mereka dengan TB paru aktif dan mewakili 4% sampai 10% dari semua TB ekstra

paru. Kasus Tuberkulosis peritonitis sering pada individu kurang dari 40 tahun dan

sering terjadi pada perempuan berumur 40 tahun. Individu dengan penyakit HIV,

sirosis, diabetes, keganasan, dan mereka yang terus menerus menjalani dialisis

merupakan kelompok resiko tinggi menderita tuberkulosis peritonitis.5

II. DEFINISI

2

Page 3: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum parietal

atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat

pada penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem

gastrointestinial, mesenterium, dan organ genitalia interna.1

III. PATOGENESIS

Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru termasuk

peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh dapat

mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis. Cara lain adalah dengan

penjalaran langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada

peritoneum terjadi tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu

kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya dapat terjadi penggumpalan

atau pembentukan nodul tuberkulosis pada omentum di daerah epigastrium dan

melekat pada organ-organ abdomen dan lapisan viseral maupun parietal sehingga

dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada akhirnya dapat mengakibatkan

tuberkulosis peritonitis. Selain itu, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar

yang menyebabkan penekanan pada vena porta yang mengakibatkan pelebaran vena

dinding abdomen dan asites. Terjadinya Tuberkulosis peritonitis melalui beberapa

cara, yaitu :1,2

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

3. Dari kelenjar limfe mesenterium

4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritonitis terjadi bukan sebagai akibat

penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi

pada peritonieum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer

terdahulu (infeksi laten “dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa

mengalami supresi da menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa

3

Page 4: TUBERKULOSIS PERITONITIS

menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi

tuberkulosapada setiap saat. Jika organisme interseluler tadi mulai bermultiplikasi

secara cepat. Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa, yaitu : 1

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang

banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk

ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil

berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada

alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-

kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar

tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah.

Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga

merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur

darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya

keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti

benjolan tumor.

2. Bentuk adhesive

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak

dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas

antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor,

kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya

perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena

perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis.

Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya

lebih besar.

3. Bentuk campuran

4

Page 5: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi

melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan

dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa

pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya

terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi

jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang

terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya

ditemukan.

IV. GEJALA KLINIS

Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala yang

non-spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan penyakit

intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan diagnosis. Gejala

klinis sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan

sampai berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak menyadari keadaan ini.2

Keluhan dan gejala yang didapatkan seperti : sakit perut , pembengkakan perut,

asites, penurunan berat badan, anoreksia,demam, diare,konstipasi, batuk,dan keringat

malam.1,2,5,6,7,8

Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia,

pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberkulosis

pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda

peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovarium.1

Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis bersumber dari beberapa penelitian.1,5,6,7,8

5

Page 6: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Keluhan Sulaiman

A

1975-1979

30 pasien

%

Manohar

dkk

1984-1988

45 pasien

%

Tarim

Akin dkk

1988-1997

23 pasien

%

Kai Ming

Chow dkk

1989-2000

60 pasien

%

VH

Chong,N

Rajendran

1995-2004

10 pasien

%

Ming-

Leun Hu

dkk

2000-2006

14 pasien

%

Sakit perut 57 35,9 82 73 60 71,4

Pembengkak

an perut

50 73,1 96 93 70 57,1

Batuk 40 - 20 -

Demam 30 53,9 69 58 60 35,7

Keringat

malam

26 - - -

Anoreksia 30 46,9 73 - 60 -

Berat badan

menurun

23 44,1 80 - 40 42,9

mencret 20 - - 10 -

konstipasi - - - 21,4

Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa gejala yang paling

banyak didapatkan pada pasien Tuberkulosis Peritonitis yaitu : pembengkakan perut,

sakit perut,demam,dan penurunan berat badan.

Tabel 2. Karakteristik demografi pada 14 pasien dengan diagnosis Tuberkulosis

Abdomen di RS.Chang Gung Memorial Taiwan tahun 2000 - desember 2007. 7

6

Page 7: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Usia Jenis Infeksi Penyakit yang

mendasari

Gejala Klinis*

62/P TB Peritonitis DM,CRF,HTN,hepatitis

C,LC

1,2,3,5,10

70/P TB Peritonitis, TB paru HTN, LC 1,2,3,4,6,10

74/L TB Peritonitis,TB paru, TB

meningitis

Stroke,CRF,HTN 1,8

31/P TB usus disertai perforasi,

formasi abses

- 1,4,5,6

74/P TB Peritonitis Hepatitis C,LC,TB

meningitis

1,2,3,4,5

51/L TB hepar Kanker kandung kemih 4,5

73/L TB Peritonitis DM,CRF,HTN,LC 2,3,4,7,10

20/P Intraabdominal tuberculoma - 1,6

53/L TB Peritonitis disertai obstruksi

usus, TB paru

CRF, HTN, Stroke,

cushing’s syndrome

1,9

61/L TB Peritonitis,TB paru Alkoholisme, LC 2,3

47/P TB colon Cushing’s syndrome 1,2,7

80/P TB Peritonitis,TB usus,TB paru DM 1,2,3,7

72/P TB Peritonitis - 1,2,3,4

41/L TB hepar Hepatitis C 5

Keterangan : P :perempuan; L: laki-laki; TB :tuberculosis; DM : diabetes mellitus;

CRF : chronic renal failure; HTN : hipertensi;LC : liver sirosis; * Gejala klinis : 1.

Sakit perut,2. Pembengkakan perut,3. Asites,4. Penurunan berat badan,5. Demam,6.

Massa abdomen,7.konstipasi,8. tinja berdarah, 9. Tanda peritoneal,10. Sepsis.7

Dari tabel 2 diatas memperlihatkan bahwa lokasi Tuberkulosis abdominal paling

banyak terjadi pada peritoneum dan usus atau yang dikenal dengan Tuberkulosis

7

Page 8: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Peritonitis dan Tuberkulosis Usus dengan memperlihatkan tanda dan gejala terbanyak

berupa sakit perut, pembengkakan perut, asites,dan penurunan berat badan.7

Tabel 3. Pemeriksaan Fisik pada 30 pasien Tuberkulosis Peritonitis di RS.Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 1975-1979.1

Gejala Persentase

Pembengkakan perut dan nyeri 51%

Asites 43%

Hepatomegali 43%

ronkhi pada kedua paru 33%

efusi pleura 27%

Splenomegali 30%

tumor intraabdomen 20%

fenomena papan catur 13%

Limfadenopati 13%

terlibatnya paru dan pleura 63%

Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah

asites,demam,pembengkakan perut dan nyeri perut, hepatomegali,dan terlibatnya

paru dan pleura (atas dasar foto thoraks). Fenomena papan catur yang selalu

dikatakan karakteristik pada penderita Tuberkulosis peritonitis ternyata tidak sering

dijumpai.Fenomena papan catur yaitu pada perabaan didapatkan adanya massa yang

diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapatkan pada obstruksi usus.1

V. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, pemeriksaan

fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium

maupun penunjang, banyak metode yang dapat digunakan dalam membuat diagnosis.

8

Page 9: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Setiap metode memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan. Diantaranya

ditampilkan pada tabel dibawah ini :9

Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari beberapa metode pemeriksaan.9

Metode Keuntungan dan kerugian

Kultur Membutuhkan waktu yang lama

Smear Diangnosis yang cepat

Biopsi Invasive

PCR (polymerase chain reaction) Diagnosis yang cepat

Positif-palsu dan negatif

(mahal)

Pemeriksaan Laboratorium.

Pada Pemeriksaan Laboratorium yaitu pemeriksaan darah rutin sering dijumpai

adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia,

trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED)

yang meningkat. Pada pemeriksaan tes tuberkulin hasilnya sering negatif. 1

Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan

protein > 3 gr/dl, dengan jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari

90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang perulen dapat

ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous).

Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu. Perbandingan

serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya <

1,1 gr/dl, namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma

nefrotik, penyakit pankreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila

ditemukan >1,1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi.

9

Page 10: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada Tuberculosis peritoneal

<0,96 sedangkan pada asites dengan penyebab lain rationya >0,96. Penurunan Ph

cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis

peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati

yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang

spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada

kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.1

Tabel 5. Perbandingan serum asites albumin pada Tuberkulosis Peritonial dan Penyakit lainnya. 1

Pemeriksaan Tuberkulosis

Peritonial,

Hipertensi

Portal

Keganasan,Sindrom

Nefrotik, Penyakit

pancreas &

Empedu

SAAG (serum

asites albumin

serum)

<1,1 gr/dl >1,1 gr/dl <1,1 gr/dl

Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapatkan hasil kurang dari 5 % yang

menunjukkan hasil positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20%

hasilnya positif.

Dibawah ini adalah alur penegakan diagnostis Tuberkulosis paru

berdasarkan pemeriksaan BTA.1

10

Page 11: TUBERKULOSIS PERITONITIS

Gambar 1. Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru.10

Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive

adalah pemeriksaan ADA (adenosin deminase activity), interferon gama (IFNϒ)

dan PCR. Dengan kadar ADA > 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas

95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau

keganasan. Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari

Tuberculosis Peritoneal (14 ± 10,6 u/l) .1

Pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang

sangat rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asites dengan

protein yang rendah nilai ADA dapat menjadi false negatif. Untuk itu

pemeriksaan Gama interferon (INFϒ) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah

sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya

lebih rendah lagi dibanding kedua pemeriksaan tersebut. Angka sensitifitas untuk

11

Page 12: TUBERKULOSIS PERITONITIS

pemeriksaan tuberculosis peritoneal terhadap Gamma interferon adalah 90,9 %,

ADA:18,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing spesifitas 100%. 1

Pemeriksaan CA-125. CA-125 (Cancer antigen 125) termasuk tumor associated

glycoprotein yang terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang

terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang

dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan

benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan

keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi,

endometriosis, mIoma uteri dan salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang

lain seperti : endometrium, tuba falopi, endocervix, pankreas,ginjal,colon juga

pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit

autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum seperti

tuberkulosis,perikardium dan pleura. Beberapa laporan yang telah mendapatkan

peningkatan CA-125 dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125

disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang

dominan maka Tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.1

Pemeriksaan Penunjang

USG (Ultrasonografi )

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam

rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-

kantong).Gambaran USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang

bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa

didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan

mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat

dan harus diperiksa secara teliti. 1

CT Scan

Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan

gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum

12

Page 13: TUBERKULOSIS PERITONITIS

yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya

gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. 1

Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan

usus halus.11

Gambar 3. CT-Scan menunjukkan sejumlah besar cairan asites dengan penebalan

peritoneum dan infiltrasi difus omentum tanpa limfadenopati.12

Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan

pembesaran yang jelas menunjukkan suatu Tuberkulosis peritonitis sedangkan adanya

nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu

perintoneal karsinoma.1

Peritonoskopi (Laparoskopi)

Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang sangat

berguna untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi adalah

cara yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa Tuberkulosis

13

Page 14: TUBERKULOSIS PERITONITIS

peritonitis. Pada salah satu penelitian dilaporkan bahwa laparoskopi dapat

mendiagnosis hingga 94%, tetapi diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan

histologi. Laparoskopi baik digunakan untuk mendapatkan diagnosa pasien-pasien

muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas penyebabnya. Laparoskopi dengan

biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis Tuberkulosis Peritonitis. Cara ini

dapat mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis 85% - 95% dan dengan biopsi yang

terarah dapat dilakukan pemeriksaan histologi agar bisa menemukan adanya

gambaran granuloma sebesar 85% - 90% dari seluruh kasus, dan bila dilakukan kultur

bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histologi yang lebih penting lagi adalah bila

didapatkan granuloma yang lebih spesifik yaitu granuloma dengan perkejuan.1,5,6

Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi.13

Gambaran yang dapat dilihat pada Tuberkulosis peritonitis : 1

1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai

tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai

permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai

nodul.

2. Perlengketan yang dapat bervariasi, diantaranya pada alat-alat didalam rongga

peritoneum. Sering pada keadaan ini merubah letak anatomi yang normal.

Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk

dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat

ekstensif.

14

Page 15: TUBERKULOSIS PERITONITIS

3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar

yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.

4. Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan

tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai.

Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan

lain yang terbukti mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus

sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walupun pada umumnya gambaran

peritonoskopi Tuberculosis peritonitis dapat dikenal dengan mudah, namun

gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis,

karena itu biopsi harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan

jika hasil pemeriksaan patologi anatomi mendukund suatu peritonitis

tuberkulosis. Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4

kasus tidak dilakukan peritonoskopi karena secara teknis dianggap mengandung

bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya jaringan perlengketan yang luas merupakan

hambatan dan kesulitan dalam memasukkan alat dan ruangan yang sempit di

dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat

peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan

perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang

normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi

diagnostik.

Laparatomi

Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yangs erring

dilakukan, namunsaat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan

jika dengan cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika

15

Page 16: TUBERKULOSIS PERITONITIS

dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan

asites yang bernanah.1

VI. TERAPI

Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, obat-

obat seperti : streptomisin,INH,Etambutol,Ripamficin dan pirazinamid memberikan

hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya

pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. 1,6

Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis ini,

lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah

2RHZE/7-10 RH.14

Rifampisin dan INH diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid selama

2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2 minggu

pertama. Pada keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan

operasi. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi

perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa

kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian

kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi

terhadap Mikobakterium tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian

secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan

bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi

insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan

peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di

beberapa tempat masih dilihat adanya

perlengketan.1,6,14

Tabel 6. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer. 14

Obat Dosis (Mg/Kg

BB/Hari)

Dosis yg dianjurkan DosisMaks

(mg)

Dosis (mg) / berat badan

(kg)

Harian (mg/

kgBB / hari)

Intermitten

(mg/Kg/

< 40 40-60 >60

16

Page 17: TUBERKULOSIS PERITONITIS

BB/kali)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesuai

BB

750 1000

Tabel 7. Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap.14

BB Fase Intensif Fase Lanjutan

2 bulan 4 bulan Atau 6

bulan

Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu Harian

RHZE

150/75/400/275

RHZ

150/75/400

RHZ

150/150/500

RH

150/75

RH

150/150

EH

400/150

30-37 2 2 2 2 2 1,5

38-54 3 3 3 3 3 2

55-70 4 4 4 4 4 3

>71 5 5 5 5 5 3

Pedoman ISPD tahun 2005 menguraikan secara singkat prinsip-prinsip dasar

dalam manajemen Tuberkulosis Peritonitis. Protokol pengobatan berdasarkan

pengalaman TB ekstraperitoneal pada pasien End Stage Renal Disease. Pedoman

ISPD merekomendasikan empat obat yaitu : rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan

ofloksasin. Pirazinamid dan ofloksasin harus dihentikan setelah 3 bulan, sedangkan

rifampisin dan isoniazid harus dilanjutkan dengan total 12 bulan. Dosis biasa pada

obat ini adalah rifampisin 10 mg / kg sehari (maksimal 600 mg); isoniazid 3 - 5 mg /

kg sehari; pirazinamid 30 mg / kg 3 kali seminggu, dan ofloksasin 200 mg sehari.6

VII. PROGNOSIS

Tuberkulosis Peritonitis jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan

umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.

17

Page 18: TUBERKULOSIS PERITONITIS

VIII. KESIMPULAN

1. Tuberkulosis peritonitis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa

ditempat lain

2. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering

diagnosa terlambat baru diketahui.

3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang

lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa

4. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan

sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.

2. Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States Government. Dis Mon ;53:32-38.

18

Page 19: TUBERKULOSIS PERITONITIS

3. Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis Based on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing Corporation.

4. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd. Available at http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/32. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.

5. Chong, VH., Rajendran, N. 2005. Tuberculosis Peritonitis in Negara Brunai Darussalam. Original Article. Annals Academy of Medicine Singapore ; 34 (9) p 548-52.

6. Akin,Tarim.,et.al.2000. Diagnostic Tools For Tuberculous Peritonitis. The Turkish Journal of Gastroenterology ; 11(2) p 162-65.

7. Chow,MK.,et.al 2001. Tuberculous Peritonitis-Associated Mortality is High among Patients Waiting for the Results of Mycobacterial Cultures of Ascitic Fluid Sampels. Oxford Journals of Clinical Infectious ; 35 (4) p 409-13. Available at http://cid.oxfordjournals.org/content/35/4/409.full. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012

8. Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features and Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ; 32 (5) p 509-15.

9. Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69.

10. Manaf,Abdul.,et.al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2 (1) p. 13.

11. Anonym.2007. Tuberculosis : A Radiologic Review. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (5) p.1255-73.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/5/1255/F32.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.

12. Anonym.2007.Greater and Lesser Omenta :Normal Anatomy and Pathologic Processes. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (3) p.3707-720.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/3/707/F8.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.

13. Anonym.2009. TB Peritonitis on Laparascopy. Naugatuck Valley Gastroenterology Consultans. Available at

19

Page 20: TUBERKULOSIS PERITONITIS

http://planetgi.com/worxcms_published/atlas_abnormal_gallery_page309.shtml. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.

14. Adiatma YT.,et.al. IPD’s CIM 1st Edition: Tuberkulosis. Pt Medinfocomm Indonesia. Jakarta.

20