117601604 referat defisiensi vitamin a

Upload: nadia-rd

Post on 30-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDefisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang terdapat di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253 juta anak usia presekolah dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.1Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi resiko yang meningkat untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A. Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber makanan hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber nabati.2,6Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam respon antibodi humoral. Kekurangan vitamin A adalah masalah kesehatan umum yang luas. Anak usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua kelompok populasi yang paling berisiko. Suplementasi vitamin A menunjukkan adanya pengurangan insiden campak, diare, dan kematian, serta meningkatkan beberapa aspek kesehatan mata.2

1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas mengenai gejala-gejala defisiensi vitamin A tersering pada anak dan penatalaksanaannya.

1.3 Tujuan PenulisanReferat ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan pemahaman tentang gejala defisiensi vitamin A pada anak dan terapinya.

1.4 Metode PenulisanReferat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat PenulisanReferat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang gejala defisiensi vitamin A pada anak dan terapinya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Defisiensi Vitamin A Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20g/dl. Masih dalam buku tersebut terdapatXeroptalmia merupakan istilah yang menerangkan gangguan pada mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat menyebabkan kebutaan.Defisiensi vitamin A adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin Adalamjaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau masukan karotin dari Vitamin A.20Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod(batang) dan sel cone (kerucut) pada mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi. Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu. AngkaKecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel berikut ;24

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Vitamin A

Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan dewasa. Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka kesakitan khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan defisiensi vitamin A.

2.2 EpidemiologiEstimasi yang dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami kekurangan penyimpanan vitamin A. Prevalensi defisiensi yang tertinggi ditemukan pada anak pra sekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat defisiensi vitamin A subklinik juga terlihat banyakpada anak sekolah dan dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu tersedia di setiap negara hanyalah prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada kelompok umur lainnya tidak tersedia. 20Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1jutaanakbalitadiseluruhduniamenderitapenyakitmatatingkatberat(xeropthalmia) diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A.Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah inijauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7 %), danThailand (0,3 %). Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anak-anaktelah dinyatakan sebagai salahsatu masalah giziutama di Indonesia. Kebutaan karena kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerah-daerah. Berdasarkan riset kesehatandasar tahun2010 pada pascapersalinan, atau masanifas, ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara dan 65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang tidaksekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%). Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan pedesaan, serta menurut tingkat pengeluaran. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69,8%. Persentase tersebut bervariasi antar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat (49,3%) dan tertinggi di DiYogyakarta (91,1%).27

2.3 Metabolisme Vitamin ASaat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena bentuk ini akan mudah diserap. 3Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus dan diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darh sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein pengangkut spesifik yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBP- retinol bergabung dengan transiterin, suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor retina dan sel epitel. 3,5Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid, yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A untuk diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.3Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A tinggi, efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap sama, recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi bilier meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal diaugmentasi. 3

Gambar 1. Skema metabolisme vitamin A5

Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal mempunyai simpanan vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-tiba baik yang disebabkan akibat perubahan pola makan atau gangguan absorbsi (seperti pada gastroenteritis), atau peningkatan tiba-tiba dari kebutuhan metabolik (demam, khususnya campak, atau lonjakan pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan yang cepat dari cadaangan yang terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat tingg, manusia dapat bertahan selama berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak menderita penyakit yang serius.5 Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak secara umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat protein pengikat retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena itu kadar retinol serum dapat subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi. Selain itu, bila hati dalam keadaan sakit, tidak dapat menyimpan retinol, atau membuat protein pengikat retinol sebanyak hati normal.5

2.4 EtiologiAda banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan makanan yang mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang tidak memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernafasan.12a) Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,b) Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akutc) Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lamad) Pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai waktunya (seperti pengenalan makanan padat yang rendah nilai gizinya)e) Tingkat pendidikan keluarga yang rendahf) Kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang peran penting vitamin A terhadap kesehatan anak2.5 Faktor ResikoSemua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya. Kelompok ini terdiri dari;12A. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi prematurBayi BBLR adalah bayi dengan berat badan ketika lahir kurang dari 2500 gram. Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 38 minggu. Karena bayi ini lahir sebelum waktunya, berat badannya ketika lahir seringkali sangat rendah. Bayi-bayi ini lahir dengan cadangan vitamin A tubuh yang rendah sehingga berisiko untuk menderita defisiensi vitamin AB. Bayi dan anak dengan infeksi berulangBayi dan anak dengan infeksi berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A karena banyak infeksi, khususnya campak dan diare meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap vitamin A. Tetapi, anak yang sakit sering menolak untuk makan, sehingga asupan vitamin A anak cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan. Oleh karena itulah umumnya anak yang sakit cenderung menderita defisiensi vitamin A, khusunya jika infeksi muncul berulangC. Bayi dan anak dengan malnutrisiSebagian besar anak yang malnutrisi berisiko dalam menderita defisiensi vitamin A oleh karena diet makanan yang jelek, dimana asupan energi , protein, dan berbagai zat gizi yang tidak memadai, termasuk vitamin A

2.6 PatofisiologiDefisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas, diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai. 5Defisiensi vitamin A menekan imunitas humoral dan imunitas cell-mediated. Efek utama dari inadekuatnya vitamin A pada fungsi imun bisa jadi karena konsekuensi dari terganggunya pertumbuhan dan diferensiasi jaringan myeloid. Vitamin A secara khusus sangat penting untuk menjaga integritas epitel dan pemeliharaan sekresi di mukosa, yang mana, jika terganggu, bisa meningkatkan paparan terhadap mikroorganisme dan risiko infeksi.3Jaringan epitel di mata, paru-paru, dan usus menjadi rusak pada keadaan defisiensi vitamin A. Pada jaringan-jaringan tersebut, turnover atau pergantian sel epitel tinggi. Pada manusia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa level vitamin A yang rendah di sirkulasi berhubungan dengan meningkatnya risiko kerusakan epitel di mata, Rusaknya integritas epitel dan barier mukosa akan memfasilitasi translokasi mikrooeganisme dan berkontribusi terhadap meningkatnya derajat infeksi.3Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina, vitamin A tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang berpartisipasi dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A dibutuhkan untuk sintesis RNA dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang membantu memelihara stroma kornea, dan mukosa konjungtiva. 3Pada retina terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan sel batang. Sel batang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi cahaya yang redup atau rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab penglihatan berwarna dan situasi cahaya yang terang. Vitamin A merupakan kekuatan utama dari pigmen visual kedua macam sel ini. Perbedaannya terletak pada jenis protein yang terikat pada retinol. Pada sel batang, bentuk aldehid dari vitamin A (retinol) dan protein opson bergabung membentuk rhodopsin yang merupakan pigmen fotosensitif. 3

2.7 Manifestasi KlinisDefisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat3Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas, diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.5Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna dalam keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahan-perubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi dari epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal, pankreas dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut. Pada kandung kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan hematuria. Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan kulit menjadi kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya ditemukan di lengan, tungkai, bahu dan bokong.9

2.7.1 MataXeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin A. Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi dapat, mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai rabun senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi kornea/keratomalasia.3

Tabel 2 . Klasifikasi Xeroftalmia5XNX1AX1BX2X3AX3BXSRabun Senja Xerosis Konjungtiva Bercak Bitot Xerosis Kornea Ulserasi Kornea/ keratomalasia < 1/3 permukaan kornea Ulserasi Kornea/ keratomalasia > 1/3 permukaan kornea Jaringan parut kornea

Gambar: 2. Diagram yang menunjukkan daerah yang dirusak oleh xeroftalmia (kiri). 3. Gambaran diagfragmatik lesi Xeroftalmia (kanan)5

Rabun SenjaRetinol penting untuk elaborasi rodopsin oleh sel batang, yang merupakan reseptor sensiri retina yang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam cahaya redup. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin sehingga mengganggu penglihatan saat senja. buta senja umumnya merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Anak yang buta senja biasanya tidak akan suka bermain- main setelah senja, tetapi lebih suka duduk di pojok yang aman, sering tidak mampu untuk mencari makanan ataupun mainannya.5

X1A, X1B Xerosis Konjungtiva dan Bercak BitotEpitel konjungtiva pada defisiensi vitamin A berubah bentuknya dari tipe kollumnar normal menjadi tipe skuamosa bertingkat, dengan akibat hilangnya sel goblet, pembentukan lapisan sel granular, dan keratinisasi permukaan.5Secara klinis, perubahan ini ditandai dengan kekeringan yang nyata dan hilangnya kemampuan membasahi mata, daerah yang terkena dampak lebih kasar, disertai tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan, bukan permukaan yang licin dan mengkilat. Perubahan ini paling baik dideteksi dengan pencahayaan dari sisi oblik, perubahan ini sering hampir tidak kentara dan dapat tidak jelas karena pengeluaran air mata yang hebat. Bila pengeluaran air mata berhenti, maka daerah yang terkena akan tampak seperti "beting daerah pasang surut" (sanbank at receding tide).5Abnormalitas sering diabaikan atau kenyataanya overkompensasi, overdiagnosis. Maka abnormalitas tidak merupakan suatu dasar yang tepat untuk menegakkan prevalensi xeroftalmia klinis, dan xerosis konjungtiva tidak dapat dianggap sebagai kriteria yang dapat diterima untuk menetapkan apakah defisiensi vitamin A adalah suatu masalah kesehatan yang berarti.5Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadram temporal, sebagai suatu potongan kecil oval atau segitiga yang berbatasan dengan limbus pada fisura interpalpebral. Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa individu, keratin dan basil saprofit berkumpul pada permukaan xerotik, memberikan suatu gambaran seperti busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal dengan bercak Bitot. Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan jumlah yang terbentuk lebih bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih berat, lesi akan terbentuk juga di kuadran nasal, walau kurang mencolok. Bercak Bitot dapat segera dikenali dan merupakan suatu kriteria klinis yang berguna untuk penilaian status vitamin A suatu populasi. 5

Gambar 4. X1A Xerosis Konjungtiva5 Gambar 5. X1B Bercak Bitot (busa)5

Gambar 6. X1B Bercak Bitot (kiju)5

X2. Xerosis KorneaPerubahan kornea terjadi pada awal defisiensi vitamin A, jauh sebelum perubahan kornea dapat dilihat dengan mata telanjang. Banyak anak- anak dengan rabun senja (tanpa menderita xerosis konjungtiva secara klinis) mempunyai lesi pungtata superfisial yang khas pada inferior-nsal kornea, yang berwarna cemerlang dengan fluorsensi. Pada awal penyakit lesi hanya dapat dilihat dengan menggunakan slitlamp biomikroskop.5Dengan makin beratnya penyakit, lesi pungtata menjadi lebih banyak, menyebar ke atas melebihi bagian tengah kornea dan stroma kornea menjadi bengkak. Secara klinis pada kornea terjadi xerosis klasik, dengan penampilan yang kabur, tidak bercahaya, kering dan pertama kali tampak dekat limbus inferior. Plak yang tebal dan mengalami keratinisasi menyerupai bercak Bitot dapat terbentuk pada permukaan kornea dan sering memadat pada daerah interpalpebral. 5

Gambar 7,8 : X2 Xerosis Konjungtiva5

a) X3A, X3B. Ulkus Kornea/KeratomalasiaUlserasi/Keratomalacia mengindikasikan adanya kerusakan permanen dari sebagian atau semua stroma kornea, mengakibatkan perubahan struktur yang permanen.5 Keratomalasia yang terlokalisir merupakan kondisi yang secara cepat dapat memepengaruhi ketebalan kornea. Munculan pertamanya berupa penonjolan opaque yang berwarna keabuan hingga kekuningan atau perlekukan keluar dari permukaan kornea. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, stroma yang nekrotik tersebut akan meluruh dan meninggalkan ulkus yang besar dan dalam atau descemetocele ( Herniasi dari membrane Descemet ). Sedangkan ulkus yang kecil akan menyembuh dan membentuk leukoma.5Ulserasi yang mengenai kurang dari sepertiga permukaan kornea (X3A) biasanya tidak mengenai zona pupil central dan terapi yang cepat dapat menyelamatkan pengelihatan normal. Ulserasi yang lebih luas (X3B), terutama xnekrosis likuofaktif, akan menyebabkan perforasi, extrusi dari bahan intraocular, dan rusaknya bola mata.5Kasus ulserasi/nekrosis akibat defisiensi vitamin A dan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri atau jamur biasanya susah dibedakan. Ini dikarenakan lesi defisiensi vitamin dapat terinfeksi secara sekunder. Ketika status vitamin A turun secara drastis, misalnya pada kasus campak, gastroenteritis, atau pada kwashiorkor pada anak yang status vitamin A yang pas-pasan, kemunculan ulkus kornea dapat langsung tampak tanpa gejala rabun senja dan xerosis konjungtiva. Pada kasus tersebut, kita dapat secara aman mengasumsikan bahwa defisiensi vitamin A dan infeksi ada dan ditatalaksana sesuai penyakitnya masing-masing.5

Gambar 9,10. X3A Ulserasi kornea 5

Gambar 11,12. X3B Ulserasi kornea 5XS. Jaringan Parut KorneaGejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit kornea terdahulu yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A termasuk opasitas atau jaringan parut dengan bermacam-macam identitas/kepadatan (nebula, makula, leukoma), kelemahan dan outpouching (penonjolan) lapisan kornea yang tersisa.5

Gambar 13, 14. Jaringan Parut kornea5

b) XF. Fundus XerophtalmikLesi retinal kecil putih yang muncul pada beberapa kasus defisiensi vitamin A. Lesi tersebut dapat disertai dengan konstriksi lapangan pandang dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah diberikan terapi vitamin A.5Anak-anak dengan suspek atau beresiko xerophtalmia harus diperiksa dengan cahaya luar yang terang pada kedua mata sambil membelakangi matahari atau dengan bantuan senter dan lup. Namun, karena adanya nyeri dan reflex blepharospasmik pada keterlibatan kornea, anak biasanya akan menutup matanya. Bila perlu, kepala anak dapat distabilkan oleh orang tua atau asisten sementara dokter pemeriksa perlahan-lahan memisahkan kelopak mata dengan speculum kelopak.5

Gambar 15. Fundus Xeroftalmik

2.7.2 KulitKelainan pada kulit dapat ditemukan adanya kulit kering bersisik yang dikenal kulit katak atau phrynoderma dan meningkatnya resiko terjadinya infeksi.8Hiperkeratosis follikularis pada defisienssi vitamin A disebut sebagai Phrynoderma merupakan suatu bentuk manifestasi pada kulit berupa "kulit katak", ditandai dengan adanya plak keratotik pada folikel rambut yang biasanya terdapat pada ekstremitas bagian dorsal dan ventral, dapat berwarna sama dengan kulit atau sedikit hiperpigmentasi disekitarnya. 14,15

Gambar 16. Phrynoderma13

2.8 DiagnosisDefisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari 200ug/L dan karotennoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna dalam diagnosis. Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik. Vitamin A dan serum retinol diperiksa menggunakan High Performance Liquid Cromatography (HPLC).16

2.9 Pemeriksaan Penunjang2.9.1 Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan retinol serum dapat dilakukan menggunakan kinerja tinggi kromatografi cair. Sebuah nilai kurang dari 0,7 mg / L pada anak-anak muda dari 12 tahun dianggap rendah [17].Sebuah studi RBP serum lebih mudah untuk dilakukan dan lebih murah daripada studi retinol serum, karena RBP adalah protein dan dapat dideteksi oleh alat tes imunologi. RBP juga merupakan senyawa yang lebih stabil daripada retinol sehubungan dengan cahaya dan suhu. Namun, tingkat RBP kurang akurat, karena mereka dipengaruhi oleh konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP tidak dapat dibedakan. [18, 19, 20]. Kadar serum retinol mungkin rendah selama infeksi karena penurunan sementara dalam RBP tersebut. Kadar zink dapat berguna dalam pemeriksaaan karena kekurangan zink mengganggu produksi RBP.Sebuah panel besi berguna karena kekurangan zat besi dapat mempengaruhi metabolisme vitamin A.Evaluasi elektrolit dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan untuk mengevaluasi status gizi dan volume.

2.9.2 Pemeriksaan RadiologiPada anak-anak, film radiografi tulang panjang mungkin berguna saat evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi berlebihan tulang periosteal.

2.10 Penatalaksanaan2.10.2 TerapiTatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu dengan semua stadium xeroftalmia, seperti rabun senja, dan xerosis konjungtiva dengan bintik bitot. Xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat dimulai segera setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi kornea akut segera dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana emergensi.10

Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia5Waktu PemberianDosis Vitamin A

Segera setelah diagnosis:Usia < 6 bulan Usia 6-12 bulanUsia > 12 bulanHari berikutnyaMinimal 2 minggu berikutnya50 000 IU100 000 IU200 000 IUSama sesuai dosis diatasSama sesuai dosis diatas

Anak dengan diare dapat mengalami penurunan absorbsi vitamin A, namun masih dapat menyerap lebih dari cukup untuk mengatasi defisiensi jika dosis rekomendasi diberikan. Namun , anak xeroftalmia dengan malnutrisi energi protein berat butuh dimonitor secara hati-hati sebab status vitamin A tidak stabil dan dapat secara cepat memburuk, walaupun ditatalaksana sesuai rekomendasi. Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan ini.5Xeroftalmia kornea adalah kegawatdaruratan medik. Vitamin A harus segera di berikan sesuai rekomendasi pada tabel diatas. Antibiotik topikal seperti tetrasiklin atau kloramfenikol dapat diberikan untuk mengatasi atau mencegah infeksi bakteri sekunder. Salap mata yang mengandung steroid jangan diberikan dalam keadaan ini.5Untuk mengcegah trauma terhadap kornea yang lemah akibat ulkus, mata harus dilindungi. Pada kasus anak , sebaiknya tangan diikat agar tidak bergerak. Xerosis kornea berespon terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5 hari, dengan kornea yang kembali normal dengan waktu 1-2 minggu. 5Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat, malnutrisi , dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi protein yang mudah diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan membantu memperbaiki keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi respiratori dan gastrointestinal, tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat ditatalaksana dengan obat yang sesuai (antibiotik , anticacing, dan lain-lain).5Perawatan mata diberikan salap antiobiotik spektrum luas setiap 8 jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Pada infeksi yang nyata dibutuhkan terapi sistemik yang adekuat, pemberian antibiotik spektrum luas khususnya terhadap Staphylococcus dan Pseudomonas dapat diberikan sebelum kuman penyebab infeksi teridentifikasi ( Contoh: Basitrasin dan gentamisin topikal, ditambah gentamisin dan metisilin subkonjungtiva dan sistemik).5Proteksi terhadap kornea juga harus diperhatikan, pemeriksaan fisik , pemberian obat dan mengganti perban sebaiknya dilakukan seperlunya, dan mata harus dilindungi. Bila diperlukan tangan anak dapat diikat.5

Pencegahan RekurensiIbu dan care giver diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan diet kaya vitamin A. Mereka ditunjukkan bagaimana cara menyiapkan makanan kaya vitamin A dari suber yang tidak mahal seperti mangga, pepaya, wortel, labu kuning, ubi jalar, sayuran berdaun hijau gelapdan lain-lain)5

Tabel 4.: Makanan Vitamin A5Sumber Makanan

Kelompok Usia Wortel Ubi jalar Sayuran Hijau Mangga

Usia anak0-5 bulan 6-11 bulan1-2 tahun2-6 tahunASI Eksklusif

1 sdm1 sdm2 sdm / 25 mg1 sdm1 sdm1 sdm cup cup cup50 mg50 mg70 mg

Penyakit infeksi berat, khususnya pada campak, juga malaria dan chiken pox, dapat menyebabkan dekompensasi akut terhadap status vitamin A. Jika kadar vitamin A tubuh berada dalam batas rendah, anak akan sangat beresiko menjadi buta, komplikasi sistemik (seperti laringotrakeobrongkitis) dan kematian. 5

CampakAnak dengan defisiensi vitamin A bersamaan dengan campak dapat menglami komplikasi yang serius, dan segera terapi vitamin A dapat secara signifikan menurunkan resiko fatal. 10Terhadap semua anak dengan penyakit campak pada populasi yang diketahui banyak menderita defisiensi vitamin A, atau case fatality rates campak diatas 1% harus mendapatkan dosis terapi vitamin A yang sama dengan mereka yang menderita xeroftalmia ( dosis sesuai usia) selama dua hari berturu-turut. Anak ini diasumsikan mengalami defisiensi vitamin A, tanpa memperhatikan tampilan anak dengan campak dalam keadaan berat, komplikasi, ataupun mengancam nyawa. 5Anak yang menderita penyakit campak dibawah usia 2 tahun sebaiknya diberi terapi vitamin A meskipun tidak merupakan kelompok resiko tinggi. 5Resiko Tinggi LainnyaAnak yang mengalami malnutrisi energi protein berat atau penyakit seperti diare kronik, penyakit saluran pernapasan bawah, dan otitis akut, yang berasal dari populasi yang diketahui tedapat defisiensi vitamin A, juga meningkatkan resiko defisiensi. Anak harus mendapatkan terapi vitamin A yang tepat sesuai kondisi dan usianya. Jika penyakit yang menderita tersebut menetap, tambahan vitamin A dapat diberikan pada interval 1-3 bulan.5

Tabel 5. Terapi Anak Defisiensi Vitamin A dengan resiko tinggiKelompokDosis

Anak dan dewasa dengan malnutrisi energi protein berat

Anak dengan campak

Anak dengan diare, penyakit infeki akut lainnyaTerapi sesuai tabel 3 dilanjutkan dengan program preventif

Dosis tunggal atau ganda sesuai jadwal terapi tabel 3Dosis 200 000 IU per oral satu kali dilanjutkan dengan program profilaksis

2.10.2 Pencegahana) Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin AAsupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai dengan cepatnya penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan kurangnya asupan makanan yang kaya karoten atau Vitamin A. Dengan pemberian ASI kemudian setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya provitamin A seperti buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau gelap, dan dari sumber hewani seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara signifikan mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A.5Sayuran hijau merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak mengandung vitamin A. Sebagai acuan, orang tua harus mengetahui bahwa segenggam sayur bayam segar( 68 gram) memiliki kandungan vitamin A setara dengan seporsi kecil hati sapi ( 63 gr), dan setara dengan 4 medium size telur ayam ( 227 gram)5

a) Suplementasi Vitamin A Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan kuantitas vitamin A yang besar yang dapat disimpan sebagai cadangan di hepar.Suplementasi oral retinil palmitat 110 mg atau 66 mg retinil asetat (200.000 IU vitamin A) dan setengah dosis untuk anak usia 6-11 tahun setiap 4-6 bulan dapat melindungi anak dari defisiensi vitamin A. 5Vitamin A dapat diberikan sebagai kapsul atau cairan. Kecuali pada anak yang mengalami xerophtalmia, kurang energi protein (kwashiorkor) dan beberapa penyakit berat, penting untuk dipastikan vitamin A tidak diberikan melebihi batas dosis yang aman. Pada saat ini, interval pemberian vitamin A yang telah ditetapkan adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian ini bisa dikurangi jadi 3 bulan.5

Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis5IndividuDosis OralWaktu

Usia 0-6 bulan

Usia 6-11 bulan

Usia > 12 bulan

13,75 mg retinil palmitat (25 000 IU)55 mg retinil palmitat (100 000 IU)110 mg retinil palmitat (200 000 IU)1-3 kali hingga usia 6 bulanSekali tiap 4-6 bulan

Sekali tiap 4-6 bulan

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanDefisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990 an setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,. World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi resiko kematian yang tinggi dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak adekuat.Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan makanan yang mengandung vitamin A ( termasuk pemberian ASI yang tidak memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernafasan. Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya. Kelompok ini terdiri dari bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, anak dengan infeksi berulang serta yang menderita malnutrisi.Manifestasi klinis dari defisiensi vitamin A berkaitan dengan pemeliharaan fungsi jaringan epitel tubuh, terutama di mata, kulit, saluran cerna, saluran napas dan epitel di bagian tubuh lainnya. Kombinasi antara defek barier terhadap infeksi, respon imun yang rendah,dan respon terhadap stress inflamasi yang rendah yang disebabkan defisiensi vitamin A, bisa menyebabkan jeleknya pertumbuhan anak dan masalah kesehatan yang serius pada anak.. Tes adaptasi gelap bisa digunakan untuk menilai stadium dini dari defisiensi vitamin A. Rentang normal level vitamin A adalah 20-60 g/dL, dan pada defisiensi, serum < 20 g/LPenatalaksanaan defisiensi vitamin A terdiri dari suplementasi vitamin A, ASI eksklusif (pada bayi 0-6 bulan), dan pemberian asupan kaya vitamin A, Untuk pencegahan defisiensi vitamin A ini, juga ada suplementasi vtamin A profilaksis yang dosisnya disesuaikan dengan umur penderita seperti yang telah dietapkan .

3.2 Sarana) Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis, penegakan diagnosis, dan terapinya agar penatalaksanaan bisa dilakukan secara tepat.b) Perlunya sosialisasi mengenai bahaya defisiensi vitamin A dan tatalaksananya pada anak di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Semba, RD, MW Bloem. The anemia of vitamin A deficiency: epidemiology and pathogenesis. European Journal of Clinical Nutrition: 2002. 2. Joaquin, Miguel San, A Malcolm E Molyneux. Malaria and vitamin A deficiency in African children: a vicious circle?.Malaria Journal. 2009.3. Annstas, George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview4. Schwartz, Robert A. Dermatologic Manifestations of Vitamin A Deficiency. 2012. diunduh dari http://www.medicine.medscape.com/article/1104441-overview5. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To Detection and Control.1995. Penerbit: WHO6. Gibney, J Michael, et al. Gizi Kesehatan Masyarakat. 2009. Penerbit : EGC.7. West. Clivt E.Vitamin A and Measles. Nutrition Reviews, Vol.58. diunduh dari http://www.measlesrubellainitiative.org. 8. http://www.pediatriconcall.com/forpatients/commonchild/Vitamin_deficiency/vitamin_deficiency.asp9. Behrman, R. dan, R. Kliegman. Nelson Textbook of Pediatics 17th edition. pp 24210. WHO, UNICEF, VACG Task Force. Vitamin A Supplements: A Guide to Their Use in Treatment and Prevention of Vitamin A deficiency and Xeroftalmia. 1997. Diunduh dari http://www.who.int11. Azrimaidalida. Vitamin A, Imunitas dan Kaitannya Dengan Penyakit Infeksi . Jurnal Kesehatan Masyarakat.2007. 12. Nutrition Information Centre University of Stellenbosch. Vitamin A. Diunduh dari http://www.sun.ac.za/nicus.13. Ragunatha, S, V jaganath Kumar, SB Murugesh. A clinical study of 125 patients with phrynoderma. Indian Journal of Dermatology. 2011.14. Ostler, Bruce H, et al. Disease of The Eye & Skin: A color Atlas. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004.15. Thappa, Devinder Mohan. Clinical Pediatric Dermatology. India: Elsevier.2009.16. Elzouki, Abdelaziz Y, et al. Textbook Of Clinical Pediatrics Second Edition. London: Springer. 2012.17. Indicators for assessing vitamin A deficiency and their application in monitoring and evaluating intervention programmes. World Health Organization. Geneva:1996. diunduh dari http://whqlibdoc.who.int/hq/1996/ WHO NUT_96.10.pdf. 18. Humphrey,J.H. et al. 1992. Vitamin A deficiency and attributable mortality among under-5-year-olds. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC 239 3289/ pdf/bullwho00041-0074.pdf.19. Aguayo, V.M, et al VitaminA Deficiencyand ChildMortality inCameroon: The Challenge Ahead http://www.hki.org/research/ VitA Def Child Mortality_Cameroon-1.pdf. 20. Salam,dkk.PerananSuplemenVitaminAPadaPengobatanTB.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4207613.pdf21. IdahFitriKhoiri.2009.Status GiziBalitaDi PosyanduKelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/ 14296/1/10E00269.pdf 22. Guillermo Esteban-Pretel, dkk . 2009. Vitamin A Deficiency Increases Protein Catabolism and Induces Urea Cycle Enzymes in Rats http://jn.nutrition.org/content/early/2010/02/24/jn.109.11938823. Zainal Arifin Nang Agus . 1995. Pengaruh Kurang Vitamin A Terhadap Status Kesehatan : Suatu Tinjauan Biokimia http://i-lib.ugm.ac.id/ jurnal/ download.php?dataId=638424. Joko, HT . 2002. Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin A Studi Kasus Di Puskesmas Kampung Sawah Kota Bandar Lampung http:// repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/d51293c87753abf90dd18bc2195f990769fba599.pdf25. Sudirman H.. 2008. Tantangan Litbang Lintas Disiplin Dalam Penanggulangan MasalahKemiskinan, Kelaparan Dan Gizi Kurang Di Indonesia http://www.litbang.depkes.go.id/update/orasi/OrasiHerman.pdf26. Depkes RI . 2003. Deteksi Dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia http://gizi.depkes.go.id /pedoman-gizi/download/xeroftalmia.pdf 27. Rinaningsih . 2007. Hubungan Kadar Retinol Serum Dengan Thyroid Stimulating Hormone(Tsh) Pada Anak Balita Di Daerah Kekurangan Yodium http://eprints.undip.ac.id/15824/1/Rinaningsih.pdf28. Rahayu, T.1998. Strategi Penanggulangan Kekurangan Vitamin A.http://staff .uny.ac.id/sites/default/files/Strategi%20Penanggulangan%20kekurangan%20Vitamin%20A.pdf29. Rolf D.W. Klemm, et al. 2011. Newborn Vitamin A Supplementation Reduced Infant Mortalityin Rural Bangladesh. http://pediatrics. aappublications.org/ content/122/1/e242.full.html. 30. Humphrey JH et al . 2006. Effects Of A Single Large Dose Of Vitamin A, Given During ThePostpartum Period To HIV-Positive Women And Thei Infants, On Child HIV Infection,HIV-Free Survival, And Mortality. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1647952131. Universitas Indonesia. Nutrisi dan Kesehatan Kulit http://repository.ui. ac.id/contents/koleksi/11/8e2f0996f5de733757e1c96a00afe1feff1abcb.pdf32. Tarmizi. Menaksir Kebutuhan Vitamin A. http://tarmiziblog.blogspot.com/ 2011/02/ menaksi r-kebutuhan-vitamin.html. 33. Murni,S.. Kekurangan Vitamin A (KVA). http: //i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download. php? dataId=6384.pdf 34. Buku Panduan Pemberian Suplemen Vitamin A. Depertemen Kesehatan Republk Indonesia Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010

27