tr defisiensi vitamin a

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang terdapat di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253 juta anak usia presekolah dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A. Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi resiko yang meningkat untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A. Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber makanan hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber nabati. Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam respon antibodi humoral. 1

Upload: widhiss

Post on 20-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kj

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang terdapat

di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253 juta anak usia presekolah

dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.

Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,

defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling sering

ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health Organization

(WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta anak yang setiap

tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat resiko mengalami

defisiensi vitamin A subklinis.

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan

pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi resiko yang meningkat

untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh

defisiensi vitamin A.

Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber makanan

hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung terutama pada

senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber nabati.

Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi imun,

berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam respon

antibodi humoral. Kekurangan vitamin A adalah masalah kesehatan umum yang luas.

Anak usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua kelompok populasi

yang paling berisiko. Suplementasi vitamin A menunjukkan adanya pengurangan insiden

campak, diare, dan kematian, serta meningkatkan beberapa aspek kesehatan mata.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami etiologi patofisiologi, gejala dan penanganan

penderita kasus defisiensi vitamin A.

1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Metabolisme Vitamin A

Saat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di lambung.

Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena bentuk ini akan

mudah diserap.

Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus dan

diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan sebagai

retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darh sebagai retinol

dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein pengangkut spesifik

yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBP- retinol bergabung dengan transiterin,

suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum

dan digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor retina dan sel epitel.

Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid, yaitu

cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein II

(CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih lanjut

dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set faktor

transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa

berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau tergabung

menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan utama seperti hepar

dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A untuk diferensiasi seluler merupakan

siklus yang luas dan efisien.

Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan derivat

metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A rendah,

efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma transport tetap

ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi lebih efisien, dan

ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A tinggi, efisiensi absorpsi

dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap sama, recycling menjadi kurang

efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi bilier meningkat dengan jelas, ekskresi

urin dan fekal diaugmentasi.

2

Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal mempunyai simpanan

vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-tiba baik yang disebabkan akibat

perubahan pola makan atau gangguan absorbsi (seperti pada gastroenteritis), atau

peningkatan tiba-tiba dari kebutuhan metabolik (demam, khususnya campak, atau

lonjakan pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan yang cepat dari cadaangan yang

terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat tingg, manusia dapat bertahan selama

berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak menderita penyakit yang serius.

Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak secara

umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat protein pengikat

retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena itu kadar retinol serum dapat

subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi. Selain itu, bila hati dalam keadaan sakit,

tidak dapat menyimpan retinol, atau membuat protein pengikat retinol sebanyak hati

normal.

Gambar 1. Skema metabolisme

vitamin A

2.2 Definisi Defisiensi Vitamin A

3

Defisiensi vitamin A adalah  suatu  keadaan, ditandai rendahnya  kadar  Vitamin

A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap

gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau masukan karotin dari Vitamin A. Keadaan ini

ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl.

Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika jaringan

retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod (batang) dan sel cone (kerucut) pada mata

mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan adaptasi

gelap mata. VitaminA juga berperan dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa

glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika

kebutuhan vitamin A tidak tercukupi. Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur,

jenis kelamin dan kondisi tertentu. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti

pada tabel berikut:

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Vitamin A

Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan dewasa. Pertumbuhan

badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering ditemukan hubungan

peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka kesakitan khususnya pada penyakit

infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A

yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal

dengan defisiensi vitamin A.

4

2.3 Epidemiologi

Estimasi yang dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami

kekurangan penyimpanan vitamin A. Prevalensi defisiensi yang tertinggi ditemukan pada

anak pra sekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat defisiensi vitamin A subklinik

juga terlihat banyak pada anak sekolah dan dewasa di beberapa lokasi.

Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar

1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (xeropthalmia) 

¼ diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan.

Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan, tumbuh

kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-

anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A.

Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan

indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5 %

dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010

pada pasca persalinan, atau masa nifas, ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang:

33,2% di Sumatera Utara dan 65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu

nifas yang tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%).

Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69,8%. Persentase

tersebut bervariasi antar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat (49,3%) dan tertinggi di

DiYogyakarta (91,1%).

2.4 Etiologi

Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab paling

penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan makanan yang

mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang tidak memadai) dan infeksi yang

berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernafasan.

Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,

Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akut

Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lama

5

Pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai waktunya (seperti

pengenalan makanan padat yang rendah nilai gizinya)

Tingkat pendidikan keluarga yang rendah

Kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang peran penting vitamin A

terhadap kesehatan anak

2.5 Faktor Resiko

Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya vitamin A,

berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok lebih rentan untuk

menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya. Kelompok ini terdiri dari:

A. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur

Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan ketika lahir kurang dari 2500

gram. Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 38 minggu.

Karena bayi ini lahir sebelum waktunya, berat badannya ketika lahir seringkali

sangat rendah. Bayi-bayi ini lahir dengan cadangan vitamin A tubuh yang rendah

sehingga berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A.

B. Bayi dan anak dengan infeksi berulang

Bayi dan anak dengan infeksi berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A

karena banyak infeksi, khususnya campak dan diare meningkatkan kebutuhan

tubuh terhadap vitamin A. Tetapi, anak yang sakit sering menolak untuk makan,

sehingga asupan vitamin A anak cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan.

Oleh karena itulah umumnya anak yang sakit cenderung menderita defisiensi

vitamin A, khusunya jika infeksi muncul berulang.

C. Bayi dan anak dengan malnutrisi

Sebagian besar anak yang malnutrisi berisiko dalam menderita defisiensi

vitamin A oleh karena diet makanan yang jelek, dimana asupan energi , protein,

dan berbagai zat gizi yang tidak memadai, termasuk vitamin A

2.6 Patofisiologi

Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan

organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan metaplasia

6

keratinisasi. Metaplasia keratinisasi pada saluran napas dan saluran kemih serta

perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal penyakit,

bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara klinis. Walaupun

demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar tidak terlihat, maka perubahan

ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk diagnosis klinik spesifik. Oleh karena

itu, diantara populasi dengan dengan defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan

campak, penyakit saluran napas, diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus

dicurigai memiliki defisiensi vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.

Defisiensi vitamin A menekan imunitas humoral dan imunitas cell-mediated. Efek

utama dari inadekuatnya vitamin A pada fungsi imun bisa jadi karena konsekuensi dari

terganggunya pertumbuhan dan diferensiasi jaringan myeloid. Vitamin A secara khusus

sangat penting untuk menjaga integritas epitel dan pemeliharaan sekresi di mukosa, yang

mana, jika terganggu, bisa meningkatkan paparan terhadap mikroorganisme dan risiko

infeksi.

Jaringan epitel di mata, paru-paru, dan usus menjadi rusak pada keadaan defisiensi

vitamin A. Pada jaringan-jaringan tersebut, turnover atau pergantian sel epitel tinggi.

Pada manusia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa level vitamin A yang rendah di

sirkulasi berhubungan dengan meningkatnya risiko kerusakan epitel di mata, Rusaknya

integritas epitel dan barier mukosa akan memfasilitasi translokasi mikrooeganisme dan

berkontribusi terhadap meningkatnya derajat infeksi.

Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina, vitamin A

tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang berpartisipasi dalam

inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A dibutuhkan untuk sintesis RNA

dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang membantu memelihara stroma kornea, dan

mukosa konjungtiva.

Pada retina terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan sel batang.

Sel batang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi cahaya yang redup atau

rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab penglihatan berwarna dan situasi

cahaya yang terang. Vitamin A merupakan kekuatan utama dari pigmen visual kedua

macam sel ini. Perbedaannya terletak pada jenis protein yang terikat pada retinol. Pada sel

batang, bentuk aldehid dari vitamin A (retinol) dan protein opson bergabung membentuk

rhodopsin yang merupakan pigmen fotosensitif.

7

Buta senja merupakan gejala klinis spesifik yang paling awal pada defisiensi vitamin

A dan biasanya menjadi stadium xeroftalmia yang paling prevalen. Kejadian ini

mencerminkan kegagalan sel-sel batang fotoreseptor dalam retina untuk mempertahankan

penglihatan perifer dalam keadaan cahaya yang kurang terang. Opsin yang merupakan

protein akan terikat secara kovalen ddengan senyawa 11-cis-retinal untuk membentuk

rhodopsin (pigmen visual berwarna ungu). Pajanan cahaya, sekalipun dengan intensitas

yang rendah pada bagian posterior mata akan membuat rhodopsin menjadi putih. Reaksi

ini mengawali impuls elektrokimia disepanjang nervus optikus hingga otak menghasilkan

penglihatan. Siklus visual akan selesai ketika vitamin A aldehid tersebut kembali menjadi

sel-sel batang dalam segmen paling luar untuk membentuk rhodopsin. Kekurangan

vitamin A membuat siklus tersebut tidak dapat diselesaikan sehinggga timbul gangguan

penglihatan pada cahaya yang kurang terang dan jika keadaannya cukup berat, gangguan

tersebut menyebabkan buta senja.

2.7 Manifestasi Klinis

Defisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun resiko

terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat

Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan

organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan metaplasia

keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran kemih serta perubahan

epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal penyakit, bahkan sebelum

timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara klinis.

Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna dalam

keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier terhadap

patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel mensekresi

mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk kedalam saluran

pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat menyebabkan obstruksi

bronkial.

Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahan-perubahan pada epitel meliputi

proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi dari epitel squamous. Metaplasia sel

squamous di renal, ureter, epitel vaginal, pankreas dan saluran saliva dapat meningkatkan

resiko infeksi di lokasi tersebut.

8

Pada kandung kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan

hematuria.

Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan kulit menjadi

kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya ditemukan di lengan, tungkai,

bahu dan bokong.

1. Mata

Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling spesifik

dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin A.

Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi dapat,

mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai rabun

senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi

kornea/keratomalasia.

Rabun Senja (XN)

Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin sehingga

mengganggu penglihatan saat senja. buta senja umumnya merupakan manifestasi

defisiensi vitamin A yang paling awal. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel

batang retina.

Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-

remang setelah lama berada di cahaya terang. Penglihatan menurun pada senja hari,

dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga

disebut buta senja.

Xerosis konjungtiva (X1A)

Tanda-tanda :

- Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau

terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi

dengan permukaan kasar dan kusam.

- Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering

atau berubah warna kecoklatan.

Xerosis konjungtiva dengan bercak bitot (X1B)

Tanda-tanda :

9

- Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih

seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.

- Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda

khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan

prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat

Xerosis Kornea (X2)

- Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.

- Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan

tampak kasar.

- Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan

menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)

Ulkus Kornea/Keratomalasia (X3A, X3B)

- Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.

- Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3

permukaan kornea.

- Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih

dari 1/3 permukaan kornea.

- Keadaan umum penderita sangat buruk.

- Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea

pecah)

Jaringan Parut Kornea (XS)

Gejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit

kornea terdahulu yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A

termasuk opasitas atau jaringan parut dengan bermacam-

macam identitas/kepadatan (nebula, makula, leukoma),

kelemahan dan outpouching (penonjolan) lapisan kornea

yang tersisa.

Fundus Xerophtalmik (XF)

Lesi retinal kecil putih yang muncul pada beberapa

kasus defisiensi vitamin A. Lesi tersebut dapat disertai

dengan konstriksi lapangan pandang dan akan menghilang

dalam 2-4 bulan setelah diberikan terapi vitamin A.

10

Anak-anak dengan suspek atau beresiko xerophtalmia harus diperiksa dengan

cahaya luar yang terang pada kedua mata sambil membelakangi matahari atau

dengan bantuan senter dan lup. Namun, karena adanya nyeri dan reflex

blepharospasmik pada keterlibatan kornea, anak biasanya akan menutup matanya.

Bila perlu, kepala anak dapat distabilkan oleh orang tua atau asisten sementara

dokter pemeriksa perlahan-lahan memisahkan kelopak mata dengan speculum

kelopak.

2. Kulit

Hiperkeratosis follikularis pada defisiensi vitamin A

disebut sebagai Phrynoderma merupakan suatu bentuk

manifestasi pada kulit berupa "kulit katak", ditandai dengan

adanya plak keratotik pada folikel rambut yang biasanya

terdapat pada ekstremitas bagian dorsal dan ventral, dapat

berwarna sama dengan kulit atau sedikit hiperpigmentasi

disekitarnya.

2.8 Diagnosa Defisiensi Vitamin A

1. Anamnesis

Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada

kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan

kelainan pada mata seperti demam. Riwayat penyakit terdahulu juga perlu ditanyakan

seperti pernah menderita Campak, Pneumonia, cacingan, atau Tuberculosis.

Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat

suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di

posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak), serta riwayat pola

pemberian makan dan ASI.

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung

maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit

infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari :

Antropometri

- Pengukuran berat badan dan tinggi badan

11

- Penilaian Status gizi

- Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk

- Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang atau kurus

- Bila BB/TB : £ 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.

Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.

Kelainan pada kulit : kering, bersisik.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Lab

Defisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis dan

dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari

200ug/L dan karotennoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna

dalam diagnosis. Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan

mikroskopik. Pemeriksaan apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik.

Vitamin A dan serum retinol diperiksa menggunakan High Performance Liquid

Cromatography (HPLC).

b. Pemeriksaan Radiologi

Pada anak-anak, film radiografi tulang panjang mungkin berguna saat evaluasi

sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi berlebihan tulang

periosteal.

2.9 Penatalaksanaan

a. Terapi

Tatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu dengan semua

stadium xeroftalmia, seperti rabun senja, dan xerosis konjungtiva dengan bintik bitot.

Xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat dimulai segera

setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi kornea akut segera

dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana emergensi.

Anak dengan diare dapat mengalami penurunan absorbsi vitamin A, namun masih

dapat menyerap lebih dari cukup untuk mengatasi defisiensi jika dosis rekomendasi

diberikan. Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan ini.

12

Antibiotik topikal seperti tetrasiklin atau kloramfenikol dapat diberikan untuk

mengatasi atau mencegah infeksi bakteri sekunder. Salap mata yang mengandung

steroid jangan diberikan dalam keadaan ini.

Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia

Waktu Pemberian Dosis Vitamin A

Segera setelah diagnosis:

Usia < 6 bulan

Usia 6-12 bulan

Usia > 12 bulan

Hari berikutnya

Minimal 2 minggu berikutnya

50 000 IU

100 000 IU

200 000 IU

Sama sesuai dosis diatas

Sama sesuai dosis diatas

Untuk mengcegah trauma terhadap kornea yang lemah akibat ulkus, mata harus

dilindungi. Pada kasus anak , sebaiknya tangan diikat agar tidak bergerak. Xerosis

kornea berespon terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5 hari, dengan kornea yang

kembali normal dengan waktu 1-2 minggu.

Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat, malnutrisi,

dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi protein yang mudah

diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan membantu memperbaiki

keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi respiratori dan gastrointestinal,

tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat ditatalaksana dengan obat yang sesuai

(antibiotik , anticacing, dan lain-lain).

Perawatan mata diberikan salap antiobiotik spektrum luas setiap 8 jam untuk

mengurangi resiko infeksi bakteri. Pada infeksi yang nyata dibutuhkan terapi sistemik

yang adekuat, pemberian antibiotik spektrum luas khususnya terhadap Staphylococcus

dan Pseudomonas dapat diberikan sebelum kuman penyebab infeksi teridentifikasi

(Contoh: Basitrasin dan gentamisin topikal, ditambah gentamisin dan metisilin

subkonjungtiva dan sistemik).

b. Pencegahan Rekurensi

13

Ibu dan care giver diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan diet kaya vitamin

A.

Tabel 4.: Makanan Vitamin A

Sumber Makanan

Kelompok

Usia Wortel Ubi jalar Sayuran Hijau Mangga

Usia anak

0-5 bulan

6-11 bulan

1-2 tahun

2-6 tahun

ASI Eksklusif

1 ½ sdm

1 ½ sdm

2 sdm / 25 mg

1 sdm

1 sdm

1 ½ sdm

½ cup

½ cup

½ cup

50 mg

50 mg

70 mg

c. Campak

Anak dengan defisiensi vitamin A bersamaan dengan campak dapat menglami

komplikasi yang serius, dan segera terapi vitamin A dapat secara signifikan

menurunkan resiko fatal.

Terhadap semua anak dengan penyakit campak pada populasi yang diketahui

banyak menderita defisiensi vitamin A, atau case fatality rates campak diatas 1%

harus mendapatkan dosis terapi vitamin A yang sama dengan mereka yang menderita

xeroftalmia ( dosis sesuai usia) selama dua hari berturu-turut. Anak ini diasumsikan

mengalami defisiensi vitamin A, tanpa memperhatikan tampilan anak dengan campak

dalam keadaan berat, komplikasi, ataupun mengancam nyawa.

Anak yang menderita penyakit campak dibawah usia 2 tahun sebaiknya diberi

terapi vitamin A meskipun tidak merupakan kelompok resiko tinggi.

d. Resiko Tinggi Lainnya

Anak yang mengalami malnutrisi energi protein berat atau penyakit seperti diare

kronik, penyakit saluran pernapasan bawah, dan otitis akut, yang berasal dari populasi

yang diketahui tedapat defisiensi vitamin A, juga meningkatkan resiko defisiensi.

14

Anak harus mendapatkan terapi vitamin A yang tepat sesuai kondisi dan usianya. Jika

penyakit yang menderita tersebut menetap, tambahan vitamin A dapat diberikan pada

interval 1-3 bulan.

Tabel 5. Terapi Anak Defisiensi Vitamin A dengan resiko tinggi

Kelompok Dosis

Anak dan dewasa dengan malnutrisi

energi protein berat

Anak dengan campak

Anak dengan diare, penyakit infeki

akut lainnya

Terapi sesuai tabel 3 dilanjutkan

dengan program preventif

Dosis tunggal atau ganda sesuai

jadwal terapi tabel 3

Dosis 200 000 IU per oral satu kali

dilanjutkan dengan program

profilaksis

2.10 Pencegahan

a) Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A

Asupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai dengan

cepatnya penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan kurangnya asupan

makanan yang kaya karoten atau Vitamin A. Dengan pemberian ASI kemudian

setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya provitamin A seperti buah mangga,

pepaya, sayuran berdaun hijau gelap, dan dari sumber hewani seperti kuning telur,

ayam dan hati akan secara signifikan mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A.

b) Suplementasi Vitamin A

Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan kuantitas

vitamin A yang besar yang dapat disimpan sebagai cadangan di hepar.Suplementasi

oral retinil palmitat 110 mg atau 66 mg retinil asetat (200.000 IU vitamin A) dan

setengah dosis untuk anak usia 6-11 tahun setiap 4-6 bulan dapat melindungi anak

dari defisiensi vitamin A.

Vitamin A dapat diberikan sebagai kapsul atau cairan. Kecuali pada anak yang

mengalami xerophtalmia, kurang energi protein (kwashiorkor) dan beberapa

penyakit berat, penting untuk dipastikan vitamin A tidak diberikan melebihi batas

15

dosis yang aman. Pada saat ini, interval pemberian vitamin A yang telah ditetapkan

adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian ini bisa

dikurangi jadi 3 bulan.

Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis

Individu Dosis Oral Waktu

Usia 0-6 bulan

Usia 6-11 bulan

Usia > 12 bulan

27,5 mg retinil palmitat

(25 000 IU)

55 mg retinil palmitat

(100 000 IU)

110 mg retinil palmitat

(200 000 IU)

1-3 kali hingga usia 6

bulan

Sekali tiap 4-6 bulan

Sekali tiap 4-6 bulan

Sasaran Dosis Frekuensi

Bayi 6-11 bulan Kapsul Biru (100.000 SI) 1 kali

Anak Balita 12-59 bulan Kapsul Merah (200.000

SI)

2 kali

Ibu Nifas (0-42 hari) Kapsul Merah (200.000

SI)

2 kali

2.11 Prognosis

Prognosis tergantung pada gejala defisiensi vitamin A. Pada pasien dengan buta

senja, xerosis konjungtiva, bitot spot, dan xerosis kornea (XN-X2) dapat sembuh

dengan sempurna dengan terapi pemberian vitamin A. Gejala defisiensi vitamin A yang

sangat berat, seperti keratomalasia dan xeroftalmia scar tidak dapat kembali normal

walaupun telah diterapi dengan pemberian vitamin A. Prognosis dapat bertambah buruk

jika terdapat penyakit lain yang menyertai defesiensi vitamin A, seperti infeksi dan

KEP.

16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Defisiensi vitamin A adalah  suatu  keadaan, ditandai rendahnya  kadar  Vitamin

A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap

gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau masukan karotin dari Vitamin A. Keadaan ini

ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Defisiensi ini

disebabkan oleh berbagai factor. Manifestasi klinis ditunjukkan pada mata (xeroftalmia)

dan kulit (phrynoderma). Defisiensi vitamin A dapat didiagnosis dengan karakteristik

manifestasi klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang

kurang dari 200ug/L dan karotennoid kurang dari 500ug/L. Penatalaksanaan utamanya

yaitu vitamin A dosis tinggi sesuai umur atau terapi lainnya berdasarnya penyakit yang

mendasari atau penyertanya.

17

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman M, et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Gibney, J Michael, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer A, Suprohita, dkk. Kurang Vitamin A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapitus; 2000.

18