hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-pembuktian-ok.doc · web...

23
FAKULTAS HUKUM: Hukum Acara Perdata M.Hamidi Masykur SH.M.Kn Email : [email protected] , [email protected] A. PEMBUKTIAN B. DISKRIPSI SINGKAT Pembuktian secar yuridis berlainan dengan pembuktian dalam ilmu pengetahuan. Ada 2 hal yang membedakan S E L F - P R O P A G A T I N G E N T R E P R E N E U R I A L E D U C A T I O N D E V E L O P M E N T ( S P E E D ) MODUL 08

Upload: lecong

Post on 29-Jun-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

FAKULTAS HUKUM:Hukum Acara Perdata

M.Hamidi Masykur SH.M.Kn

Email : [email protected], [email protected]

A. PEMBUKTIANB. DISKRIPSI SINGKAT

Pembuktian secar yuridis berlainan dengan pembuktian dalam ilmu pengetahuan. Ada 2 hal yang membedakan menurut Sudikno

SELF-PROPAGATIN

G ENTREPREN

EURIAL EDU

CATION

DEVELOPM

ENT

(SPEED)

MODUL

08

Page 2: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Mertokusumo1 Pertama, berdasarkan suatu axioma, yaitu asas-asas umum yang dikenal dalam ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat mutlak yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Kedua, dalam arti konvensionil, yang memberikan kepastian tetapi tidak mutlak, yaitu kepastian secara nisbi atau relatif, yang dikenal dengan dua tingkatan yaitu conviction intime (kepastian didasarkan atas perasaan belaka), dan conviction raisonne ( kepastian didasarkan atas pertimbangan akal). Pembuktian secara yuridis tidak bersifat mutlak, ada kemungkinan bukti surat, pengakuan, kesaksian itu tidak benar atau palsu atau sengaja dipalsukan. Sehingga membuka kesempatan kepada pihak lawan untuk membuktikan sebaliknya.

Lebih lanjut Drion2 menegaskan bahwa pembuktian secara yuridis tidak lain merupakan pembuktian historis. Hal ini senada dengan pendapat Rachmi3 yang mengatakan bahwa salah satu tugas hakim adalah menyelidiki apakah suatu peristiwa/hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuktian secara yuridis mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara de facto dan konkreto.

C. TUJUAN INSTUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar konsep pembuktian dalam hukum acara perdata

2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti surat dan saksi sebagai alat bukti3. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar arti persangkaan dan pengakuan

sebagai alat bukti.

1 Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Kedelapan, Liberty Yogyakarta, 2009.hlm.137 2 H.Drion Bewijzen in het recht, Themis 1966 afl.5/6 h. 410.3 ? Rachmi…

Page 2 of 18

Page 3: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

D. ISI POKOK BAHASAN

3.2 ASAS PEMBUKTIANTerdapat perbedaan yang tajam antara

pembuktian dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata, selain perbedaan jenis alat bukti. Sistem pembuktian dalam hukum acara pidana di kenal dengan “sistem negatif” negatief wettelijk bewijsleer. Tujuan dari sistem ini adalah mencari kebenaran materiil. Sedangkan dalam sistem pembuktian dalam hukum acara perdata dikenal dengan “sistem positif”positief wettelijk bewijsleer. Tujuan dari sistem ini adalah mencari kebenaran formal.

Ada dua syarat menurut Munir Fuady4 untuk dapat menjalankan sistem negatif, pertama, alat bukti yang cukup dan kedua, keyakinan hakim. Jadi tersedianya alat bukti saja belum cukup untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang tersangka, dibutuhkan suatu keyakinan hakim. Hal ini selaras dengan pasal 183 menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Keyakinan yang dimaksud dalam hukum acara pidana tidak didapatkan dalam sistem hukum acara perdata. Peran hakim dalam hukum acara perdata adalah mencari kebenaran formal sehingga apabila alat bukti sudah mencukupi secara hukum, maka hakim harus mempercayai dan meyakininya.

1.3 Definisi1. Menurut Subekti5 definisi Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang

kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.2. M. Yahya Harahap6 memberikan pengertian Pembuktian adalah ketentuan-

ketentuan yang pada dasarnya dikatakan sebagai alat yang akan membawa pihak-pihak yang berperkara itu kearah kewenangannya atau tidak.

3. Menurut Abdulkadir Muhammad7, Pembuktian adalah menyajikan fakta-fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan kepastian kepada Majelis Hakim mengenai terjadinya peristiwa atau hubungan

4 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. h. 25 Subekti, Hukum Acara Perdata, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman- Bina Cipta; Bandung 1989, h. 78.6 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia, PT Zaher Trading, 1997.h.2067 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, 2000,h. 115

Page 3 of 18

MA Reg. No.:60K/Sip/1960. Ttgl.2 Maret 1960Membuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Page 4: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Dari berbagai definisi diatas, definisi pembuktian menurut penulis adalah tindakan Penggugat maupun Tergugat untuk meyakinkan/memberi keyakinan pada hakim akan kebenaran dalil-dalil/peristiwa yang diajukan di persidangan.

Terdapat adagium : Ius Curia Novit : hakim dianggap tahu akan hukum. Artinya yang dibuktikan dalam persidangan adalah faktanya, haknya, bukan hukumnya.

Terkait pembuktian yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat tidak semua hal harus dibuktikan, hal-hal yang tidak perlu dibuktikan adalah :1. Hal yang diakui, jawaban pada prinsipnya ada dua macam, yaitu mengetahui dan

menolak.2. Hal yang tidak dibantah, diamnya seseorang dianggap menyetujui.3. Pengetahuan hakim, adalah apa yang dilihat oleh hakim di dalam persidangan.4. Peristiwa notoir, yaitu peristiwa yang telah diketahui oleh umum.5. Pengetahuan tentang pengalaman, yaitu kesimpulan berdasarkan pengetahuan umum.

Penggugat harus membuktikan hal-hal yang dimuat dalam posita. Pasal 163 HIR merupakan pedoman bagi hakim untuk menyidangkan sengketa perdata. Kesempatan pertama untuk membuktikan adalah penggugat sampai tuntas, kemudian setelah itu hakim memberi kesempatan kepada tergugat.

3.3 BEBAN PEMBUKTIANBeban pembuktian adalah dibebankan kepada para pihak (Penggugat dan Tergugat)

bukanlah kepada Hakim. Hakimlah yang memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan alat bukti (bewijslast, burden of proof). Pembuktian Pasal 163 HIR, 283 R, Bg, 1865 BW. Dalam Pasal 163 HIR :

“Barangsiapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.”

Pasal ini sering diartikan oleh para ahli :“Siapa yang mendalilkan sesuatu ia harus membuktikan”.Sehingga tugas hakim membagi beban pembuktian yang seadil-adilnya : dibebankan pada pihak yang paling sedikit memberatkan/paling memungkinkan untuk membuktikan. Sebagai ilustrasi kasus sebagaimana berikut:

Page 4 of 18

Contoh (1). Sengketa antara A dan B, jual beli. A mengatakan telah membayar, sedangkan B mengatakan bahwa A belum membayar.B harus membuktikan bahwa telah melakukan penyerahan barang (factur), sedangkan A harus membuktikan bahwa A telah membayar (kuitansi).

Page 5: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Diunduh 8

Disamping asas beban pembuktian yang tercantum dalam pasal 163 HIR ( pasal 283 Rbg,1865BW) terdapat pasal-pasal yang mengatur diantaranya :

TABEL 1 : BEBAN PEMBUKTIAN

NO PASAL KETERANGAN01 533 BW Orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad

baiknya. Siapa yang mengemukakan adanya itikad buruk harus membuktikannya

02 535 BW Kalau seseorang telah memulai menguasai sesuatu orang lain, maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya.

03 1244 BW Kreditur di bebaskan dari pembuktian kesalahan dari debitur dalam hal adanya wanprestasi

04 1365 BW Kesalahan-penggugat : tuntutan ganti rugi05 1394 BW Tiga kuitansi terakhir-lunas : pembayaran berkala : anggapan

hukum (presumption yuris : pembuktian terbalik).06 1977 BW Yang menguasai – pemilik : pembuktian terbalik : yang harus

membuktikan adalah pihak lawan.07 Pasal 35 ayat(1&2)

UU No 23 Tentang Dalam hal perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup, maka muncullah tanggung jawab secara mutlak (strict liability)

8 www.google.co.id/search?q=BUKTI+SURAT&hl=id&site=imghp&tbm=isch&ei=cP7qT4akHIfNrQfHo7CzBQ&start=60&sa=NPage 5 of 18

Contoh (2). Sengketa waris, Pewaris (P) meninggalkan ahli waris X dan Y. X sebagai Penggugat dan Y sebagai tergugat. X menggugat harta warisan kepada Y, Y menyatakan bahwa harta warisan telah dibagikan. X harus membuktikan bahwa X dan Y adalah ahli waris dari P. X harus membuktikan bahwa harta warisan yang dikuasai oleh Y adalah harta warisan yang belum dibagi.Y harus membuktikan bahwa telah terjadi pembagian harta warisan.

Page 6: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Surat Edaran Menteri Negara KLH No 3/SE/MENKLH/61987

pada tergugat, bukan pada penggugat. Dalam hal ini pihak tergugat (pelaku pencemaran) yang dibebani pembuktian

08 UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan, kecuali pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. (pasal 19 ayat (1),(2) dan (5).

SUMBER: Sudikno: 2009 (diolah oleh penulis)

Setelah mengkritisi beban pembuktian diatas, hal yang penting bagi hakim adalah membagi beban pembuktian tersebut secara profesional (audi et elteram partem). Adanya beban pembuktian secara professional (seimbang dan patut) membawa akibat kemungkinan untuk menang bagi para pihak harus sama. Untuk lebih memperdalam beban pembuktian putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Maret 1956 No 56 K/Sip/1956 tentang perceraian menarik untuk dikaji. Ilustrasi lengkapnya sebagai berikut. Dalam gugat cerai seorang isteri (Penggugat) terhadap suaminya (Tergugat) mengatakan, bahwa ia diusir oleh suaminya, sedang suami (Tergugat) membantahnya dengan mengatakan, bahwa si isteri (Penggugat) pergi dari rumah atas kehendak sendiri. Mahkamah Agung membebani si suami (Tergugat) dengan pembuktian, bahwa si isteri meninggalkan rumah dengan kemauan sendiri dengan pertimbangan bahwa “keterangan si suami dapat dipertanyakan dengan asumsi bahwa seorang isteri yang telah bertahun-tahun kawin dan dalam perkawinan telah mendapatkan beberapa anak, dalam kasasi merupakan suatu yang aneh, dan hal ini harus dibuktikan oleh sang suami (Tergugat) tentang kebenaran pernyataan tersebut.

3.4 ALAT BUKTI DAN KEKUATAN ALAT BUKTIDalam Hukum Acara Perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini

bermakna bahwa Hakim hanya dapat diperbolehkan mengambil keputusan berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang. Macam-macam alat bukti terdapat dalam pasal 164 HIR, 283 R.Bg, 1866 BW.Alat bukti tersebut terdiri dari :

1. Alat Bukti Surat 2. Alat Bukti Saksi3. Alat Bukti Persangkaan4. Alat Bukti Pengakuan5. Alat Bukti Sumpah

Tingkatan urutan macam alat bukti diatas, tidak menentukan mana yang lebih kuat. Hal ini tergantung kepada variasi kasus yang tengah dihadapinya. Untuk mempertajam memahami macam-macam alat bukti akan diuraikan sebagaimana berikut:

Page 6 of 18

Page 7: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

1. ALAT BUKTI SURATAda 3 macam bentuk surat yang dikenal oleh hukum acara perdata, yakni (1), Surat

biasa, (2) Akta Otentik, (3) Akta dibawah tangan.9 Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan.

Adapun yang mengatur tentang surat tersebut diatur didalam pasal 165-167 HIR, Stb. 1867 No. 29, Pasal 282-305 R.Bg. Pengertian surat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 165 HIR adalah surat yang ditandatangani yang memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak, perikatan yang sengaja dibuat untuk pembuktian.Merupakan segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang diperlukan untuk menyampaikan isi hati atau buah pikiran yang diperuntukkan sebagai alat bukti. Akta, dibedakan menjadi :a. akta otentik, pasal 165 HIR.

Adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu yang menunjukkan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak bagi ahli waris dan bagi pihak ketiga yang mendapatkan hak dari padanya. Sedangkan yang dimaksud dengan akta adalah surat yang ditandatangani yang memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan yang sejak semula sengaja dibuat untuk pembuktian. Menurut S.J. Fockeme Andreae, dalam bukunya “Rechts gereerd Handwoorddenboek, kata akta berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti geschrift10 atau surat sedangkan menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio yang mengatakan bahwa “acta” adalah merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa latin dan berarti perbuatan-perbuatan.11

Pitlo mengartikan akta adalah surat-surat yang ditandatangani, di buat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk di pergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu di buat. 12

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa tidaklah semua dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-syarat dapat disebut akta. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah:

1. Surat itu harus ditandatanganiKeharusan ditandatangani sesuatu surat untuk disebut akta ditentukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi “suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas. Atau karena suatu cacat dalam

9 Retnowulan Sutantio dkk, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju: Bandung, 1979, h.6410 S.J. Fockeme Andreae, Rechts gereerd Handwoorddenboek, di terjemahkan oleh Walter Siregar Bij J.B Wolters uitgeversmaat schappij,

(N.V. Gronogen, Jakarta, 1951, hlm. 9 dalam Victor M. Situmorang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta1992, hlm.24 .

11 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980 hlm.9 dalam Victor M. Situmorang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta1992, hlm.24

12 A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, terjemahan. M. Isa, Intermasa, Jakarta, 1978, hlm.52 dalam Victor M. Situmorang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta1992, hlm.26

Page 7 of 18

Page 8: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

bentuknya, tidak dapat di berlakukan sebagai alat otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ditandatangani oleh pihak.

2. Surat itu harus memuat Peristiwa yang Menjadi Dasar Sesuatu Hak PerikatanSesuai dengan peruntukkan sesuatu akta sebagai alat pembuktian demi keperluan siapa itu surat di buat, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan sesuatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang di butuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang di butuhkan dalam pembuktian haruslah merupakan suatu peristiwa hukum yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan. Jika peristiwa hukum disebut dalam surat itu dapat menjadi dasar suatu hak atau perikatan, atau jika surat itu sama sekali tidak memuat peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, maka surat itu bukanlah akta, sebab tidaklah mungkin surat dapat dipakai sebagai alat bukti.

3. Surat itu diperuntukkan sebagai Alat BuktiApakah suatu bukti surat dibuat untuk menjadi bukti, tidak selalu dapat dipastikan, demikian halnya mengenai sehelai surat, dapat menimbulkan keraguan. Surat yang ditulis oleh seorang pedagang untuk menegaskan suatu persetujuan yang telah dibuat secara lisan, adalah suatu akta, karena ia di buat untuk pembuktian.

Akta otentik diatas Dibedakan menjadi 2 macam diantaranya:

- akta pejabat/Ambtenaar AktaAkta yang inisiatif pembuatan dan isinya ditentukan oleh pejabat.Misal : berita acara pemeriksaan, relaas (surat panggilan), putusan pengadilan, akta kelahiran, akta perkawinan → tidak ada pernyataan para pihak yang dimuat dalam akta, isi ditentukan oleh pejabat.

- akta para pihak / partij Acteakta yang inisiatif pembuatannya dan isi akta ditentukan oleh para pihak.Misal : akta jual beli, sewa menyewa.

b. akta di bawah tangan, Stb. 1867 No. 29.Adalah akta yang dibuat oleh para pihak sendiri tanpa bantuan pejabat yang berwenang.

Akta otentik mempunyai kekuatan sempurna dan meningkat.Sempurna : bahwa dengan satu alat bukti akta otentik itu sudah cukup untuk memutus perkara, karena itu sudah cukup untuk alat bukti.Karena dibuat oleh atau dihadapan pejabat, pejabat yang membuat akta ini telah disumpah. Akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat harus dipercaya dan mempunyai

Page 8 of 18

Page 9: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

kekuatan hukum mengikat selama tidak dibuktikan sebaliknya.Asas : Unus Testis Nullus Testis, Pasal 169 HIR : artinya satu saksi bukan saksi.Pasal 172 HIR : pedoman untuk hakim untuk menilai alat bukti.Mengikat : artinya bahwa apa yang dikemukakan di dalam akta itu harus dianggap benar selama belum dibuktikan ketidakbenarannya.Ambtenaar acte kebenarannya berlaku terhadap setiap orang. Partjic acte hanya berlaku bagi para pihak, ahli waris, orang yang mendapatkan hak dari padanya. Lawan dari mengikat adalah bebas, artinya bahwa apakah alat bukti itu dipakai atau tidak tergantung pada hakim.TABEL 2 : PERBEDAAN KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK DAN AKTA DIBAWAH TANGAN

NO AKTA OTENTIK AKTA DIBAWAH TANGAN

01 PEMBUKTIAN LAHIRKekuatan pembuktian yang didasarkan pada atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya. (Akta dianggap mempunyai kekuatan seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya).

PEMBUKTIAN LAHIROrang yang terhadap siapa akta dibawah tangan itu digunakan diwajibkan membenarkan (mengakui) atau memungkiri tandatangannya, sedang bagi ahli warisnya cukup hanya menerangkan bahwa ia tidak kenal akan tandatangan tersebut.(ps. 2 S1867 no 29, 289Rbg, 1876BW)

02 PEMBUKTIAN FORMILMemberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta

PEMBUKTIAN FORMILApabila tandatangan akta dibawah tangan telah diakui, maka keterangan atau pernyataan di atas tandatangan itu adalah keterangan atau pernyataan daripada si penandatangan..

03 PEMBUKTIAN MATERIILMemberikan kepastian tentang materi suatu akta, memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seprti yang dimuat dalam akta.

PEMBUKTIAN MATERIILMenurut pasal 1875 jo.pasal 288 Rbg, maka akta dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa akta itu digunakan atau dapat dianggap diakui menurut undang-undang, bagi yang menandatangani,ahliwarisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka.

SURAT-SURAT LAINSurat-surat yang bukan akta otentik dan bukan akta dibawah tangan tidak diatur dalam

undang-undang. Kekuatan pembuktiannya dierahkan kepada hakim.Menurut Engges : surat-surat lain walaupun kekuatan pembuktiannya bebas tetap hanya sebagai bahan persangkaan.Setiap bukti surat harus asli.

Dalam berperkara biasanya yang dilampirkan adalah fotokopi yang dilegalisir, karena apabila yang asli dikhawatirkan akan hilang.Pasal 137 HIR : pihak lawan berhak menanyakan

Page 9 of 18

Page 10: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

alat bukti yang asli.Apabila surat difotokopi, harus dilegalisasi atau nazegel (setiap alat bukti harus diberi segel/material : penguatan dari pejabat yang berwenang : notaris atau panitera pengadilan).Perjanjian tanpa segel tetap sah, segel dibutuhkan untuk alat bukti.

2. ALAT BUKTI SAKSI

Alat bukti kesaksian diatur di dalam Pasal 139 – 1852 HIR, 168 – 172 HIR, 165-179 R. Bg.Pasal 306-309 R. Bg, Pasal 1895, 1902 – 1912 BW. Biasanya dipakai dalam masyarakat yang sederhana, masyarakat adat yang hubungan kekerabatannya masih erat.PENGERTIAN

Pengertian kesaksian : kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan yang disampaikan secara lisan dan pribadi oleh orang-orang yang bukan pihak yang berperkara, yang dipanggil di persidangan.13 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur didalam kesaksian (1). Kesaksian di persidangan, (2) Disampaikan secara lisan, (3)Harus diberikan secara pribadi, artinya tidak dikuasakan kepada orang lain, harus yang bersangkutan.

Selain 3 unsur dalam kesaksian,terdapat 3 kewajiban saksi sebagaimana berikut:TABEL 3 : KEWAJIBAN SAKSI

NO KEWAJIBAN KETERANGAN

01 Kewajiban untuk menghadap. Apabila tidak menghadap, diancam dua pasal, yaitu :a. Pasal 140 HIR : adanya sangsi bagi saksi yang tidak

mau datang setelah dipanggil secara patut, maka ia dihukum untuk membayar beaya yang telah dikeluarkan sia-sia dan ia dipanggil sekali lagi.

b. Pasal 141 (2) HIR. Ketua Majelis Hakim dapat memerintahkan supaya saksi yang tidak datang itu dibawa oleh polisi menghadap pengadilan negeri untuk mencukupi kewajibannya.

c. Sebelum memberikan kesaksian, wajib disumpah agar saksi memberikan kesaksian yang benar sebenarnya.

02 Kewajiban untuk bersumpah Saksi apabila tidak mengundurkan diri sebelum member keterangan harus disumpah menurut agamanya (ps.147HIR, 175 Rbg, 1911 BW jo. Ps 4 S. 1920 no 69). Oleh karena sumpah ini diucapkan sebelum memberi kesaksian dan berisi janji untuk menerangkan yang sebenarnya, maka sumpah ini disebut juga sumpah promissoir . Sumpah promissoir ini berlainan dengan sumpah confirmatoir sumpah yang diucapkan sebagai alat bukti. Apabila memberikan keterangan yang tidak benar, diancam dengan pasal 242 KUHP : sumpah palsu. Pasal 147 jo 148 HIR : saksi wajib disumpah, apabila menolak dapat ditahan.

13 Sudikno, Opcit, h.168Page 10 of 18

Page 11: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

03 Kewajiban Memberikan Keterangan

Apabila saksi setelah disumpah enggan memberikan keterangan, maka atas permintaan dan beaya pihak yang bersangkutan hakim dapat memerintahkan menyandera saksi

Ada tiga hal yang harus dikemukakan oleh saksi, yaitu: apa yang dilihat, didengar, dirasakan sendiri. Ia harus memberikan alasan. Terhadap keterangan saksi ini, hakim tidak wajib percaya, kekutan pembuktiannya bebas. Pedoman penilaian : pasal 172 HIR: kecocokan antara saksi satu dengan saksi lainnya. Tidak boleh pembuktian dengan saksi: (1) Pasal 22 KUHD : Pembuktian adanya firma oleh para pihak – akta,(2) Pasal 258 KUHD : Asuransi – polis Kecuali sudah ada bukti pendahuluan.

Selain hal di atas ada ketentuan yang melarang subyek hukum tidak boleh menjadi saksi :

TABEL 4 : SUBYEK HUKUM YANG TIDAK BOLEH MENJADI SAKSI

NO SUBYEK HUKUM KETERANGAN01 Keluarga sedarah/semenda

dalam garis lurusKeluarga semenda adalah keluarga yang diperoleh dari perkawinan, misal : mertua

02 Suami dan istri, walaupun keduanya telah bercerai

Nomor 1 dan 2 merupakan mempunyai syarat absolut, artinya :

1. Tidak dapat menjadi saksi2. Tidak dapat memberikan keterangan

03 Anak yang belum 15 tahun Orang yang belum dewasa boleh menjadi saksi asalkan sudah 15 tahun. Dewasa : Pasal 47 jo 50 UU No. 1 Tahun 1974 : dewasa adalah 18 Tahun.

04 orang gila Nomor 3 dan 4 keterangannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.Point 3 dan 4 mempunyai syarat relatif, artinya :1.Tidak boleh menjadi saksi2.Boleh dimintai keterangan, untuk membantu

hakim dalam kejelasan, dengan syarat tidak di bawah sumpah.

Kesaksian merupakan keharusan : pasal 140,141,148 HIR.

Dapat mengundurkan diri : pasal 146 HIR :1. Apabila memberikan keterangan dikhawatirkan

tidak obyektif.

Page 11 of 18

Testimonium de Audita : Kesaksian yang berdasarkan pendengaran dari orang lain : tidak mempunyai nilai pembuktian. Ulus Testis Nulus testis : satu saksi bukan saksi. Hakim dilarang memutus perkara hanya berdasarkan seorang saksi saja tanpa alat bukti tambahan lainnya.Seorang saksi tetap mempunyai nilai pembuktian

Page 12: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

2. Saudara dan ipar3. Orang yang karena jabatannya/kedudukannya harus menyimpan rahasia yang berkaitan

dengan kedudukannya.

TABEL 5 :PERBEDAAN ANTARA SAKSI DENGAN AHLI NO SAKSI SAKSI AHLI01 Menjelaskan peristiwa yang

disengketakanMembantu hakim menilai peristiwa, pasal 154 HIR. Inisiatif mendengarkan ahli, dapat berasal dari para pihak, dapat pula dari hakim.

02 Terdapat unus testis nullus testis Hakim dapat memutus perkara dengan satu ahli, tentunya harus dengan bakti lain.

03 Kesaksian harus disampaikan secara lisan, apabila tertulis menjadi alat bukti surat.

Ahli dapat memberikan keterangan secara tertulis, bukan bukti surat, tetapi tetap keterangan ahli.

04 Kesaksian disampaikan secara pribadi, artinya saksi tidak boleh digantikan orang lain.

Ahli boleh digantikan orang lain yang mempunyai keahlian sama.

05 Hakim terikat oleh kesaksian saksi. Hakim terikat oleh kesaksian saksi.SUMBER : Diolah oleh Penulis

Antara saksi ahli dan saksi tidak boleh dari satu orang, karena fungsinya berbeda.

3. ALAT BUKTI PERSANGKAANAlat bukti persangkaan diatur dalam pasal Pasal 173 HIR, 310 R. Bg, 1915-1920 BW.

Pasal 173 HIR : tidak memberikan pengertian persangkaan. Pasal yang memberikan pedoman pada hakim untuk mempertimbangkan persangkaan sebagai alat bukti. Pengertian persangkaan : pasal 1915 BW :Adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang telah terkenal ke arah peristiwa yang belum terkenal dari peristiwa yang sudah terbukti kebenarannya kepada peristiwa yang belum terbukti kebenarannya.Persangkaan merupakan alat bukti yang tidak langsung. Untuk memudahkan penulis memberikan contoh sebagaimana berikut:

A harus membuktikan bahwa A tidak berada di tempat X. Yang harus dibuktikan oleh A adalah bahwa ia pada hari dan jam yang sama ia berada di tempat Y. sehingga otomatis ia tidak berada di tempat X pada hari dan jam yang sama.

Persangkaan ada dua macam :1. Persangkaan Undang-Undang / praesumptiones yuris – pasal 1916 BW

Page 12 of 18

Page 13: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

2. Persangkaan hakim / praesumptiones facti – pasal 173 HIRPengertian persangkaan Undang-Undang (Pasal 1916 BW)

Yaitu suatu persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus Undang-Undang yang dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Dalam teori hukum acara perdata, persangkaan UU dibedakan atas dua macam :1. Praesumptiones Yuris Tantum

Yaitu persangkaan Undang-Undang yang dapat diajukan bukti lawan, hal ini paling banyak jumpai didalam Undang-Undang.Contoh : pasal 250 BW : anak yang dilahirkan dalam perkawinan memperoleh suami sebagai bapaknya.Misal : A dan B menikah tahun 1998. Kemudian A pergi tugas belajar. Oktober 2001 B melahirkan anak X. A bisa menyangkal bahwa ia bukan ayahnya (pembuktian terbalik).Pasal 633,668,662 BW : menyangkut masalah keterangan. Kebanyakan persangkaan tatum ini bisa dibuktikan lawan.

2. Praesumptiones Yuris Et De JureYaitu persangkaan UU yang tidak bisa diajukan bukti lawan.Contoh : pasal 184,911,1681 BW.Menurut Pitlo, persangkaan yang memungkinkan bukti lawan, pada hakekatnya bukanlah persangkaan.Persangkaan UU, pembuktiannya terbalik, kekuatan pembuktiannya bersifat memaksa, artinya apa yang disebutkan UU harus dianggap benar sebelum dibuktikan sebaliknya.

Pengertian Persangkaan HakimAdalah kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari peristiwa-peristiwa yang

terkenal ke arah peristiwa yang belum terkenal/belum terbukti.Kekuatan pembuktiannya bebas, artinya terserah pada hakim, contoh :- Perizinan pembuktiannya sangat sulit. Apabila ada laki-laki dan perempuan yang bukan

suami isteri berada dalam satu kamar dan kamar itu tertutup, maka dianggap melakukan perzinahan : menurut prasangkaan hakim.

- Apabila dalam perselisihan pada proses peradilan dalam hal pembukuan. Salah satu pihak yang membawa pembukuan diperintahkan membawa, tetapi pada saat sidang ia tidak membawa, maka hakim bisa melakukan persangkaan bahwa pembukuan tersebut tidak beres.

Dalam hal ini terdapat dua pendapat :1. Sudikno : tidak boleh hanya berdasar persangkaan saja, harus disertai alat bukti lain.2. Azet : hakim boleh menjatuhkan putusan dengan memegang pada satu persangkaan.

Page 13 of 18

Page 14: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Dalam praktek, yang lazim adalah tidak boleh, seperti halnya saksi, satu saksi bukan saksi : satu persangkaan bukan persangkaan.

4. ALAT BUKTI PENGAKUANAlat bukti pengakuan diatur di dalam Pasal 174-176 HIR, 311-313 R. Bg, Pasal 1923,

1928 BW. Pengakuan adalah keterangan sepihak yang membenarkan peristiwa, hak/hubungan hukum yang diajukan oelh pihak lawan.Tidak diperlukan persetujuan pihak lain, dengan adanya pengakuan ini membebaskan pihak lawan untuk membuktikan.Pengakuan ada dua hal, yaitu :TABEL 6 : PERBEDAAN PENGAKUAN DALAM SIDANG DAN DILUAR SIDANG

NO PENGAKUAN DALAM SIDANG PENGAKUAN DILUAR SIDANG

174 HIR, 312 R. Bg, 1925 BW.Dapat dilakukan secara lisan dan dapat

secara tertulils.Apabila secara tertulis dalam persidangan, maka tidak bisa dikualifikasikan / disamakan dengan alat bukti surat.Pada dasarnya tidak dapat dicabut kembali, tetapi ada perkecualian, apabila terdapat kesalahan pada pokok perkara.Pengakuan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.Kekuatan pembuktian ada tiga, yaitu :a. sempurnab. mengikatc. menentukanSempurna dan mengikat : bisa diajukan bukti lawan, masih mungkin putusan dapat berubah apabila pihak bisa mematahkan bukti lawan.Menentukan : pengakuan : tidak ada lagi bukti lawan.

175 HIR, 312 R. Bg, 1928 BWPengakuan di luar sidang harus dibuktikan, misalnya dengan saksi.Apabila di luar sidang tertulis, maka bukan pengakuan lagi, tetapi alat buktis urat.Kekuatan pembuktiannya : bebasPasal 176 HIR, 313 R. Bg, 1924 BW : melarang hakim memecah pengakuan.

Ada tiga macam pengakuan di dalam sidang :a. Pengakuan murni

Adalah pengakuan terhadap seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh penggugat tanpa embel-embel.Pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tuntutan pihak lawan.Pasal 176 HIR menyatakan bahwa pengakuan murni tidak boleh dipisah-pisah.Pengakuan murni tidak perlu pembuktian.

Page 14 of 18

Page 15: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Misal : dalam sidang perkara hutang piutang, A mendalilkan B mempunyai hutang 100 juta, B dalam jawabannya menyatakan bahwa B memang punya hutang kepada A sebesar 100 juta.

b. Pengakuan kwalifikasiAdalah pengakuan yang disertai sangkalan atau sanggahan dari sebagian tuntutan penggugat.Misal : A dan B dalam sengketa jual beli rumah. A mengatakan bahwa B belum membayar, sedangkan B menyatakan bahwa ia betul telah mebeli rumah, tapi tidak seharga 70 juta, melainkan 50 juta. Seharusnya A tidak perlu membuktikan adanya jual beli. Pengakuan B ini menurut pasal 176 HIR dianggap tidak mengaku, sehingga tetap harus membuktikan jual beli telah terjadi dalam B membuktikan bahwa harga murah tersebut adalah 50 juta.

c. Pengakuan klausulaAdalah pengakuan yang disertai bantahan atau sanggahan yang bersifat membebaskan.Misal : A dan B melakukan jual belil rumah seharga 70 juta. B mengakui telah terjadi jual beli rumah seharga 70 juta, B menyatakan telah membayar sejumlah 70 juta, sehingga B harus membuktikan bawa ia telah membayar sejumlah 70 juta. Hal ini menurut pasal 176 HIR dianggap tidak mengaku. Konsekuensinya : tetap harus membuktikan jual beli dan B tetap harus membuktikan telah membayar.

Tujuan pasal 176 HIR adalah untuk melindungi debitur-debitur kecil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh kreditur.

Menurut Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro, S.H., pasal 176 HIR sangat mengecewakan dan tidak masuk akal, karena sudah mengaku tetapi masih harus membuktikan lagi. Beliau memberikan saran : sebaiknya diserahkan pada hakim untuk memutuskan bukan menganulir pasal 176 HIR.Pengakuan yang dibuat dalam persidangan mempunyai kekuatan pembuktian.Pengakuan yang dibuat diluar persidangan :

1. Tertulis : diserahkan pertimbangan sepenuhnya kepada hakim, tidak mempunyai kekuatan pembuktian : mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas.

2. Lisan :bukan merupakan alat bukti.

5. ALAT BUKTI SUMPAHSumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada

waktu member janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dhukum olehnya. Jadi pada hakekatnya sumpah merupakan tindakan yang bersifat religious yang digunakan dalam peradilan.

Page 15 of 18

Page 16: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Alat bukti sumpah diatur dalam pasal 155, 156, 158, 177 HIR, 182, 183, 314 R. Bg. Disebut sebagai sumpah confirmatoir, yaitu sumpah sebagai alat bukti.Yang menjadi alat bukti bukan upacara penyumpahannya, tetapi pengakuan atau keterangan dari salah satu pihak di muka persidangan yang dikuatkan dengan sumpah.Dalam HIR, sumpah dibedakan menjadi :1. Decisoir – Pasal 156 HIR.

Disebut juga sumpah pemutus, karena setelah diucapkan sumpah decisoir hakim dapat langsung memutus perkara.Sumpah decisoir ini dilakukan atas permintaan salah satu pihak. Sumpah ini tidak diperlukan syarat-syarat, misalnya alat bukti permulaan, tidak ada alat bukti sama sekali boleh.Sumpah decisoir dapat dikembalikan artinya apabila yang minta sumpah decisior adalah penggugat, sedangkan tergugat tidak bersedia, maka tergugat dapat mengembalikannya pada penggugat untuk disumpah decisior.Untuk melaksanakannya diperlukan dua syarat :a. Litis decisoir

Yang disumpahkan harus peristiwa yang dipersengketakan dalam persidangan.b. Persoonlijk daad

Harus peruatan pribadi, tidak boleh peruatan orang lain.Pihak yang meminta untuk menyumpah pihak lawan berrati ia melepaskank hak. Dalam pelaksanaannya sumpah ini dapat berupa sumpah pocong, klenteng, dll.

2. Supletoir – Pasal 155 (1) HIR, 182 R. Bg.Disebut juga sumpah penambah, adalah sumpah yang dibebankan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak.Syarat :Harus ada permulaan pembuktian.Tujuan dari sumpah supletoir adalah untuk menambah alat bukti yang ada, karena alat bukti yang ada belum lengkap.Sumpah ini tidak dapat dikembalikan karena atas pembebanan hakim.

3. Aestimatoir – Pasal 155 (2) HIR, 182 R.BgDisebut juga sumpah penaksir, adalah sumpah yang dibebankan oleh hakim kepada pihak penggugat untuk memastikan besarnya kerugian yang diderita oleh penggugat (hakim officio).Sumpah ini dilakukan apabila tidak ada bukti, misalnya sulit dibuktikan karena telah musnah, kebakaran.

Page 16 of 18

Page 17: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

Sumpah decisoir tidak mempengaruhi putusan hakim, sedangkan kepalsuan sumpah supletoir dan sumpah aestimatoir dapat mempengaruhi putusan yang dijatuhkan oleh hakim, karena merupakan sumpah yang dibebankan oleh hakim.

Sumpah dapat dikuasakan, hanya saja kuasanya adalah kuasa khusus untuk mengangkat sumpah dan biasanya isi sumpah tersebut sudah disebutkan dalam surat kuasa khusus tersebut.

Perbedaan antara sumpah pemutus dengan sumpah penambah :

SUMPAH PEMUTUS SUMPAH PENAMBAH1. Harus mengenai apa yang dilakukan

sendiri oleh yang bersumpah.2. Apabila pihak yang diminta

bersumpah menolak, ia bisa mengembalikan

3. Tidak dapat diajukan bukti perlawanan.

1. Tidak harus mengenai apa yang dilakukan sendiri.

2. Tidak boleh dikembalikan kepada pihak lawan karena merupakan inisiatif hakim.

3. Dapat diajukan bukti perlawanan.

REFERENSI

BUKU-BUKUA. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, terjemahan. M. Isa, Intermasa, Jakarta, 1978Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, 2000.H.Drion Bewijzen in het recht, Themis 1966 afl.5/6M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia, PT Zaher Trading, 1997.Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.M. Situmorang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta1992.Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Kedelapan, Liberty Yogyakarta, 2009. Retnowulan Sutantio dkk, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju:

Bandung, 1979.R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.

Rachmi…Subekti, Hukum Acara Perdata, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman-

Bina Cipta; Bandung 1989.Victor M. Situmorang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta,

Jakarta1992.

INTERNETwww.google.co.id/search?

Page 17 of 18

Page 18: hamidi.lecture.ub.ac.idhamidi.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/8.-PEMBUKTIAN-OK.doc · Web viewMembuktikan sesuatu dalam perkara Perdata tidak perlu mutlak adanya putusan Hakim Pidana

Mata Kuliah / MateriKuliah 2011Brawijaya University

q=BUKTI+SURAT&hl=id&site=imghp&tbm=isch&ei=cP7qT4akHIfNrQfHo7CzBQ&start=60&sa=N

PROPAGASIA. Latihan dan Diskusi

1.

B. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)1. Jelaskan pengertian dari pembuktian dan apakah semua hal harus dibuktikan!

2. Bandingkan asas pembuktian yang fundamental dari hukum acara pidana dan hukum acara perdata!jelaskan pula beban pembuktian yang diatur menurut ketentuan Undang-Undang.

3. Sebutkan 4 pembuktian yang ditentukan dalam hukum materiil!

4. Sebutkan 5 macam alat bukti menurut ketentuan Undang-Undang!apakah urut-urutan itu menentukan kuat lemahnya jenis alat bukti tersebut? jelaskan!

5. Apakah surat biasa yang ada tandatangannya merupakan akta? Jelaskan

6. Sebut dan jelaskan 2 macam akta menurut Undang-Undang!jelaskan pula ketentuan pembuktian masing-masing akta tersebut!

7. Sebutkan 3 unsur dalam hal kesaksian ! sebut pula kewajiban saksi!

8. Sebutkan perbedaan antara saksi dan ahli! Jelaskan perbedaan antara persangkaan hakim dan persangkaan undang-undang. Sertakan pula contohnya.

9. Pengakuan dalam sidang sebagai alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat! Jelaskan artinya! Sebutkan 3 macam pengakuan di dalam sidang!

10.Sebut dan jelaskan 3 macam sumpah yang diatur oleh Undang-Undang

C. QUIZ -mutiple choice (Evaluasi)

D. PROYEK

Page 18 of 18